Share

#3. Memperbaiki Citra Diri

“Kau tidak seperti adikku. Siapa kau?”

Tubuh Serena kaku sepersekian detik. Namun, gadis itu berusaha tetap tenang dan tersenyum ketika menjawab, “Kakak sakit? Kenapa bertanya begitu?”

Pandangan Roderick tampak rumit. Pria itu tidak mengatakan apa pun selama beberapa saat sembari menatap Serena, seperti tengah mencari sesuatu di wajah cantik Serena yang membalas pandangannya.

“Sejak kecil, sikapmu sombong dan hobi mendominasi,” ucap Roderick kemudian. “Selalu membuat masalah dan keributan, entah perkara sepele atau sederhana, karena otak bodohmu itu tidak melakukan tugasnya dengan baik.” Ia menjeda ucapannya. “Tidak seperti sekarang.”

Serena meringis malu mendengarkan Roderick mengatainya demikian. Namun, ia tidak menyalahkan pria itu.

Karakternya di masa lalu memang buruk. Serena sangat menyesali tingkahnya yang menjengkelkan. Ia ingat Roderick kerap kali harus bertanggung jawab akan ulahnya.

“Apakah Kakak membenciku karena aku selalu berulah?” tanya Serena kemudian. Ia menunduk.

“Tidak.” Jawaban mantap Roderick mengejutkan gadis itu. “Kau adikku. Sudah seharusnya aku menjagamu.”

Serena mendongak menatap pria itu. Ada perasaan asing dalam dadanya, sesuatu yang sama sekali tidak pernah ia rasakan di kehidupan sebelumnya.

Ia tersentuh. Inikah … rasanya disayangi? Kenapa ia tidak pernah menyadari hal ini sebelumnya?

Roderick balas menatap Serena dan melanjutkan, “Meski begitu, harus kuakui aku cukup kesal. Sebagai nona muda, alih-alih belajar di rumah dengan tenang agar posisimu lebih kuat dan diakui oleh keluarga, kau justru melakukan sebaliknya. Berkeliaran membuat masalah.”

“... Maaf, Kak.” Serena bergumam pelan. Ia menatap tangannya di pangkuan. “Aku tidak akan membuat ulah lagi. Aku … sudah lelah.”

Ia tahu bahwa Roderick mencurigai ketenangan yang sejak tadi Serena tampilkan. Karena itu, lebih baik, Serena segera membuat alasan.

“Begitu?” Sudut bibir Roderick sedikit tertarik ke atas. “Lalu apa rencanamu sekarang? Tetap makan dan tidur seperti biasa?”

Wajah Serena sontak memerah. Dia memang si pemalas bodoh!

“Apakah aku boleh minta semua pelayanku diganti terlebih dahulu?” tanya Serena kemudian, menyembunyikan rasa malunya. “Lalu … aku akan mulai belajar.”

“Baiklah.” Roderick bangkit berdiri. “Tapi kau harus pulih dulu. Jangan berulah dan membahayakan kondisimu.”

Usai mengatakan itu, Roderick melangkah pergi.

“Kakak,” panggil Serena kemudian dengan ragu. Perasaan asing itu kembali menyebar di dadanya, membuatnya merasa sangat. “Akan membantuku? Kakak percaya padaku?”

Akan tetapi, pertanyaan Serena tidak berbalas. Roderick sudah melenggang pergi meninggalkan kamar tersebut.

***

“Tidurmu nyenyak?” sapa sebuah suara penuh sarkasme dari arah pintu kamarnya ketika Serena sedang dibantu bersiap-siap oleh para pelayan. “Sangat disayangkan putriku yang bodoh ini ternyata memiliki tubuh kuat, sehingga tidak langsung tewas.”

Serena memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan diri dari ucapan menyakitkan Guina, sang ibu.

Makin ia terlihat emosional dan ketakutan, maka makin parah hukuman yang ia dapatkan. Serena sudah berkali-kali hampir mati di kehidupan pertamanya saat menerima hukuman dari wanita paruh baya itu.

“Selamat pagi, Ibu,” sapa Serena dengan senyum lembut. Ia menatap bayangan Guina di cermin, sebelum kemudian ia berbalik menghadap sang ibu. “Apakah Ibu beristirahat cukup semalam?”

Guina tersenyum miring. “Sayang sekali tidak. Setelah semua drama dan kekacauan yang kau lakukan kemarin,” ucapnya sembari melangkah mendekati Serena dan mencengkeram dagunya dengan kasar. “Hm. Kupikir kepalamu pecah setengah atau wajahmu rusak setelah insiden kemarin. Untung wajah cantikmu ini baik-baik saja, Putriku.”

Serena menahan ringisan kesakitan agar tidak tampak kentara.

“Maaf, Ibu,” kata Serena, terdengar menyesal. Wanita ini pasti kemari untuk menyiksa dan menghukumnya seperti biasa. “Namun, mungkin Ibu harus bicara dengan Kakak dulu. Saya jatuh bukan dengan sengaja, melainkan diracun.”

"Ho? Benarkah?" Guina bahkan tidak berusaha untuk terdengar peduli, ataupun percaya. Netra merah Guina membara dengan nyala api. "Tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa kau ini hanya gadis tidak berguna di rumahku. Jadi hiduplah dengan tenang sebelum aku membunuh–!"

"Ibu." Roderick berucap. Suara dinginnya terdengar penuh peringatan dan otoritas, membuat Serena dan Guina sama-sama mengalihkan pandangan ke arah ambang pintu.

“Roderick.” Guina bergumam pelan. Ia melepaskan cengkeramannya pada wajah mungil Serena–atau lebih tepatnya mengibaskannya tanpa perasaan. “Untuk apa kau ke sini?”

“Saya rasa Ibu mendapatkan informasi yang kurang lengkap,” kata Roderick, menyinggung bahwa Guina memiliki mata-mata yang ditanam di kelompok pelayan Serena. “Kemarin kami sudah menyelidiki kecelakaan Serena, dan memang benar dia telah diracun. Kami menemukan gelas Serena dengan bekas racun yang unik di kamar si pelayan.”

Guina mendengarkan ucapan putra sulungnya dengan wajah berkerut. Tampak lebih buruk dibandingkan saat ia berhadapan dengan Serena tadi.

“Di mana pelayan itu sekarang?” tanya Guina. “Akan kutanyai langsung.”

“Sayangnya, gadis itu sudah tewas,” ucap Roderick. Nada suaranya tidak berubah saat ia mengucapkannya. “Dokter mengatakan bahwa gadis itu terkena racun yang merusak sistem pernapasannya. Kita jadi tidak bisa menginterogasinya.”

“Cih!” Guina membuang muka. Lalu ia menoleh pada Serena yang terang-terangan menatapnya, tidak menunduk sambil gemetaran seperti biasanya.

Menarik.

“Tapi apa untungnya membunuhmu?” ucap Guina sambil menatap Serena lurus-lurus. “Kau tidak ada gunanya untuk Moonstone. Justru, jika kau mati, akulah yang merasa paling berbahagia karena mereka sudah mengurangi bebanku.”

Hinaan dan ancaman sudah biasa Serena terima dari Guina. Memang bagi wanita paruh baya itu, ia adalah produk gagal, sementara Roderick adalah pria berkualitas yang pantas didengar dan dihormati.

Namun, ucapan Guina tidak lagi bisa menyakiti hatinya.

“Ibu.” Gadis itu berucap tenang, sekalipun rahangnya masih terasa nyeri. “Mungkin sasarannya bukan saya.”

Guina mengernyit. “Apa maksudmu?”

“Jika saya mati diracuni oleh pelayan, dan kabar ini tersebar di kalangan atas, bukankah reputasi keluarga Moonstone akan menurun?” kata Serena. “Bagaimana bisa seorang pelayan yang sudah melayani keluarga ini selama bertahun-tahun, meracuni nonanya? Apakah gaji yang diberikan keluarga ini sedikit, hingga pelayan itu berhasil disuap?”

Seiring Serena bicara, ia bisa merasakan tatapan ibu dan Roderick padanya, mendengarkan dengan saksama.

“Bisa jadi sasarannya bukan saya, tapi reputasi keluarga ini,” lanjut Serena dengan suaranya yang tenang. “Melihat dari tewasnya pelayan itu, ia tidak mungkin bergerak sendiri. Kemungkinan, ia memiliki pendukung, pihak yang kemungkinan berseberangan dengan Moonstone. Musuh keluarga ini. Jadi–”

Tiba-tiba Guina mengangkat dagu Serena dan menatap mata gadis itu lebih lekat.

Apakah putrinya selalu tampil seperti ini? Atau kepala Guina sedang kacau, sehingga semua ocehan Serena terdengar masuk akal?

“J-jadi,” Karena Guina tidak mengatakan apa pun, Serena melanjutkan, “Itu hasil pemikiran saya, Ibu. Jika memang Ibu dan Kakak berniat menyelidiki lebih lanjut, mungkin bisa mulai dari racun yang digunakan.”

"Ah, itu,” ucap Guina kemudian. “Dari mana putriku ini tahu tentang racun?"

Pertanyaan Guina sama dengan yang pernah ditanyakan oleh Roderick kemarin.

"Ibu, Anda memberikan banyak guru untuk melatih saya,” jawab Serena. “Meskipun saya bodoh, pengetahuan tentang racun merupakan ilmu dasar sebagai keluarga Moonstone yang memiliki banyak musuh."

Guina terkekeh pelan. Tanpa diduga, wanita itu membelai pipi Serena dengan lembut. Sesuatu yang tidak pernah Serena alami di kehidupan sebelumnya.

“Ternyata otakmu tidak kosong ya. Bagus,” puji Guina. Nada suaranya masih kasar, tapi bagi Serena yang sama sekali tidak berharap dipuji, ini sudah cukup baik.

Sayangnya, kalimat sang ibu selanjutnya membuat hati Serena mencelos.

“Mumpung sekarang kau bertingkah normal, segera saja kau dinikahkan. Tuan Tua Gerk pasti lebih bahagia karena calon istrinya bukan hanya porselen cantik tidak berotak."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status