Share

Cerita Burung

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-16 09:22:22

Usia kandungan Novi sudah memasuki bulan kedelapan. Gerakan bayi pun sangat aktif. Novi sering sekali merasa cepat lelah. Novi juga selalu rajin kontrol ke bidan Wiwik yang dekat dengan rumah.

Sore ini setelah pulang dari kontrol bersama Dina, ia pergi ke rumah orang tuanya. Hanya beda desa saja, kurang lebih lima belas menit naik motor.

Sampai juga ia di rumah orang tuanya. Rumah yang masih tampak seperti dulu. Rumah sederhana tempat Ia dan Septi kakaknya, dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Walaupun hidup dengan penuh kesederhanaan, tapi ia merasa sangat bersyukur. Setidaknya untuk makan sehari-hari tidak kesusahan.

Rumah orang tua Novi tampak asri dan sejuk, karena banyak sekali tanaman sayuran dalam polybag yang ditanam ibunya. Jadi untuk makan sehari-hari tidak mengeluarkan biaya banyak. Apalagi ibunya Novi rajin ikut kelompok wanita tani (KWT), sering mendapatkan bantuan bibit sayuran dan polybag.

"Assalamu'alaikum." Novi mengucapkan salam.

Tidak ada jawaban.

"Assalamu'alaikum, Mbah….Mbah," panggil Dina sambil membuka pintu rumah mbahnya.

"Waalaikumsalam, eh Dina, sini. Mbah sedang menggoreng pisang," kata Bu Murni, ibunya Novi yang muncul dari dapur.

Novi dan Dina mengikuti Bu Murni menuju ke dapur.

"Ini pisang gorengnya," kata Bu Murni sambil meletakkan pisang goreng ke meja.

"Pelan-pelan makannya, masih panas," kata Novi mengingatkan Dina.

"Iya, Bu."

Bu Murni mengambil piring kecil dan meletakkan pisang goreng pada piring itu. Kemudian memotong pisang goreng menjadi beberapa bagian dengan menggunakan sendok.

"Nah, ini pisangnya. Kalau dipotong kayak gini cepat dingin." Bu Murni memberikan piring kecil yang berisi pisang goreng pada Dina.

"Terima kasih, Mbah," ucap Dina.

"Sama-sama," jawab Bu Murni sambil tersenyum.

"Bapak kemana, Bu?" tanya Novi.

"Tadi ke sawah. Karena sudah mau panen."

Menjelang panen biasanya para petani ke sawah pada sore hari, untuk mengusir burung-burung yang memakan padi. Suasana di sawah pun ramai. Terkadang juga membuat orang-orangan sawah yang diberi tali panjang, yang selalu ditarik-tarik, untuk menakuti burung. Begitu hari mulai gelap, petani pulang ke rumah.

Bapaknya Novi merupakan seorang petani dengan memiliki beberapa petak sawah. Ia juga sering mengerjakan sawah orang lain dengan sistem bagi hasil. Bu Murni sering membantu suaminya bekerja di sawah, atau sekedar menemani. Bahkan sering menanam sayuran di galengan sawah, misalnya saja tanaman kacang panjang.

"Kamu dari mana? Kok hanya berdua saja?" tanya Bu Murni.

"Dari kontrol ke bidan, Bu."

"Gimana kondisi kandunganmu? Kok Ahmad tidak mengantarmu?"

"Posisi kepala bayi sudah mulai di bawah, Bu. Tapi bayinya bergerak sangat aktif. Mudah-mudahan tidak berubah lagi posisinya. Mas Ahmad belum pulang kerja."

"Syukurlah, semoga sehat sampai lahir nanti, ya?"

"Amin, Bu."

"Ini nanti pisang gorengnya dibawa pulang, ya? Untuk Ahmad." Bu Murni memberikan bungkusan pada Novi.

"Ya, Bu. Terima kasih."

***

Warung merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Dari warung inilah berbagai informasi Novi dapatkan. Tak perlu bercerita, cukup hanya mendengarkan saja.

"Mbak hati-hati lho dengan Bu Wanto, dia itu hobinya meminjam uang. Waktu meminjam, janjinya manis sekali, ketika ditagih, selalu berkelit. Banyak alasan," kata Asih pada Surti.

"Masa sih, Mbak? Kayaknya Bu Wanto itu uangnya banyak." Surti berkata dengan heran.

"Iya, katanya banyak. Tapi kok suka berhutang. Saya sampai capek menagihnya."

"Memangnya berapa ia meminjam uang?"

"Lima ratus ribu. Janjinya satu bulan. Ini sudah hampir dua bulan nggak dibayar-bayar. Giliran ditagih katanya besok. Besok ditagih lagi jawabannya tetap besok. Entah besok kapan," keluh Asih.

"Kalau disini gimana Mbak Novi? Apakah suka ngebon?" tanya Surti.

"Kadang-kadang, Mbak." Novi menjawab apa adanya.

Perbincangan pun dilanjutkan dengan membicarakan orang lain. Apalagi kemudian ada Bu Hardi yang hobi dengan kegiatan seperti ini. Novi hanya ikut mendengarkan saja, tanpa mau menambahi cerita walaupun terkadang ia tahu informasi.

"Wah pada ngumpul disini ya?" Tiba-tiba Erni datang membawa kantong plastik besar.

Semua yang sedang bergosip ria kaget mendengar suara Erni. Untung mereka tidak sedang menggosipkan Erni.

"Eh, Mbak Erni. Bawa apa tuh?" tanya Asih.

"Ini lho saya bawa baju. Ada daster, celana pendek untuk bapak-bapak dan anak-anak." Erni segera membuka dagangannya.

Semua sibuk membuka-buka pakaian yang dibawa Erni.

"Ini lho, ada celana untuk suaminya. Di rumah kan enak pakai celana pendek. Kalau di kamar nggak bercelana nggak apa-apa," kata Erni mengundang tawa para perempuan yang ada disini.

"Kalau di luar nggak pake celana, bahaya Mbak. Nanti burungnya terbang mencari sangkar baru, hihi," sahut Bu Hardi sambil cekikikan.

"Ih, Bu Hardi ini bisa saja." Surti menimpali.

"Ngomong-ngomong tentang burung, kabarnya di desa sebelah ada laki-laki yang didenda, gara-gara ketahuan melakukan "itu" dengan istri orang," kata Erni.

Semuanya langsung menghentikan kegiatan memilih pakaian, mata dan telinga tertuju pada Erni. Berita seperti ini yang membuat mereka sangat tertarik.

"Itu lho, suaminya biduan yang mendenda Pak Tejo, bos ikan, karena ketahuan sedang "wik-wik" dengan istrinya," lanjut Erni.

"Oh biduan yang bernama Asri itu ya? Itu sih sudah biasa, suaminya suka mendenda orang. Sepertinya Asri memang sengaja di umpan untuk menggoda laki-laki. Kemudian pura-pura suaminya menangkap basah istrinya sedang begituan dengan laki-laki." Surti buka suara.

"Kok begitu? Kata siapa, Mbak?" tanya Asih.

"Biasanya kalau ketahuan sedang selingkuh, si perempuan akan ketakutan kemudian menangis dan minta ampun atau berusaha menjelaskan sesuatu. Kalau Asri, begitu ketahuan, wajahnya biasa saja," lanjut Surti.

"Ckckck. Luar biasa." Bu Hardi berdecak heran.

"Memangnya didenda berapa?" tanya Asih.

"Katanya sih lima belas juta." Erni menjawab.

"Wow, banyak sekali? Kalau sering mendenda orang, pasti uangnya banyak, tapi kok kehidupan mereka biasa-biasa saja," celetuk Bu Hardi.

"Edi suaminya Asri itu kan suka judi, ya uangnya habis untuk judi." Erni berkata lagi.

Deg! Jantung Novi terasa berhenti berdetak. Memang yang namanya judi itu tidak pernah bisa kaya. Sama dengan Ahmad suaminya yang hobinya berjudi.

"Betul itu, untung suamiku nggak pernah berjudi," sahut Asih. Bu Hardi langsung menyenggol Asih. Novi jadi tidak enak hati, ia pun pura-pura tidak mendengar.

Bab terkait

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Serba Salah

    "Bukannya Edi itu temannya Mas Ahmad, ya kan Mbak Novi?" tanya Bu Hardi."Iya, Bu." Novi menjawab dengan pelan.Sudah menjadi rahasia umum, kalau Ahmad suaminya Novi sering berjudi hingga pagi. Mereka biasanya mangkal berjudi di warung tuak di pinggir desa mereka. Jangan tanya kenapa nggak diberantas polisi. Karena ada beberapa anggota yang juga suka ikut berjudi. Warung tuak itu memiliki beking seorang polisi, jadi selalu aman-aman saja."Kasihan istrinya Pak Tejo ya?" Asih menimpali."Uangnya Pak Tejo kan banyak." "Hutangnya juga banyak. Rata-rata bos ikan kan kayak gitu. Usahanya lancar, hutang bank juga melimpah, haha."Di daerah sini yang disebut bos ikan itu adalah orang yang memiliki usaha kolam perikanan. Biasanya memang usaha kolamnya dalam skala besar."Betul itu. Kayaknya para bos ikan itu selalu bersaing membeli barang-barang. Coba perhatikan, bos ikan di desa kita, mobilnya Fortuner semua, terus punya motor KLX dan Nmax. Belum lagi para istri bos ikan yang memakai emas s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Berguna

    Novi hanya terdiam. Ia sudah tahu arah pembicaraan mertuanya. Pasti akan membicarakan Vera istrinya Alif. Memang Bu Wulan tidak sepaham dengan Vera. Menurutnya Vera itu tipe istri yang mau menang sendiri. Maklumlah Vera berasal dari keluarga berada, terbiasa hidup enak.Bu Wulan menarik nafas panjang."Kemarin sore, waktu Ibu dan Bapak ke rumah Alif, hanya ada Irvin dan Elisa bersama dengan pembantunya. Alif masih di bengkel. Vera pergi arisan dari pagi sampai sore belum pulang. Arisan apa yang memakan waktu seharian? Nggak mikirin anak-anaknya.""Sesibuk-sibuknya seorang ibu, harus tetap memperhatikan anak-anaknya. Sebenarnya Vera itu sibuk apa, sih. Dia kan hanya menganggur di rumah. Terkadang kasihan melihat Alif, memiliki istri seperti itu. Untung Alif itu orangnya penyabar. Tapi Ibu kadang-kadang tidak suka dengan sifat Alif yang selalu mengalah pada Vera. Jadi kesannya tidak tegas dengan Vera."Novi masih terdiam, ia tampak sangat menyimak ucapan mertuanya. Karena ia bingung ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Arisan

    "Untuk dua kali angsuran, ya Pak," kata Novi sambil menyerahkan uang pada Pak Tomo."Iya, Mbak. Jadi sudah lima kali angsuran ya?" kata Pak Tomo sambil membuka-buka bukunya. Pak Tomo pun menerima uang dari Novi dan menuliskan di buku, juga di kwitansi."Ini Mbak, kwitansinya." Pak Tomo menyerahkan kwitansi pada Novi."Terima kasih, Pak."Pak Tomo mengangguk. Kemudian membereskan buku dan kwitansi dan memasukkannya ke dalam tas. "Saya pulang, Mbak." Pak Tomo pun beranjak dari duduknya dan melangkah pergi dari rumah Novi.Pak Tomo merupakan orang kaya di desa ini. Memiliki banyak tanah. Pak Tomo mengkaplingkan tanahnya dan menjualnya secara cash atau kredit. Novi sudah membeli satu kapling tanah yang dibelinya secara kredit, dan yang ini adalah yang kedua. Tentu saja ia tidak menceritakan semua ini pada Ahmad, ia juga meminta Pak Tomo untuk tidak menceritakan pada Ahmad. Pak Tomo paham, karena beliau juga tahu kebiasaan Ahmad yang suka berjudi dan tentu saja menghabiskan banyak uang.K

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Jangan Jadi Duri

    "Enggak kok, Mbak. Ini memang beli gula dan kopi untuk di rumah." Ekta menjawab dengan pelan."Heran aku sama Ardi, kenapa dia menikah denganmu. Masih mending sama Weni, orangnya baik, nggak suka keluyuran, pintar cari uang juga. Nggak kayak kamu yang hanya bisa menghabiskan uang Ardi. Cepat pulang, dicari sama Ibu." Asih berkata kemudian pergi meninggalkan Ekta yang masih terdiam.Novi melihat Ekta menghapus air matanya."Begitulah watak orang, Ekta. Kalau sudah tidak senang dengan kita, apa yang kita lakukan selalu salah. Tidak ada yang benar.""Iya, Mbak," kata Ekta dengan tersedu-sedu."Sekarang kamu pulang dulu, nanti malah semakin rumit urusannya. Kamu harus sabar dan kuat demi anakmu."Ekta mengangguk kemudian pamit pulang. Novi merasa sedih melihat Ekta. Semoga Ekta kuat dan sabar menghadapi mertua dan ipar. Tak berapa lama, muncul lagi Weni di warung Novi."Mbak, Ekta tadi ngomongin apa?" tanya Weni."Maksudnya?" Novi mengernyitkan dahinya."Apa saja yang diomongin Ekta tadi.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tamu

    "Kalau suami biasanya tidak romantis, terus tahu-tahu jadi romantis perlu dicurigai, Bu. Siapa tahu ia menutupi kelakuannya. Jadi istri merasa diperhatikan dan disayang, padahal hanya kedok suami saja." Bu Wanto menimpali."Bu Wanto kok ngomong gitu, sih. Kasihan Mbak Novi, nanti malah kepikiran. Apalagi ia sedang hamil," sahut seorang pembeli."Saya kan bukan mengatakan tentang Ahmad. Kalau Ahmad biasa romantis ya nggak perlu dicurigai." Bu Wanto tampak kesal. Beberapa orang yang di warung itu tampak terdiam, suasana menjadi kaku."Berapa semuanya belanjaan saya," kata Bu Wanto memecahkan suasana."Empat puluh tujuh ribu," sahut Novi."Ya, sudah, dicatat dulu ya. Saya lupa bawa uang," kata Bu Wanto sambil ngeloyor pergi. Novi hanya bisa mengelus dada."Bu Wanto itu aneh, mau ke warung kok nggak bawa uang. Ngomong saja mau ngutang," celetuk Wak Tini."Ya kayak gitu kalau orang sok kaya alias kaya tanggung. Dibilang miskin, bukan. Dibilang kaya kok jauh ya?" Pembeli yang lain menyahuti

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Salah Sebut Nama

    "Mas pikir tamu laki-laki itu selingkuhanku, begitu ya? Jadi Mas mencurigaiku?" Novi berkata dengan penuh emosi.Ahmad pura-pura tidak mendengar, malah sibuk dengan ponselnya. "Dina!" Novi pun memanggil Dina."Iya, Bu. Ada apa?" Dina mendekati Novi."Yang tadi datang kesini siapa ya? Yang ngasih uang dua puluh ribu untuk Dina?" tanya Novi. Memang Alif tadi memberi uang dua puluh ribu untuk Dina. Tapi uang yang diberikan pada Novi, tentu saja tidak disebutkan di depan Ahmad. Bisa berbahaya, nanti pasti Ahmad akan meminjamnya. Dengan berbagai alasan, padahal hanya untuk berjudi."Oh, Pakde Alif tadi kesini lho, Yah. Ngasih Dina uang untuk ditabung di sekolah," kata Dina bersemangat bercerita pada ayahnya."O ya?""Iya, terus motor Pakde Alif juga baru, tadi Dina diajak jalan-jalan sebentar." Dina sibuk berceloteh. Novi hanya terdiam, ia sangat kesal dengan Ahmad yang seolah-olah menyudutkannya. "Benar yang Dina katakan itu?" tanya Ahmad."Benar, Ayah. Dina tidak berbohong, kata Bu gu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Maling Teriak Maling

    "Mas, bangun. Sudah siang." Novi membangunkan Ahmad. Ahmad hanya menggeliat saja."Mas, bangun. Sudah jam delapan," panggil Novi.Ahmad langsung beranjak dari tempat tidur. Mungkin karena masih berada di alam mimpi atau mungkin kesadarannya belum seratus persen. Akhirnya ia menabrak pintu.Brakk!Novi kaget dan Ahmad lebih kaget lagi."Pintu sialan!" teriak Ahmad. Kemudian melanjutkan ke kamar mandi. Novi ingin tertawa melihat kejadian ini, tapi masih ditahan, takutnya Ahmad akan semakin marah."Kenapa jam segini baru bangunin aku? Apa saja kerjamu?" teriak Ahmad yang baru selesai mandi. Kemudian berganti pakaian. Novi yang menyiapkan sarapan pun hanya terdiam."Kamu dengar nggak yang aku katakan? Kenapa kamu telat bangunin aku?" teriak Ahmad."Maaf Mas, aku kesiangan.""Kok bisa kesiangan!" bentak Ahmad."Nggak bisa tidur, sakit," kata Novi dengan pelan. Ahmad langsung terdiam. Ia teringat akan kejadian tadi malam, Novi meneteskan air mata."Masih sakit?" tanya Ahmad. Tentu saja sak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Istri Tak Berguna?

    Menjelang magrib, Ahmad baru pulang dari kerja. Bukan karena ia lembur, karena toko Pak Harno tutup jam lima sore. Tapi Ahmad mampir ke rumah temannya. Setelah cukup lama ngobrol-ngobrol, akhirnya ia pulang. Kemudian langsung mandi.Selesai mandi, dilihatnya makanan sudah tersaji di meja makan. Seperti inilah Novi, walaupun sedang marah dengan suaminya, ia selalu menyiapkan makan untuk Ahmad. Ahmad segera makan. Novi di warung sambil menunggui Dina mengerjakan PR."Bu, ini benar nggak?" tanya Dina.Novi pun memeriksa pekerjaan Dina."Sudah benar semua. Sekarang semua dibereskan ya?""Habis ini boleh nonton televisi, Bu?" tanya Dina."Boleh.""Terima kasih, Bu."Novi sibuk lagi dengan catatan nota dari sales. Sudah banyak hutang sales yang ia bayar. Hanya tinggal sedikit lagi. Perkembangan warung cukup meningkat, karena Novi memberi harga tidak terlalu tinggi. Yang penting sudah mendapatkan untung, dan modal bisa diputar lagi."Assalamualaikum, Mbak." Terdengar seseorang mengucapkan sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01

Bab terbaru

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sah (Happy Ending)

    Hari ini Novi dan Farel mencari perlengkapan untuk mengisi rumah baru mereka. Hanya yang penting-penting dulu. Mereka berangkat dari rumah sekitar jam sembilan. Kebetulan Haikal tidak ikut, hanya mereka berdua, jadi bisa leluasa memilih furniture tanpa harus mengkhawatirkan Haikal yang bakal kecapekan. Sampailah mereka di toko furniture. Novi melihat-lihat tempat tidur untuk kamar mereka."Kasur ini bagus nggak untuk kamar Dina?" tanya Farel."Bagus, Mas. Tapi kita cari yang lain dulu," kata Novi. Sebenarnya Novi tadi sangat senang melihat kasur ini, tapi begitu melihat harganya, membuat Novi terperanjat."Kenapa?""Kita cari yang sebelah situ dulu, cari yang agak murah," bisik Novi."Tapi ini bagus." Farel tetap mempertahankan ini."Mas, kalau beli yang itu, terlalu mahal. Cari yang sederhana saja." Novi tetap pada pendiriannya.Akhirnya Farel mengalah. Mereka pun melihat-lihat lagi, mencari yang sesuai dengan keinginan dan budget."Nah kalau untuk kamar kita, yang ini saja. Ini kua

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menjaga Hati

    "Mas, semua ini membuatku sangat terharu. Terlalu berlebihan," kata Novi."Enggak Sayang. Ini semampuku, hanya mampu membuatkan rumah yang kecil untuk keluarga kecil kita. Tapi insyaallah rumah yang kita bangun ini akan menjadi rumah yang penuh dengan kebahagiaan.""Amin.""Aku juga nggak mau kita jauh dari Bapak Ibu. Lagi pula usahamu kan disini, jadi tidak repot.""Apa Mas nggak malu punya istri penjual ayam geprek?""Nggak usah dibahas yang seperti itu. Pokoknya aku sudah siap dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku nggak mau membatasi kegiatanmu. Yang penting kamu senang, dan ingat prioritasmu adalah menjadi istri dan ibu. Bukan mencari nafkah. Mencari Nafkah itu tugasku.""Siap, Bos!" kata Novi sambil cengengesan."Alhamdulillah ya Mas, tadi malam Bu Irma ikut datang," lanjut Novi."Bukan Bu Irma, tapi Mama.""Iya, Mama.""Sebenarnya Mama itu baik. Kita harus pintar-pintar mengambil hatinya. Suatu saat nanti Mama pasti akan luluh," kata Farel dengan menatap Novi."Kamu tahu

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Rencana Masa Depan

    "Apa kalian sudah benar-benar mantap? Nanti kalian mau tinggal dimana setelah menikah?" tanya Pak Dewa."Nanti kami akan tinggal di bedengnya Novi, memulai semuanya dari nol."Novi memang memiliki bedengan untuk disewakan, kebetulan ada yang baru saja pindah, jadi ada bedeng yang kosong.Irma mencibir mendengar ucapan anaknya."Memang kamu bisa tinggal ditempat seperti itu," cemooh Irma."Insyaallah bisa, Ma. Namanya juga baru menikah dan belajar untuk memulai hidup baru, harus serba prihatin."Pak Dewa tersenyum dan manggut-manggut."Bagus! Itu namanya laki-laki sejati. Papa bangga sama kamu. Apa yang kamu butuhkan untuk menikah nanti? Bilang saja sama Papa! Mau pesta di gedung apa, biar Papa yang mengurusnya," kata Pak Dewa dengan antusias."Huh! Banyak gaya, masa mau pesta di gedung. Padahal setelah pesta tinggal di bedeng!" Irma berkata dengan sinis.Farel tersenyum dan sangat maklum dengan watak mamanya itu."Enggak usah, Pa! Acaranya hanya akad nikah saja di rumah Pak Budi. Meng

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menemui Calon Mertua

    "Mas, aku takut," kata Novi ketika berada di dalam mobil."Takut kenapa, aku kan nggak ngapa-ngapain kamu," goda Farel sambil tersenyum."Aku serius, Mas.""Aku juga serius," sahut Farel.Novi masih saja tampak gelisah, ia takut membayangkan hal-hal yang mungkin nanti terjadi.Hari ini Farel sengaja mengajak Novi untuk menemui kedua orang tua Farel. Awalnya Novi menolak, karena belum siap untuk diejek dan dihina mamanya Farel. Tapi Farel berhasil meyakinkan Novi kalua semua akan baik-baik saja. Farel sendiri sudah bertekad tetap akan menikah dengan Novi meskipun mamanya tidak setuju.Di sepanjang perjalanan, Novi hanya terdiam. Farel yang fokus menyetir melihat ke arah Novi yang sedang melamun."Nggak usah khawatir, ada aku di sampingmu," kata Farel. Tangan kiri Farel berusaha memegang tangan Novi. Farel tersenyum walaupun hatinya deg-degan, tangan Novi terasa sangat dingin."Dingin sekali tanganmu, grogi ya?" ledek Farel.Novi hanya tersenyum samar. Akhirnya sampai juga di rumah ora

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ikhlaskan

    "Jadi Novi akan menikah juga ya? Atau mereka sudah menikah? Syukurlah kalau begitu. Berarti Mas Ahmad tidak akan mengharapkan Novi lagi, karena Novi sudah bersuami. Dan hidupku akan damai," kata Indah dalam hati."Tapi aku heran, kenapa Novi begitu baik denganku, sampai ia rela menggendong Salsa? Apakah karena kebaikan Novi ini yang membuatnya begitu sering dipuji oleh seluruh keluarga Mas Ahmad. Sepertinya aku harus mencontoh Novi." Dari tadi Ahmad mengamati Novi, ada kerinduan di hatinya. Rindu akan omelan dan juga masakan Novi yang selalu cocok di lidahnya. "Andai waktu bisa terulang lagi, aku akan selalu menjadi suami yang baik untuk Novi. Tapi, ah sudahlah. Sekarang sepertinya Novi sedang bahagia bersama Farel," kata Ahmad dalam hati dengan pandangan mata masih menatap Novi dan Farel.Seketika Ahmad terkejut karena pandangan matanya bertatapan dengan Indah. Indah tampak tersenyum penuh kemenangan melihat Ahmad yang terlihat sendu menatap Novi. Ahmad segera mengalihkan pandangan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Mau Bermusuhan

    Pagi ini semua sudah bersiap-siap untuk datang ke acara akad nikah Alif. Novi pun sudah menyiapkan hati untuk bertemu dengan Ahmad dan Indah. Segala kemungkinan bisa saja terjadi disana. Keluar di kamar, semua sudah siap, termasuk Farel yang sudah datang dari tadi. Entah apa yang sedang dibicarakan Farel dengan Pak Budi, mereka tampak serius. Akhirnya Farel selesai juga berbicara dengan Pak Budi."Semua sudah siap kan? Ayo kita berangkat," ajak Farel."Iya, sudah siap kok. Tadi kelamaan nunggu Ibu dandan," celetuk Dina.Farel dan orang tua Novi tersenyum, sedangkan Novi salah tingkah. Akhirnya mereka berangkat menuju ke rumah Alif. Semua tampak ceria, terutama Farel dan Novi, yang sama-sama bahagia dan hatinya berbunga-bunga.Sampai di rumah Alif, acara belum dimulai. Karena penghulu juga baru saja datang. Ia masih meneliti berkas-berkas pernikahan. Acara akad nikah Alif digelar secara sederhana, tidak ada pesta. Hanya keluarga, tetangga dan teman dekat saja yang diundang. Pak Harn

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Bukalah Hatimu

    "Mas, kita nggak mungkin bisa bersama. Perbedaan kita terlalu banyak. Aku takut nanti akan menjadi masalah besar. Aku…."Drtt…drtt…Belum selesai Novi berbicara, terdengar ponsel Farel berbunyi. Farel melihat sekilas ke arah ponselnya, tapi hanya mengacuhkan saja. Ia fokus lagi menatap Novi.Drtt…drttDrtt…drtt"Angkatlah panggilan itu, siapa tahu penting," kata Novi."Bukan hal penting kok."Drtt…drttAkhirnya Farel menonaktifkan nada deringnya."Kamu takut dengan Mama? Jangan khawatir, aku akan berusaha melunakkan hati Mama.""Kalau tidak berhasil?""Kita tetap menikah, toh aku juga sudah tidak tinggal di rumah Mama. Kita nanti akan memulai rumah tangga dari awal. Mengontrak rumah, menabung untuk membeli rumah.""Mudah sekali Mas bicara seperti itu. Begitu menjalaninya nanti banyak mengeluh.""Asalkan bersamamu, aku yakin mampu menjalani semuanya.""Gombal!""Aku bukan merayu, tapi memang aku sudah siap lahir batin hidup sederhana.""Mas, semua tak seindah dan semudah yang Mas bayan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Masih Menunggu Jawaban

    Farel segera menggandeng tangan Novi dan mengajaknya mendekati anak-anak lagi. Dada Novi bergemuruh, hatinya berbunga-bunga. Tapi masih saja ada sedikit kekhawatiran."Nggak usah grogi kayak gitu, nanti kamu akan terbiasa dengan gandengan tanganku," ledek Farel, Novi hanya tersipu."Kok Ibu gandengan dengan Om, nggak boleh! Itu omnya adek, bukan omnya Ibu," kata Haikal mendekati Farel dan berusaha melepaskan gandengan tangan mereka.Farel semakin terkekeh melihat Haikal yang merasa cemburu dengan ibunya sendiri."Adek sayang sama Om ya?" tanya Farel."Iya! Om tidur di rumah adek ya, biar bisa ngelonin adek."Deg! Novi kaget mendengar jawaban Haikal."Om juga sayang sama adek, Ibu dan Mbak Dina." Farel menanggapi pertanyaan Haikal."Kalau sayang kok nggak mau tinggal di rumah adek?" Haikal masih penasaran dengan jawaban Farel."Nanti kalau Om sudah punya rumah sendiri, Om akan mengajak adek, Ibu dan Mbak Dina tinggal bersama.""Rumahnya bagus nggak Om?" tanya Haikal dengan antusias."

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mencari Jodohnya Sendiri

    Novi hanya menatap mereka yang sibuk mencari permainan lain. Hatinya masih terasa sakit dengan sikap Irma. Novi memang sudah biasa dihina dan direndahkan orang, tapi yang dilakukan Irma tadi benar-benar menyakiti hatinya karena dilakukan di depan anak-anaknya. Walaupun sebenarnya Dina dan Haikal belum paham dengan apa yang terjadi, tetap saja Novi merasa dipermalukan.Novi menunduk sambil menghapus air mata yang mulai menetes. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Farel. Walaupun ia sedang mendampingi Haikal dan Dina bermain, tapi pandangan matanya tidak lepas dari sosok yang dicintainya itu."Maafkan aku, Novi. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi," kata Farel dalam hati.Sementara itu, di mobil Pak Dewa sedang terjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan antara Pak Dewa dan Irma."Mama nggak boleh bersikap seperti itu? Kayak orang nggak berpendidikan." Pak Dewa mengomel."Enak saja Papa bilang seperti itu! Yang Mama lakukan tadi benar. Mama kecewa dengan Farel! Farel pasti di

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status