“Kau tidak seperti adikku. Siapa kau?”
Tubuh Serena kaku sepersekian detik. Namun, gadis itu berusaha tetap tenang dan tersenyum ketika menjawab, “Kakak sakit? Kenapa bertanya begitu?” Pandangan Roderick tampak rumit. Pria itu tidak mengatakan apa pun selama beberapa saat sembari menatap Serena, seperti tengah mencari sesuatu di wajah cantik Serena yang membalas pandangannya. “Sejak kecil, sikapmu sombong dan hobi mendominasi,” ucap Roderick kemudian. “Selalu membuat masalah dan keributan, entah perkara sepele atau sederhana, karena otak bodohmu itu tidak melakukan tugasnya dengan baik.” Ia menjeda ucapannya. “Tidak seperti sekarang.” Serena meringis malu mendengarkan Roderick mengatainya demikian. Namun, ia tidak menyalahkan pria itu. Karakternya di masa lalu memang buruk. Serena sangat menyesali tingkahnya yang menjengkelkan. Ia ingat Roderick kerap kali harus bertanggung jawab akan ulahnya. “Apakah Kakak membenciku karena aku selalu berulah?” tanya Serena kemudian. Ia menunduk. “Tidak.” Jawaban mantap Roderick mengejutkan gadis itu. “Kau adikku. Sudah seharusnya aku menjagamu.” Serena mendongak menatap pria itu. Ada perasaan asing dalam dadanya, sesuatu yang sama sekali tidak pernah ia rasakan di kehidupan sebelumnya. Ia tersentuh. Inikah … rasanya disayangi? Kenapa ia tidak pernah menyadari hal ini sebelumnya? Roderick balas menatap Serena dan melanjutkan, “Meski begitu, harus kuakui aku cukup kesal. Sebagai nona muda, alih-alih belajar di rumah dengan tenang agar posisimu lebih kuat dan diakui oleh keluarga, kau justru melakukan sebaliknya. Berkeliaran membuat masalah.” “... Maaf, Kak.” Serena bergumam pelan. Ia menatap tangannya di pangkuan. “Aku tidak akan membuat ulah lagi. Aku … sudah lelah.” Ia tahu bahwa Roderick mencurigai ketenangan yang sejak tadi Serena tampilkan. Karena itu, lebih baik, Serena segera membuat alasan. “Begitu?” Sudut bibir Roderick sedikit tertarik ke atas. “Lalu apa rencanamu sekarang? Tetap makan dan tidur seperti biasa?” Wajah Serena sontak memerah. Dia memang si pemalas bodoh! “Apakah aku boleh minta semua pelayanku diganti terlebih dahulu?” tanya Serena kemudian, menyembunyikan rasa malunya. “Lalu … aku akan mulai belajar.” “Baiklah.” Roderick bangkit berdiri. “Tapi kau harus pulih dulu. Jangan berulah dan membahayakan kondisimu.” Usai mengatakan itu, Roderick melangkah pergi. “Kakak,” panggil Serena kemudian dengan ragu. Perasaan asing itu kembali menyebar di dadanya, membuatnya merasa sangat gugup. “Akan membantuku? Kakak percaya padaku?” Akan tetapi, pertanyaan Serena tidak berbalas. Roderick sudah melenggang pergi meninggalkan kamar tersebut. *** “Tidurmu nyenyak?” sapa sebuah suara penuh sarkasme dari arah pintu kamarnya ketika Serena sedang dibantu bersiap-siap oleh para pelayan. “Sangat disayangkan putriku yang bodoh ini ternyata memiliki tubuh kuat, sehingga tidak langsung tewas.” Serena memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan diri dari ucapan menyakitkan Guina, sang ibu. Makin ia terlihat emosional dan ketakutan, maka makin parah hukuman yang ia dapatkan. Serena sudah berkali-kali hampir mati di kehidupan pertamanya saat menerima hukuman dari wanita paruh baya itu. “Selamat pagi, ibu,” sapa Serena dengan senyum lembut. Ia menatap bayangan Guina di cermin, sebelum kemudian ia berbalik menghadap sang Ibu. “Apakah ibu beristirahat cukup semalam?” Guina tersenyum miring. “Sayang sekali tidak. Setelah semua drama dan kekacauan yang kau lakukan kemarin,” ucapnya sembari melangkah mendekati Serena dan mencengkeram dagunya dengan kasar. “Hm. Kupikir kepalamu pecah setengah atau wajahmu rusak setelah insiden kemarin. Untungnya wajah cantikmu ini baik-baik saja, Putriku.” Serena menahan ringisan kesakitan agar tidak tampak kentara. “Maaf, Ibu,” kata Serena, terdengar menyesal. Wanita ini pasti kemari untuk menyiksa dan menghukumnya seperti biasa. “Namun, mungkin Ibu harus bicara dengan Kakak dulu. Saya jatuh bukan dengan sengaja, melainkan diracun.” “Ho? Benarkah?” Guina bahkan tidak berusaha untuk terdengar peduli, ataupun percaya. Netra merah Guina membara dengan nyala api. “Tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa kau ini hanya gadis tidak berguna di rumahku. Jadi hiduplah dengan tenang sebelum aku membunuh–!” "Ibu." Roderick berucap. Suara dinginnya terdengar penuh peringatan dan otoritas, membuat Serena dan Guina sama-sama mengalihkan pandangan ke arah ambang pintu. “Roderick.” Guina bergumam pelan. Ia melepaskan cengkeramannya pada wajah mungil Serena–atau lebih tepatnya mengibaskannya tanpa perasaan. “Untuk apa kau ke sini?” “Saya rasa Ibu mendapatkan informasi yang kurang lengkap,” kata Roderick, menyinggung bahwa Guina memiliki mata-mata yang ditanam di kelompok pelayan Serena. “Kemarin kami sudah menyelidiki kecelakaan Serena, dan memang benar dia telah diracun. Kami menemukan gelas Serena dengan bekas racun yang unik di kamar si pelayan.” Guina mendengarkan ucapan putra sulungnya dengan wajah berkerut. Tampak lebih buruk dibandingkan saat ia berhadapan dengan Serena tadi. “Di mana pelayan itu sekarang?” tanya Guina. “Akan kutanyai langsung.” “Sayangnya, gadis itu sudah tewas,” ucap Roderick. Nada suaranya tidak berubah saat ia mengucapkannya. “Dokter mengatakan bahwa gadis itu terkena racun yang merusak sistem pernapasannya. Kita jadi tidak bisa menginterogasinya.” “Cih!” Guina membuang muka. Lalu ia menoleh pada Serena yang terang-terangan menatapnya, tidak menunduk sambil gemetaran seperti biasanya. Menarik. “Tapi apa untungnya membunuhmu?” ucap Guina sambil menatap Serena lurus-lurus. “Kau tidak ada gunanya untuk Moonstone. Justru, jika kau mati, akulah yang merasa paling berbahagia karena mereka sudah mengurangi bebanku.” Hinaan dan ancaman sudah biasa Serena terima dari Guina. Memang bagi wanita paruh baya itu, ia adalah produk gagal, sementara Roderick adalah pria berkualitas yang pantas didengar dan dihormati. Namun, ucapan Guina tidak lagi bisa menyakiti hatinya. “Ibu.” Gadis itu berucap tenang, sekalipun rahangnya masih terasa nyeri. “Mungkin sasarannya bukan saya.” Guina mengernyit. “Apa maksudmu?” “Jika saya mati diracuni oleh pelayan, dan kabar ini tersebar di kalangan atas, bukankah reputasi keluarga Moonstone akan menurun?” kata Serena. “Bagaimana bisa seorang pelayan yang sudah melayani keluarga ini selama bertahun-tahun, meracuni nonanya? Apakah gaji yang diberikan keluarga ini sedikit, hingga pelayan itu berhasil disuap?” Seiring Serena bicara, ia bisa merasakan tatapan ibu dan Roderick padanya, mendengarkan dengan saksama. “Bisa jadi sasarannya bukan saya, tapi reputasi keluarga ini,” lanjut Serena dengan suaranya yang tenang. “Melihat dari tewasnya pelayan itu, ia tidak mungkin bergerak sendiri. Kemungkinan, ia memiliki pendukung, pihak yang kemungkinan berseberangan dengan Moonstone. Musuh keluarga ini. Jadi–” Tiba-tiba Guina mengangkat dagu Serena dan menatap mata gadis itu lebih lekat. Apakah putrinya selalu tampil seperti ini? Atau kepala Guina sedang kacau, sehingga semua ocehan Serena terdengar masuk akal? “J-jadi,” Karena Guina tidak mengatakan apa pun, Serena melanjutkan, “Itu hasil pemikiran saya, Ibu. Jika memang Ibu dan Kakak berniat menyelidiki lebih lanjut, mungkin bisa mulai dari racun yang digunakan.” “Ah, itu,” ucap Guina kemudian. “Dari mana putriku ini tahu tentang racun?” Pertanyaan Guina sama dengan yang pernah ditanyakan oleh Roderick kemarin. “Ibu, Anda memberikan banyak guru untuk melatih saya,” jawab Serena. “Meskipun saya bodoh, pengetahuan tentang racun merupakan ilmu dasar sebagai keluarga Moonstone yang memiliki banyak musuh.” Guina terkekeh pelan. Tanpa diduga, wanita itu membelai pipi Serena dengan lembut. Sesuatu yang tidak pernah Serena alami di kehidupan sebelumnya. “Ternyata otakmu tidak kosong ya. Bagus,” puji Guina. Nada suaranya masih kasar, tapi bagi Serena yang sama sekali tidak berharap dipuji, ini sudah cukup baik. Sayangnya, kalimat sang Ibu selanjutnya membuat hati Serena mencelos. “Mumpung sekarang kau bertingkah normal, segera saja kau dinikahkan. Tuan Tua Gerk pasti lebih bahagia karena calon istrinya bukan hanya porselen cantik tidak berotak.”Ucapan sang Ibu membuat sepasang mata Serena membeliak, pupilnya bergetar pelan. “Ma-maksud Ibu–” “Ya. Aku sudah bicara dengan ayahmu, sepakat kalau lebih baik kau dinikahkan saja dengan Tuan Tua Gerk, daripada kau tidak ada gunanya di sini.” Tanpa sadar, Serena gemetar. Dalam ingatannya, Tuan Tua Gerk adalah pria berbahaya, lebih menakutkan dari sang ayah. Taktik dan metodenya yang kejam yang membuatnya mendapatkan posisi penting dalam keluarga. Ia tidak mau hidup terkurung dengan pria seperti Tuan Tua Gerk. Selain itu, kejadian ini tidak ada di kehidupan pertama Serena. Bagaimana bisa? “Ah, jangan khawatir, Putriku. Secepatnya akan aku atur pertemuan antara kau dan Tuan Gerk.” Guina tampak tengah menikmati keterkejutan dan ketakutan Serena, seperti psikopat. “Siapkan dirimu.” Setelah mengatakan itu, Guina keluar meninggalkan kamar sembari tertawa keras. Sementara itu Serena meremas selimut merah mudanya erat. Gadis itu tertunduk. Matanya panas dan air mulai menggenang di sa
“Apakah tubuhmu memang seringan ini?” “... Ya?” Serena mengernyit mendengar pertanyaan sang kakak. Namun, pada akhirnya, ia menyahut dengan sopan. “Mungkin kakak saja yang terlalu kuat.” “Benarkah?” balas Roderick terdengar ragu, membuat Serena kembali menatap pria itu. “Lain kali, makanlah lebih banyak.” Setelah diingat-ingat lagi, sebelum Cecillia, Roderick tidak pernah terlihat dekat dengan wanita lain. Apalagi bersentuhan. Mungkin karena itu sekarang pria bermata merah itu tampak tidak yakin. Dan juga, bisa jadi Roderick tidak mengetahui kalau sekarang pria itu tengah memeluknya erat. “Karena kakakku yang meminta, akan kulakukan,” ucap Serena. Gadis itu meringis. “Tapi, bisakah kakak melonggarkan pelukan kakak? Rasanya agak sesak.” Tubuh Roderick kaku selama sepersekian detik, sebelum kemudian melonggarkan pelukannya. “Maaf,” gumam pria besar itu. Suaranya dingin, tapi Serena bisa menangkap rasa bersalah Roderick. Dan karenanya, Serena tertawa pelan, otomatis memb
“Namun, kenapa pakaian putriku begitu lusuh? Bukannya kamu menyukai baju mewah? Ataukah lemarimu kekurangan pakaian?” Serena tidak terkejut mendengar pertanyaan Guina, seakan sudah memprediksinya. Wajah cantiknya tetap terlihat santai dan anggun. Ia tidak akan takut lagi, atau merasa gugup. “Tidak, Ibu. Pakaian pribadi saya sudah lebih dari cukup,” sahut Serena dengan lembut. “Terima kasih atas perhatian Ibu.” Perkataan Guina terdengar perhatian bagi orang luar. Hanya Serena yang tahu bahwa, Ibunya secara halus sedang protes mengenai pakaiannya yang sederhana sebagai Moonstone. Itu seolah membuat Moonstone tampak kekurangan untuk memfasilitasi anak-anak mereka. “Lalu kenapa putriku tercinta tidak memakai gaun yang cantik?” Guina terdengar sedih. Namun, Serena tahu, itu hanya sandiwara yang ditunjukkan ibunya untuk para tamu, “Padahal Ibu sudah susah payah menyiapkan pesta ini untukmu. Malam ini adalah milikmu,” Guina berpura-pura sedih. Serena mengulum senyuman tipisnya. K
“Tuan muda?” Suara kecil Serena bergetar. Tubuhnya terasa dingin kala teringat pengalaman berlari membelah hutan sendirian, dengan nyawa terancam. “Saya tidak tahu kenapa tuan muda berkata demikian, jika anda memiliki dendam terhadap saya, tolong jelaskan.” Serena berusaha menjaga ketenangan diri. Melawan reaksi alami tubuhnya. “Wah ...” Wajah tampan Zachery agak miring ke kiri. Senyuman indahnya terlihat mengerikan bagi gadis di kursi roda itu. “Setahuku, Serena Moonstone bukan manusia rasional. Dia sering marah-marah karena tak berotak.” Suara pria tersebut begitu rendah. Ada intimidasi penuh serta kebencian tak kasat mata. “Tapi, setelah aku lihat lebih dekat, tampaknya berbeda.” Alih-alih marah setelah diejek, Serena tetap diam. Sedangkan orang-orang bergeser ke tepian, seolah enggan terlibat dengan pria itu. Siapa yang tidak kenal namanya? Bahkan anak-anak pun akan takut ketika mendengar nama Zac karena hobinya yang aneh. Untuk sesaat, kondisi aula bagian tengah cukup
“Jika aku menculikmu sekarang, mungkin hanya Roderick yang khawatir.” Kalimat Zachery menandakan bahwa pria itu tidak mau dibodohi dengan permainan murahan. Kesabaran Zac yang tipis bisa meledak kapan saja. Pada akhirnya, Serena pun memilih berhenti mempermainkan pria tersebut. “Anda sungguh tidak sabar,” ujar gadis itu. “Kalau begitu, saya akan mengutarakan dulu padamu apa yang saya inginkan.” Gadis itu kemudian mengulurkan lengan kirinya yang ramping pada Zac. “Ayo bekerja sama. Bebaskan saya dari perjodohan itu.” Serena berucap. “Lalu, saya akan membantu mendapatkan apa yang Anda inginkan. Dalam waktu enam bulan.” Zac tampak meremehkan gadis itu. “Seakan-akan kau tahu apa yang sebenarnya kuinginkan,” cemoohnya. “Saya bisa tahu kelompok rahasia Anda. Apakah Anda benar-benar yakin saya tidak tahu ambisi Anda, Tuan Waverly?” Keduanya saling bersitatap, seakan berusaha mengorek informasi dari tatapan satu sama lain. “Kau menawarkan kerja sama, bahkan setelah tahu aku berus
Penolakan besar tampak jelas dari wajah tampan Roderick. Pria itu mengerutkan kening cukup dalam. Adiknya itu memang baru saja membuktikan padanya bahwa ia bisa mengurus para pengkhianat sendiri tanpa membuat keributan. Seakan mengatakan pada Roderick bahwa Serena sudah berubah, sekaligus memiliki tekad untuk tumbuh. Akan tetapi, permintaannya barusan terlalu absurd. “Apa kau sedang menggali lubang kematianmu sendiri, hm?” tanya pria itu. “Kau tidak tahu seberapa buruk tabiat Zachery?” Serena sudah menduga reaksi sang kakak. Roderick pasti akan menolak pengajuannya tersebut. Namun, dia tetap harus bertunangan dengan Zachery. Bagaimana pun caranya, dia harus menghindari pernikahan dengan Tuan Tua Gerk! “Kak, aku sudah melakukan kesepakatan khusus dengannya,” ujar Serena, berusaha membujuk dengan lembut. “Kakak mengatakan kalau akan mengurus Ibu dan Ayah, tapi aku sendiri sadar kalau itu akan menyulitkan Kakak.” Gadis itu kemudian menambahkan, “Jangan khawatir. Kami memiliki a
“Katakan padaku, apa maksud Zachery mengirimkan surat menjijikkan ini?” Serena tampak bingung. Ia bahkan belum pulih dari keterkejutannya akibat kemunculan kakaknya yang “sibuk” seminggu belakangan ini. “Kak–” “Bukankah aku sudah mengatakan padamu dengan jelas terakhir kali?” Suara Roderick yang serak dan dalam memotong ucapan Serena. Alis tebalnya mengerut, tampak marah. “Jangan Zac. Kenapa kau tidak menurut?” Serena menghela napas. “Kak, hanya Zac yang mampu,” ucapnya kemudian. “Lagi pula, aku dan dia bukannya terlibat hubungan romantis sungguhan. Ini hanya kesepakatan saja.” Serena mendongak, menatap Roderick sekali lagi. Pria ini ... tidak bisa dibujuk sama sekali. Meski kakaknya terlihat sangat rasional, sifat keras kepalanya benar-benar sulit dihadapi. Roderick meyakini dengan kuat apa yang ia percayai. Belum lagi tempramennya yang sensitif seperti seekor kucing. Serena tidak ingat kalau Roderick ternyata seprotektif ini. Perubahannya menarik, tapi juga sedikit menyulitk
Suara Roderick terdengar panik, sekalipun gerak tubuhnya tampak kikuk. Pria itu jelas-jelas tampak peduli. “Berhenti menangis. Maafkan aku.” Perlahan, Roderick mengusap air mata di pipi Serena. Namun, hal itu justru membuat tangisan Serena makin kencang. Di kehidupan pertamanya, Serena meninggal sendirian. Kosong, sepi, dan menyakitkan, setelah melewati pelecehan, perbudakan, hingga menjadi kelinci percobaan. Bahkan oleh Roderick sendiri. Memang benar, bahwa semuanya karena salahnya. Ia yang berdosa. Tapi, bukankah dia juga manusia biasa? Serena di kehidupan sebelumnya melakukan semua itu karena ia menginginkan kasih sayang–di saat yang sama, terjebak permainan Cecillia, yang sempurna dan memiliki perhatian semua orang. Seandainya saja, dia tumbuh di keluarga aslinya, Seraphine, yang penuh kasih sayang. Mungkinkah dia bisa tumbuh menjadi gadis biasa yang dicintai keluarganya? “Serena, aku,” Roderick menatap iba pada Serena yang masih menangis. Adik perempuannya ini memiliki tu
Serena menarik nafas penat, “Pikirkanlah lagi. Seandainya hanya pertemanan biasa, mengapa Tuan Gerk tidak memiliki perempuannya sendiri saat usianya sudah cukup di masa lalu?” Zachery terdiam. Kehilangan kata-kata untuk menjawab. Melihat bahwa celah baru saja terbuka. Serena semakin mempersempit kesempatan pria itu untuk menyangkal. “Ibumu sangat cantik, pria manapun tidak akan bisa menolak senyumannya. Aku berpikir, kemungkinan besar pamanmu terpikat. Saling mengembangkan perasaan satu sama lain dan berjanji akan menikah. Tepat setelah ibumu dibebaskan begitu melahirkan. Tetapi, naas, ayahmu ingkar janji. Dan masih menahan ibumu.”“ ... Lalu, ibumu berakhir membencimu karena kamu sangat mirip seperti ayahmu, sekaligus penyebab ibumu semakin tidak bisa melarikan diri. Karena itulah, pamanmu yang merawatmu sebab berpikir ada darah ibumu ditubuhmu. Ini akan masuk akal apabila dikaitkan dengan perubahan tiba-tiba sifat pamanmu setelah ibumu meninggal. Alasannya pasti karena pamanmu mer
“Bisakah aku melihat potret ibumu?” Sepasang alis tebal Zachery terangkat ke atas. Terlihat bingung karena permintaan tiba-tiba yang tak terduga sama sekali. Meskipun begitu, Zachery tidak keberatan kemudian merogoh saku celananya. Meraih benda pipih hitam lalu menunjukkan satu foto seorang perempuan muda sedang tersenyum. “Ini Ibukku. Ada apa?” “Aku ingin melihatnya saja. Ada sesuatu yang menggangguku dan ini berkaitan dengan mendiang ibumu.” Sosok perempuan dibalik layar ponsel tersebut sangat cantik. Memiliki kesan lembut dan baik hati. Senyumannya sangat polos, seperti cahaya putih yang bersih di antara dunia yang kotor. ‘Ah ... sekarang aku tahu mengapa Tuan Waverly terpikat. Ibunya terlalu cantik dan bersih.’ Walau fotonya diambil melalui kamera sederhana, sedikit buram. Tetapi kecantikannya tidak tertutupi sama sekali. Melalui foto itu, Serena berhasil menemukan sebuah jawaban. Tentang alasan kenapa Zachery di kehidupan pertama, sangat mudah terpikat oleh Cecillia. Al
Dua hari sesudahnya, mansion Moonstone kedatangan tamu penting tak terduga. Yakni Tuan Gerk, paman dari Zachery Waverly. Serena tidak menyangka pria tersebut akan datang dengan sendirinya. Pasti karena rencana pernikahan tiba-tiba dibatalkan.Iris berkata cemas dari tepi ranjang, “Nona, saya takut sesuatu terjadi kepada anda. Tuan Gerk ... beliau terlihat menakutkan!”“Benarkah? Seperti apa dia? Sudah tua?” Serangnya dengan pertanyaan bertubi-tubi. Di kehidupan pertama, dia belum pernah melihat Tuan Gerk di dunia sosial. “Pria itu tidak pernah menunjukkan wajahnya.” Di tepi ranjang lain, Eve mencolek bahu Serena. Membuat gadis bersurai tinta itu terpaksa menoleh, “Apa?”«Beliau mirip dengan tuan muda Zac. Belum terlalu tua, beliau sangat tampan.»Iris diam-diam ikut mencuri pandang tulisan Eve. Berkata menimpali, “Benar ... rumor menyebutnya pria tua gendut dan jelek. Tapi beliau berbeda, usianya mungkin empat puluh tahunan.” Serena terkejut mendengar informasi mengejutkan tersebut.
Serena mengetuk pintu kamar Roderick. Memanggil setengah berseru, “Kakak!” “Masuklah.” Perempuan itu lantas membuka pintu setelah diberi izin. Langsung melenggang masuk. Pupil cerahnya memindai kamar minimalis Roderick. Seluruh barang tertata rapi dan simetris. Ini pertama kalinya Serena masuk, dia dibuat takjub. “Ada apa kemari malam-malam?” Roderick menutup laptopnya, berhenti bekerja. Lalu menaruhnya ke atas meja. “Duduklah.” Serena mengangguk. Berjalan kecil ke sisi Roderick, kemudian duduk di sana. Dia mengulurkan selembar kertas berisi catatan bahan yang diperlukan oleh Eve. “Kakak, aku ingin meminta tolong untuk mencarikan bahan-bahan ini.” “Ini dari Eve?” tanya Roderick skeptis. Tidak menyangka pelayan bisu yang dibawa adiknya ternyata berbakat. “Aku akan meminta Varrel mengurusnya besok,” ujarnya sembari melepas kacamata. “Ada satu lagi. Apakah kita jadi berlibur bersama besok minggu?” Gadis itu cemberut, bersandar pada punggung sofa. “Ibu bahkan memarahiku karena melo
Eve menunjukkan buku tulisnya. «Saya bisa. Namun saya perlu mencatat bahannya dulu. Malam nanti sudah selesai.»Serena tertawa riang, pergi memeluk Eve dengan senang. “Oke! Aku akan menunggunya.” Terkesiap karena dipeluk secara mendadak, Eve hampir jatuh ke samping. Gadis 16 tahunan itu terlihat sedang dilanda krisis rumit. Ekspresi wajahnya tampak tidak nyaman dan bingung. Serena tidak terlalu memperhatikan perubahan lain dari Eve. Terlanjur berjalan pergi lebih awal. Meskipun dia berhasil. Eve belum bisa dipercaya sepenuhnya. Oleh sebab itu, dia perlu mencari ahli herbal lainnya. Untuk memeriksa hasil racikan Eve nanti. “Seharusnya dia tidak berani berbuat macam-macam setelah tahu pelayannya bersama Zac,” gumam Serena, kaki jenjangnya masih berjalan seraya melompat kecil memasuki mansion. “Huft, masalah lain sudah diselesaikan! Sekarang saatnya menyempurnakan rencana bisnisku!” “Serena!” Sang empu berhenti sesaat kemudian. Punggungnya refleks berdiri tegak. Dia berbalik, men
«Nona mencari saya? Ada sesuatu yang bisa saya bantu?» Tulisan tangan baru saja Eve tunjukkan kepada Serena. Mengingat Eve masih bisu, dia menggunakan tulisan untuk berkomunikasi. Serena membacanya sebentar, lalu berkata ramah, “Benar sekali.” Ia berhenti, kemudian mendorong secangkir teh. “Duduklah dulu, minum teh ini. Katakan padaku apakah enak atau tidak? Aku meraciknya sendiri.” Eve melirik was-was terhadap Serena. Sebelum akhirnya bersedia duduk bersama majikannya. Lantas meminum teh, setelahnya menulis pujian untuk rasanya. Serena mengamati gerakan halus Eve. Untuk ukuran seorang budak, gerakannya halus dan rapi. Tidak seperti orang biasa. Beberapa hal bisa dipalsukan. Namun, bawaan alami gerak tubuh cukup sulit direkayasa. Sehingga Serena bisa menebak status Eve secara kasar. ‘Kemungkinan besar, dia pernah menjadi nona muda dari wilayah timur.’ Pikir Serena. Gadis itu tidak terburu-buru menangkap Eve. Melainkan dengan sengaja melambat. Cara ini bisa membuat lawan t
“Putriku, kondisimu baik-baik saja?” Guina bertanya perhatian usai membuka pintu kamar. Ditangannya terdapat nampan makanan, “Ibu membawakanmu camilan ringan.” Iris menahan diri dari keterkejutan, sedangkan Eve berjalan mundur menjauh. Membiarkan Guina lebih leluasa. Keduanya pergi dari ruangan setelah diberi aba-aba. “Ibu? Seharusnya anda beristirahat.” Serena bangun dari posisi tidur. Ia tidak menyangka, seorang Guina membawa nampan makanan. Dan itu untuknya. Sore tadi, Zac mengejutkan seluruh mansion begitu beritanya tersebar. Kepala pelayan paling terkejut. Sebab Serena saat keluar, biasanya izin hanya untuk bermain-main. Terpaksa, Serena berbohong. Berkata bahwa setiap dia izin pamit ke kantor Roderick. Sebetulnya dia bukannya ingin menemani kakaknya, melainkan bertemu Zac yang diam-diam datang juga ke sana untuk menghabiskan waktu tanpa menyebabkan rumor. Roderick pun turut memberikan kesaksian palsu bersama Varrel. Lalu Jeremy terlibat percakapan pribadi bersama Z
“Ternyata ada tamu terhomat sore ini.”Serena terhenti dari keinginan menjawab tawaran Zachery. Ia menoleh ke belakang, menemukan Guina bersama Jeremy datang menghampiri. ‘Waktunya dimulai.’ Sebelum Guina berhasil berjalan lebih dekat, Serena segera saja menarik lengan Zac. Lalu berkata sumringah, “Mahkota bunganya sangat cantik, terima kasih kakak Zac!” Zachery menyipitkan matanya. Berpikir, perubahan Serena harus diacungi jempol. Karena perempuan itu sudah berakting, dia pun tidak akan sungkan lagi. Dengan menarik kursi roda Serena lebih dekat. Keduanya hanya berjarak tipis, hampir memberikan ilusi dua orang berciuman. Dikejauhan, Guina sontak berhenti berjalan. Seluruh saraf ototnya terasa kaku. Begitu pula dengan Jeremy. Pasangan paruh baya tersebut terkejut.Meski kepala pelayan sudah memberikan informasi, tetapi melihatnya secara langsung tetaplah berbeda. Senyuman Guina mulai retak, apalagi saat menerima pandangan tak terbaca dari Zachery. “Suamiku, masalah sekarang sudah k
Tiba-tiba kakak angkat Serena itu mencengkeram erat kemeja putih Zac dan menariknya agar menyingkir, sementara lengan tangannya yang kokoh kemudian melingkar di pinggang Serena, menarik gadis itu tanpa kesulitan.“Jauhkan tangan kotormu dari adikku,” desis Roderick. Iris merahnya tampak mengancam.Baru saat itu, Zachery mengangkat kedua tangannya, menyerah. Bibir tebalnya menipis, menjadi senyuman ramah. “Kenapa harus marah-marah, Rick? Bukankah aku pasangan yang cocok untuk adikmu?” “Dalam mimpimu!” sembur Roderick penuh permusuhan. Pria itu memeluk Serena dengan protektif. “Keluar sekarang!” “Baiklah, baiklah.” Zachery mengaku kalah. Ia beranjak pergi meninggalkan kamar, bersama Varrel. Keduanya berakhir menunggu di sofa ruang tamu. Sementara itu, di dalam kamar, Serena diturunkan ke atas ranjang. Gadis itu masih diam, tidak berani bicara. Ia membiarkan Roderick menetralkan emosinya terlebih dahulu. Baru setelah raut wajah sang kakak terlihat lebih bagus, Serena berucap, “Kaka