Share

Tamu

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kalau suami biasanya tidak romantis, terus tahu-tahu jadi romantis perlu dicurigai, Bu. Siapa tahu ia menutupi kelakuannya. Jadi istri merasa diperhatikan dan disayang, padahal hanya kedok suami saja." Bu Wanto menimpali.

"Bu Wanto kok ngomong gitu, sih. Kasihan Mbak Novi, nanti malah kepikiran. Apalagi ia sedang hamil," sahut seorang pembeli.

"Saya kan bukan mengatakan tentang Ahmad. Kalau Ahmad biasa romantis ya nggak perlu dicurigai." Bu Wanto tampak kesal. Beberapa orang yang di warung itu tampak terdiam, suasana menjadi kaku.

"Berapa semuanya belanjaan saya," kata Bu Wanto memecahkan suasana.

"Empat puluh tujuh ribu," sahut Novi.

"Ya, sudah, dicatat dulu ya. Saya lupa bawa uang," kata Bu Wanto sambil ngeloyor pergi. Novi hanya bisa mengelus dada.

"Bu Wanto itu aneh, mau ke warung kok nggak bawa uang. Ngomong saja mau ngutang," celetuk Wak Tini.

"Ya kayak gitu kalau orang sok kaya alias kaya tanggung. Dibilang miskin, bukan. Dibilang kaya kok jauh ya?" Pembeli yang lain menyahuti. Dan akhirnya para pembeli di warung Novi mulai ngerumpi. Tentu saja Novi hanya menjadi pendengar saja.

Ingin rasanya Novi mengusir ibu-ibu yang sedang ngerumpi. Memang terkadang ia cukup terhibur dengan kedatangan ibu-ibu yang bercerita. Tapi kalau sudah menjelek-jelekkan orang, ia pun jadi jengah. Jika ia mengusir mereka, malah nanti ia yang dijadikan objek pembicaraan. Serba salah, yang penting ia diam, tidak menimpali pembicaraan sedikitpun.

***

"Assalamualaikum." Terdengar suara orang mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam." Novi segera keluar bersama dengan Dina, untuk mencari tahu siapa yang datang.

"Pakde," sapa Dina sambil mengulurkan tangan untuk Salim. Ternyata yang datang itu Alif kakaknya Ahmad.

"Masuk, Mas," tawar Novi pada Alif. Dina pun menggandeng tangan Alif mengajaknya masuk. Akhirnya Alif dan Dina masuk ke ruang tamu.

"Mbak Novi, beli." Seseorang memanggil nama Novi.

"Sebentar ya Mas, aku melayani pembeli dulu." Novi beranjak dari duduknya.

"Iya," kata Alif sambil asyik memperhatikan celotehan Dina.

"Mbak, beli mie instan sepuluh ribu dapat berapa?" tanya pembeli.

"Dapat tiga," jawab Novi.

"Ya udah beli mie sepuluh ribu," kata anak tersebut sambil menyerahkan uangnya.

Setelah menerima uang, Novi pun kembali menemui Alif yang sedang bercanda dengan Dina.

"Kopi, Mas?" tawar Novi.

"Nggak usah, Mas sudah ngopi tadi," jawab Alif.

"O gitu. Dari mana Mas?" tanya Novi

"Tadi ada keperluan di daerah sini, makanya mampir sekalian, pengen ketemu dengan Dina."

"Oh."

"Pakde, Dina sudah bisa membaca," kata Dina sambil menunjukkan buku sekolahnya.

"Pintar, sekolah yang rajin biar semakin pintar."

"Iya Pakde." Kemudian Dina mewarnai bukunya.

"Sudah berapa bulan itu, Nov? Kapan lahiran?" tanya Alif.

"Delapan bulan setengah, Mas. Insyaallah pertengahan bulan depan."

"Jaga kesehatan, jangan banyak pikiran. Apa Ahmad masih suka main?" tanya Alif.

"Kadang-kadang, Mas."

"Anak itu memang nggak pernah berubah, padahal sudah mau punya anak dua. Gaji dari Bapak selalu diberikan sama kamu, kan?"

"Kadang-kadang."

"Pasti habis untuk berjudi."

Novi hanya terdiam.

"Kamu harus pandai menyisihkan uang, setidaknya untuk keperluanmu dan anak-anak. Jangan mengandalkan Ahmad. Jangan juga menyimpan barang berharga di rumah. Takutnya nanti Ahmad khilaf."

"Iya, Mas."

"Ini ada uang untuk anakmu. Simpanlah, jangan kasih tahu Ahmad, nanti malah diminta, dan dipakai untuk berjudi."

"Nggak usah repot-repot, Mas," tolak Novi.

"Simpanlah, ini kan untuk keponakan, Mas, juga. Siapa tahu suatu saat butuh uang."

"Iya, Mas, terima kasih."

Akhirnya Alif pamit pulang, Novi pun berjalan menuju ke warungnya.

"Siapa tadi tamunya, Nov?" tanya Lastri yang baru datang. Lastri merupakan tetangga sebelah rumah Novi. Lastri dan Novi cukup dekat. Lastri duduk di dekat Novi.

"Mas Alif, Mbak. Kebetulan sedang ada urusan di sekitar sini, jadi mampir sekalian, mau ketemu dengan Dina."

"Alif dan Ahmad kok sifatnya bisa jauh berbeda ya? Padahal mereka kakak beradik."

Novi hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Lastri. Ia kadang-kadang berandai-andai. Jika sifat Ahmad seperti Alif, pasti tidak hobi berjudi dan mungkin mereka sekarang bisa memiliki banyak tabungan. Sekarang yang bisa Novi lakukan, hanya menjelang ya saja. Tidak boleh mengeluh.

Novi memang sering curhat dengan Lastri, karena Lastri mulutnya tidak ember. Apa yang diceritakan Novi tidak pernah diceritakan pada orang lain.

"Kemarin waktu aku ke mall sama Evi, aku lihat, istrinya Alif sedang jalan-jalan di mall sama teman-temannya. Kayaknya rombongan sosialita, gitu. Dandanannya menunjukkan orang kaya semua. Sepertinya enak sekali ya hidupnya Alif dan keluarganya."

"Namanya hidup, itu sawang sinawang, Mbak. Apa yang kita lihat baik dan menyenangkan, belum tentu seperti itu. Malah terkadang orang ingin hidup seperti apa yang kita jalani."

"Betul, ya Nov. Intinya bersyukur."

Novi hanya menganggukkan kepala.

***

"Dek, siapa tamu yang datang tadi?" tanya Ahmad pada Novi. Ahmad baru pulang kerja bukannya menanyakan kabar anak dan istrinya, tapi malah bertanya tentang sesuatu yang diluar perkiraan Novi. Biasanya kalau pulang kerja, Ahmad selalu menanyakan tentang Dina. Tapi hari ini sangat berbeda.

"Tamu?" Novi mengernyitkan dahinya, dan berusaha mengingat-ingat siapa yang datang.

"Laki-laki kan?" tanya Ahmad lagi. Tadi ada seseorang yang ia kenal mengirimkan foto seorang laki-laki masuk ke rumahnya. Wajah laki-laki itu memang tidak terlihat dengan jelas karena di foto dari jauh. Ketika diperbesar malah pecah-pecah fotonya.

"Oh, Mas Alif yang datang kesini. Kebetulan ada keperluan di sekitar sini. Makanya mampir."

"Benar? Kok naik motor Nmax? Mas Alif kan motornya Vario?" selidik Ahmad.

"Wah, aku nggak merhatiin motor apa. Soalnya tadi pas Mas Alif pulang aku sibuk melayani pembeli." Selesai berbicara Novi sadar kalau Ahmad bertanya seperti mengintrogasinya.

"Mas pikir tamu laki-laki itu selingkuhanku, begitu ya? Jadi Mas mencurigaiku?" Novi berkata dengan penuh emosi.

Bab terkait

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Salah Sebut Nama

    "Mas pikir tamu laki-laki itu selingkuhanku, begitu ya? Jadi Mas mencurigaiku?" Novi berkata dengan penuh emosi.Ahmad pura-pura tidak mendengar, malah sibuk dengan ponselnya. "Dina!" Novi pun memanggil Dina."Iya, Bu. Ada apa?" Dina mendekati Novi."Yang tadi datang kesini siapa ya? Yang ngasih uang dua puluh ribu untuk Dina?" tanya Novi. Memang Alif tadi memberi uang dua puluh ribu untuk Dina. Tapi uang yang diberikan pada Novi, tentu saja tidak disebutkan di depan Ahmad. Bisa berbahaya, nanti pasti Ahmad akan meminjamnya. Dengan berbagai alasan, padahal hanya untuk berjudi."Oh, Pakde Alif tadi kesini lho, Yah. Ngasih Dina uang untuk ditabung di sekolah," kata Dina bersemangat bercerita pada ayahnya."O ya?""Iya, terus motor Pakde Alif juga baru, tadi Dina diajak jalan-jalan sebentar." Dina sibuk berceloteh. Novi hanya terdiam, ia sangat kesal dengan Ahmad yang seolah-olah menyudutkannya. "Benar yang Dina katakan itu?" tanya Ahmad."Benar, Ayah. Dina tidak berbohong, kata Bu gu

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Maling Teriak Maling

    "Mas, bangun. Sudah siang." Novi membangunkan Ahmad. Ahmad hanya menggeliat saja."Mas, bangun. Sudah jam delapan," panggil Novi.Ahmad langsung beranjak dari tempat tidur. Mungkin karena masih berada di alam mimpi atau mungkin kesadarannya belum seratus persen. Akhirnya ia menabrak pintu.Brakk!Novi kaget dan Ahmad lebih kaget lagi."Pintu sialan!" teriak Ahmad. Kemudian melanjutkan ke kamar mandi. Novi ingin tertawa melihat kejadian ini, tapi masih ditahan, takutnya Ahmad akan semakin marah."Kenapa jam segini baru bangunin aku? Apa saja kerjamu?" teriak Ahmad yang baru selesai mandi. Kemudian berganti pakaian. Novi yang menyiapkan sarapan pun hanya terdiam."Kamu dengar nggak yang aku katakan? Kenapa kamu telat bangunin aku?" teriak Ahmad."Maaf Mas, aku kesiangan.""Kok bisa kesiangan!" bentak Ahmad."Nggak bisa tidur, sakit," kata Novi dengan pelan. Ahmad langsung terdiam. Ia teringat akan kejadian tadi malam, Novi meneteskan air mata."Masih sakit?" tanya Ahmad. Tentu saja sak

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Istri Tak Berguna?

    Menjelang magrib, Ahmad baru pulang dari kerja. Bukan karena ia lembur, karena toko Pak Harno tutup jam lima sore. Tapi Ahmad mampir ke rumah temannya. Setelah cukup lama ngobrol-ngobrol, akhirnya ia pulang. Kemudian langsung mandi.Selesai mandi, dilihatnya makanan sudah tersaji di meja makan. Seperti inilah Novi, walaupun sedang marah dengan suaminya, ia selalu menyiapkan makan untuk Ahmad. Ahmad segera makan. Novi di warung sambil menunggui Dina mengerjakan PR."Bu, ini benar nggak?" tanya Dina.Novi pun memeriksa pekerjaan Dina."Sudah benar semua. Sekarang semua dibereskan ya?""Habis ini boleh nonton televisi, Bu?" tanya Dina."Boleh.""Terima kasih, Bu."Novi sibuk lagi dengan catatan nota dari sales. Sudah banyak hutang sales yang ia bayar. Hanya tinggal sedikit lagi. Perkembangan warung cukup meningkat, karena Novi memberi harga tidak terlalu tinggi. Yang penting sudah mendapatkan untung, dan modal bisa diputar lagi."Assalamualaikum, Mbak." Terdengar seseorang mengucapkan sa

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menuduh Selingkuh

    "Siapa yang mulai? Aku juga sudah nggak mau ribut, capek." Novi berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Ahmad, tapi tidak bisa."Kenapa? Mas marah padaku karena aku tidak membukakan pintu? Mas marah karena tadi malam tidur diluar?" tanya Novi.Ahmad diam."Salah sendiri. Sudah tahu pergi malam, nggak bawa kunci rumah. Aku kan nggak tahu kamu mau pulang jam berapa. Ya aku kunci saja. Takutnya nanti ada maling yang mau masuk dan mencelakai aku dan Dina. Mas nggak pernah mikir sampai segitu kan? Apa yang mungkin terjadi dengan aku dan Dina saat Mas asyik bermain, mikir nggak? Oh tentu saja tidak. Teman-teman Mas kan lebih penting daripada aku dan Dina." Novi berkata panjang lebar mengungkapkan perasaannya."Kamu kan tahu kalau aku tidak ada di rumah, seharusnya kamu menungguku pulang. Kamu nggak kasihan aku tidur diluar dari jam dua pagi." Ahmad berusaha membela diri."Kasihan? Sudah aku bilang, Mas. Salah sendiri. Memangnya aku satpam yang selalu siap membuka pintu untukmu? Maaf, a

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mata-mata

    Novi sangat kesal, karena ia belum selesai berurusan dengan Ahmad. Tapi Ahmad malah sudah kabur. Seperti biasa, mood Ahmad memang tidak bisa ditebak. Pagi ini mood Ahmad sedang tidak baik, jadi Novi sebagai tempat pelampiasan. Akhirnya Novi berusaha untuk meredam emosinya sendiri. Ia pun ke warung untuk berbenah dan merapikan barang-barang yang ada di warung.Tak berapa lama ada seseorang yang datang, laki-laki naik motor. Ternyata ia seorang sales yang biasa datang ke warung Novi. "Mbak, barangnya masih banyak nggak?" tanya laki-laki itu."O iya, Mas. Kebetulan banyak barang yang sudah habis. Saya mau order."Novi pun menyebutkan barang-barang apa saja yang mau di order."Itu ada yang mau saya retur, Mas. Sudah kadaluarsa.""Iya, Mbak. Kumpulkan saja barang yang mau di retur. Nanti pas kami antar barang, sekalian kami bawa."Laki-laki masih mencatat semua yang diorder Novi, ketika Lastri datang ke warung."Sudah selesai, Mbak. Dua hari lagi barang diantar mobil ya, Mbak." Laki-laki

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Perempuan Murahan

    "Kenapa? Kamu nggak mau mengurus anakku? Berarti kamu hanya mau denganku saja atau hartaku?""Nanti kita kan punya anak sendiri juga, Mas," protes Lia."Ternyata kamu sama dengan perempuan murahan yang lain ya, hanya mau dengan harta. Kamu tahu nggak, gara-gara kamu mengirim foto ini pada Novi, setiap hari aku selalu berantem dengan Novi. Kalau sampai Novi mengirimkan foto itu pada orang tuaku, habislah kita. Perlu kamu tahu, orang tuaku sangat menyayangi Novi. Makanya aku selalu memintamu untuk bersabar, biar aku pikirkan jalannya. Tapi kamu terburu-buru." Ahmad berkata dengan kesal. Lia menjadi ketakutan melihatnya."Maafkan aku, Mas. Soalnya aku selalu cemburu kalau kamu ada dirumah. Membayangkanmu bercumbu dengan istrimu, membuatku sakit hati. Aku sangat mencintaimu, Mas. Jangan tinggalkan aku, aku minta maaf," kata Lia dengan sesenggukan. Drtt…drtt..ponsel Ahmad berbunyi. Sebuah pesan dari bapaknya. Dengan gugup, Ahmad membuka pesan itu, ternyata berisi beberapa buah foto mereka

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Senjata Makan Tuan

    Drtt…drtt ponsel Ahmad berdering, ia membuka ponselnya dan melihat ada foto yang dikirim ke ponselnya. Sebuah foto, seorang laki-laki yang sedang duduk di teras rumah Ahmad. Ahmad menjadi sangat kesal dan tentu saja cemburu."Awas kamu, Nov. Berani berselingkuh di belakangku, kamu tahu akibatnya," kata Ahmad dalam hati.Pikirannya menjadi kacau karena masalah yang bertubi-tubi. Ia tidak menyadari kalau masalah itu datang akibat perbuatannya sendiri. Mulai bermain api dan sepertinya ia sudah mulai terbakar.***Brak!Ahmad membuka pintu rumah dan menutupnya dengan keras. Novi yang melihat kejadian itu hanya diam saja. Pasti Ahmad sedang marah gara-gara Novi mengirim foto itu.Novi masih asyik menghitung uang pemasukan warung, kemudian ia menyimpannya ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh Ahmad. Segera ia membereskan warungnya dan menyusun barang-barang yang tadi datang.Dina masih pergi mengaji ke musola, biasanya dilanjutkan salat magrib disana. Novi melangkah menuju ruang makan u

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Pecah Ketuban

    Novi sudah menutup warungnya, tampak Ahmad sudah kelihatan rapi, seperti mau pergi."Mas, mau kemana?" tanya Novi pada Ahmad."Mau keluar sebentar, refreshing dulu,"jawab Ahmad, kemudian bersiap-siap mengeluarkan motor."Ini kan sudah malam Mas, nanti kalau perutku terasa sakit gimana?" kata Novi sambil melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam."Nggak usah manja, ini kan hamil kedua. Kalau ada apa-apa telpon aku ya?" "Mas, kenapa Mas lebih mementingkan teman-teman daripada istri sendiri," teriak Novi."Sudah aku bilang, aku hanya butuh refreshing, sebentar saja.""Oh, jadi kalau di rumah tambah stress, begitu ya?""Tentu saja aku semakin stress, kamu selalu menuduhku selingkuh.""Memang kenyataan, kan? Sepintar-pintarnya menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga. Atau jangan-jangan kamu mau menemui Lia itu ya?""Kamu!" teriak Ahmad sambil mengangkat tangannya."Mau tampar, ayo silahkan tampar. Beraninya menampar istri yang sedang hamil tua. Pengecut!"Ahmad lan

Bab terbaru

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Merepotkan Keluarga

    "Nggak usah didengerin, Dek. Namanya rumah tangga itu saling kerjasama. Nggak masalah suami ikut membantu pekerjaan rumah. Apalagi tahu kalau istri sedang repot," kata Ahmad."Betul itu, semuanya dikerjakan bersama. Apalagi dalam hal mengasuh anak, tidak boleh hanya istri saja yang mengurusi. Membuat anak kan berdua, repotnya juga harus berdua." Bu Wulan ikut menimpali, ia baru saja masuk ke ruang keluarga.Ulva tampak diam."Jam berapa kamu pergi, Ul?" tanya Bu Wulan."Boleh saya menginap disini lagi, Tante? Saya nggak punya tempat untuk menginap," kata Ulva."Nggak boleh!" sahut Novi dengan ketus."Kamu takut ya kalau Mas Ahmad tergoda?" cibir Ulva."Iya, karena kamu itu ulat bulu. Yang membuat semua menjadi gatal.""O ya? Tadi malam Mas Ahmad yang menggodaku," kata Ulva memprovokasi."Jangan bicara sembarangan," hardik Ahmad."Ulva, Ahmad tadi malam ketiduran disini, berarti kamu memang sengaja tidur disini sambil memeluknya. Kamu kan seharusnya tidur dikamar." Bu Wulan menimpali.

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ulat Bulu

    "Ada apa, Nov?" tanya Bu Wulan yang muncul dari kamar Dina. Ia tadi kaget mendengar Novi berteriak."Mas Ahmad tidur berdua dengan Ulva, posisi Ulva memeluk Mas Ahmad." Novi menjelaskan."Bisa Mas jelasin, Dek." Ahmad mendekati Novi."Kami tidak melakukan apa-apa," kilah Ulva."Memang tidak melakukan apa-apa. Tapi melihat kamu tidur memeluk suami orang, menandakan kamu perempuan seperti apa. Dasar perempuan murahan, sudah diizinkan menginap malah mencari kesempatan." Novi berkata dengan marah."Hei, jaga mulutmu. Kamu tidak tahu apa-apa tentangku." Ulva berkata dengan berang."Tentu saja tahu, perempuan yang lebih memilih laki-laki lain dan meninggalkan suami dan anak-anaknya yang menangis di rumah. Aku nggak tahu apa yang pernah terjadi antara kamu dan Mas Ahmad, tapi aku yakin kalau itu pasti sesuatu yang memalukan. Mas, aku sudah bilang tadi, tidurnya jangan malam-malam. Karena aku khawatir akan terjadi sesuatu, nyatanya benar kan?" tanya Novi dengan kesal."Aku mau pergi dengan la

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Punya Malu

    "Bukan urusanmu!" jawab Ulva dengan ketus. Novi langsung naik pitam, Ahmad memegang tangan Novi untuk meredam emosi Novi."Memang sih, bukan urusanku. Tapi sekarang jadi urusanku, karena kamu tinggal disini. Walaupun hanya semalam saja. Apa nggak kasihan sama anak-anak? Kalau aku nggak bisa pisah dengan anak-anak."Ulva hanya diam saja, ia malah sibuk memainkan ponselnya. "Ayo, Mas kita makan," ajak Novi pada Ahmad. Ahmad pun beranjak ke kamar Dina untuk memanggil Dina dan Bu Wulan. "Ayo, makan, Ulva," ajak Bu Wulan yang baru keluar dari kamar Dina.Mereka semua sudah di ruang makan, Novi ke kamar mandi. Ulva duduk di sebelah Ahmad karena kursi di sebelah Ahmad masih kosong. Keluar dari kamar mandi, Novi menuju ruang makan. Ia melihat Ulva sedang mengambilkan nasi untuk Ahmad."Aku ambilkan nasi, ya, Mas?" kata Ulva."Nggak usah, aku bisa ambil sendiri." Ahmad berusaha menolak tawaran dari Ulva ia tidak mau kalau sampai Novi marah melihat kejadian ini.Tapi Ulva tetap memaksa meng

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Nggak Beres

    "Halo Tante Wulan," sapa Ulva."Eh, Ulva. Sudah lama datang?" tanya Bu Wulan."Belum, Tan?""Mana suami dan anak-anakmu?" tanya Bu Wulan lagi.Ulva segera memulai sandiwara, kemudian bercerita sambil menangis tersedu-sedu. Novi merasa muak mendengarnya."Terus kamu mau kemana?" tanya Bu Wulan."Rencananya minta izin menginap disini selama satu Minggu. Tapi istri Mas Ahmad tidak mengizinkan," kata Ulva memprovokasi Bu Wulan. Novi hanya terdiam. "Kenapa nggak menginap di rumah Vera?" tanya Bu Wulan."Nggak mau merepotkan Mbak Vera.""Lha kamu disini apa nggak merepotkan Novi, apalagi Novi memiliki bayi," celetuk Pak Harno."Saya janji, nggak akan merepotkan yang disini. Izinkan saya menginap disini," pinta Ulva.Bu Wulan pun mengajak Novi ke dapur."Bu, maaf kalau saya tidak mengizinkan Ulva tinggal disini. Rumah tangga kami baru mulai bangkit lagi, setelah kemarin ada masalah lagi." Novi berkata sambil terisak-isak."Masalah apa?""Ternyata yang selama ini meneror saya itu Weni, dan M

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tamu Tak Diundang

    "Mbak, ada Mas Ahmad?" tanya seorang perempuan pada Novi di warung. Novi menatap perempuan itu dengan tidak berkedip. Perempuan muda, cantik dan pakaiannya itu seksi sekali, memperlihatkan lekuk tubuh pemakainya bak gitar spanyol."Mbak Siapa?" tanya Novi."Oh, Saya Ulva." Perempuan itu memperkenalkan diri."Ada perlu apa mencari Mas Ahmad?" tanya Novi lagi."Mbak siapanya Mas Ahmad?" Ulva balik bertanya pada Novi."Saya istrinya." Gantian Ulva yang menatap Novi dari ujung rambut ke ujung kaki. "Ada perlu apa ya, Mbak?" tanya Novi."Mas Ahmadnya ada nggak?" Perempuan bernama Ulva itu mengalihkan pertanyaan Novi."Ada. Mau perlu apa?" Selidik Novi."Yang jelas saya ada perlu dengan Mas Ahmad."Novi tampak kesal dengan ucapan Ulva.Tak lama kemudian Ahmad keluar sambil menggendong Haikal."Ulva?" Ahmad kaget melihat Ulva ada di rumahnya."Mas Ahmad," panggil Ulva sambil mendekati Ahmad. Novi yang melihat kejadian itu menjadi kesal. Ia tetap membiarkan Ahmad menggendong Haikal."Masuk

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ternyata Busuk

    “Mbak Novi,” panggil seseorang dari luar.Novi pun mendongakkan kepala untuk melihat siapa yang memanggilnya, ternyata Ekta."Beli minyak goreng dua liter, Mbak!" kata Ekta. Novi pun menyiapkan apa yang dipesan Ekta. "Mbak Nov, Maaf, apa Weni juga menggoda Mas Ahmad?" tanya Ekta."Memangnya kenapa?" Novi mengernyitkan dahinya."Ada yang bercerita, kemarin di mall melihat Weni mendekati Mas Ahmad, padahal disitu ada Mbak Novi."Novi hanya terdiam."Nasib kita sama, Mbak. Weni juga merayu Mas Ardi, aku melihat beberapa pesan dari Weni. Aku sudah mengancam Mas Ardi, kalau ia meladeni Weni, aku akan pulang ke rumah orang tuaku bersama Rafa. Walaupun dulu Mas Ardi itu pacaran dengan Weni, seharusnya Weni tahu diri, nggak menggoda suami orang." Ekta berkata dengan sedikit emosi, mengingat kelakuan Weni."Sabar, Ekta. Kita berdoa saja, semoga suami kita tidak tergoda perempuan manapun." Novi mencoba menguatkan Weni.Tak lama kemudian datang Bu Hardi, ada juga Lastri dan Surti. "Eh, ada in

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Semoga Berubah

    Ada beberapa panggilan dan pesan dari Lia.[Mas, akan aku ceritakan semua pada Novi, tentang kita.][Mas jahat, kata Pak Edi Mas Ahmad mengizinkan Pak Edi pergi denganku.][Mas menganggapku perempuan murahan ya?][Aku sangat mencintaimu Mas. Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkanmu.]Wajah Ahmad tampak kesal membaca pesan-pesan dari Lia. Lia benar-benar nekat. Tapi Ahmad berjanji akan melakukan apapun untuk mempertahankan rumah tangganya. Ia sangat mencintai Novi dan anak-anaknya. Cukup sudah ia membuat kecewa Novi. Tidak ingin menambahnya lagi. Akhirnya Ahmad tertidur di samping Dina.Menjelang sore, Novi terbangun dari tidurnya. Ia menjadi segar lagi, dilihatnya sudah ada Haikal yang tampak terlelap tidur. Novi beranjak dari tempat tidur, minimalis banyak hal yang akan dikerjakannya. Keluar dari kamar, dilihatnya Ahmad dan Dina masih terlelap tidur.Novi menuju ke dapur, ia melihat dapur tampak bersih. Saat keluar mau mengangkat pakaian, ternyata sudah tidak ada lagi. Akhirnya

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Lelah Hati

    "Sepertinya banyak hal yang Mas sembunyikan dariku. Sesudah ini akan ada banyak Lia yang bermunculan. Weni itukah yang selalu mengirim pesan padaku?" tanya Novi.Ahmad mengangguk."Pantas saja ia pernah memprovokasi aku. Apa Mas berniat ingin menikah dengannya?""Enggak, Dek. Lia itu tidak pantas dijadikan istri.""Kenapa? Bukankah dia masih muda, cantik dan tentu hebat di ranjang. Bahkan Mas menyebut namanya ketika berhubungan denganku. Berarti Mas membayangkan dia. Sakit hatiku Mas, terasa luka berdarah yang ditaburi oleh garam. Sudah berapa kali Mas melakukan dengannya? Hebat siapa antara aku dan dia ketika di ranjang?" kata Novi sambil berderai air mata. Ia sangat kecewa karena ternyata nama orang yang selama ini mengganggu pikirannya ternyata sering bertemu dengannya. Ia merasa dibodohi oleh Weni alias Lia.Ahmad menggelengkan kepala."Dek, Mas tidak pernah melakukannya. Hanya sekedar bercumbu saja, tapi tidak pernah sampai melakukan penyatuan."Novi menggeleng-gelengkan kepala

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ketiban Sial

    Tiba-tiba perempuan itu menarik rambut Weni. Ahmad dan Novi hanya diam saja.“Selvi, sudahlah. ayo kita pulang.” Pak Edi berusaha melerai perempatan bernama Selvi itu.“Mas pacaran dengan perempuan itu ya?” tanya Selvi.“Enggak. Hanya nggak sengaja bertemu disini,” ucap Pak Edi.“Bohong! Tadi aku kesini karena diajak Pak Edi.” Weni berteriak.Novi jadi bingung melihat situasi ini. Dua perempuan ribut untuk memperebutkan laki-laki beristri. Benar-benar tidak punya malu.“Mas, aku ikut pulang bersama kamu, ya?” rengek Weni sambil bergelayut manja di lengan Ahmad.Ahmad sedang membawa barang belanjaan, dan tangan satunya menggandeng tangan Dina. Sedangkan Novi menggendong Haikal.Novi hanya menatap mereka tanpa henti. Ahmad yang merasa ditatap oleh Novi, segera menyingkirkan tangan Weni.“Jadi benar Mas, kalau kamu mengajak perempuan ini kesini?” tanya Selvi dengan marah.Adegan ini ditonton oleh banyak orang. Beberapa orang mulai mengabadikan mereka.“Enggak sayang, Lia itu bohong,” jaw

DMCA.com Protection Status