“Apakah tubuhmu memang seringan ini?”
“... Ya?” Serena mengernyit mendengar pertanyaan sang kakak. Namun, pada akhirnya, ia menyahut dengan sopan. “Mungkin kakak saja yang terlalu kuat.” “Benarkah?” balas Roderick terdengar ragu, membuat Serena kembali menatap pria itu. “Lain kali, makanlah lebih banyak.” Setelah diingat-ingat lagi, sebelum Cecillia, Roderick tidak pernah terlihat dekat dengan wanita lain. Apalagi bersentuhan. Mungkin karena itu sekarang pria bermata merah itu tampak tidak yakin. Dan juga, bisa jadi Roderick tidak mengetahui kalau sekarang pria itu tengah memeluknya erat. “Karena kakakku yang meminta, akan kulakukan,” ucap Serena. Gadis itu meringis. “Tapi, bisakah kakak melonggarkan pelukan kakak? Rasanya agak sesak.” Tubuh Roderick kaku selama sepersekian detik, sebelum kemudian melonggarkan pelukannya. “Maaf,” gumam pria besar itu. Suaranya dingin, tapi Serena bisa menangkap rasa bersalah Roderick. Dan karenanya, Serena tertawa pelan, otomatis membuat Roderick mendelik padanya. “Apa yang kau tertawakan?” desis Roderick dengan suara rendah penuh intimidasi. Serena tahu Roderick tidak serius marah. Meski wajah dinginnya memang menakutkan. Asumsi serta pandangan Serena padanya telah berubah. “Aku baru tahu kalau kakak laki-lakiku ternyata lucu,” goda gadis itu. “Pasti ini pertama kalinya kau menggendong perempuan, 'kan?” “Tertawalah sepuasmu, lalu aku akan membuangmu dari atas sini.” “Hei!” Lengan ramping Serena refleks merangkul erat leher Roderick, cukup satu kali dia jatuh. “Kakak!” pekiknya kesal. Ketika Serena ketakutan akan dilempar betulan, Roderick justru terkekeh ringan. Sesaat, Serena tertegun oleh tawa lembut tersebut. Sudut bibirnya tanpa sadar ikut tertarik ke atas, “Kakak, perbanyaklah tertawa, lesung pipimu sangat manis.” Roderick seperti menerima sengatan listrik dari sentuhan jemari telunjuk Serena di sisi bibirnya. Biasanya, dia akan merasa risih jika seseorang menyentuhnya seperti itu, tapi kali ini tidak. Entahlah, rasanya—manis? Padahal, ketika sekumpulan para wanita berusaha melakukan kontak fisik dengannya, pasti Roderick kesal. Konyol. Roderick kembali ke wajah datarnya. “Jaga sikapmu. Banyak orang menonton kita dari bawah.” Pria itu kemudian memperingatkan dengan nada dinginnya yang biasa. Baru pada saat itu, Serena tersadar bahwa mereka menjadi pusat perhatian saat ini. Mata bundarnya lantas memandangi para tamu di aula. Seketika pupilnya bergetar kala mendapati dua orang pemuda yang tidak asing dalam ingatannya, sedang berdiri di kejauhan. Mereka adalah Zachery Waverly dan Lionel Silverlake. Kedua pria tersebut turut menyiksanya di masa lalu bersama Roderick. Cara mereka lebih menyakitkan dan lebih sadis dibandingkan Roderick. Tanpa sadar, tubuh Serena bergetar. Gadis itu ketakutan, trauma membayangi psikologisnya. Roderick merasakan keanehan dari perubahan gestur tubuh Serena, bertanya, “Apa kau baik-baik saja?” Kesadaran Serena tertarik kembali, ia ingin menjawab. Tetapi jawabannya terpaksa tertelan kembali ketika seruan penjaga pintu bergema. “Keluarga Seraphine, memasuki ruangan!” Sepasang mata boneka Serena terbelalak. Ketakutan yang tadi singgah di hatinya kini berganti pada gejolak kemarahan serta kebencian. Ia menangkap sosok perempuan familier berambut pirang panjang yang terlihat bagaikan sekuntum mawar. ‘Cecillia!? Bukankah Seraphine terkenal netral dan tidak pernah terlibat dengan dunia kelas atas? Seharusnya begitu, sampai Cecillia debut 3 tahun lagi!’ pikir Serena dalam hati. Mungkinkah ... karena dia kembali membawa perubahan? Kebangkitannya dari kematian mempengaruhi takdir sejumlah orang di sekitarnya! Pasti karena itu! “Kau baik-baik saja? Tubuhmu bergetar," tanya Roderick untuk kedua kalinya. Mereka telah sampai di aula perjamuan dan sontak menjadi pusat perhatian. “A-aku baik-baik saja, Kakak!” ucap Serena kemudian. Jelas bohong. Namun, Roderick tidak menekan gadis itu lebih lanjut. Dengan hati-hati, Roderick menurunkan Serena ke kursi rodanya. Gadis itu bisa merasakan tatapan semua orang tengah tertuju padanya. Serena menyesuaikan emosi dan kondisi tubuhnya dengan baik. Kemudian memandang semua orang, tak lupa menggantung senyuman menawan. “Selamat malam, semuanya. Terima kasih atas waktu yang kalian sisihkan untuk hadir di sini.” Roderick ingin mengawal Serena lebih lama mengingat tokoh utama di pesta ini adalah adiknya, sedangkan dia merupakan kakak laki-lakinya. Sayangnya dia harus pergi berbincang bersama rekan bisnis lain. Pria itu menepuk ringan kepala Serena, “Aku akan kembali nanti.” “Um.” Malam ini, Serena mengenakan gaun merah biasa tanpa lengan. Ada hiasan renda hitam di sekitar dada dan pinggang. Riasannya yang terbiasa tebal, kali ini dipoles ringan sehingga fitur wajahnya yang lembut, halus, dan indah sangat ditonjolkan. Intinya, kecantikan alaminya bersinar keras hingga menutupi gadis lainnya. Para gadis di belakang saling bergosip. Salah satunya mengutuk emosi, “Sial, benarkah gadis itu Serena Moonstone? Ke mana wajah badutnya yang biasa?” “Benar! Padahal aku ke sini untuk mentertawakan wajahnya yang biasa dirias tebal itu.” “Pakaiannya juga terlihat elegan. Ke mana gayanya yang norak itu?!” “Eh, tapi … dia ternyata cantik juga ya.” Serena diam-diam menajamkan indra pendengaran. Bisikan demi bisikan yang lebih banyak berisi gunjingan dan kekecewaan membuat gadis itu tersenyum. Kali ini, dia tidak akan terganggu dan impulsif karena mulut seperti itu. Di kehidupan pertama, dia adalah Ratu Antagonis penguasa sosialita kelas atas. Dua gadis yang berbisik di dekatnya adalah orang licik. Ia mengenali banyak wajah berakal bulus, dia harus menghindari mereka. “Putriku, kau tampil sangat cantik malam ini. Para tuan muda saling berselisih untuk berbicara denganmu, apakah pesta ini terasa lebih semarak bagimu?” Guina berjalan mendekat dari sudut. Perempuan itu berhenti di dekat kursi roda, tersenyum aneh. “Ya, Ibu. Saya suka pestanya, terima kasih.” “Aku turut senang,” ujar Guina, suaranya merendah yang masih tetap bisa didengar mengingat para tamu berkumpul di sekitar mereka. “Namun, kenapa pakaian putriku begitu lusuh? Bukannya kamu suka semua barang mewah? Ataukah lemarimu kekurangan pakaian?”"Namun, kenapa pakaian putriku begitu lusuh? Bukannya kamu menyukai baju mewah? Ataukah lemarimu kekurangan pakaian?" Serena tidak terkejut mendengar pertanyaan Guina, seakan sudah memprediksinya. Wajah cantiknya tetap terlihat santai dan anggun. Ia tidak akan takut lagi, atau merasa gugup. "Tidak, Ibu. Pakaian pribadi saya sudah lebih dari cukup," sahut Serena dengan lembut. "Terima kasih atas perhatian Ibu." Perkataan Guina terdengar perhatian bagi orang luar. Hanya Serena yang tahu bahwa, Ibunya secara halus sedang protes mengenai pakaiannya yang sederhana sebagai Moonstone. Itu seolah membuat Moonstone tampak kekurangan untuk memfasilitasi anak-anak mereka. "Lalu kenapa putriku tercinta tidak memakai gaun yang cantik?” Guina terdengar sedih. Namun, Serena tahu, itu hanya sandiwara yang ditunjukkan ibunya untuk para tamu, “Padahal Ibu sudah susah payah menyiapkan pesta ini untukmu. Malam ini adalah milikmu,” Guina berpura-pura sedih. Serena mengulum senyuman tipisnya. Karena
“Tuan muda?” Suara kecil Serena bergetar. Tubuhnya terasa dingin kala teringat pengalaman berlari membelah hutan sendirian, dengan nyawa terancam. “Saya tidak tahu kenapa tuan muda berkata demikian, jika anda memiliki dendam terhadap saya, tolong jelaskan.”Serena berusaha menjaga ketenangan diri. Melawan reaksi alami tubuhnya.“Wah ...” Wajah tampan Zachery agak miring ke kiri. Senyuman indahnya terlihat mengerikan bagi gadis di kursi roda itu. “Setahuku, Serena Moonstone bukan manusia rasional. Dia sering marah-marah karena tak berotak.”Suara pria tersebut begitu rendah. Ada intimidasi penuh serta kebencian tak kasat mata. “Tapi, setelah aku lihat lebih dekat, tampaknya berbeda.” Alih-alih marah setelah diejek, Serena tetap diam. Sedangkan orang-orang bergeser ke tepian, seolah enggan terlibat dengan pria itu. Siapa yang tidak kenal namanya? Bahkan anak-anak pun akan takut ketika mendengar nama Zac karena hobinya yang aneh. Untuk sesaat, kondisi aula bagian tengah cukup kacau.
“Jika aku menculikmu sekarang, mungkin hanya Roderick yang khawatir.” Kalimat Zachery menandakan bahwa pria itu tidak mau dibodohi dengan permainan murahan. Kesabaran Zac yang tipis bisa meledak kapan saja. Pada akhirnya, Serena pun memilih berhenti mempermainkan pria tersebut. “Anda sungguh tidak sabar,” ujar gadis itu. “Kalau begitu, saya akan mengutarakan dulu padamu apa yang saya inginkan.” Gadis itu kemudian mengulurkan lengan kirinya yang ramping pada Zac. “Ayo bekerja sama. Bebaskan saya dari perjodohan itu.” Serena berucap. “Lalu, saya akan membantu mendapatkan apa yang Anda inginkan. Dalam waktu enam bulan.” Zac tampak meremehkan gadis itu. “Seakan-akan kau tahu apa yang sebenarnya kuinginkan,” cemoohnya. “Saya bisa tahu kelompok rahasia Anda. Apakah Anda benar-benar yakin saya tidak tahu ambisi Anda, Tuan Waverly?” Keduanya saling bersitatap, seakan berusaha mengorek informasi dari tatapan satu sama lain. “Kau menawarkan kerja sama, bahkan setelah tahu aku berus
Penolakan besar tampak jelas dari wajah tampan Roderick. Pria itu mengerutkan kening cukup dalam. Adiknya itu memang baru saja membuktikan padanya bahwa ia bisa mengurus para pengkhianat sendiri tanpa membuat keributan. Seakan mengatakan pada Roderick bahwa Serena sudah berubah, sekaligus memiliki tekad untuk tumbuh. Akan tetapi, permintaannya barusan terlalu absurd. “Apa kau sedang menggali lubang kematianmu sendiri, hm?” tanya pria itu. “Kau tidak tahu seberapa buruk tabiat Zachery?” Serena sudah menduga reaksi sang kakak. Roderick pasti akan menolak pengajuannya tersebut. Namun, dia tetap harus bertunangan dengan Zachery. Bagaimana pun caranya, dia harus menghindari pernikahan dengan Tuan Tua Gerk! “Kak, aku sudah melakukan kesepakatan khusus dengannya,” ujar Serena, berusaha membujuk dengan lembut. “Kakak mengatakan kalau akan mengurus Ibu dan Ayah, tapi aku sendiri sadar kalau itu akan menyulitkan Kakak.” Gadis itu kemudian menambahkan, “Jangan khawatir. Kami memiliki a
“Katakan padaku, apa maksud Zachery mengirimkan surat menjijikkan ini?” Serena tampak bingung. Ia bahkan belum pulih dari keterkejutannya akibat kemunculan kakaknya yang “sibuk” seminggu belakangan ini. “Kak–” “Bukankah aku sudah mengatakan padamu dengan jelas terakhir kali?” Suara Roderick yang serak dan dalam memotong ucapan Serena. Alis tebalnya mengerut, tampak marah. “Jangan Zac. Kenapa kau tidak menurut?” Serena menghela napas. “Kak, hanya Zac yang mampu,” ucapnya kemudian. “Lagi pula, aku dan dia bukannya terlibat hubungan romantis sungguhan. Ini hanya kesepakatan saja.” Serena mendongak, menatap Roderick sekali lagi. Pria ini ... tidak bisa dibujuk sama sekali. Meski kakaknya terlihat sangat rasional, sifat keras kepalanya benar-benar sulit dihadapi. Roderick meyakini dengan kuat apa yang ia percayai. Belum lagi tempramennya yang sensitif seperti seekor kucing. Serena tidak ingat kalau Roderick ternyata seprotektif ini. Perubahannya menarik, tapi juga sedikit menyulitk
Suara Roderick terdengar panik, sekalipun gerak tubuhnya tampak kikuk. Pria itu jelas-jelas tampak peduli. “Berhenti menangis. Maafkan aku.” Perlahan, Roderick mengusap air mata di pipi Serena. Namun, hal itu justru membuat tangisan Serena makin kencang. Di kehidupan pertamanya, Serena meninggal sendirian. Kosong, sepi, dan menyakitkan, setelah melewati pelecehan, perbudakan, hingga menjadi kelinci percobaan. Bahkan oleh Roderick sendiri. Memang benar, bahwa semuanya karena salahnya. Ia yang berdosa. Tapi, bukankah dia juga manusia biasa? Serena di kehidupan sebelumnya melakukan semua itu karena ia menginginkan kasih sayang–di saat yang sama, terjebak permainan Cecillia, yang sempurna dan memiliki perhatian semua orang. Seandainya saja, dia tumbuh di keluarga aslinya, Seraphine, yang penuh kasih sayang. Mungkinkah dia bisa tumbuh menjadi gadis biasa yang dicintai keluarganya? “Serena, aku,” Roderick menatap iba pada Serena yang masih menangis. Adik perempuannya ini memiliki tu
“Bagaimana bisa begitu? Istrimu akan cemburu.” “Aku tidak ingin menikah,” sahut Roderick tanpa pikir panjang. Pria tersebut mengulurkan tangannya, membelai rambut halus Serena. “Di luaran sana, para pria juga tidak akan tahan menghadapi sikapmu yang keras kepala, kekanakan, dan sembrono.” “... Hanya aku yang bisa memahamimu. Kita bisa hidup bersama setelah aku menjadi kepala keluarga.” Serena kebingungan, apa maksudnya? Roderick tidak benar-benar ingin mengikatnya di sisinya hingga mati, 'kan? *** “Nona? Anda baik-baik saja?” Iris bertanya khawatir dari belakang kursi roda. Serena terbangun dari linglung. “Oh? Aku tidak apa-apa. Ayah dan Ibu apakah sudah berangkat?” “Seharusnya sudah, Nona. Baru saja saya melihat rombongan pelayan pergi ke arah pintu utama mansion.” “Lalu kakakku?” “Beliau masih bekerja di kantor. Karena tuan dan nyonya pergi, pekerjaan akan dilimpahkan pada tuan muda. Jadi beliau berangkat pagi buta, kemungkinan baru pulang saat malam tiba.” Serena an
“Ingin membunuhku?” Serena bertanya dengan nada percaya diri. Kesombongan terpampang jelas pada paras cantiknya. Kendati demikian, hanya dia dan Tuhan yang tahu bahwa hatinya cemas saat ini.Zachery semakin terusik atas sikap biasa Serena. Mengapa perempuan itu tidak menangis? Dan mengapa Serena tidak terlihat ketakutan meski nyawanya terancam? Sebab, Serena telah melewati satu kematian serta banyak penderitaan. Dan gadis itu memahami satu hal, menangis atau merengek, tidak akan membuahkan apapun. Hanya dengan bertindak, tenang, dan cerdas. Dia bisa mendapatkan apa yang dia impikan. Lantas gadis Moonstone tersebut menyentuh ujung pistol Zachery. Perlahan membawanya turun. “Tuan muda, bukankah aku sudah bilang di pesta malam itu? Aku bersedia berdiri di sisimu, asalkan kau bersedia menjadi tunangan palsuku.” “Kau tahu? Mulut manusia adalah benda paling busuk di dunia.” Serena juga tahu. Karena di kehidupan pertamanya, dia pun tertipu oleh hasutan teman baiknya, Lili. Yang ternyat