Share

#2. Kesempatan Kedua

Suara ketikan itu perlahan membangunkan Serena, membawanya kembali siuman.

Kepalanya masih pusing dan seluruh bagian tubuhnya terasa mati rasa, tapi Serena tetap mengarahkan pandangannya ke sekeliling. Mencoba mencari tahu di mana ia berada sekarang.

Sepasang mata merahnya terpaku pada sosok pria yang duduk di samping tempat tidurnya. Otomatis membuat tubuhnya menegang.

“... Roderick?” 

Suara lirih Serena membuat sosok itu menolehkan kepalanya.

“Kau sudah bangun?” ucap Roderick. Tatapannya yang tajam memindai kondisi Serena selama beberapa saat sebelum tangannya bergerak menutup laptop. Fokus sepenuhnya pada gadis yang kini berbaring di hadapannya. “Aku berikan kau satu kesempatan untuk menjelaskan ulahmu kali ini.”

Serena bergidik. Mata itulah yang mengabaikannya saat Serena memohon ampun saat disiksa hingga nyaris gila. Pria itulah yang memerintahkan Serena diberi hukuman karena telah menyakiti–

Tunggu dulu.

Sepasang mata Serena terbelalak. Kenapa ada Roderick di sini!? 

Sontak, Serena berusaha bangun, tapi ia berakhir terjatuh kembali di tempat tidur karena tubuhnya yang terasa seperti remuk. Gadis itu mengaduh dengan suaranya yang lemah.

“Ck.” Roderick berdecak, membuat perhatian Serena kembali pada pria itu. “Kau jatuh dari tangga dan nyaris mati. Jangan banyak bergerak dulu.”

Lama, Serena memandang pria yang sebenarnya merupakan kakak kandung Cecillia tersebut, mengingat rupanya kehidupan Serena dan Cecillia telah ditukar. Seharusnya, ada luka sayatan di bawah mata kanan Roderick akibat pertarungan dengan orang dunia bawah. Namun, Serena tidak menemukannya. Bahkan bekasnya pun tidak ada.

“Ada apa?” Suara dingin itu kembali menyadarkan Serena, membuat gadis itu menggeleng pelan.

“... Tidak,” gumam Serena. Ia mengalihkan pandangan dari pria itu dan tanpa sengaja melihat kalender di meja.

Tunggu, 20xx? Bukankah itu 4 tahun yang lalu!?

Apakah … apakah mungkin doa Serena dikabulkan Tuhan? Mungkinkah dia kembali ke empat tahun yang lalu, saat hidupnya masih belum hancur?

Saat ia masih menjadi Nona Muda Moonstone?

Dada Serena berdebar keras saat ia memikirkan hal tersebut. Ia punya kesempatan baru!

Perlahan, gadis itu menoleh kembali pada Roderick, memberanikan diri menatap sang kakak yang berpotensi menjadi perundungnya di masa depan.

“Kakak,” panggilnya pada pemuda 25 tahun itu. “Kakak bilang aku jatuh dari tangga?”

Jika benar, berarti ini adalah insiden saat ia diracun pertama kali beberapa tahun yang lalu.

Roderick mendengus. “Dokter bilang kepalamu baik-baik saja.” Mata merahnya menatap tajam ke arah Serena. “Jadi jangan main sandiwara denganku dan jelaskan padaku kenapa kau sengaja membuat dirimu menjadi pusat perhatian begitu.”

“Kak, aku tidak jatuh dengan sengaja,” ucap Serena kemudian. “Ada yang memasukkan sesuatu ke dalam tehku.”

Roderick menghela napas mendengar penuturan Serena. Pria itu kemudian bangkit.

“Hentikan omong kosongmu.”

Serena menggeleng. “Aku tidak asal mengatakan ini, Kak,” tutur gadis itu. “Saat minum teh, aku mencium aroma asing. Awalnya kukira karena tehnya diganti. Tapi setelah meminumnya, aku justru pusing dan akhirnya terpeleset di tangga.”

Roderick sedikit mengeryit mendengar penuturan Serena.

Biasanya, Serena akan marah-marah dan mengatai para maid sebagai penipu, kemudian mengamuk. 

Namun, kali ini, penjelasan yang diberikan Serena terdengar masuk akal dan disampaikan dengan tenang, membuat Roderick merasa asing. Meski ia tidak langsung percaya sepenuhnya pada sang adik yang kerap berbuat ulah untuk menarik perhatian tersebut.

Karenanya, pria itu kemudian menyahut, “Jika benar begitu, seharusnya kau bisa membuktikannya, bukan?”

Roderick tidak menyangka kalau Serena akan mengangguk mantap.

“Tolong panggilkan semua yang sempat melayaniku sebelum aku keluar kamar.” Serena meminta bantuan. Matanya tampak tegas dan tegar.

Gadis ini tidak tampak seperti adiknya yang biasa.

Namun, Roderick tetap memberikan kesempatan pada Serena. Hanya dengan satu titah dari Roderick, para pengawal membawa para maid yang melayani Serena sebelumnya.

Serena berusaha bangkit perlahan, meski kesusahan. 

Tanpa diduga, Roderick mendekatinya dan membantu gadis itu untuk duduk bersandar di kepala tempat tidur. Gerakannya begitu hati-hati dan lembut.

“Terima kasih, Kak,” gumam Serena dengan wajah tertunduk. 

Ia benar-benar salah memahami kakaknya tersebut di masa lalu. Roderick memang terkesan dingin dan sering berucap tajam, tapi pria itu tidak kejam dan tanpa perasaan. 

Gadis itu kemudian mengarahkan fokusnya ke depan setelah Roderick kembali berdiri di samping tempat tidur. Ada sejumlah wajah yang berkesan di kehidupan pertama Serena. 

Setelah dipikir lagi, ada banyak orang yang ditempatkan di sekelilingnya untuk mencelakai dirinya. Namun, Serena terlalu bodoh dan dibutakan ambisi untuk menyadarinya.

Pandangannya tiba-tiba terhenti pada gadis berwajah bintik-bintik. 

"Kakak,” panggil Serena. Telunjuknya mengarah pada gadis itu. “Dia yang meracuniku.”

Ucapan Serena terdengar mantap, mengejutkan semua orang yang ada di sana.

"Nona! Saya tidak melakukannya!” Si tertuduh langsung berteriak nyaring. “Bagaimana mungkin saya bisa melukai Anda? Saya telah bersama anda selama bertahun-tahun dan saya sangat menyayangi Nona!" Gadis itu menangis kencang. "Jika Tuan Muda dan Nona Muda tidak bisa mempercayai saya, Anda bisa mengecek teh yang saya buat! Teh itu masih ada!" 

Mata Serena menyorot dingin. Ada dendam di sana, mengingat pelayan itu pulalah yang mencuci otaknya agar tergila-gila dengan harta dan perhiasan, membuatnya tinggi hati dan sombong.

“Racun itu tidak ada di dalam teh, tapi di cangkir yang aku gunakan,” ucap Serena, menjaga agar nada suaranya tetap tenang. Ia menoleh ke arah Roderick. “Kakak bisa geledah kamarnya.”

Roderick diam. Memang sebelum tehnya diminum oleh Serena, sudah seharusnya teh tersebut dicicipi oleh pihak lain untuk memastikan Serena mengonsumsi makanan dan minuman yang aman. Jika benar klaim Serena bahwa ia diracuni, otomatis racun tersebut tidak akan berada di dalam tehnya.

Pria itu menoleh pada asistennya dan mengangguk.

Seketika semua pengawal dikerahkan untuk menggeledah kamar pelayan tersebut–yang kini tampak panik.

“Tuan! Nona! Saya sudah mengabdikan diri saya di sini selama bertahun-tahun! Anda tidak bisa–”

“Kamu dibayar di sini, tidak mengabdi,” potong Serena dengan dingin. “Dan kamu memilih untuk mengkhianati keluarga ini.”

“Tidak! Saya tidak melakukan hal itu!”

Namun, tak butuh waktu lama untuk para pengawal berhasil menemukan satu cangkir berukir daun biru. Benda ini favorit Serena, selain Serena, tidak ada yang memilikinya. 

“Seret dia ke ruang bawah tanah,” ucap Roderick dengan dingin dan menusuk. “Aku akan membuat perhitungan dengannya nanti.”

Diam-diam, Serena bernapas lega.

Ini adalah langkah awalnya untuk bertahan hidup. Ia tidak akan membiarkan orang-orang menjebaknya lagi, seakan-akan ia gadis bodoh. Serena akan mengumpulkan mereka yang akan setia di sisinya.

Agar ia tidak tewas mengenaskan seperti sebelumnya.

“Kau.”

Serena menoleh pada pria yang merupakan pewaris keluarga Moonstone di sampingnya. Tatapan Roderick bergerak seakan memindai kualitas produk, membuat Serena merasa terintimidasi untuk sesaat karena bayangan Roderick dari kehidupan pertama masih membekas dalam benak. 

Namun, fokusnya tetap tegar. Dia tidak akan menangis. 

Tidak ada alasan baginya untuk takut lagi. 

Akan tetapi, dadanya berdesir gugup juga ketika akhirnya Roderick bertanya, "Kau tidak seperti adikku. Siapa kau?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status