Audry menghela napas panjang setelah tiba di rumah. Ia tidak langsung mematikan mesin mobil dan tetap duduk di dalamnya.Selama beberapa saat ia hanya bisa termenung sambil memerhatikan apa pun yang ada di sekelilingnya. Mulai dari bangunan vintage yang berdiri kokoh di hadapannya, jejeran kendaraan yang berbaris di dalam garasi yang terbuka, dan yang terakhir adalah dirinya sendiri begitu mata Audry singgah di spion.Mukanya tampak kuyu dan lesu. Gurat-gurat kelelahan membayang dengan sangat jelas. Bagaimana tidak, hari ini begitu melelahkan bagi Audry. Tidak hanya fisik, namun juga batin dan pikiran.Setelah dari apartemen Enrico tadi, Audry berkeliling sendiri tanpa arah dan tujuan. Petualangannya berakhir di cafe miliknya. Audry mengurung diri di ruangannya dan baru pulang ke rumah malam ini.Audry tersentak oleh batuknya sendiri. Ternyata cukup lama ia melamun di mobil. Audry lantas keluar dari sana.Kamarnya kosong. Jeff ternyata belum pulang. Tadi di depan rumah, Audry juga tid
”Iya, Ric, aku on the way, bentar lagi nyampe di sekolah Tania. Kamu juga? Oke, tunggu aku di sana.” Audry melepas bluetooth handsfree dari telinganya setelah menerima telepon dari Enrico.Kemarin, setelah datang ke apartemen laki-laki itu dan bicara baik-baik dengannya, Enrico tetap menyangkal bahwa dirinya adalah om-om ganteng yang datang ke sekolah Tania. Iko bahkan menantang Audry untuk membuktikan bahwa orang itu bukanlah dirinya. Mereka akhirnya berjanji bertemu di sekolah Tania lalu sama-sama mengintai sang pria misterius dari jauh.“Ric, aku udah di sekolah Tania, kamu di mana?” tanya Audry melalui telepon setelah tiba di sana.“Aku di belakang kamu, Ry.”Audry langsung melihat melalui spion. Ada pick up double cabin parkir tepat di belakang mobilnya.“Kamu yang di pick up hitam itu?””Yap. Sekarang kamu turun dari mobil dan masuk ke mobil aku,” kata Enrico memberi instruksi.Audry menurutinya. Enrico menyambut dengan senyum ketika Audry masuk ke mobilnya. ”Kamu sudah lama?
“Mommy, ini gimana warnanya? Udah pas belum?” Tania menunjukkan buku gambarnya pada Audry.Audry mengamati dengan lekat coretan yang digurat sang putri. “Tata mau bikin gambar apa, Sayang?” tanyanya kemudian.“Gambar awan, tapi awan yang gelap sebelum hujan.””Kalau awannya gelap, bagusnya warna yang ini.” Audry mengangkat crayon berwarna abu-abu pekat dari kotak.Tania kemudian mulai menggambar sedangkan Audry mengamatinya. Tania sangat berbakat dalam menggambar yang Audry tahu persis itu menurun darinya.“Mommy, boneka tadi Mommy simpan di mana?” tanya Tania di sela-sela aktivitasnya.”Mommy simpan di tempat yang aman.””Boneka apa, Ta?”Audry dan Tania sama-sama terkejut lalu memandang ke arah pintu. Jeff berdiri di sana.”Boneka dari om, Pi.”“Om mana?” tanya Jeff menyelidik.”Om yang datang ke sekolah. Om itu kasih Tata coklat, balon dan boneka.”Audry ingin menutup mulut Tania dan memintanya untuk bungkam, namun sudah terlambat. Tania terlanjur berceloteh dan menuturkan segalany
Audry mengerjap sambil menyisipkan rambutnya ke belakang telinga demi mempertajam pendengarannya.Hei, apa tadi dia bilang? Mengisap jarinya? Audry nggak salah dengar kan?Dulu di saat Audry yang meminta sampai mengemis dan merendahkan harga dirinya tapi Enrico menolak. Sekarang malah lelaki itu yang menawarkan diri padanya."Ric, maksud kamu apa?" "Kamu lebih dari tahu apa maksudku, Ry. Lakukan sekarang ..."Tatapan dalam dari sorot mata Enrico yang teduh membuat Audry menepis keraguannya. Audry mengusap dua jari Enrico yang berada di bibirnya lalu pelan-pelan menelusupkan ke dalam mulutnya.Audry mulai mengisap jari tengah dan telunjuk laki-laki itu. Mengemutnya seperti permen, mengulumnya bagaikan es krim. Audry melakukannya dengan penuh perasaan.Enrico yang duduk di sebelah Audry mulai gelisah. Irama napasnya yang tadi teratur kini tak karuan. Desahan halus lantas meluncur dari bibirnya. Desahan yang sudah begitu familier di telinga Audry.Enrico mengerang bersama keperkasaannya
Audry mendelik. Ia tahu Dypta pasti sengaja menggodanya. Karena tanpa dijawab apa pun, lelaki itu sudah tahu apa jawaban Audry.”Dyp, please …” Audry tidak tahu seperti apa bentuk mukanya saat ini ketika memohon pada Dypta agar meneruskannya. Jika Dypta berhenti dan memutuskan untuk mengakhiri sebelum selesai, mungkin ia bisa gila.Dypta mengulum senyum khasnya, dan mendadak kepala Audry menjadi pusing. Senyum Dypta tidak pernah gagal memabukkannya. Dypta seperti vodka yang ditemui dalam berbagai rasa. Mulai dari manis, asam, pahit, hingga pedas. Namun dari semua rasa itu dia tetaplah minuman yang memabukkan.Lalu tangan laki-laki itu beranjak naik. Dan dengan refleks Audry mengangkat sesaat badannya ketika Dypta membukakan bajunya.Audry tersenyum gugup. Dypta menelusupkan tangannya ke belakang punggung Audry untuk melepas kait branya.“Nggak ada apa warna lain selain ini?”Muka Audry pasti bersemu merah sekarang. Bagaimana tidak, setelah melepas branya, Dypta menunjukkan penutup dad
Audry membuka mata. Selama sesaat memindai situasi tempatnya berada sekarang. Ini bukan kamarnya di rumah Jeff. Tapi …Segaris senyum tersungging di bibir Audry ketika menyadari tempatnya sekarang. Ia masih di apartemen Dypta. Bahkan ia tidur dalam pelukan hangat laki-laki itu dan menjadikan lengannya sebagai bantal.Audry terdiam sambil mengamati wajah Dypta yang tertidur pulas di sebelahnya. Dia memang Dypta. Dia lelaki pertama yang Audry cintai dalam hidupnya.Pandangan Audry lalu turun menyapu tubuh mereka berdua. Setelah lelah bercinta tadi mereka pun ketiduran tanpa sempat berpakaian. Juga tanpa ditutupi selembar selimut atau penutup tubuh jenis apa pun.Audry tersentak ketika tanpa sengaja matanya beradu dengan jam yang menempel di dinding. Sudah hampir jam satu malam. Itu artinya nyaris empat jam ia pergi meninggalkan rumah.”Dyp, bangun, Dyp …” Audry mengusap-usap pipi Dypta agar lelaki itu terjaga.Tak lama, Dypta membuka matanya. Ia tersenyum dan memeluk Audry lebih dekat d
Butuh beberapa detik bagi Audry untuk bangun dari ketermanguannya. Ia kemudian mengambil kantong makanan yang jatuh di lantai sebelum memutar tubuh.Dypta dan Audi sudah lenyap dari jangkauan matanya. Tadi entah berapa lama Audry termenung sehingga keduanya menghilang secepat itu. Audry kemudian melangkah ke luar meninggalkan North Apartment. Begitu melihat sekuriti ia pun mendekat. “Pak, ini untuk Bapak.”“Apa ini, Mbak?” Penjaga keamanan tersebut terheran-heran melihat kantong makanan yang diberikan Audry padanya.“Ini ada macaroni schotel, sarapan untuk Bapak.” Audry menjawab sambil tersenyum.Sekuriti masih tidak mengerti kenapa Audry memberikan padanya. Sebelum ia sempat berterima kasih Audry sudah pergi meninggalkannya.Audry berdiri sendiri di depan gedung tanpa tahu harus ke mana. Tangannya menggenggam ponsel dan mengutak-atik sejenak sebelum kemudian memutuskan untuk memesan taksi.***Dypta menyetir dengan pelan. Di sebelahnya Audi duduk manis sambil menyilangkan kaki hing
Meninggalkan ruangan Audry, Dypta kembali ke area utama cafe. Di sana Audi duduk menunggu. Piring di atas mejanya sudah kosong, begitu pun matcha latte-nya sudah tandas karena kelamaan menunggu Dypta.Audi memberengut ketika melihat Dypta muncul. “Udah kayak di toilet umum aja antrinya sampai setengah jam,” ocehnya setelah Dypta duduk.Dypta memandang arlojinya guna memastikan kebenaran perkataan Audi. “Apanya yang setengah jam, baru juga sepuluh menit. Tadi kan udah kubilang kalau di sana lagi antri.”Audi mengesahkan napas tidak ingin berdebat dan memutuskan untuk percaya. Lagi pula apa alasannya tidak memercayai Dypta? Dypta adalah laki-laki baik dan tidak akan aneh-aneh. Audi kemudian memerhatikan Dypta menyesap teh dari cangkir. Ia tidak mengerti kenapa laki-laki itu minumnya itu-itu saja, seakan tidak ada minuman lain di dunia ini.”Yuk, Di!”Audi yang serius memerhatikan Dypta tanpa kedip pun mengerjap. Dypta telah berdiri dan mengajaknya pergi.“Sekarang aku antar kamu ke man