Share

Sudah Muak

Author: YuRa
last update Last Updated: 2024-11-10 21:08:28

"A.. aku…." Belum selesai Ahmad berbicara, Novi sudah memotongnya.

"Aku nggak butuh permintaan maafmu. Aku hanya butuh surat cerai darimu. Tenang saja, aku akan keluar dari rumah itu bersama dengan Dina. Hanya membawa pakaian saja. Jadi kamu bisa menikah dengan simpananmu dan tinggal disana. Daripada kamu berzina." Novi menghentikan sejenak ucapannya.

"Aku sudah muak dengan semua ini, aku ingin mati saja," teriak Novi sambil berlinang air mata.

Novi berontak lagi, memukul-mukul Ahmad dengan sekuat tenaga. Ahmad berusaha menenangkan Novi, tentu saja Novi tidak berdaya karena tenaga Ahmad lebih kuat dari Novi. Novi menangis sesenggukan. Sakit di perutnya tidak sesakit yang hatinya saat ini.

"Bukan seperti ini rumah tangga yang aku inginkan. Aku ingin rumah tangga seperti yang orang tua kita jalani. Langgeng sampai tua, tanpa ada permasalahan yang besar." Novi berkata lagi. Novi berada diperlukan Ahmad, ia sudah kehabisan tenaga.

"Ah, sakit," teriak Novi sambil meringis menahan sakit.

"D
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Pulang

    Hari ketiga Novi di rumah sakit, Ahmad masih setia menunggunya. Tidak pernah sekalipun ia meninggalkan Novi. Walaupun Novi tidak memperdulikannya, ia tetap menunggu. Novi tidak pernah mengajak Ahmad berbicara kecuali kalau ia sedang butuh sesuatu. Tapi bagi Ahmad tidak masalah, yang terpenting Novi tidak menolak kehadirannya. Ketika Novi tertidur, Ahmad selalu memandang wajah Novi. Ada sedikit rasa nyeri di hatinya jika teringat kesalahan yang sudah ia lakukan. Nyawa istri dan anaknya hampir tidak tertolong. Seandainya malam itu ia mengangkat panggilan dari Novi, tidak akan ada penyesalan. Ahmad hanya berandai-andai. Penyesalan selalu datang terlambat. Bu Wulan selalu datang membawakan pakaian ganti dan makanan untuk Ahmad. Terkadang Alif yang datang ditemani oleh Vera. Dina ada di rumah, ditunggui secara bergantian. Karena Dina masih kecil, tentu saja dilarang masuk ke rumah sakit."Bude, Dina pengen ketemu sama Ibu," rengek Dina pada Septi."Sayang, anak kecil tidak boleh di ruma

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sangat Perhatian

    Menjelang magrib ponsel Ahmad berbunyi, sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Ahmad takut mau menerima panggilan itu karena ada Novi."Angkatlah, Mas. Berisik sekali," kata Novi.Ahmad pun segera mengangkat panggilan telepon tersebut. Kemudian ia keluar supaya tidak mengganggu bayinya yang sedang tidur."Halo," sapa Ahmad."Halo Mas. Aku kangen sama Mas. Kapan kita bisa bertemu. Apa Mas nggak kangen sama aku. Mentang-mentang baru punya bayi, terus sibuk. Sampai-sampai nggak pernah memberi kabar sekalipun padaku." Suara di seberang sana nyerocos tanpa henti."Maaf, untuk saat ini nggak usah saling menghubungi dulu. Situasi sedang tidak memungkinkan.""Sampai kapan?""Belum tahu.""Apa sekarang aku jenguk Novi saja, biar kita bisa ketemu," rengek perempuan itu."Jangan! Sudah ya? Nanti aku dicariin sama Novi." Ahmad pun menutup panggilan telepon itu.Ahmad masuk ke dalam rumah. Dilihatnya Novi sedang tidur nyenyak di sebelah bayinya. Ia bernafas lega, setidaknya Novi tidak akan berta

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ingat Perjanjian

    Pagi ini Bu Wulan datang ke rumah Novi bersama Vera, istrinya Alif. Dilihatnya Novi masih asyik berberes-beres di warung."Kamu sudah mulai buka warung, Nov?" tanya Bu Wulan. "Iya, Bu. Daripada nggak ada kegiatan. Mengasuh sambil berjualan atau berjualan sambil mengasuh ya?" canda Novi."Yang penting kamu senang melakukannya dan semuanya tidak terbengkalai.""Kamu nggak punya pembantu? Cari saja orang untuk membantumu membersihkan rumah dan berberes-beres," kata Vera."Enggak Mbak. Masih bisa ditangani sendiri. Lagi pula sayang uangnya untuk bayar pembantu, mending untuk yang lain.""Bagus itu, selagi masih bisa ya dikerjakan sendiri." Bu Wulan menimpali."Rumah Novi kan kecil, jadi bisa dikerjakan sendiri. Kalau rumahku? Bisa klenger aku," sahut Vera."Iya kamu kan banyak kegiatan, kalau Novi hanya di rumah saja." Bu Wulan menambahi, supaya Vera tidak tersinggung.Vera tersenyum bangga. "Memangnya kamu nggak pernah pergi-pergi, Nov? Jalan-jalan ke mall atau refreshing, gitu?" tanya

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Modal Ngangkang

    "Hai Bro! Akhirnya kamu keluar juga dari sangkar," kata Pak Edi, ketika Ahmad baru sampai di rumah Fadly. Sudah ada beberapa orang di rumah Fadly. Mereka memang sering berkumpul berpindah-pindah tempat. Ahmad yang disapa Pak Edi hanya tersenyum saja."Syukurlah, akhirnya kamu bisa ngumpul lagi." Yang lain ikut menimpali.Mereka pun ngobrol-ngobrol. Jam segini belum waktunya untuk berjudi. Citra, istri Fadly keluar membawa beberapa gelas kopi dan makanan ringan."Eh, ada Mas Ahmad ya? Apa kabar Mas?" tanya Citra."Kabar baik, Mbak," jawab Ahmad."Gimana Novi? Sudah membaik kan? Anakmu siapa namanya?" tanya Citra sambil meletakkan nampan yang berisi kopi."Namanya Haikal. Novi malah sudah buka warung, Mbak." Ahmad menjawab sambil tertawa. "Biarkan saja. Daripada bengong, nanti malah stress. Lagipula kan nggak keluar kemana-mana.""Iya, Mbak. Yang penting dia senang." Ahmad menambahi."Mbak tinggal dulu ya? Ayo kopinya diminum. Pak Edi, kopinya," kata Citra."Iya, Mbak. Terima kasih,"

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Murahan

    "Selamat, aku sampai di rumah tepat waktu," kata Ahmad dalam hati. Ahmad segera membuka pintu, dilihatnya Novi masih asyik nonton televisi."Belum tidur, Dek?" tanya Ahmad."Belum, Mas. Aku sengaja menunggu Mas pulang," sahut Novi, melihat sekilas ke arah Ahmad.Ahmad tersenyum. "Untung saja aku tidak telat pulang," kata Ahmad dalam hati.Ahmad masuk ke kamar dan berganti pakaian. Kemudian mendekati Novi dan menemaninya menonton televisi. "Nonton apa sih?" tanya Ahmad."Filmnya bagus, Mas," jawab Novi, tapi mata masih menatap layar televisi.Ahmad memandang Novi, diamati seluruh bagian tubuh Novi. Novi ini sebenarnya cantik kalau mau berdandan. Ahmad tersenyum membayangkan Novi yang dulu terlihat malu-malu saat malam pertama mereka.Merasa diperhatikan, Novi pun menoleh ke arah Ahmad."Ngapain Mas senyum-senyum kayak gitu?" tanya Novi keheranan."Kesambet dimana tadi?" lanjut Novi."Mas teringat waktu malam pertama kita, kamu tampak sangat malu-malu. Ternyata sekarang sudah bisa memb

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ketiban Sial

    Tiba-tiba perempuan itu menarik rambut Weni. Ahmad dan Novi hanya diam saja.“Selvi, sudahlah. ayo kita pulang.” Pak Edi berusaha melerai perempatan bernama Selvi itu.“Mas pacaran dengan perempuan itu ya?” tanya Selvi.“Enggak. Hanya nggak sengaja bertemu disini,” ucap Pak Edi.“Bohong! Tadi aku kesini karena diajak Pak Edi.” Weni berteriak.Novi jadi bingung melihat situasi ini. Dua perempuan ribut untuk memperebutkan laki-laki beristri. Benar-benar tidak punya malu.“Mas, aku ikut pulang bersama kamu, ya?” rengek Weni sambil bergelayut manja di lengan Ahmad.Ahmad sedang membawa barang belanjaan, dan tangan satunya menggandeng tangan Dina. Sedangkan Novi menggendong Haikal.Novi hanya menatap mereka tanpa henti. Ahmad yang merasa ditatap oleh Novi, segera menyingkirkan tangan Weni.“Jadi benar Mas, kalau kamu mengajak perempuan ini kesini?” tanya Selvi dengan marah.Adegan ini ditonton oleh banyak orang. Beberapa orang mulai mengabadikan mereka.“Enggak sayang, Lia itu bohong,” jaw

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Lelah Hati

    "Sepertinya banyak hal yang Mas sembunyikan dariku. Sesudah ini akan ada banyak Lia yang bermunculan. Weni itukah yang selalu mengirim pesan padaku?" tanya Novi.Ahmad mengangguk."Pantas saja ia pernah memprovokasi aku. Apa Mas berniat ingin menikah dengannya?""Enggak, Dek. Lia itu tidak pantas dijadikan istri.""Kenapa? Bukankah dia masih muda, cantik dan tentu hebat di ranjang. Bahkan Mas menyebut namanya ketika berhubungan denganku. Berarti Mas membayangkan dia. Sakit hatiku Mas, terasa luka berdarah yang ditaburi oleh garam. Sudah berapa kali Mas melakukan dengannya? Hebat siapa antara aku dan dia ketika di ranjang?" kata Novi sambil berderai air mata. Ia sangat kecewa karena ternyata nama orang yang selama ini mengganggu pikirannya ternyata sering bertemu dengannya. Ia merasa dibodohi oleh Weni alias Lia.Ahmad menggelengkan kepala."Dek, Mas tidak pernah melakukannya. Hanya sekedar bercumbu saja, tapi tidak pernah sampai melakukan penyatuan."Novi menggeleng-gelengkan kepala

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Semoga Berubah

    Ada beberapa panggilan dan pesan dari Lia.[Mas, akan aku ceritakan semua pada Novi, tentang kita.][Mas jahat, kata Pak Edi Mas Ahmad mengizinkan Pak Edi pergi denganku.][Mas menganggapku perempuan murahan ya?][Aku sangat mencintaimu Mas. Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkanmu.]Wajah Ahmad tampak kesal membaca pesan-pesan dari Lia. Lia benar-benar nekat. Tapi Ahmad berjanji akan melakukan apapun untuk mempertahankan rumah tangganya. Ia sangat mencintai Novi dan anak-anaknya. Cukup sudah ia membuat kecewa Novi. Tidak ingin menambahnya lagi. Akhirnya Ahmad tertidur di samping Dina.Menjelang sore, Novi terbangun dari tidurnya. Ia menjadi segar lagi, dilihatnya sudah ada Haikal yang tampak terlelap tidur. Novi beranjak dari tempat tidur, minimalis banyak hal yang akan dikerjakannya. Keluar dari kamar, dilihatnya Ahmad dan Dina masih terlelap tidur.Novi menuju ke dapur, ia melihat dapur tampak bersih. Saat keluar mau mengangkat pakaian, ternyata sudah tidak ada lagi. Akhirnya

Latest chapter

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mantan Ahmad

    "Mas, kok baru pulang?" tanya Novi ketika Ahmad pulang sesuai magrib."Iya, tadi mampir ke rumah Bapak. Aku juga sudah makan disana," sahut Ahmad."Kenapa tadi Mas nggak kasih tahu?""Maaf, lupa. Keasyikan ngobrol dengan Ibu.""Bapak Ibu sehat kan?" tanya Novi."Sehat.""Kapan-kapan kita kesana ya? Sudah lama nggak main kesana.""Iya, nanti kalau Dina libur.""Tolong jagain Haikal ya? Aku mau makan dulu," kata Novi sambil menyerahkan Haikal pada Ahmad. Haikal pun pindah ke gendongan Ahmad.Selesai makan, Novi melihat Haikal tertidur dipangkuan Ahmad. Ahmad sibuk dengan ponselnya. Saking asyiknya bermain ponsel, sampai tidak menyadari kehadiran Novi. "Mas, Haikal itu sudah tidur. Kenapa nggak dipindah ke kamar?" tanya Novi."Bentar lagi, Dek. Masih magrib."Sebenarnya Novi tidak mempermasalahkan Haikal tidur di pangkuan Ahmad, hanya saja, Ahmad terlalu fokus ke ponselnya. Tidak peduli dengan Haikal."Sini biar aku gendong saja," kata Novi sambil mengulurkan tangan. Ahmad pun menyerahk

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Karma

    "Mas, sudah tahu kabar terbaru belum?" tanya Novi pada malam hari ketika mereka mau tidur."Kabar apa?""Weni hamil."Ahmad tampak sangat kaget mendengar kata-kata Novi."Hanya gosip kali? Terus siapa yang menghamilinya?""Nah itu dia. Susah menjawabnya.""Memangnya kenapa?" Ahmad sangat penasaran."Para lelaki yang diduga menghamili Weni, tidak ada mau bertanggung jawab. Kecuali kalau sudah jelas itu adalah anak salah satu dari mereka." Novi menatap tajam pada Ahmad. Ahmad menjadi gelagapan."Kenapa menatapku seperti itu? Apa kau pikir aku salah satu dari laki-laki itu?" Ahmad sepertinya kesal dengan Novi. Ia merasa dituduh oleh Novi."Jangan marah seperti itu, Mas. Aku nggak menuduh, cuma khawatir saja. Takutnya nanti Weni berkoar-koar membawa-bawa nama Mas." "Khawatirmu terlalu berlebihan. Kalau seperti itu berarti kamu nggak percaya sama aku.""Maafkan aku, Mas. Bukan maksudku tidak mempercayaimu. Aku hanya takut saja," kata Novi dengan pelan. Ahmad pun memeluk Novi. "Kepercayaa

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ada Apa Dengan Weni

    Sudah beberapa bulan ini rumah tangga Ahmad dan Novi tampak adem ayem. Ahmad sudah berubah, tidak pernah lagi berkumpul dengan teman-teman yang sefrekuensi dengannya. Ahmad banyak belajar dari Novi, tentang bagaimana menjadi orang tua yang baik. Mereka berdua terus belajar dan saling mengingatkan tentang berbagai hal. Ahmad juga rajin membantu pekerjaan rumah, mengasuh Haikal ketika Novi sedang repot. Hubungan keduanya pun semakin mesra, komunikasi juga lancar.Haikal juga sudah semakin besar, sekarang ia sudah berusia enam bulan. Sudah mulai banyak gerak. Novi semakin kewalahan mengasuh Haikal sendirian. Karena itu ia mengerjakan pekerjaan rumah semampunya, yang terpenting baginya adalah Haikal. Ahmad pun mau memahami kondisi seperti ini.Pagi ini Haikal sudah mandi, dan Novi sedang menyusuinya di ruang keluarga yang ada kasurnya. Supaya mudah mengawasinya. Ahmad membantu membuka warung. Dina juga sudah mandi, siap mau berangkat sekolah. Setelah semua beres dan selesai sarapan, Ahm

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Pernah Khilaf

    "Semoga aku tetap kuat dan tegar dalam menjalani hidupku," kata Novi dalam hati.Mungkin karena Novi sudah terlalu lelah, akhirnya Novi tertidur. Ahmad masih berada di ruang keluarga, ia merenungi semua yang terjadi akhir-akhir ini. Ia merutuki semua kelakuan bejatnya. "Semoga Novi masih mau memaafkanku," kata Ahmad dalam hati.Drtt…drtt…Ponselnya berdering, terlihat nama Fadly terpampang di layar ponsel. Ia malas menerima panggilan itu, akhirnya ia hanya mendiamkan saja. Ia harus mulai menjauhi teman-temannya yang membawa pengaruh negatif. Setelah dering ponsel berhenti, Ahmad pun membuka-buka ponselnya. Karena dari tadi malam ia belum sempat membukanya. Ada beberapa panggilan dan pesan. Ia pun membuka pesan dari Fadly.[Halo, Bro. Lama nggak ada kabarnya. Kapan ngumpul-ngumpul lagi? Eh, Lia kayaknya sekarang makin lengket sama Pak Edi. Kamu sudah nggak lagi ya sama Lia?] Pesan dari Fadly.[Aku nggak ada apa-apa sama Lia.] Fadly menjawab pesan Fadly.[Nanti malam ngumpul yuk, di t

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Selalu Bermasalah

    "Ulva, kami memintamu pergi dengan baik-baik. Sebelum kami menggunakan kekerasan," kata Pak Harno."Aku nggak mau pergi." Ulva tetap bersikeras tidak mau pergi. Semua yang disini sudah kehabisan akal. Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, Vera segera keluar. Sepertinya menyambut kedatangan mereka. Kemudian mereka masuk ke ruang keluarga. "Ulva!" panggil laki-laki yang baru saja masuk."Mas Anwar?" jawab Ulva dengan kaget. Apalagi ketika kedatangan Anwar diikuti oleh kedua orang tua Ulva dan satu laki-laki. Mungkin kakak atau adiknya Ulva."Ayah, Ibu?" Ulva terperanjat melihat kedua orang tuanya."Ulva, apa lagi sih yang kamu lakukan? Kok nggak capek-capeknya bikin malu orang tua? Kamu sepertinya ingin melihat kami cepat mati ya?" kata ayahnya Ulva dengan pelan."Ulva, sebenarnya apa yang kamu cari? Kepuasan? Kalau kamu memang mau berpisah denganku, akan aku kabulkan. Tapi jangan bikin malu Ayah dan Ibu. Ajukanlah permohonan cerai ke pengadilan, nanti aku tandatangani." Anwa

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Merepotkan Keluarga

    "Nggak usah didengerin, Dek. Namanya rumah tangga itu saling kerjasama. Nggak masalah suami ikut membantu pekerjaan rumah. Apalagi tahu kalau istri sedang repot," kata Ahmad."Betul itu, semuanya dikerjakan bersama. Apalagi dalam hal mengasuh anak, tidak boleh hanya istri saja yang mengurusi. Membuat anak kan berdua, repotnya juga harus berdua." Bu Wulan ikut menimpali, ia baru saja masuk ke ruang keluarga.Ulva tampak diam."Jam berapa kamu pergi, Ul?" tanya Bu Wulan."Boleh saya menginap disini lagi, Tante? Saya nggak punya tempat untuk menginap," kata Ulva."Nggak boleh!" sahut Novi dengan ketus."Kamu takut ya kalau Mas Ahmad tergoda?" cibir Ulva."Iya, karena kamu itu ulat bulu. Yang membuat semua menjadi gatal.""O ya? Tadi malam Mas Ahmad yang menggodaku," kata Ulva memprovokasi."Jangan bicara sembarangan," hardik Ahmad."Ulva, Ahmad tadi malam ketiduran disini, berarti kamu memang sengaja tidur disini sambil memeluknya. Kamu kan seharusnya tidur dikamar." Bu Wulan menimpali.

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ulat Bulu

    "Ada apa, Nov?" tanya Bu Wulan yang muncul dari kamar Dina. Ia tadi kaget mendengar Novi berteriak."Mas Ahmad tidur berdua dengan Ulva, posisi Ulva memeluk Mas Ahmad." Novi menjelaskan."Bisa Mas jelasin, Dek." Ahmad mendekati Novi."Kami tidak melakukan apa-apa," kilah Ulva."Memang tidak melakukan apa-apa. Tapi melihat kamu tidur memeluk suami orang, menandakan kamu perempuan seperti apa. Dasar perempuan murahan, sudah diizinkan menginap malah mencari kesempatan." Novi berkata dengan marah."Hei, jaga mulutmu. Kamu tidak tahu apa-apa tentangku." Ulva berkata dengan berang."Tentu saja tahu, perempuan yang lebih memilih laki-laki lain dan meninggalkan suami dan anak-anaknya yang menangis di rumah. Aku nggak tahu apa yang pernah terjadi antara kamu dan Mas Ahmad, tapi aku yakin kalau itu pasti sesuatu yang memalukan. Mas, aku sudah bilang tadi, tidurnya jangan malam-malam. Karena aku khawatir akan terjadi sesuatu, nyatanya benar kan?" tanya Novi dengan kesal."Aku mau pergi dengan la

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Punya Malu

    "Bukan urusanmu!" jawab Ulva dengan ketus. Novi langsung naik pitam, Ahmad memegang tangan Novi untuk meredam emosi Novi."Memang sih, bukan urusanku. Tapi sekarang jadi urusanku, karena kamu tinggal disini. Walaupun hanya semalam saja. Apa nggak kasihan sama anak-anak? Kalau aku nggak bisa pisah dengan anak-anak."Ulva hanya diam saja, ia malah sibuk memainkan ponselnya. "Ayo, Mas kita makan," ajak Novi pada Ahmad. Ahmad pun beranjak ke kamar Dina untuk memanggil Dina dan Bu Wulan. "Ayo, makan, Ulva," ajak Bu Wulan yang baru keluar dari kamar Dina.Mereka semua sudah di ruang makan, Novi ke kamar mandi. Ulva duduk di sebelah Ahmad karena kursi di sebelah Ahmad masih kosong. Keluar dari kamar mandi, Novi menuju ruang makan. Ia melihat Ulva sedang mengambilkan nasi untuk Ahmad."Aku ambilkan nasi, ya, Mas?" kata Ulva."Nggak usah, aku bisa ambil sendiri." Ahmad berusaha menolak tawaran dari Ulva ia tidak mau kalau sampai Novi marah melihat kejadian ini.Tapi Ulva tetap memaksa meng

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Nggak Beres

    "Halo Tante Wulan," sapa Ulva."Eh, Ulva. Sudah lama datang?" tanya Bu Wulan."Belum, Tan?""Mana suami dan anak-anakmu?" tanya Bu Wulan lagi.Ulva segera memulai sandiwara, kemudian bercerita sambil menangis tersedu-sedu. Novi merasa muak mendengarnya."Terus kamu mau kemana?" tanya Bu Wulan."Rencananya minta izin menginap disini selama satu Minggu. Tapi istri Mas Ahmad tidak mengizinkan," kata Ulva memprovokasi Bu Wulan. Novi hanya terdiam. "Kenapa nggak menginap di rumah Vera?" tanya Bu Wulan."Nggak mau merepotkan Mbak Vera.""Lha kamu disini apa nggak merepotkan Novi, apalagi Novi memiliki bayi," celetuk Pak Harno."Saya janji, nggak akan merepotkan yang disini. Izinkan saya menginap disini," pinta Ulva.Bu Wulan pun mengajak Novi ke dapur."Bu, maaf kalau saya tidak mengizinkan Ulva tinggal disini. Rumah tangga kami baru mulai bangkit lagi, setelah kemarin ada masalah lagi." Novi berkata sambil terisak-isak."Masalah apa?""Ternyata yang selama ini meneror saya itu Weni, dan M

DMCA.com Protection Status