Tania terperanjat. Begitu pun dengan Audry. Keduanya sama-sama terkejut. Audry kaget menyadari dirinya bisa lepas kendali setelah bertahun-tahun mampu menyimpannya sendiri. Seharusnya tadi ia tidak terpancing emosi. Semestinya ia bisa lebih sabar lagi menghadapi Tania seperti yang sudah-sudah. Ia hanya perlu menanti sampai Tania membuka hati untuk Gatra.Wajah Tania memucat dalam hitungan detik. Apa artinya Audry mengetahui semuanya mengenai perasaan Tania terhadap Dypta? Tapi bagaimana mungkin? Audry tahu dari mana? Tania pastikan tidak ada yang mengetahui rahasia itu selain dirinya dan sang pencipta. Audry melirik kiri kanannya, meyakinkan tidak ada orang di sekitar mereka. Lalu menarik tangan Tania ke kamar. Tania menurut tanpa perlawanan.Begitu tiba di sana Audry mengunci pintu rapat-rapat. Ia merasa perlu bicara dari hati ke hati dengan sang putri. Ia tidak mau saat mereka berbicara nanti terinterupsi seseorang.Audry bersedekap sambil berdiri memandang pada Tania yang duduk d
"Tania, buruan!" tegur Claudia sekali lagi agar Tania beranjak.Tania mengembuskan napas panjang sambil merotasi kedua bola matanya. Ia kemudian melangkah tanpa semangat keluar dari counter kasir."Selamat pagi, selamat datang di Tamara Latte. Mari silakan duduk." Tania menyapa dengan ramah sambil merekahkan senyum terbaik. Ia juga mengembangkan tangannya menunjuk ke arah tempat duduk.Gatra menyipit, menatap aneh pada Tania. "Tadi kamu nggak salah minum obat kan?""Obat apa?" tanya Tania heran. Ini orang datang tanpa diundang nanyanya aneh pula."Kali aja kamu keminum obat cacing."Detik itu juga senyum menghilang dari wajah Tania. Berganti dengan bibirnya yang mengerucut."Pantas cafe ini sepi, owner-nya galak," sindir Gatra sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.'Sabar, Ta, sabar.' Tania berbisik di dalam hati. Menguatkan diri agar mampu mengerem emosi menghadapi Gatra."Mau minum apa?" tanya Tania menghampiri Gatra yang sudah duduk manis di salah satu spot strategis."Bentar."
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Claudia, Jodi dan Uwi sudah pulang sejak tadi. Tapi Tania masih berada di cafe. Hari perdana cafe dibuka semua berjalan lancar. Meski awalnya pesimis tidak ada yang mengunjungi cafenya, namun semakin siang pengunjung bertambah ramai. Dan menurut dugaan Claudia itu semua tidak lepas dari bantuan Gatra. Lelaki itu berperan besar menarik orang-orang agar datang ke Tamara Latte. Tania berutang ucapan terima kasih padanya. Tania meregangkan badan, melemaskan otot-otot yang sedikit kaku. Sudah saatnya ia pulang, nyatanya ia masih duduk termenung di balik counter kasir sambil memandang satu demi satu ke arah meja dan kursi kosong. Tania bingung harus pulang ke mana. Tania malu pulang ke rumah. Walaupun Audry tidak menghakiminya, namun Tania kehilangan nyali membalas pandang ibunya itu. Terlebih tadi siang tidak seorang pun dari mereka datang ke cafe. Tania tidak ingin berburuk sangka, namun Dypta yang gagal datang memenuhi janjinya membuat
Tania tersenyum pahit mendengar perkataan Jeff.Tania juga berharap andai waktu bisa diulang. Tania akan mencegah Jeff dan Audry berpisah. Agar Audry tidak bisa bersama Dypta. Tapi dirinyalah.Astaga …Tania mengusap muka, membuang jauh pikiran negatif yang sempat singgah di kepalanya. Tania tidak akan sejahat itu. Audry adalah ibu kandungnya. Anak seperti apa Tania? Semesta pasti akan mengutuknya sepanjang zaman.Kedua ayah dan anak itu duduk bersisian di tepi ranjang. Jeff terus mengurai membangkitkan memori masa silam. Sedangkan Tania berusaha mengingat dengan keras kapan momen-momen itu terjadi.“Pernah suatu hari badan Kakak panas, Kakak demam. Papi dan Mommy sudah bawa Kakak ke dokter, tapi panasnya nggak turun juga. Kakak nangis keras-keras, Kakak nggak kasih izin Papi pergi ke mana-mana. Maunya Kakak Papi tetap di rumah, di sini, di kamar ini menemani Kakak. Padahal waktu itu Papi harus menghadiri meeting untuk tender. Akhirnya Papi nggak jadi datang. Kita kalah. Tapi nggak ap
Audry menelepon Dypta setelah mendapat pesan dari Tania. Tak lama kemudian Dypta tiba di rumah.“Kenapa dia menginap di rumah om Jeff?” Itu adalah pertanyaan pertama yang disampaikannya. Seharusnya bukan hal yang aneh lantaran Jeff adalah ayah kandung Tania. Namun akan menjadi sangat janggal mengingat selama ini Tania tidak biasa menginap di sana.“Katanya lagi kangen sama Papinya,” jawab Audry sambil menunjukkan ponselnya agar Dypta bisa membaca sendiri pesan dari sang putri.Dypta tersenyum setelah menekuri ponsel Audry. “Sekarang kamu sudah tahu kan? Jadi nggak usah khawatir lagi.”Audry mencoba melakukan yang Dypta katakan. Namun ia gagal menepis rasa gelisah. Hingga Dypta mengajaknya tidur mata Audry enggan terpejam.“Mikirin apa lagi, Yang?” tanya Dypta menyadari kegelisahan Audry.“Tania,” jawab Audry pelan.“Dia kan di rumah Papinya, dia aman di sana,” kata Dypta menenangkan walaupun berbagai pertanyaan memenuhi kepalanya. Tumben Tania menginap di rumah Jeff.“Iya, Dyp, mungki
Gatra baru saja keluar dari ruangan operasi. Kali ini wajahnya dipenuhi senyum. Ia berhasil membantu satu lagi kelahiran generasi baru di muka bumi. Sepasang anak kembar baru saja launching. Dan bisa dibayangkan sebesar apa kebahagiaan ibunya.Gatra melangkah kasual kembali ke ruangannya. Dokter muda itu tertegun saat melihat sesuatu di mejanya. Hidungnya menghirup aroma yang sudah sangat dikenalnya. Segaris senyum kemudian tercetak sempurna di bibirnya.Gatra membuka tutup gelas kertas. Seketika uap tipis mengepul ke udara. Aroma kopi yang wangi menguar memenuhi setiap sudut ruangan. Gatra lantas menghirupnya dalam-dalam.Senyumnya kian lebar begitu menemukan post it di sana. Gatra mengejanya pelan-pelan. Ternyata cewek galak itu bisa berterima kasih juga.Gatra mempertemukan bibirnya dengan pinggir cangkir. Ia menyesap dalam-dalam dan menikmati setiap teguk kopi yang melewati tenggorokannya. Di saat itulah ia membayangkan wajah Tania. Tania yang sejak awal sudah jutek padanya. Bola
Seminggu sudah Tania pergi dan tidak kembali ke rumah. Tania menginap di rumah Jeff. Di sana ia diterima dengan baik. Hanya saja Tania sedikit merasa terkejut kala mengetahui rumah tangga ayahnya itu tidaklah seharmonis kelihatannya. Tania kerap mendengar pertengkaran tipis-tipis keduanya. Entah apa yang mereka perdebatkan. Namun tidak sekali dua kali nama Athaya disebut-sebut.Dalam satu minggu ini sudah tiga kali Audry menelepon menanyakan kapan Tania pulang. Tania belum bisa memastikannya. Mungkin ia tidak akan pulang selamanya. Meski masih merasa canggung pada Nora, tapi setidaknya Tania tidak melihat wajah Dypta di rumah itu."Kak, makan dulu yuk!" Nora muncul di kamar yang ditempati Tania."Bentar lagi, Tante. Tante duluan aja," jawab Tania menolak."Kenapa nggak mau bareng Mami? Mami nggak makan orang kok."Satu kalimat terakhir yang diucapkan Nora membuat Tania menjadi tidak enak hati. Tania terpaksa beranjak dari kasur. Nora tersenyum karena akhirnya Tania mengikutinya ke rua
Audry menarik tangannya dari genggaman Jeff sembari memandang kanan kiri ke sekitar mereka. Audry khawatir ada seseorang yang akan melihat mereka. Ia tidak ingin Nora menjadi salah paham.“Jangan aneh-aneh, Jeff. Jangan mencari masalah baru,” ucap Audry tidak suka.“Kamu mungkin tidak akan percaya pada perkataanku, tapi nyatanya perasaanku untukmu tidak berubah. Aku mencintaimu sejak awal. Aku tertarik padamu dari pertama mengenalmu dulu. Dan hingga detik ini sedikit pun perasaanku tidak berubah.” Jeff mendesis pelan. Pria itu menunjukkan wajah sungguh-sungguhnya agar Audry percaya.Pengakuan lugas yang baru saja didengarnya itu membuat Audry kehilangan kata selama sepersekian detik. Ia menyipit, lalu kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. “Kalau kamu memang mencintaiku kamu tidak mungkin menyakitiku.”“Aku tidak menyakitimu, tapi itu adalah caraku mencintaimu,” balas Jeff sungguh-sungguh.“Dan aku baru tau ada orang yang mencintai dengan cara menyakiti orang yang dici