Drtt…drtt ponsel Ahmad berdering, ia membuka ponselnya dan melihat ada foto yang dikirim ke ponselnya. Sebuah foto, seorang laki-laki yang sedang duduk di teras rumah Ahmad. Ahmad menjadi sangat kesal dan tentu saja cemburu."Awas kamu, Nov. Berani berselingkuh di belakangku, kamu tahu akibatnya," kata Ahmad dalam hati.Pikirannya menjadi kacau karena masalah yang bertubi-tubi. Ia tidak menyadari kalau masalah itu datang akibat perbuatannya sendiri. Mulai bermain api dan sepertinya ia sudah mulai terbakar.***Brak!Ahmad membuka pintu rumah dan menutupnya dengan keras. Novi yang melihat kejadian itu hanya diam saja. Pasti Ahmad sedang marah gara-gara Novi mengirim foto itu.Novi masih asyik menghitung uang pemasukan warung, kemudian ia menyimpannya ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh Ahmad. Segera ia membereskan warungnya dan menyusun barang-barang yang tadi datang.Dina masih pergi mengaji ke musola, biasanya dilanjutkan salat magrib disana. Novi melangkah menuju ruang makan u
Novi sudah menutup warungnya, tampak Ahmad sudah kelihatan rapi, seperti mau pergi."Mas, mau kemana?" tanya Novi pada Ahmad."Mau keluar sebentar, refreshing dulu,"jawab Ahmad, kemudian bersiap-siap mengeluarkan motor."Ini kan sudah malam Mas, nanti kalau perutku terasa sakit gimana?" kata Novi sambil melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam."Nggak usah manja, ini kan hamil kedua. Kalau ada apa-apa telpon aku ya?" "Mas, kenapa Mas lebih mementingkan teman-teman daripada istri sendiri," teriak Novi."Sudah aku bilang, aku hanya butuh refreshing, sebentar saja.""Oh, jadi kalau di rumah tambah stress, begitu ya?""Tentu saja aku semakin stress, kamu selalu menuduhku selingkuh.""Memang kenyataan, kan? Sepintar-pintarnya menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga. Atau jangan-jangan kamu mau menemui Lia itu ya?""Kamu!" teriak Ahmad sambil mengangkat tangannya."Mau tampar, ayo silahkan tampar. Beraninya menampar istri yang sedang hamil tua. Pengecut!"Ahmad lan
Sampai dirumah sakit, Novi langsung masuk ke UGD dan diperiksa oleh dokter jaga. Ia tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Bidan Wiwik dan dokter itu. Kebetulan malam itu ada dokter kandungan, baru selesai melakukan operasi, jadi sekalian memeriksa kondisi Novi. Akhirnya dokter kandungan memutuskan untuk mengoperasi Novi.Ponsel Novi berbunyi, diangkat oleh Lastri. Ternyata Septi yang menelpon. Novi tidak sanggup untuk berbicara. Lastri meminta Septi datang ke rumah sakit.Dokter kandungan menyarankan Novi untuk melakukan operasi, mengingat cairan ketuban di dalam kandungan Novi tinggal sedikit. Takutnya nanti bayi dalam kandungan Novi meminum air ketuban itu. Novi hanya menurut saja. Tapi butuh tanda tangan suami untuk menyetujui operasi. Tak lama kemudian Septi datang bersama Yoga. Akhirnya Septi yang menandatangani persetujuan operasi cesar.Novi segera dibawa ke ruang operasi, Septi dan Yoga yang menunggu Novi. Lastri pulang bersama Rudi yang tadi ke rumah sakit membawa perlengkapan
Terdengar suara motor di depan rumah, kemudian suara pintu terbuka. Ternyata Ahmad yang datang. Ketika ia melihat Yoga tidur di sofa, emosinya langsung memuncak. "Ketahuan kamu, Nov. Ternyata selingkuh dengan Yoga, sampai-sampai Yoga menginap disini. Ah akhirnya ada alasanku untuk menceraikan Novi," kata Ahmad dalam hati.Yoga pun terbangun."Eh, Ahmad, sudah pulang?" tanya Yoga."Ngapain nanya-nanya. Ini rumahku, terserah dong aku mau pulang jam berapa. Ngapain kamu disini? Oh, aku tahu, kamu selingkuh dengan Novi sampai tertidur disini. Nggak nyangka adik ipar sendiri diembat juga," kata Ahmad dengan sinis."Kamu ngomongin apa, sih?" tanya Yoga, kemudian dia duduk dan menatap tajam Ahmad."Sudah lah, nggak usah mengelak. Kamu selingkuh dengan Novi kan? Mana Novi?" kata Ahmad kemudian hendak berjalan ke belakang mencari Novi. "Bisa-bisanya kamu nuduh aku selingkuh dengan Novi. Padahal yang berselingkuh itu kamu. Pandai sekali kamu memutarbalikkan fakta. Aku salut sama kamu.""Nggak
Pintu ruangan terbuka, tampak Ahmad berjalan perlahan memasuki ruangan tempat Novi dirawat. Novi masih tertidur karena efek obat bius yang belum hilang.Pak Harno langsung mendekati Ahmad.Plak! Plak!Pak Harno menampar kedua pipi Ahmad. Ahmad hanya diam saja, tanpa berani melawan sedikitpun. Ia tertunduk dan bersimpuh di kaki bapaknya.Bu Wulan yang sangat kecewa dengan Ahmad, tidak mau membela Ahmad sedikitpun. Sedangkan Pak Budi dan Bu Murni, mertua Ahmad, hanya diam saja tidak mau ikut campur dengan masalah mereka."Pak, maafkan aku," kata Ahmad dengan meneteskan air mata. "Tidak adanya gunanya kamu minta maaf dengan Bapak. Minta maaflah kepada Novi istrimu, yang berjuang sendirian. Suami macam apa kamu? Sudah tahu istri sedang hamil tua, malah keluyuran malam. Otak kamu itu dimana?" kata Pak Harno dengan pelan tapi tegas."Pak, Bu," kata Novi dengan pelan. Semua mata tertuju pada Novi. Bu Murni dan Bu Wulan mendekati Novi. "Pusing sekali, Bu," kata Novi. "Biar Bapak panggil pe
Tak lama kemudian dokter masuk ke ruangan Novi, bersama dengan perawat untuk memeriksa Novi. "Kondisi Ibu cukup stabil, semangat sehat ya, Bu. Kalau Ibu bersemangat, akan menaikkan kondisi tubuh ibu. Ibu mau bertemu dengan bayi Ibu kan?" kata dokter."Iya, dok. Bagaimana anak saya dok?" tanya Novi."Anak ibu lahir sudah membiru karena minum air ketuban yang sudah hijau layaknya alpukat yang sudah bercampur dengan kotorannya. Paru-parunya infeksi membuat dia susah bernapas, karena itu masih harus berada di inkubator. Mudah-mudahan nanti cepat membaik, ibu jangan khawatir ya? Ibu masih dalam kondisi pemulihan pasca operasi," kata dokter.Setelah memeriksa, dokter keluar ruangan diikuti oleh perawat. Novi langsung menangis. "Apa salahku, Bu. Kok bayiku begitu menderita? Ibu macam apa aku? Apa aku bukan ibu yang baik, yang tidak bisa menjaga bayiku sendiri." Novi menangis sesenggukan, Bu Murni dan Bu Wulan juga ikut meneteskan air mata. Ahmad terdiam, dia dipenuhi oleh penyesalan."Pada
"A.. aku…." Belum selesai Ahmad berbicara, Novi sudah memotongnya."Aku nggak butuh permintaan maafmu. Aku hanya butuh surat cerai darimu. Tenang saja, aku akan keluar dari rumah itu bersama dengan Dina. Hanya membawa pakaian saja. Jadi kamu bisa menikah dengan simpananmu dan tinggal disana. Daripada kamu berzina." Novi menghentikan sejenak ucapannya."Aku sudah muak dengan semua ini, aku ingin mati saja," teriak Novi sambil berlinang air mata.Novi berontak lagi, memukul-mukul Ahmad dengan sekuat tenaga. Ahmad berusaha menenangkan Novi, tentu saja Novi tidak berdaya karena tenaga Ahmad lebih kuat dari Novi. Novi menangis sesenggukan. Sakit di perutnya tidak sesakit yang hatinya saat ini."Bukan seperti ini rumah tangga yang aku inginkan. Aku ingin rumah tangga seperti yang orang tua kita jalani. Langgeng sampai tua, tanpa ada permasalahan yang besar." Novi berkata lagi. Novi berada diperlukan Ahmad, ia sudah kehabisan tenaga."Ah, sakit," teriak Novi sambil meringis menahan sakit."D
Hari ketiga Novi di rumah sakit, Ahmad masih setia menunggunya. Tidak pernah sekalipun ia meninggalkan Novi. Walaupun Novi tidak memperdulikannya, ia tetap menunggu. Novi tidak pernah mengajak Ahmad berbicara kecuali kalau ia sedang butuh sesuatu. Tapi bagi Ahmad tidak masalah, yang terpenting Novi tidak menolak kehadirannya. Ketika Novi tertidur, Ahmad selalu memandang wajah Novi. Ada sedikit rasa nyeri di hatinya jika teringat kesalahan yang sudah ia lakukan. Nyawa istri dan anaknya hampir tidak tertolong. Seandainya malam itu ia mengangkat panggilan dari Novi, tidak akan ada penyesalan. Ahmad hanya berandai-andai. Penyesalan selalu datang terlambat. Bu Wulan selalu datang membawakan pakaian ganti dan makanan untuk Ahmad. Terkadang Alif yang datang ditemani oleh Vera. Dina ada di rumah, ditunggui secara bergantian. Karena Dina masih kecil, tentu saja dilarang masuk ke rumah sakit."Bude, Dina pengen ketemu sama Ibu," rengek Dina pada Septi."Sayang, anak kecil tidak boleh di ruma
"Nggak usah didengerin, Dek. Namanya rumah tangga itu saling kerjasama. Nggak masalah suami ikut membantu pekerjaan rumah. Apalagi tahu kalau istri sedang repot," kata Ahmad."Betul itu, semuanya dikerjakan bersama. Apalagi dalam hal mengasuh anak, tidak boleh hanya istri saja yang mengurusi. Membuat anak kan berdua, repotnya juga harus berdua." Bu Wulan ikut menimpali, ia baru saja masuk ke ruang keluarga.Ulva tampak diam."Jam berapa kamu pergi, Ul?" tanya Bu Wulan."Boleh saya menginap disini lagi, Tante? Saya nggak punya tempat untuk menginap," kata Ulva."Nggak boleh!" sahut Novi dengan ketus."Kamu takut ya kalau Mas Ahmad tergoda?" cibir Ulva."Iya, karena kamu itu ulat bulu. Yang membuat semua menjadi gatal.""O ya? Tadi malam Mas Ahmad yang menggodaku," kata Ulva memprovokasi."Jangan bicara sembarangan," hardik Ahmad."Ulva, Ahmad tadi malam ketiduran disini, berarti kamu memang sengaja tidur disini sambil memeluknya. Kamu kan seharusnya tidur dikamar." Bu Wulan menimpali.
"Ada apa, Nov?" tanya Bu Wulan yang muncul dari kamar Dina. Ia tadi kaget mendengar Novi berteriak."Mas Ahmad tidur berdua dengan Ulva, posisi Ulva memeluk Mas Ahmad." Novi menjelaskan."Bisa Mas jelasin, Dek." Ahmad mendekati Novi."Kami tidak melakukan apa-apa," kilah Ulva."Memang tidak melakukan apa-apa. Tapi melihat kamu tidur memeluk suami orang, menandakan kamu perempuan seperti apa. Dasar perempuan murahan, sudah diizinkan menginap malah mencari kesempatan." Novi berkata dengan marah."Hei, jaga mulutmu. Kamu tidak tahu apa-apa tentangku." Ulva berkata dengan berang."Tentu saja tahu, perempuan yang lebih memilih laki-laki lain dan meninggalkan suami dan anak-anaknya yang menangis di rumah. Aku nggak tahu apa yang pernah terjadi antara kamu dan Mas Ahmad, tapi aku yakin kalau itu pasti sesuatu yang memalukan. Mas, aku sudah bilang tadi, tidurnya jangan malam-malam. Karena aku khawatir akan terjadi sesuatu, nyatanya benar kan?" tanya Novi dengan kesal."Aku mau pergi dengan la
"Bukan urusanmu!" jawab Ulva dengan ketus. Novi langsung naik pitam, Ahmad memegang tangan Novi untuk meredam emosi Novi."Memang sih, bukan urusanku. Tapi sekarang jadi urusanku, karena kamu tinggal disini. Walaupun hanya semalam saja. Apa nggak kasihan sama anak-anak? Kalau aku nggak bisa pisah dengan anak-anak."Ulva hanya diam saja, ia malah sibuk memainkan ponselnya. "Ayo, Mas kita makan," ajak Novi pada Ahmad. Ahmad pun beranjak ke kamar Dina untuk memanggil Dina dan Bu Wulan. "Ayo, makan, Ulva," ajak Bu Wulan yang baru keluar dari kamar Dina.Mereka semua sudah di ruang makan, Novi ke kamar mandi. Ulva duduk di sebelah Ahmad karena kursi di sebelah Ahmad masih kosong. Keluar dari kamar mandi, Novi menuju ruang makan. Ia melihat Ulva sedang mengambilkan nasi untuk Ahmad."Aku ambilkan nasi, ya, Mas?" kata Ulva."Nggak usah, aku bisa ambil sendiri." Ahmad berusaha menolak tawaran dari Ulva ia tidak mau kalau sampai Novi marah melihat kejadian ini.Tapi Ulva tetap memaksa meng
"Halo Tante Wulan," sapa Ulva."Eh, Ulva. Sudah lama datang?" tanya Bu Wulan."Belum, Tan?""Mana suami dan anak-anakmu?" tanya Bu Wulan lagi.Ulva segera memulai sandiwara, kemudian bercerita sambil menangis tersedu-sedu. Novi merasa muak mendengarnya."Terus kamu mau kemana?" tanya Bu Wulan."Rencananya minta izin menginap disini selama satu Minggu. Tapi istri Mas Ahmad tidak mengizinkan," kata Ulva memprovokasi Bu Wulan. Novi hanya terdiam. "Kenapa nggak menginap di rumah Vera?" tanya Bu Wulan."Nggak mau merepotkan Mbak Vera.""Lha kamu disini apa nggak merepotkan Novi, apalagi Novi memiliki bayi," celetuk Pak Harno."Saya janji, nggak akan merepotkan yang disini. Izinkan saya menginap disini," pinta Ulva.Bu Wulan pun mengajak Novi ke dapur."Bu, maaf kalau saya tidak mengizinkan Ulva tinggal disini. Rumah tangga kami baru mulai bangkit lagi, setelah kemarin ada masalah lagi." Novi berkata sambil terisak-isak."Masalah apa?""Ternyata yang selama ini meneror saya itu Weni, dan M
"Mbak, ada Mas Ahmad?" tanya seorang perempuan pada Novi di warung. Novi menatap perempuan itu dengan tidak berkedip. Perempuan muda, cantik dan pakaiannya itu seksi sekali, memperlihatkan lekuk tubuh pemakainya bak gitar spanyol."Mbak Siapa?" tanya Novi."Oh, Saya Ulva." Perempuan itu memperkenalkan diri."Ada perlu apa mencari Mas Ahmad?" tanya Novi lagi."Mbak siapanya Mas Ahmad?" Ulva balik bertanya pada Novi."Saya istrinya." Gantian Ulva yang menatap Novi dari ujung rambut ke ujung kaki. "Ada perlu apa ya, Mbak?" tanya Novi."Mas Ahmadnya ada nggak?" Perempuan bernama Ulva itu mengalihkan pertanyaan Novi."Ada. Mau perlu apa?" Selidik Novi."Yang jelas saya ada perlu dengan Mas Ahmad."Novi tampak kesal dengan ucapan Ulva.Tak lama kemudian Ahmad keluar sambil menggendong Haikal."Ulva?" Ahmad kaget melihat Ulva ada di rumahnya."Mas Ahmad," panggil Ulva sambil mendekati Ahmad. Novi yang melihat kejadian itu menjadi kesal. Ia tetap membiarkan Ahmad menggendong Haikal."Masuk
“Mbak Novi,” panggil seseorang dari luar.Novi pun mendongakkan kepala untuk melihat siapa yang memanggilnya, ternyata Ekta."Beli minyak goreng dua liter, Mbak!" kata Ekta. Novi pun menyiapkan apa yang dipesan Ekta. "Mbak Nov, Maaf, apa Weni juga menggoda Mas Ahmad?" tanya Ekta."Memangnya kenapa?" Novi mengernyitkan dahinya."Ada yang bercerita, kemarin di mall melihat Weni mendekati Mas Ahmad, padahal disitu ada Mbak Novi."Novi hanya terdiam."Nasib kita sama, Mbak. Weni juga merayu Mas Ardi, aku melihat beberapa pesan dari Weni. Aku sudah mengancam Mas Ardi, kalau ia meladeni Weni, aku akan pulang ke rumah orang tuaku bersama Rafa. Walaupun dulu Mas Ardi itu pacaran dengan Weni, seharusnya Weni tahu diri, nggak menggoda suami orang." Ekta berkata dengan sedikit emosi, mengingat kelakuan Weni."Sabar, Ekta. Kita berdoa saja, semoga suami kita tidak tergoda perempuan manapun." Novi mencoba menguatkan Weni.Tak lama kemudian datang Bu Hardi, ada juga Lastri dan Surti. "Eh, ada in
Ada beberapa panggilan dan pesan dari Lia.[Mas, akan aku ceritakan semua pada Novi, tentang kita.][Mas jahat, kata Pak Edi Mas Ahmad mengizinkan Pak Edi pergi denganku.][Mas menganggapku perempuan murahan ya?][Aku sangat mencintaimu Mas. Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkanmu.]Wajah Ahmad tampak kesal membaca pesan-pesan dari Lia. Lia benar-benar nekat. Tapi Ahmad berjanji akan melakukan apapun untuk mempertahankan rumah tangganya. Ia sangat mencintai Novi dan anak-anaknya. Cukup sudah ia membuat kecewa Novi. Tidak ingin menambahnya lagi. Akhirnya Ahmad tertidur di samping Dina.Menjelang sore, Novi terbangun dari tidurnya. Ia menjadi segar lagi, dilihatnya sudah ada Haikal yang tampak terlelap tidur. Novi beranjak dari tempat tidur, minimalis banyak hal yang akan dikerjakannya. Keluar dari kamar, dilihatnya Ahmad dan Dina masih terlelap tidur.Novi menuju ke dapur, ia melihat dapur tampak bersih. Saat keluar mau mengangkat pakaian, ternyata sudah tidak ada lagi. Akhirnya
"Sepertinya banyak hal yang Mas sembunyikan dariku. Sesudah ini akan ada banyak Lia yang bermunculan. Weni itukah yang selalu mengirim pesan padaku?" tanya Novi.Ahmad mengangguk."Pantas saja ia pernah memprovokasi aku. Apa Mas berniat ingin menikah dengannya?""Enggak, Dek. Lia itu tidak pantas dijadikan istri.""Kenapa? Bukankah dia masih muda, cantik dan tentu hebat di ranjang. Bahkan Mas menyebut namanya ketika berhubungan denganku. Berarti Mas membayangkan dia. Sakit hatiku Mas, terasa luka berdarah yang ditaburi oleh garam. Sudah berapa kali Mas melakukan dengannya? Hebat siapa antara aku dan dia ketika di ranjang?" kata Novi sambil berderai air mata. Ia sangat kecewa karena ternyata nama orang yang selama ini mengganggu pikirannya ternyata sering bertemu dengannya. Ia merasa dibodohi oleh Weni alias Lia.Ahmad menggelengkan kepala."Dek, Mas tidak pernah melakukannya. Hanya sekedar bercumbu saja, tapi tidak pernah sampai melakukan penyatuan."Novi menggeleng-gelengkan kepala
Tiba-tiba perempuan itu menarik rambut Weni. Ahmad dan Novi hanya diam saja.“Selvi, sudahlah. ayo kita pulang.” Pak Edi berusaha melerai perempatan bernama Selvi itu.“Mas pacaran dengan perempuan itu ya?” tanya Selvi.“Enggak. Hanya nggak sengaja bertemu disini,” ucap Pak Edi.“Bohong! Tadi aku kesini karena diajak Pak Edi.” Weni berteriak.Novi jadi bingung melihat situasi ini. Dua perempuan ribut untuk memperebutkan laki-laki beristri. Benar-benar tidak punya malu.“Mas, aku ikut pulang bersama kamu, ya?” rengek Weni sambil bergelayut manja di lengan Ahmad.Ahmad sedang membawa barang belanjaan, dan tangan satunya menggandeng tangan Dina. Sedangkan Novi menggendong Haikal.Novi hanya menatap mereka tanpa henti. Ahmad yang merasa ditatap oleh Novi, segera menyingkirkan tangan Weni.“Jadi benar Mas, kalau kamu mengajak perempuan ini kesini?” tanya Selvi dengan marah.Adegan ini ditonton oleh banyak orang. Beberapa orang mulai mengabadikan mereka.“Enggak sayang, Lia itu bohong,” jaw