“Karena toh sebentar lagi kau akan mati, tidak ada gunanya lagi aku masih di sini.”
Serena, seorang gadis tengah terkulai lemah di atas lantai dingin tersebut, menatap sosok pria berjas putih yang kini berdiri tidak jauh darinya. Ada banyak luka dan bekas luka di kulitnya yang putih pucat. “Sayang sekali,” ucap pria asing tersebut sembari menendang tubuh Serena pelan, membuatnya berbaring terlentang, sekaligus mengerang pelan. “Aku pikir tubuhmu akan bertahan lebih lama dari perkiraan awal, Nona Seraphine.” Netra biru Serena yang biasanya tampak indah kini terlihat sayu dan berkaca-kaca menahan rasa sakit dari penyiksaan yang tidak kunjung berakhir. Dengan sekuat tenaga, Serena mencoba meraih kaki pria muda tersebut, mencoba memohon untuk terakhir kalinya. Namun, yang ia dapatkan justru sebuah tendangan. “Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu,” ucap sosok itu dengan dingin, sebelum melangkah pergi. ‘Tidak!’ Serena berusaha memanggil, sosok itu, tapi ia tidak bisa mengeluarkan suara apa pun selain erangan kesakitan. Bibirnya robek, lidahnya kaku, dan tenggorokannya terasa terbakar setiap kali Serena berusaha bicara. Air mata mulai kembali membasahi kulit wajahnya yang kotor. “Bagaimana bisa semuanya jadi seperti ini?” batin gadis itu sembari menatap kegelapan. Ia tidak punya teman, tidak ada keluarga. Kini menyongsong kematian seorang diri. “Jika saja waktu itu aku tidak merasa iri dan mengusik Cecillia, apakah aku bisa tetap hidup?” Benar, selama beberapa waktu, Serena dikuasai rasa iri dan mengganggu gadis yang amat dicintai itu, hingga mengakibatkan Serena menjadi sasaran tiga penguasa paling ditakuti. Dimulai dari Roderick Moonstone, pria yang selama ini berperan sebagai kakaknya saat Serena di keluarga Moonstone. Pria itulah yang pertama membiarkan para bawahannya merisak Serena. Padahal, yang Serena tahu, Roderick sebenarnya bukan pria kejam. Namun, pria itulah yang justru memulai neraka bagi Serena. Tidak berhenti sampai di sana, Serena juga dijadikan target perburuan manusia oleh Zachery Waverly, seorang pria yang terobsesi pada Cecillia yang amat menggemari koleksi senjata. Masih terngiang di telinga Serena semua desing peluru dan gonggongan anjing itu saat ia kabur membelah hutan. Hingga akhirnya, Serena tertangkap oleh Lionel, pewaris utama rumah sakit terbesar di negara tersebut. Setelah menyiksa dan meracuninya entah selama beberapa lama hingga Serena hanya bisa merasakan rasa sakit di tubuhnya, pria itu meninggalkannya begitu saja. Menyongsong kematian. “Tuhan, aku berdosa,” batin Serena, putus asa. “Semoga dengan kematian ini, aku bisa menebus semua kesalahanku pada–” “Oh, masih hidup?” Sepasang mata biru Serena yang masih terbuka sontak makin membelalak ketika mendengar suara lembut kekanakan tersebut. Langkah kaki sosok itu begitu ringan, hampir tidak terdengar. Seketika lampu menyala, membuat Serena menyipitkan matanya saat memandang ke arah sosok yang baru datang tersebut. Cecillia Moonstone. “Kamu keras kepala ya,” komentar gadis itu dengan suara manis. Senyum dan ucapannya sungguh berbanding terbalik. “Kenapa belum mati juga?” "Agh!" Mulut Serena tidak bisa mengatakan kata-kata lain. Ia menatap sosok itu dengan sorot mata tak percaya. Apa yang Cecillia lakukan di sini? Bagaimana ia bisa berada di sini!? Terkikik lucu karena Serena tidak bisa bicara, Cecillia tiba-tiba menarik rambut Serena. Iris merahnya menyala menakutkan tatkala memandangi helaian surai indah di jemarinya. "Sayang sekali kamu harus menemui ajalmu di sini ya,” ucap Cecillia senyum liciknya. “Padahal aku senang sekali bermain denganmu.” “Kau tahu,” lanjut Cecillia, “betapa malangnya dirimu, Serena? Bisa-bisanya kau jatuh begitu saja di setiap jebakanku.” Serena terkesiap. ‘Apa!?’ batinnya. “Ya. Akulah yang membuat seakan-akan kau menggangguku, merundungku,” ucap Cecillia dengan tawa kecil. “Aku menempatkan mata-mata sebagai temanmu, memanfaatkan rasa rendah diri dan kecemburuanmu untuk menghiburku.” Ia meringis mengerikan. “Terima kasih sudah menerima peran jahat dalam hidupku. Berkatmu, aku bisa mendapatkan ketiga pria penguasa itu sekaligus.” Dengan kemarahan dan tenaga terakhirnya, Serena berusaha meraih Cecillia, tapi nahas, perutnya justru diinjak oleh wanita jahat itu. Rasanya sangat sesak, hingga napas Serena kian melemah, cahaya matanya mulai meredup. "Wah, kau menggeliat, mirip cacing, haha!" Tawa gila Cecillia bergema ke seluruh ruangan. Mata merahnya menyala menakutkan, senyumannya yang lebar membuatnya terlihat bagaikan iblis yang baru saja merangkak ke dunia dari alam bawah. Serena meronta-ronta, masih berjuang melepaskan injakan kaki Cecillia dari perutnya. Namun, usahanya mustahil. Perlahan, kegelapan menyergap dirinya sekali lagi. Di akhir kesadarannya, Serena hanya bisa mendengar suara menjijikkan milik Cecillia. “Selamat tinggal, gadis bodoh.” Tidak! Pikiran Serena meronta. Ia tidak ingin mati dalam ketidakadilan seperti ini. Jikalau Tuhan benar-benar ada dan mendengarnya, Serena ingin keadilan, dia ingin keadilan! Air mata mengalir dari sudut matanya, Serena ingin kembali ... dia ingin mengubah segalanya, orang-orang setia yang sudah dia buang, orang-orang tidak bersalah yang dia sakiti, dia juga ingin menebus dosa-dosanya. ‘Tuhan ... berikan aku kesempatan ….’ *** "Panggilkan Dokter, Nona terluka!" Suara riuh berisik orang-orang membuat kepalanya terasa pusing, tubuhnya mati rasa, matanya berkunang-kunang. Dengan usaha penuh, gadis muda yang bersimbah darah setelah jatuh dari anak tangga itu akhirnya berhasil membuka mata. "Nona! Nona, pertahankan kesadaran anda! Jangan tertidur, Dokter akan datang!" Gadis itu, Serena Seraphine, menatap wajah familier yang berkeliling di sekitarnya. Sempat terpikir, apakah ia sudah berada di neraka. Tapi mengapa tidak ada api? Bukankah neraka penuh api? Ah, Serena tidak tahu, yang jelas kepalanya terasa pusing dan kesadarannya kembali hilang, lambat laun dia pun jatuh pingsan. "Keribuatan apa lagi yang dia ciptakan?" Samar-samar, sisa kesadaran Serena bisa mendengar suara familier yang sudah dia hafal selama bertahun-tahun. “Hah? Roderick?” Otak Serena berputar. “Kenapa ada Roderick di neraka?” Setelah itu, dia kembali terjatuh sepenuhnya ke dalam kegelapan.Suara ketikan itu perlahan membangunkan Serena, membawanya kembali siuman.Kepalanya masih pusing dan seluruh bagian tubuhnya terasa mati rasa, tapi Serena tetap mengarahkan pandangannya ke sekeliling. Mencoba mencari tahu di mana ia berada sekarang.Sepasang mata merahnya terpaku pada sosok pria yang duduk di samping tempat tidurnya. Otomatis membuat tubuhnya menegang.“... Roderick?” Suara lirih Serena membuat sosok itu menolehkan kepalanya.“Kau sudah bangun?” ucap Roderick. Tatapannya yang tajam memindai kondisi Serena selama beberapa saat sebelum tangannya bergerak menutup laptop. Fokus sepenuhnya pada gadis yang kini berbaring di hadapannya. “Aku berikan kau satu kesempatan untuk menjelaskan ulahmu kali ini.”Serena bergidik. Mata itulah yang mengabaikannya saat Serena memohon ampun saat disiksa hingga nyaris gila. Pria itulah yang memerintahkan Serena diberi hukuman karena telah menyakiti–Tunggu dulu.Sepasang mata Serena terbelalak. Kenapa ada Roderick di sini!? Sontak, Ser
“Kau tidak seperti adikku. Siapa kau?” Tubuh Serena kaku sepersekian detik. Namun, gadis itu berusaha tetap tenang dan tersenyum ketika menjawab, “Kakak sakit? Kenapa bertanya begitu?” Pandangan Roderick tampak rumit. Pria itu tidak mengatakan apa pun selama beberapa saat sembari menatap Serena, seperti tengah mencari sesuatu di wajah cantik Serena yang membalas pandangannya. “Sejak kecil, sikapmu sombong dan hobi mendominasi,” ucap Roderick kemudian. “Selalu membuat masalah dan keributan, entah perkara sepele atau sederhana, karena otak bodohmu itu tidak melakukan tugasnya dengan baik.” Ia menjeda ucapannya. “Tidak seperti sekarang.” Serena meringis malu mendengarkan Roderick mengatainya demikian. Namun, ia tidak menyalahkan pria itu. Karakternya di masa lalu memang buruk. Serena sangat menyesali tingkahnya yang menjengkelkan. Ia ingat Roderick kerap kali harus bertanggung jawab akan ulahnya. “Apakah Kakak membenciku karena aku selalu berulah?” tanya Serena kemudian. Ia menun
Ucapan sang ibu membuat sepasang mata Serena membeliak, pupilnya bergetar pelan. “Ma-maksud Ibu–”“Ya. Aku sudah bicara dengan ayahmu, sepakat kalau lebih baik kau dinikahkan saja dengan Tuan Tua Gerk, daripada kau tidak ada gunanya di sini.”Tanpa sadar, Serena gemetar. Dalam ingatannya, Tuan Tua Gerk adalah pria berbahaya, lebih menakutkan dari sang ayah. Taktik dan metodenya yang kejam yang membuatnya mendapatkan posisi penting dalam keluarga.Ia tidak mau hidup terkurung dengan pria seperti Tuan Tua Gerk.Selain itu, kejadian ini tidak ada di kehidupan pertama Serena. Bagaimana bisa?“Ah, jangan khawatir, Putriku. Secepatnya akan aku atur pertemuan antara kau dan Tuan Gerk.” Guina tampak tengah menikmati keterkejutan dan ketakutan Serena, seperti psikopat. “Siapkan dirimu.”Setelah mengatakan itu, Guina keluar meninggalkan kamar sembari tertawa keras. Sementara itu Serena meremas selimut merah mudanya erat. Gadis itu tertunduk. Matanya panas dan air mulai menggenang di sana.Ham
“Apakah tubuhmu memang seringan ini?” “... Ya?” Serena mengernyit mendengar pertanyaan sang kakak. Namun, pada akhirnya, ia menyahut dengan sopan. “Mungkin kakak saja yang terlalu kuat.” “Benarkah?” balas Roderick terdengar ragu, membuat Serena kembali menatap pria itu. “Lain kali, makanlah lebih banyak.” Setelah diingat-ingat lagi, sebelum Cecillia, Roderick tidak pernah terlihat dekat dengan wanita lain. Apalagi bersentuhan. Mungkin karena itu sekarang pria bermata merah itu tampak tidak yakin. Dan juga, bisa jadi Roderick tidak mengetahui kalau sekarang pria itu tengah memeluknya erat. “Karena kakakku yang meminta, akan kulakukan,” ucap Serena. Gadis itu meringis. “Tapi, bisakah kakak melonggarkan pelukan kakak? Rasanya agak sesak.” Tubuh Roderick kaku selama sepersekian detik, sebelum kemudian melonggarkan pelukannya. “Maaf,” gumam pria besar itu. Suaranya dingin, tapi Serena bisa menangkap rasa bersalah Roderick. Dan karenanya, Serena tertawa pelan, otomatis memb
"Namun, kenapa pakaian putriku begitu lusuh? Bukannya kamu menyukai baju mewah? Ataukah lemarimu kekurangan pakaian?" Serena tidak terkejut mendengar pertanyaan Guina, seakan sudah memprediksinya. Wajah cantiknya tetap terlihat santai dan anggun. Ia tidak akan takut lagi, atau merasa gugup. "Tidak, Ibu. Pakaian pribadi saya sudah lebih dari cukup," sahut Serena dengan lembut. "Terima kasih atas perhatian Ibu." Perkataan Guina terdengar perhatian bagi orang luar. Hanya Serena yang tahu bahwa, Ibunya secara halus sedang protes mengenai pakaiannya yang sederhana sebagai Moonstone. Itu seolah membuat Moonstone tampak kekurangan untuk memfasilitasi anak-anak mereka. "Lalu kenapa putriku tercinta tidak memakai gaun yang cantik?” Guina terdengar sedih. Namun, Serena tahu, itu hanya sandiwara yang ditunjukkan ibunya untuk para tamu, “Padahal Ibu sudah susah payah menyiapkan pesta ini untukmu. Malam ini adalah milikmu,” Guina berpura-pura sedih. Serena mengulum senyuman tipisnya. Karena
“Tuan muda?” Suara kecil Serena bergetar. Tubuhnya terasa dingin kala teringat pengalaman berlari membelah hutan sendirian, dengan nyawa terancam. “Saya tidak tahu kenapa tuan muda berkata demikian, jika anda memiliki dendam terhadap saya, tolong jelaskan.”Serena berusaha menjaga ketenangan diri. Melawan reaksi alami tubuhnya.“Wah ...” Wajah tampan Zachery agak miring ke kiri. Senyuman indahnya terlihat mengerikan bagi gadis di kursi roda itu. “Setahuku, Serena Moonstone bukan manusia rasional. Dia sering marah-marah karena tak berotak.”Suara pria tersebut begitu rendah. Ada intimidasi penuh serta kebencian tak kasat mata. “Tapi, setelah aku lihat lebih dekat, tampaknya berbeda.” Alih-alih marah setelah diejek, Serena tetap diam. Sedangkan orang-orang bergeser ke tepian, seolah enggan terlibat dengan pria itu. Siapa yang tidak kenal namanya? Bahkan anak-anak pun akan takut ketika mendengar nama Zac karena hobinya yang aneh. Untuk sesaat, kondisi aula bagian tengah cukup kacau.
“Jika aku menculikmu sekarang, mungkin hanya Roderick yang khawatir.” Kalimat Zachery menandakan bahwa pria itu tidak mau dibodohi dengan permainan murahan. Kesabaran Zac yang tipis bisa meledak kapan saja. Pada akhirnya, Serena pun memilih berhenti mempermainkan pria tersebut. “Anda sungguh tidak sabar,” ujar gadis itu. “Kalau begitu, saya akan mengutarakan dulu padamu apa yang saya inginkan.” Gadis itu kemudian mengulurkan lengan kirinya yang ramping pada Zac. “Ayo bekerja sama. Bebaskan saya dari perjodohan itu.” Serena berucap. “Lalu, saya akan membantu mendapatkan apa yang Anda inginkan. Dalam waktu enam bulan.” Zac tampak meremehkan gadis itu. “Seakan-akan kau tahu apa yang sebenarnya kuinginkan,” cemoohnya. “Saya bisa tahu kelompok rahasia Anda. Apakah Anda benar-benar yakin saya tidak tahu ambisi Anda, Tuan Waverly?” Keduanya saling bersitatap, seakan berusaha mengorek informasi dari tatapan satu sama lain. “Kau menawarkan kerja sama, bahkan setelah tahu aku berus
Penolakan besar tampak jelas dari wajah tampan Roderick. Pria itu mengerutkan kening cukup dalam. Adiknya itu memang baru saja membuktikan padanya bahwa ia bisa mengurus para pengkhianat sendiri tanpa membuat keributan. Seakan mengatakan pada Roderick bahwa Serena sudah berubah, sekaligus memiliki tekad untuk tumbuh. Akan tetapi, permintaannya barusan terlalu absurd. “Apa kau sedang menggali lubang kematianmu sendiri, hm?” tanya pria itu. “Kau tidak tahu seberapa buruk tabiat Zachery?” Serena sudah menduga reaksi sang kakak. Roderick pasti akan menolak pengajuannya tersebut. Namun, dia tetap harus bertunangan dengan Zachery. Bagaimana pun caranya, dia harus menghindari pernikahan dengan Tuan Tua Gerk! “Kak, aku sudah melakukan kesepakatan khusus dengannya,” ujar Serena, berusaha membujuk dengan lembut. “Kakak mengatakan kalau akan mengurus Ibu dan Ayah, tapi aku sendiri sadar kalau itu akan menyulitkan Kakak.” Gadis itu kemudian menambahkan, “Jangan khawatir. Kami memiliki a