Novi sangat kesal, karena ia belum selesai berurusan dengan Ahmad. Tapi Ahmad malah sudah kabur. Seperti biasa, mood Ahmad memang tidak bisa ditebak. Pagi ini mood Ahmad sedang tidak baik, jadi Novi sebagai tempat pelampiasan. Akhirnya Novi berusaha untuk meredam emosinya sendiri. Ia pun ke warung untuk berbenah dan merapikan barang-barang yang ada di warung.Tak berapa lama ada seseorang yang datang, laki-laki naik motor. Ternyata ia seorang sales yang biasa datang ke warung Novi. "Mbak, barangnya masih banyak nggak?" tanya laki-laki itu."O iya, Mas. Kebetulan banyak barang yang sudah habis. Saya mau order."Novi pun menyebutkan barang-barang apa saja yang mau di order."Itu ada yang mau saya retur, Mas. Sudah kadaluarsa.""Iya, Mbak. Kumpulkan saja barang yang mau di retur. Nanti pas kami antar barang, sekalian kami bawa."Laki-laki masih mencatat semua yang diorder Novi, ketika Lastri datang ke warung."Sudah selesai, Mbak. Dua hari lagi barang diantar mobil ya, Mbak." Laki-laki
"Kenapa? Kamu nggak mau mengurus anakku? Berarti kamu hanya mau denganku saja atau hartaku?""Nanti kita kan punya anak sendiri juga, Mas," protes Lia."Ternyata kamu sama dengan perempuan murahan yang lain ya, hanya mau dengan harta. Kamu tahu nggak, gara-gara kamu mengirim foto ini pada Novi, setiap hari aku selalu berantem dengan Novi. Kalau sampai Novi mengirimkan foto itu pada orang tuaku, habislah kita. Perlu kamu tahu, orang tuaku sangat menyayangi Novi. Makanya aku selalu memintamu untuk bersabar, biar aku pikirkan jalannya. Tapi kamu terburu-buru." Ahmad berkata dengan kesal. Lia menjadi ketakutan melihatnya."Maafkan aku, Mas. Soalnya aku selalu cemburu kalau kamu ada dirumah. Membayangkanmu bercumbu dengan istrimu, membuatku sakit hati. Aku sangat mencintaimu, Mas. Jangan tinggalkan aku, aku minta maaf," kata Lia dengan sesenggukan. Drtt…drtt..ponsel Ahmad berbunyi. Sebuah pesan dari bapaknya. Dengan gugup, Ahmad membuka pesan itu, ternyata berisi beberapa buah foto mereka
Drtt…drtt ponsel Ahmad berdering, ia membuka ponselnya dan melihat ada foto yang dikirim ke ponselnya. Sebuah foto, seorang laki-laki yang sedang duduk di teras rumah Ahmad. Ahmad menjadi sangat kesal dan tentu saja cemburu."Awas kamu, Nov. Berani berselingkuh di belakangku, kamu tahu akibatnya," kata Ahmad dalam hati.Pikirannya menjadi kacau karena masalah yang bertubi-tubi. Ia tidak menyadari kalau masalah itu datang akibat perbuatannya sendiri. Mulai bermain api dan sepertinya ia sudah mulai terbakar.***Brak!Ahmad membuka pintu rumah dan menutupnya dengan keras. Novi yang melihat kejadian itu hanya diam saja. Pasti Ahmad sedang marah gara-gara Novi mengirim foto itu.Novi masih asyik menghitung uang pemasukan warung, kemudian ia menyimpannya ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh Ahmad. Segera ia membereskan warungnya dan menyusun barang-barang yang tadi datang.Dina masih pergi mengaji ke musola, biasanya dilanjutkan salat magrib disana. Novi melangkah menuju ruang makan u
Novi sudah menutup warungnya, tampak Ahmad sudah kelihatan rapi, seperti mau pergi."Mas, mau kemana?" tanya Novi pada Ahmad."Mau keluar sebentar, refreshing dulu,"jawab Ahmad, kemudian bersiap-siap mengeluarkan motor."Ini kan sudah malam Mas, nanti kalau perutku terasa sakit gimana?" kata Novi sambil melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam."Nggak usah manja, ini kan hamil kedua. Kalau ada apa-apa telpon aku ya?" "Mas, kenapa Mas lebih mementingkan teman-teman daripada istri sendiri," teriak Novi."Sudah aku bilang, aku hanya butuh refreshing, sebentar saja.""Oh, jadi kalau di rumah tambah stress, begitu ya?""Tentu saja aku semakin stress, kamu selalu menuduhku selingkuh.""Memang kenyataan, kan? Sepintar-pintarnya menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga. Atau jangan-jangan kamu mau menemui Lia itu ya?""Kamu!" teriak Ahmad sambil mengangkat tangannya."Mau tampar, ayo silahkan tampar. Beraninya menampar istri yang sedang hamil tua. Pengecut!"Ahmad lan
Sampai dirumah sakit, Novi langsung masuk ke UGD dan diperiksa oleh dokter jaga. Ia tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Bidan Wiwik dan dokter itu. Kebetulan malam itu ada dokter kandungan, baru selesai melakukan operasi, jadi sekalian memeriksa kondisi Novi. Akhirnya dokter kandungan memutuskan untuk mengoperasi Novi.Ponsel Novi berbunyi, diangkat oleh Lastri. Ternyata Septi yang menelpon. Novi tidak sanggup untuk berbicara. Lastri meminta Septi datang ke rumah sakit.Dokter kandungan menyarankan Novi untuk melakukan operasi, mengingat cairan ketuban di dalam kandungan Novi tinggal sedikit. Takutnya nanti bayi dalam kandungan Novi meminum air ketuban itu. Novi hanya menurut saja. Tapi butuh tanda tangan suami untuk menyetujui operasi. Tak lama kemudian Septi datang bersama Yoga. Akhirnya Septi yang menandatangani persetujuan operasi cesar.Novi segera dibawa ke ruang operasi, Septi dan Yoga yang menunggu Novi. Lastri pulang bersama Rudi yang tadi ke rumah sakit membawa perlengkapan
Terdengar suara motor di depan rumah, kemudian suara pintu terbuka. Ternyata Ahmad yang datang. Ketika ia melihat Yoga tidur di sofa, emosinya langsung memuncak. "Ketahuan kamu, Nov. Ternyata selingkuh dengan Yoga, sampai-sampai Yoga menginap disini. Ah akhirnya ada alasanku untuk menceraikan Novi," kata Ahmad dalam hati.Yoga pun terbangun."Eh, Ahmad, sudah pulang?" tanya Yoga."Ngapain nanya-nanya. Ini rumahku, terserah dong aku mau pulang jam berapa. Ngapain kamu disini? Oh, aku tahu, kamu selingkuh dengan Novi sampai tertidur disini. Nggak nyangka adik ipar sendiri diembat juga," kata Ahmad dengan sinis."Kamu ngomongin apa, sih?" tanya Yoga, kemudian dia duduk dan menatap tajam Ahmad."Sudah lah, nggak usah mengelak. Kamu selingkuh dengan Novi kan? Mana Novi?" kata Ahmad kemudian hendak berjalan ke belakang mencari Novi. "Bisa-bisanya kamu nuduh aku selingkuh dengan Novi. Padahal yang berselingkuh itu kamu. Pandai sekali kamu memutarbalikkan fakta. Aku salut sama kamu.""Nggak
Pintu ruangan terbuka, tampak Ahmad berjalan perlahan memasuki ruangan tempat Novi dirawat. Novi masih tertidur karena efek obat bius yang belum hilang.Pak Harno langsung mendekati Ahmad.Plak! Plak!Pak Harno menampar kedua pipi Ahmad. Ahmad hanya diam saja, tanpa berani melawan sedikitpun. Ia tertunduk dan bersimpuh di kaki bapaknya.Bu Wulan yang sangat kecewa dengan Ahmad, tidak mau membela Ahmad sedikitpun. Sedangkan Pak Budi dan Bu Murni, mertua Ahmad, hanya diam saja tidak mau ikut campur dengan masalah mereka."Pak, maafkan aku," kata Ahmad dengan meneteskan air mata. "Tidak adanya gunanya kamu minta maaf dengan Bapak. Minta maaflah kepada Novi istrimu, yang berjuang sendirian. Suami macam apa kamu? Sudah tahu istri sedang hamil tua, malah keluyuran malam. Otak kamu itu dimana?" kata Pak Harno dengan pelan tapi tegas."Pak, Bu," kata Novi dengan pelan. Semua mata tertuju pada Novi. Bu Murni dan Bu Wulan mendekati Novi. "Pusing sekali, Bu," kata Novi. "Biar Bapak panggil pe
Tak lama kemudian dokter masuk ke ruangan Novi, bersama dengan perawat untuk memeriksa Novi. "Kondisi Ibu cukup stabil, semangat sehat ya, Bu. Kalau Ibu bersemangat, akan menaikkan kondisi tubuh ibu. Ibu mau bertemu dengan bayi Ibu kan?" kata dokter."Iya, dok. Bagaimana anak saya dok?" tanya Novi."Anak ibu lahir sudah membiru karena minum air ketuban yang sudah hijau layaknya alpukat yang sudah bercampur dengan kotorannya. Paru-parunya infeksi membuat dia susah bernapas, karena itu masih harus berada di inkubator. Mudah-mudahan nanti cepat membaik, ibu jangan khawatir ya? Ibu masih dalam kondisi pemulihan pasca operasi," kata dokter.Setelah memeriksa, dokter keluar ruangan diikuti oleh perawat. Novi langsung menangis. "Apa salahku, Bu. Kok bayiku begitu menderita? Ibu macam apa aku? Apa aku bukan ibu yang baik, yang tidak bisa menjaga bayiku sendiri." Novi menangis sesenggukan, Bu Murni dan Bu Wulan juga ikut meneteskan air mata. Ahmad terdiam, dia dipenuhi oleh penyesalan."Pada
Sudah beberapa bulan ini rumah tangga Ahmad dan Novi tampak adem ayem. Ahmad sudah berubah, tidak pernah lagi berkumpul dengan teman-teman yang sefrekuensi dengannya. Ahmad banyak belajar dari Novi, tentang bagaimana menjadi orang tua yang baik. Mereka berdua terus belajar dan saling mengingatkan tentang berbagai hal. Ahmad juga rajin membantu pekerjaan rumah, mengasuh Haikal ketika Novi sedang repot. Hubungan keduanya pun semakin mesra, komunikasi juga lancar.Haikal juga sudah semakin besar, sekarang ia sudah berusia enam bulan. Sudah mulai banyak gerak. Novi semakin kewalahan mengasuh Haikal sendirian. Karena itu ia mengerjakan pekerjaan rumah semampunya, yang terpenting baginya adalah Haikal. Ahmad pun mau memahami kondisi seperti ini.Pagi ini Haikal sudah mandi, dan Novi sedang menyusuinya di ruang keluarga yang ada kasurnya. Supaya mudah mengawasinya. Ahmad membantu membuka warung. Dina juga sudah mandi, siap mau berangkat sekolah. Setelah semua beres dan selesai sarapan, Ahm
"Semoga aku tetap kuat dan tegar dalam menjalani hidupku," kata Novi dalam hati.Mungkin karena Novi sudah terlalu lelah, akhirnya Novi tertidur. Ahmad masih berada di ruang keluarga, ia merenungi semua yang terjadi akhir-akhir ini. Ia merutuki semua kelakuan bejatnya. "Semoga Novi masih mau memaafkanku," kata Ahmad dalam hati.Drtt…drtt…Ponselnya berdering, terlihat nama Fadly terpampang di layar ponsel. Ia malas menerima panggilan itu, akhirnya ia hanya mendiamkan saja. Ia harus mulai menjauhi teman-temannya yang membawa pengaruh negatif. Setelah dering ponsel berhenti, Ahmad pun membuka-buka ponselnya. Karena dari tadi malam ia belum sempat membukanya. Ada beberapa panggilan dan pesan. Ia pun membuka pesan dari Fadly.[Halo, Bro. Lama nggak ada kabarnya. Kapan ngumpul-ngumpul lagi? Eh, Lia kayaknya sekarang makin lengket sama Pak Edi. Kamu sudah nggak lagi ya sama Lia?] Pesan dari Fadly.[Aku nggak ada apa-apa sama Lia.] Fadly menjawab pesan Fadly.[Nanti malam ngumpul yuk, di t
"Ulva, kami memintamu pergi dengan baik-baik. Sebelum kami menggunakan kekerasan," kata Pak Harno."Aku nggak mau pergi." Ulva tetap bersikeras tidak mau pergi. Semua yang disini sudah kehabisan akal. Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, Vera segera keluar. Sepertinya menyambut kedatangan mereka. Kemudian mereka masuk ke ruang keluarga. "Ulva!" panggil laki-laki yang baru saja masuk."Mas Anwar?" jawab Ulva dengan kaget. Apalagi ketika kedatangan Anwar diikuti oleh kedua orang tua Ulva dan satu laki-laki. Mungkin kakak atau adiknya Ulva."Ayah, Ibu?" Ulva terperanjat melihat kedua orang tuanya."Ulva, apa lagi sih yang kamu lakukan? Kok nggak capek-capeknya bikin malu orang tua? Kamu sepertinya ingin melihat kami cepat mati ya?" kata ayahnya Ulva dengan pelan."Ulva, sebenarnya apa yang kamu cari? Kepuasan? Kalau kamu memang mau berpisah denganku, akan aku kabulkan. Tapi jangan bikin malu Ayah dan Ibu. Ajukanlah permohonan cerai ke pengadilan, nanti aku tandatangani." Anwa
"Nggak usah didengerin, Dek. Namanya rumah tangga itu saling kerjasama. Nggak masalah suami ikut membantu pekerjaan rumah. Apalagi tahu kalau istri sedang repot," kata Ahmad."Betul itu, semuanya dikerjakan bersama. Apalagi dalam hal mengasuh anak, tidak boleh hanya istri saja yang mengurusi. Membuat anak kan berdua, repotnya juga harus berdua." Bu Wulan ikut menimpali, ia baru saja masuk ke ruang keluarga.Ulva tampak diam."Jam berapa kamu pergi, Ul?" tanya Bu Wulan."Boleh saya menginap disini lagi, Tante? Saya nggak punya tempat untuk menginap," kata Ulva."Nggak boleh!" sahut Novi dengan ketus."Kamu takut ya kalau Mas Ahmad tergoda?" cibir Ulva."Iya, karena kamu itu ulat bulu. Yang membuat semua menjadi gatal.""O ya? Tadi malam Mas Ahmad yang menggodaku," kata Ulva memprovokasi."Jangan bicara sembarangan," hardik Ahmad."Ulva, Ahmad tadi malam ketiduran disini, berarti kamu memang sengaja tidur disini sambil memeluknya. Kamu kan seharusnya tidur dikamar." Bu Wulan menimpali.
"Ada apa, Nov?" tanya Bu Wulan yang muncul dari kamar Dina. Ia tadi kaget mendengar Novi berteriak."Mas Ahmad tidur berdua dengan Ulva, posisi Ulva memeluk Mas Ahmad." Novi menjelaskan."Bisa Mas jelasin, Dek." Ahmad mendekati Novi."Kami tidak melakukan apa-apa," kilah Ulva."Memang tidak melakukan apa-apa. Tapi melihat kamu tidur memeluk suami orang, menandakan kamu perempuan seperti apa. Dasar perempuan murahan, sudah diizinkan menginap malah mencari kesempatan." Novi berkata dengan marah."Hei, jaga mulutmu. Kamu tidak tahu apa-apa tentangku." Ulva berkata dengan berang."Tentu saja tahu, perempuan yang lebih memilih laki-laki lain dan meninggalkan suami dan anak-anaknya yang menangis di rumah. Aku nggak tahu apa yang pernah terjadi antara kamu dan Mas Ahmad, tapi aku yakin kalau itu pasti sesuatu yang memalukan. Mas, aku sudah bilang tadi, tidurnya jangan malam-malam. Karena aku khawatir akan terjadi sesuatu, nyatanya benar kan?" tanya Novi dengan kesal."Aku mau pergi dengan la
"Bukan urusanmu!" jawab Ulva dengan ketus. Novi langsung naik pitam, Ahmad memegang tangan Novi untuk meredam emosi Novi."Memang sih, bukan urusanku. Tapi sekarang jadi urusanku, karena kamu tinggal disini. Walaupun hanya semalam saja. Apa nggak kasihan sama anak-anak? Kalau aku nggak bisa pisah dengan anak-anak."Ulva hanya diam saja, ia malah sibuk memainkan ponselnya. "Ayo, Mas kita makan," ajak Novi pada Ahmad. Ahmad pun beranjak ke kamar Dina untuk memanggil Dina dan Bu Wulan. "Ayo, makan, Ulva," ajak Bu Wulan yang baru keluar dari kamar Dina.Mereka semua sudah di ruang makan, Novi ke kamar mandi. Ulva duduk di sebelah Ahmad karena kursi di sebelah Ahmad masih kosong. Keluar dari kamar mandi, Novi menuju ruang makan. Ia melihat Ulva sedang mengambilkan nasi untuk Ahmad."Aku ambilkan nasi, ya, Mas?" kata Ulva."Nggak usah, aku bisa ambil sendiri." Ahmad berusaha menolak tawaran dari Ulva ia tidak mau kalau sampai Novi marah melihat kejadian ini.Tapi Ulva tetap memaksa meng
"Halo Tante Wulan," sapa Ulva."Eh, Ulva. Sudah lama datang?" tanya Bu Wulan."Belum, Tan?""Mana suami dan anak-anakmu?" tanya Bu Wulan lagi.Ulva segera memulai sandiwara, kemudian bercerita sambil menangis tersedu-sedu. Novi merasa muak mendengarnya."Terus kamu mau kemana?" tanya Bu Wulan."Rencananya minta izin menginap disini selama satu Minggu. Tapi istri Mas Ahmad tidak mengizinkan," kata Ulva memprovokasi Bu Wulan. Novi hanya terdiam. "Kenapa nggak menginap di rumah Vera?" tanya Bu Wulan."Nggak mau merepotkan Mbak Vera.""Lha kamu disini apa nggak merepotkan Novi, apalagi Novi memiliki bayi," celetuk Pak Harno."Saya janji, nggak akan merepotkan yang disini. Izinkan saya menginap disini," pinta Ulva.Bu Wulan pun mengajak Novi ke dapur."Bu, maaf kalau saya tidak mengizinkan Ulva tinggal disini. Rumah tangga kami baru mulai bangkit lagi, setelah kemarin ada masalah lagi." Novi berkata sambil terisak-isak."Masalah apa?""Ternyata yang selama ini meneror saya itu Weni, dan M
"Mbak, ada Mas Ahmad?" tanya seorang perempuan pada Novi di warung. Novi menatap perempuan itu dengan tidak berkedip. Perempuan muda, cantik dan pakaiannya itu seksi sekali, memperlihatkan lekuk tubuh pemakainya bak gitar spanyol."Mbak Siapa?" tanya Novi."Oh, Saya Ulva." Perempuan itu memperkenalkan diri."Ada perlu apa mencari Mas Ahmad?" tanya Novi lagi."Mbak siapanya Mas Ahmad?" Ulva balik bertanya pada Novi."Saya istrinya." Gantian Ulva yang menatap Novi dari ujung rambut ke ujung kaki. "Ada perlu apa ya, Mbak?" tanya Novi."Mas Ahmadnya ada nggak?" Perempuan bernama Ulva itu mengalihkan pertanyaan Novi."Ada. Mau perlu apa?" Selidik Novi."Yang jelas saya ada perlu dengan Mas Ahmad."Novi tampak kesal dengan ucapan Ulva.Tak lama kemudian Ahmad keluar sambil menggendong Haikal."Ulva?" Ahmad kaget melihat Ulva ada di rumahnya."Mas Ahmad," panggil Ulva sambil mendekati Ahmad. Novi yang melihat kejadian itu menjadi kesal. Ia tetap membiarkan Ahmad menggendong Haikal."Masuk
“Mbak Novi,” panggil seseorang dari luar.Novi pun mendongakkan kepala untuk melihat siapa yang memanggilnya, ternyata Ekta."Beli minyak goreng dua liter, Mbak!" kata Ekta. Novi pun menyiapkan apa yang dipesan Ekta. "Mbak Nov, Maaf, apa Weni juga menggoda Mas Ahmad?" tanya Ekta."Memangnya kenapa?" Novi mengernyitkan dahinya."Ada yang bercerita, kemarin di mall melihat Weni mendekati Mas Ahmad, padahal disitu ada Mbak Novi."Novi hanya terdiam."Nasib kita sama, Mbak. Weni juga merayu Mas Ardi, aku melihat beberapa pesan dari Weni. Aku sudah mengancam Mas Ardi, kalau ia meladeni Weni, aku akan pulang ke rumah orang tuaku bersama Rafa. Walaupun dulu Mas Ardi itu pacaran dengan Weni, seharusnya Weni tahu diri, nggak menggoda suami orang." Ekta berkata dengan sedikit emosi, mengingat kelakuan Weni."Sabar, Ekta. Kita berdoa saja, semoga suami kita tidak tergoda perempuan manapun." Novi mencoba menguatkan Weni.Tak lama kemudian datang Bu Hardi, ada juga Lastri dan Surti. "Eh, ada in