Pagi itu Desa Sukorejo kedatangan para mahasiswa dari kota untuk melakukan KKN di desa itu selama enam bulan.
Mereka di tempatkan di rumah penduduk yang di tunjuk oleh Kepala Desa. Mereka selama berada di desa itu, hidup membaur dengan warga desa setempat untuk dapat beradaptasi sehingga bisa melaksanakan program KKN mereka dengan baik.
Ario Saputra salah seorang dari rombongan mahasiswa tersebut, di tempatkan di salah satu rumah penduduk yang bernama Ibu Sulastri, yang memiliki seorang anak gadis yang cantik bernama Lasmini.
Lasmini seorang gadis berusia 17 tahun dan saat ini duduk di bangku SMA kelas 12. Dia gadis yang sangat cantik bahkan bisa di bilang paling cantik di desa itu. Dia memiliki hidung mancung, alis tebal dan bibir merah alami serta kulit yang putih bersih, begitu juga dengan tubuhnya, dia memiliki bentuk tubuh yang proporsional sehingga banyak pria menginginkan dirinya.
Dan saat ini dia sangat senang ada mahasiswa yang tinggal di rumahnya sehingga dia bisa berkonsultasi pelajaran sekolah. Hubungan Ario dan Lasmini seperti kakak dan adik karena usia mereka terpaut lima tahun. Ario dengan senang hati mengajari Lasmini memecahkan soal-soal sekolah yang kurang dia mengerti. Semakin lama hubungan mereka semakin akrab dan itu tidak lepas dari pengamatan Sulastri.
“Mini kamu jangan terlalu dekat dengan nak Ario, ya.” Sulastri menegur anaknya suatu malam di kamarnya.
“Kenapa, Bu? Mas Ario baik kok dia suka mengajarkan aku kalau ada soal-soal sekolah yang tidak aku mengerti,” ucap Lasmini.
“Tapi banyak perbedaan antara kita sama dia nak." ucap Sulastri tetap keukeuh pada pendiriannya.
Lasmini terdiam tidak bisa berkata apa-apa lagi kalau ibunya sudah bicara mengenai status sosial mereka.
“Terus aku harus bagaimana, Bu? masak aku harus diam dan menghindari Mas Ario sedangkan dia tinggal di rumah kita.” ucap Lasmini sambil mengerucutkan bibirnya.
“Ya tidak harus diam juga tapi kamu harus membatasi diri jangan terlalu dekat sama dia, mengerti!” tegas sulastri menekankan pada anaknya.
Lasmini menganggukkan kepalanya.
Sementara itu di ruangan lain, Ario tidak bisa memejamkan matanya walaupun dia sudah berusaha tapi tetap saja bayangan Lasmini yang ada di pikirannya, yang membuat dia kesulitan untuk tidur.
Dia teringat saat siang tadi dia ada di Balai Desa dan dia melihat Lasmini pulang sekolah berjalan perlahan, dia mengenakan seragam sekolah yang sedikit sempit sehingga memperlihatkan bentuk tubuhnya yang indah dan seketika Ario menelan salivanya melihat pemandangan indah yang ada di depan mata.
Dia ingin berusaha mengenal lebih jauh lagi dengan gadis itu yang sejak awal pertemuan mereka, sosoknya telah mengganggu pikirannya. Baru sekitar pukul satu dini hari Ario dapat memejamkan matanya.
***
Keesokan paginya, saat akan berangkat sekolah Lasmini belum melihat Ario keluar kamarnya sehingga dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar laki-laki itu.
Tok…tok…tok.
Karena tidak ada jawaban, Lasmini memberanikan diri membuka pintu kamar pemuda itu dan benar saja kalau saat ini Ario masih tertidur pulas di ranjangnya.
Lasmini membuka jendela kamar dengan harapan sinar matahari dapat membangunkan Ario dari tidurnya.
Dan benar saja saat sinar matahari menerobos masuk dari celah jendela, Ario membuka matanya saat sinar terang itu menerpa wajahnya.
“Selamat pagi, Mas.” Sapa Lasmini ramah.
“ Eh Mini, selamat pagi maaf aku kesiangan.” sahut Ario gugup karena gadis yang membuat dia tidak bisa tidur semalam pagi ini ada di depannya.
“Mas, ibu sudah siapkan sarapan, kalau mas Ario mau sarapan bisa langsung ambil makanan di meja ya, aku mau berangkat sekolah.” kata Lasmini sambil melangkahkan kakinya keluar kamar itu.
“Bareng saja berangkatnya aku juga mau ke Balai Desa pagi ini.” ujar Ario berusaha menahan Lasmini agar jangan pergi dulu.
“Tapi kalau menunggu Mas Ario nanti aku kesiangan dan terlambat sampai sekolah. Aku duluan saja ya, Mas.” ucap Lasmini sambil berlalu dari hadapan Ario.
Sebenarnya Lasmini bisa saja menunggu Ario untuk berangkat bersama karena jalan ke Balai Desa dan sekolahnya searah dan waktu masuk sekolah masih sekitar empat puluh menit lagi, tapi karena ibunya meminta dia untuk tidak terlalu dekat dengan Ario maka dia beralasan kalau dia sudah kesiangan.
Ario menatap punggung gadis itu tanpa semangat karena dia berharap bisa berjalan berdua dengan Lasmini pagi ini tapi ternyata harapan itu tidak kesampaian.
Lasmini pun merasakan hal yang sama dengan Ario, dia menundukkan kepala untuk menutupi kesedihannya karena dia di suruh ibunya untuk tidak terlalu dekat dengan Ario sehingga dia menghindari ajakan pemuda itu.
“Kok jalannya menunduk saja sih.” tegur seseorang tiba-tiba yang membuat Lasmini seketika mendongak.
“Eh, Mas Parman.” sahut Lasmini tersenyum menanggapi sapaan Suparman anak Kepala Desa.
“Mau berangkat sekolah? Yuk aku antar!” tawar Suparman.
“Terima kasih Mas sudah dekat kok.” sahut Lasmini mempercepat langkahnya.
‘Kenapa kamu susah sekali aku dekati Lasmini?’ batin Suparman.
Suparman putra Kepala Desa sejak setahun lalu jatuh cinta pada Lasmini, tetapi Lasmini tidak menanggapi karena Suparman sudah memiliki seorang istri. Walaupun sudah memiliki istri, Suparman masih suka mendekati perempuan lain di Desa itu sehingga membuat Lasmini takut di dekati olehnya.
***
Siang itu setelah para mahasiswa memberikan penyuluhan kepada warga desa, Bima sang ketua kelompok KKN mengumpulkan teman-temannya.
“Teman-teman hari ini saya sudah mendapat rumah kontrakan untuk kita jadikan tempat tinggal selama kita di sini, Letaknya tiga rumah dari Balai Desa sehingga akan memudahkan kita untuk kerja kelompok daripada kita tinggal terpisah, dan kita bisa mulai menempati rumah itu sore ini juga.” ucapnya sambil menatap temannya satu per satu.
“Apa ada yang ingin di tanyakan?” tanyanya kemudian setelah teman-temannya diam saja.
“ Tidak Bim, sudah cukup jelas jadi nanti aku akan pamit pada Bu Sulastri.” ucap Ario mewakili teman-temannya.
“Ok, kalau begitu kita pulang sekarang sekaligus kita pamit pada tuan rumah tempat kita tinggal selama ini, lalu kita bertemu di rumah kontrakan kita, ya.” ucap Bima yang diangguki oleh teman-temannya.
Sesampainya di rumah Sulastri, Ario langsung membenahi pakaiannya dan pamit untuk pindah dari rumah itu.
“Bu Sulastri, terima kasih banyak sudah bersedia menampung saya selama beberapa minggu di sini. Dan hari ini saya akan pindah ke rumah kontrakan bersama teman-teman saya agar bisa mempermudah kami untuk kerja sama melakukan KKN di sini.” Ucap Ario yang kemudian memberikan amplop berisi sejumlah uang kepada Sulastri.
“Nak Ario apa ini?” tanya Sulastri.
“Ini ada sejumlah uang untuk Ibu sebagai ganti biaya selama saya tinggal di sini. Mungkin uang ini tidak bisa membayar apa yang sudah ibu berikan pada saya dengan tulus, tapi saya mohon ibu terima uang ini, ya.” Ujar Ario meraih tangan Sulastri untuk menyerahkan amplop itu.
“Terima kasih banyak nak, sebenarnya tidak usah di bayar juga tidak apa-apa, ibu ikhlas.” Ucap Sulastri terharu.
“Saya juga ikhlas kok memberikan amplop ini untuk Ibu.” Balas Ario sambil tersenyum.
Lasmini yang mengetahui kalau Ario akan pindah sore ini merasa sedih dan tiba-tiba hatinya merasa kehilangan.
Sudah tiga hari Ario pindah dari rumah Sulastri, kini Lasmini merasa hatinya kosong. Dia merasa kesepian yang membuatnya sering melamun dan tidak fokus belajar. Biasanya setelah dia selesai belajar, hal yang di lakukannya sebelum dia tidur adalah mengobrol dengan Ario di teras rumah. Tapi kini tidak ada lagi orang yang diajaknya bercerita dan bertukar pikiran, Lasmini merasa hidupnya membosankan dan dia jadi malas untuk belajar. Sama seperti halnya dengan Lasmini, di rumah kontrakannya Ario merasa ada yang hilang dari hidupnya, walaupun ada beberapa temannya di rumah kontrakan itu tapi dia merasa kesepian. Bayangan gadis itu selalu memenuhi kepalanya. "Apa ini yang dinamakan rindu? besok aku akan menemuinya," gumamnya bermonolog. *** Besok sore, Ario pergi ke rumah Sulastri untuk menemui Lasmini yang selama tiga hari ini sosoknya memenuhi pikirannya. Senyumnya merekah saat mendapati gadis pujaannya ada di teras rumah. Lasmini ter
Sementara itu dirumahnya, Sulastri tampak cemas mencari Lasmini yang tadi duduk di teras rumah tapi tiba-tiba tidak ada sedangkan hari sudah semakin sore. Setelah dia mencari ke beberapa tetangga, akhirnya dari kejauhan tampak Lasmini datang bersama sosok yang sudah dia kenal, Ario. “Kalian darimana saja? tidak tahu apa kalau ini sudah sore?” tanya Sulastri dengan tatapan tajam pada keduanya. Lasmini menatap wajah ibunya dengan takut, sedangkan Ario bersikap tenang menghadapi Sulastri yang sepertinya akan meluapkan kemarahannya sekarang. “Bisa kita bicara di dalam, Bu?” tanya Ario. Sulastri menganggukkan kepala sambil mempersilahkan Ario masuk ke dalam rumahnya. Setelah mereka duduk, Ario berniat akan mengutarakan maksud hatinya akan tetapi dering telepon genggamnya seketika membuatnya mengalihkan perhatian, lalu dia minta ijin sebentar pada Sulastri untuk menerima telepon yang ternyata dari Ibunya. “Halo, ada apa, Bu?” t
Lasmini memandang kalender dengan tatapan nanar. Wajahnya seketika pucat, mengetahui kalau dia sudah telat datang bulan. Tangisnya pecah seketika saat membayangkan apa yang akan dia alami, karena dia masih sekitar tiga bulan lagi lulus sekolah. Tangisnya pun semakin kencang saat ibunya datang untuk mengetahui apa yang membuat dirinya menangis. Lasmini segera menceritakan tentang keterlambatan tamu bulanannya. Sulastri tidak bisa berkata apa-apa lagi, bibirnya terkatup dan dadanya terasa nyeri karena putri semata wayangnya telah dirusak oleh orang lain yang sebelumnya dia ketahui sebagai laki-laki yang baik. Tangannya terkepal menahan amarah dan akhirnya dia hanya bisa menangis meratapi nasib anaknya. “Kamu ujian kapan, Mini?” Tanya Sulastri memastikan, untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan dia ambil untuk melindungi anaknya. “Sekitar tiga bulan lagi, Bu.” Sahut Lasmini disela tangisannya. Sulastri menghitung usia kehamilan Lasmini sam
Lasmini mengikuti langkah gurunya yang membawa dia ke ruang guru untuk dimintai keterangan akibat ulahnya yang dinilai tidak sopan.“Bu Nita, saya mohon maaf kalau perbuatan saya tadi tidak sopan. Saya menyesal bu, mohon maafkan saya.” Ucap Lasmini dengan wajah sendu.“Kamu sudah bukan anak kecil lagi, Lasmini, tentunya kamu sudah tahu mana yang baik dan mana yang tidak. Jadi tidak sepantasnya kamu berbuat seperti tadi terhadap guru kamu. Dan lagi saya sebenarnya ingin menanyakan sesuatu sama kamu.” Bu Nita diam sejenak untuk mencari kata-kata yang tepat untuk dia ajukan kepada Lasmini.“Ada apa, Bu?” tanya Lasmini takut.“Saya perhatikan ada perubahan pada diri kamu, lebih tepatnya pada tubuh kamu.” Ucap Bu Nita sambil memperhatikan Lasmini dengan seksama.‘Ya Tuhan, tolong aku’ ucap Lasmini dalam hati.“Ma-maksud Ibu, ba-bagaimana?” tanya Lasmini ketakutan karena seper
Lasmini menengok ke arah sumber suara, dan dia sangat terkejut saat melihat orang yang sudah memanggilnya. Jantungnya berdegub kencang karena Suparman, orang yang sangat ingin dia hindari sudah ada di belakangnya. “Terima kasih, Mas Parman, tapi saya biasa pulang di jemput oleh ibu. Kini ibu sedang dalam perjalanan menuju kemari,” sahut Lasmini beralasan agar Suparman mengurungkan niatnya untuk mengantar pulang. Dia tidak ingin orang desa tempat dia dulu tinggal mengetahui tempat tinggalnya yang baru sehingga mereka mengetahui kehamilannya. “Kamu kenapa tiba-tiba pindah rumah? Aku cari kamu lho selama ini, kangen aku tidak melihat kamu, Mini.” Suparman dengan senyuman penuh arti berusaha untuk merayu Lasmini. Lasmini merasa takut dan gugup saat Suparman sudah turun dari motornya dan melangkah menghampirinya. Dia mundur dua langkah berusaha menjauhi pria beristri itu. “Mini, maaf Ibu terlambat datang!” seru Sulastri yang tiba-tiba datang dan segera men
Enam bulan kemudian."Mini, ini ada lowongan pekerjaan di pabrik gula sebagai administrasi. Kalau kamu sudah siap bekerja coba melamar pekerjaan di situ," ucap pamannya ketika mengunjungi rumahnya."Iya Paman, aku siap. Aku sudah mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan," sahut Lasmini dengan senyum sumringah."Baik kalau begitu besok kamu Paman antar kesana untuk melakukan wawancara, karena mereka memang lagi butuh karyawan untuk posisi administrasi ini. Kalau kamu lulus seleksi wawancara ini besok bisa langsung bekerja," ucap pamannya. "Besok Paman datang jam delapan dan itu kamu sudah harus siap agar kita bisa langsung berangkat.""Baik, Paman. Aku janji sebelum Paman datang, aku sudah siap," ucap Lasmini dengan penuh semangat.
Sudah seminggu Lasmini bekerja di pabrik gula sebagai staf administrasi kantor. Dia bekerja dengan tekun dan mudah mengerti apa yang diarahkan oleh Aisyah, sehingga dalam waktu satu minggu Lasmini sudah mahir mengerjakan tugasnya.Aisyah pun senang dan puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Lasmini. Dia diam-diam mempunyai rencana untuk menaikkan gaji Lasmini apabila sudah selesai masa percobaan dan diangkat sebagai pegawai tetap di kantor itu.Selain tekun bekerja dan berhasil mengerjakan tugas dengan baik, Lasmini juga seorang wanita yang mudah bergaul sehingga dalam waktu yang relatif singkat sudah memiliki teman di kantor itu. Dari sekian orang di kantor itu, ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikan Lasmini dan mencoba untuk mengenal Lasmini lebih dekat lagi.“Lagi sibuk, Mini?” tanya pemuda itu sambil tersenyum.“Eh, Mas Yudi. Biasa saja sih tidak terlalu sibuk,” sahut Lasmini balas tersenyum ke arah Yudi yang memb
Keesokan harinya, Lasmini berangkat kerja dengan perasaan yang tidak enak. Dia merasa bersalah terhadap Yudi, yang dia tolak keinginannya secara halus yang ingin mampir ke rumah Lasmini.Tatapan Lasmini bertemu dengan tatapan Yudi saat gadis itu tiba di kantor. Lasmini tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya kepada Yudi yang juga tersenyum ramah terhadapnya.“Pagi, Mini!” sapa Yudi yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Meja kerja Lasmini.“Pagi, Mas Yudi!” balas Lasmini sambil menatap Yudi dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia ingin menghindar dari pria ini namun rasanya sulit karena Yudi seperti mengikutinya. Lasmini ingin menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan Yudi. Dia sadar dirinya bukan wanita yang seperti Yudi bayangkan, dia takut kalau Yudi akan kecewa setelah tahu kalau dirinya sudah memiliki seorang anak.“Nanti makan siang bareng yuk, Mini!” ajak Yudi sambil tersenyum ramah dan berharap kalau g