Eve menunjukkan buku tulisnya. «Saya bisa. Namun saya perlu mencatat bahannya dulu. Malam nanti sudah selesai.»Serena tertawa riang, pergi memeluk Eve dengan senang. “Oke! Aku akan menunggunya.” Terkesiap karena dipeluk secara mendadak, Eve hampir jatuh ke samping. Gadis 16 tahunan itu terlihat sedang dilanda krisis rumit. Ekspresi wajahnya tampak tidak nyaman dan bingung. Serena tidak terlalu memperhatikan perubahan lain dari Eve. Terlanjur berjalan pergi lebih awal. Meskipun dia berhasil. Eve belum bisa dipercaya sepenuhnya. Oleh sebab itu, dia perlu mencari ahli herbal lainnya. Untuk memeriksa hasil racikan Eve nanti. “Seharusnya dia tidak berani berbuat macam-macam setelah tahu pelayannya bersama Zac,” gumam Serena, kaki jenjangnya masih berjalan seraya melompat kecil memasuki mansion. “Huft, masalah lain sudah diselesaikan! Sekarang saatnya menyempurnakan rencana bisnisku!” “Serena!” Sang empu berhenti sesaat kemudian. Punggungnya refleks berdiri tegak. Dia berbalik, men
Serena mengetuk pintu kamar Roderick. Memanggil setengah berseru, “Kakak!” “Masuklah.” Perempuan itu lantas membuka pintu setelah diberi izin. Langsung melenggang masuk. Pupil cerahnya memindai kamar minimalis Roderick. Seluruh barang tertata rapi dan simetris. Ini pertama kalinya Serena masuk, dia dibuat takjub. “Ada apa kemari malam-malam?” Roderick menutup laptopnya, berhenti bekerja. Lalu menaruhnya ke atas meja. “Duduklah.” Serena mengangguk. Berjalan kecil ke sisi Roderick, kemudian duduk di sana. Dia mengulurkan selembar kertas berisi catatan bahan yang diperlukan oleh Eve. “Kakak, aku ingin meminta tolong untuk mencarikan bahan-bahan ini.” “Ini dari Eve?” tanya Roderick skeptis. Tidak menyangka pelayan bisu yang dibawa adiknya ternyata berbakat. “Aku akan meminta Varrel mengurusnya besok,” ujarnya sembari melepas kacamata. “Ada satu lagi. Apakah kita jadi berlibur bersama besok minggu?” Gadis itu cemberut, bersandar pada punggung sofa. “Ibu bahkan memarahiku karena melo
Dua hari sesudahnya, mansion Moonstone kedatangan tamu penting tak terduga. Yakni Tuan Gerk, paman dari Zachery Waverly. Serena tidak menyangka pria tersebut akan datang dengan sendirinya. Pasti karena rencana pernikahan tiba-tiba dibatalkan.Iris berkata cemas dari tepi ranjang, “Nona, saya takut sesuatu terjadi kepada anda. Tuan Gerk ... beliau terlihat menakutkan!”“Benarkah? Seperti apa dia? Sudah tua?” Serangnya dengan pertanyaan bertubi-tubi. Di kehidupan pertama, dia belum pernah melihat Tuan Gerk di dunia sosial. “Pria itu tidak pernah menunjukkan wajahnya.” Di tepi ranjang lain, Eve mencolek bahu Serena. Membuat gadis bersurai tinta itu terpaksa menoleh, “Apa?”«Beliau mirip dengan tuan muda Zac. Belum terlalu tua, beliau sangat tampan.»Iris diam-diam ikut mencuri pandang tulisan Eve. Berkata menimpali, “Benar ... rumor menyebutnya pria tua gendut dan jelek. Tapi beliau berbeda, usianya mungkin empat puluh tahunan.” Serena terkejut mendengar informasi mengejutkan tersebut.
“Bisakah aku melihat potret ibumu?” Sepasang alis tebal Zachery terangkat ke atas. Terlihat bingung karena permintaan tiba-tiba yang tak terduga sama sekali. Meskipun begitu, Zachery tidak keberatan kemudian merogoh saku celananya. Meraih benda pipih hitam lalu menunjukkan satu foto seorang perempuan muda sedang tersenyum. “Ini Ibukku. Ada apa?” “Aku ingin melihatnya saja. Ada sesuatu yang menggangguku dan ini berkaitan dengan mendiang ibumu.” Sosok perempuan dibalik layar ponsel tersebut sangat cantik. Memiliki kesan lembut dan baik hati. Senyumannya sangat polos, seperti cahaya putih yang bersih di antara dunia yang kotor. ‘Ah ... sekarang aku tahu mengapa Tuan Waverly terpikat. Ibunya terlalu cantik dan bersih.’ Walau fotonya diambil melalui kamera sederhana, sedikit buram. Tetapi kecantikannya tidak tertutupi sama sekali. Melalui foto itu, Serena berhasil menemukan sebuah jawaban. Tentang alasan kenapa Zachery di kehidupan pertama, sangat mudah terpikat oleh Cecillia. Al
Serena menarik nafas penat, “Pikirkanlah lagi. Seandainya hanya pertemanan biasa, mengapa Tuan Gerk tidak memiliki perempuannya sendiri saat usianya sudah cukup di masa lalu?” Zachery terdiam. Kehilangan kata-kata untuk menjawab. Melihat bahwa celah baru saja terbuka. Serena semakin mempersempit kesempatan pria itu untuk menyangkal. “Ibumu sangat cantik, pria manapun tidak akan bisa menolak senyumannya. Aku berpikir, kemungkinan besar pamanmu terpikat. Saling mengembangkan perasaan satu sama lain dan berjanji akan menikah. Tepat setelah ibumu dibebaskan begitu melahirkan. Tetapi, naas, ayahmu ingkar janji. Dan masih menahan ibumu.”“ ... Lalu, ibumu berakhir membencimu karena kamu sangat mirip seperti ayahmu, sekaligus penyebab ibumu semakin tidak bisa melarikan diri. Karena itulah, pamanmu yang merawatmu sebab berpikir ada darah ibumu ditubuhmu. Ini akan masuk akal apabila dikaitkan dengan perubahan tiba-tiba sifat pamanmu setelah ibumu meninggal. Alasannya pasti karena pamanmu mer
“Karena toh sebentar lagi kau akan mati, tidak ada gunanya lagi aku masih di sini.” Serena, seorang gadis tengah terkulai lemah di atas lantai dingin tersebut, menatap sosok pria berjas putih yang kini berdiri tidak jauh darinya. Ada banyak luka dan bekas luka di kulitnya yang putih pucat. “Sayang sekali,” ucap pria asing tersebut sembari menendang tubuh Serena pelan, membuatnya berbaring terlentang, sekaligus mengerang pelan. “Aku pikir tubuhmu akan bertahan lebih lama dari perkiraan awal, Nona Seraphine.” Netra biru Serena yang biasanya tampak indah kini terlihat sayu dan berkaca-kaca menahan rasa sakit dari penyiksaan yang tidak kunjung berakhir. Dengan sekuat tenaga, Serena mencoba meraih kaki pria muda tersebut, mencoba memohon untuk terakhir kalinya. Namun, yang ia dapatkan justru sebuah tendangan. “Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu,” ucap sosok itu dengan dingin, sebelum melangkah pergi. ‘Tidak!’ Serena berusaha memanggil, sosok itu, tapi ia tidak bisa mengeluarkan
Suara ketikan itu perlahan membangunkan Serena, membawanya kembali siuman.Kepalanya masih pusing dan seluruh bagian tubuhnya terasa mati rasa, tapi Serena tetap mengarahkan pandangannya ke sekeliling. Mencoba mencari tahu di mana ia berada sekarang.Sepasang mata merahnya terpaku pada sosok pria yang duduk di samping tempat tidurnya. Otomatis membuat tubuhnya menegang.“... Roderick?” Suara lirih Serena membuat sosok itu menolehkan kepalanya.“Kau sudah bangun?” ucap Roderick. Tatapannya yang tajam memindai kondisi Serena selama beberapa saat sebelum tangannya bergerak menutup laptop. Fokus sepenuhnya pada gadis yang kini berbaring di hadapannya. “Aku berikan kau satu kesempatan untuk menjelaskan ulahmu kali ini.”Serena bergidik. Mata itulah yang mengabaikannya saat Serena memohon ampun saat disiksa hingga nyaris gila. Pria itulah yang memerintahkan Serena diberi hukuman karena telah menyakiti–Tunggu dulu.Sepasang mata Serena terbelalak. Kenapa ada Roderick di sini!? Sontak, Ser
“Kau tidak seperti adikku. Siapa kau?” Tubuh Serena kaku sepersekian detik. Namun, gadis itu berusaha tetap tenang dan tersenyum ketika menjawab, “Kakak sakit? Kenapa bertanya begitu?” Pandangan Roderick tampak rumit. Pria itu tidak mengatakan apa pun selama beberapa saat sembari menatap Serena, seperti tengah mencari sesuatu di wajah cantik Serena yang membalas pandangannya. “Sejak kecil, sikapmu sombong dan hobi mendominasi,” ucap Roderick kemudian. “Selalu membuat masalah dan keributan, entah perkara sepele atau sederhana, karena otak bodohmu itu tidak melakukan tugasnya dengan baik.” Ia menjeda ucapannya. “Tidak seperti sekarang.” Serena meringis malu mendengarkan Roderick mengatainya demikian. Namun, ia tidak menyalahkan pria itu. Karakternya di masa lalu memang buruk. Serena sangat menyesali tingkahnya yang menjengkelkan. Ia ingat Roderick kerap kali harus bertanggung jawab akan ulahnya. “Apakah Kakak membenciku karena aku selalu berulah?” tanya Serena kemudian. Ia menun