Sementara itu dirumahnya, Sulastri tampak cemas mencari Lasmini yang tadi duduk di teras rumah tapi tiba-tiba tidak ada sedangkan hari sudah semakin sore.
Setelah dia mencari ke beberapa tetangga, akhirnya dari kejauhan tampak Lasmini datang bersama sosok yang sudah dia kenal, Ario.
“Kalian darimana saja? tidak tahu apa kalau ini sudah sore?” tanya Sulastri dengan tatapan tajam pada keduanya.
Lasmini menatap wajah ibunya dengan takut, sedangkan Ario bersikap tenang menghadapi Sulastri yang sepertinya akan meluapkan kemarahannya sekarang.
“Bisa kita bicara di dalam, Bu?” tanya Ario.
Sulastri menganggukkan kepala sambil mempersilahkan Ario masuk ke dalam rumahnya.
Setelah mereka duduk, Ario berniat akan mengutarakan maksud hatinya akan tetapi dering telepon genggamnya seketika membuatnya mengalihkan perhatian, lalu dia minta ijin sebentar pada Sulastri untuk menerima telepon yang ternyata dari Ibunya.
“Halo, ada apa, Bu?” tanya Ario.
“...”
“Apa! Baik Bu aku akan pulang sekarang juga.” Ucap Ario yang kemudian menutup teleponnya.
Ario kembali duduk dihadapan Lasmini dan Sulastri, tapi kali ini dia meminta ijin untuk pergi.
“Bu Sulastri, maaf pembicaraan kita mungkin akan kita lanjutkan lagi dikemudian hari karena hari ini saya akan kembali ke kota, kakek saya meninggal sore tadi.” Ucap Ario dengan tatapan memohon pengertian dari Sulastri.
“Innalillahi wa Innailaihi Rojiun.” ucap Sulastri dan Lasmini bersamaan.
“Tidak apa-apa nak, kita bisa melanjutkan pembicaraan kita nanti. Sekarang cepat lah kembali ke rumah keluargamu menunggumu.” ucap Sulastri tersenyum bijak.
“Terima kasih bu atas pengertiannya, saya pamit dulu.” Ucap Ario yang langsung berdiri dan berjalan keluar rumah di ikuti oleh Lasmini.
“Tunggu ya! Mas akan segera kembali.” Ucap Ario sambil menggenggam erat tangan Lasmini.
“Janji ya, Mas.” Sahut Lasmini penuh harap.
“Iya aku janji.” Ucap Ario yang setelah mengucapkan itu segera berlalu dari hadapan Lasmini.
Sesampainya di rumah kontrakan para mahasiswa, Ario segera menyiapkan keperluannya untuk pulang malam itu juga.
***
Setibanya di rumah, Ario mendapati seluruh keluarganya sudah berkumpul disana. Ibunya segera menghampirinya untuk mengajaknya masuk dan menyuruhnya membersihkan diri sebelum bergabung bersama keluarga lainnya untuk melantunkan doa bagi sang kakek.
Esok harinya setelah pemakaman kakeknya, Ario diajak kedua orangtuanya untuk berbicara di ruang keluarga.
Ario bertanya-tanya dalam hati mengenai maksud kedua orangtuanya itu, karena tidak biasanya mereka bersikap seperti ini.
“Duduk nak, kami akan bicara sesuatu yang penting sama kamu.” Ucap Ibunya sambil menepuk sofa disampingnya.
Ario menuruti apa kata ibunya itu.
“Begini Ario, Ayah dan Ibu hendak menyampaikan apa yang di pesankan oleh kakek kamu terakhir kali sebelum beliau meninggal.” ucap ayahnya setelah Ario duduk.
“Iya Ayah, aku akan dengarkan.” Ucap Ario serius.
“Kakekmu berpesan pada kami, kalau kamu akan dinikahkan dengan Rosalia, cucu dari sahabatnya.” Ucap ayahnya mantap.
“Dan kami menyetujuinya, nak,” sahut ibunya kemudian.
Ario terkejut mendengarnya, dia seketika teringat pada Lasmini yang sedang menunggunya di desa.
“Tidak bisa begitu dong, ini kan hidupku masak di atur-atur seperti ini, aku akan menikah dengan orang yang aku cintai,” tolak Ario.
“Ario dengar dulu, kami dulu juga menikah tanpa cinta tapi kami bisa saling mencintai setelah kami menjalani hidup berumah tangga. Dan kamu lihat sendiri kan kalau kehidupan rumah tangga orangtua kamu ini harmonis sampai saat ini.” Ucap ayahnya panjang lebar.
“Iya, nak, lagipula kakekmu itu tidak akan menjerumuskan kamu, kan kamu cucu kesayangannya,” sahut ibunya.
“Rosalia anak yang baik, Ayah yakin kamu akan bahagia menikah dengannya nanti.” Ayahnya meyakinkan Ario.
“Bukan masalah baik atau tidak baik Ayah, tapi aku sudah punya kekasih,” jelas Ario.
“Kan baru kekasih, bisa kamu putuskan dia. Lagipula banyak juga kalau pacaran tidak sampai menikah kok,” sanggah ayahnya.
Ario memejamkan matanya, memikirkan bagaimana caranya untuk menolak perjodohan ini karena sepertinya orangtuanya tidak terima sanggahan Ario.
“Kami berencana akan menikahkan kamu dengan Rosalia dua bulan lagi, minggu depan kita akan ke rumah Rosalia untuk melamarnya!” tegas ayahnya.
Ario membelalakkan matanya,”apa!”
“Iya, nak, kami sudah sepakat sebelum kakekmu menutup mata,” sahut ibunya lagi.
Ario terdiam seribu bahasa, tangannya terkepal menahan amarah yang mulai menyelimutinya. Dia bingung bagaimana menyampaikan hal ini pada Sulastri dan Lasmini, bukan dia tidak ingin bertanggung jawab atas perbuatannya, tapi keluarganya sudah memutuskan dan mengatur semua tanpa sepengetahuan dirinya.
“Tapi aku belum lulus kuliah.” Ucap Ario masih berusaha bernegosiasi pada orangtuanya.
“Tidak masalah, Rosalia juga masih kuliah kok, lagipula kamu kan tinggal skripsi saja sebentar lagi juga selesai.” ucap ibunya yang diangguki oleh ayahnya.
Ario menghela napas panjang karena segala upayanya untuk mencoba menolak perjodohan itu tidak membuahkan hasil. Sekarang dia menyesal karena akibat dari nafsunya telah membuat masa depan Lasmini hancur.
***
Satu minggu kemudian.
Sudah seminggu lamanya Lasmini menunggu kedatangan Ario, tapi sampai hari ini Ario tidak kunjung datang bahkan sampai para mahasiswa sudah kembali lagi ke kota karena KKN mereka sudah selesai.
Kegiatan Lasmini sekarang hanya lah duduk diteras rumahnya apabila pekerjaan rumah sudah selesai dia kerjakan.
Begitu juga saat pulang sekolah, dia selalu menyempatkan diri untuk duduk dahulu di teras rumahnya barangkali Ario akan datang saat itu juga.
Semua yang dilakukan Lasmini tak lepas dari pengamatan Sulastri yang mulai menerka-nerka tentang hubungan anaknya dan Ario.
“Kamu menunggu Ario?” tanya Sulastri yang tiba-tiba ada dibelakang Lasmini.
“I-iya, Bu.” Sahut Lasmini tergagap.
“Sudahlah tidak usah ditunggu kalau dia niat datang nanti juga datang, memangnya hubungan kamu sama Ario bagaimana sih? Kok sampai kamu begitu berharap dia akan datang?” tanya Sulastri tepat sasaran.
Awalnya Lasmini ragu akan menjawab pertanyaan ibunya, tapi sepertinya rasa yang saat ini ada di hatinya tidak bisa dia tutupi lagi.
“Aku dan Mas Ario mempunyai hubungan khusus Bu, lebih dari sekedar teman,” jawab Lasmini.
“Sejauh mana?” tanya Sulastri mulai curiga karena gelagat Lasmini yang takut kehilangan Ario.
“Sudah cukup jauh, Bu.” Ucap Lasmini sambil menangis dan memeluk ibunya.
Sulastri yang paham akan ucapan anaknya pun hanya bisa terdiam. Dia ingin marah tapi percuma semua sudah terjadi, walaupun dia marah Ario juga tidak ada disini dan itu tidak akan mengembalikan kondisi anaknya seperti semula. Mereka hanya bisa menangis bersama dan pasrah akan nasib yang akan Lasmini alami seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri Lasmini.
“Sekarang kamu fokus belajar saja biar dapat menyelesaikan sekolah dengan baik, soal Ario akan datang atau tidak kita serahkan pada yang Kuasa, seandainya dia jodoh kamu maka dia akan datang dan mempertanggung jawabkan perbuatannya.” Ucap Sulastri sambil membawa anaknya masuk ke dalam rumah.
Kini baik Lasmini maupun Sulastri, hanya bisa berharap Ario akan datang dan sesuai dengan janjinya pada Lasmini, akan bertanggung jawab atas perbuatannya.
Lasmini memandang kalender dengan tatapan nanar. Wajahnya seketika pucat, mengetahui kalau dia sudah telat datang bulan. Tangisnya pecah seketika saat membayangkan apa yang akan dia alami, karena dia masih sekitar tiga bulan lagi lulus sekolah. Tangisnya pun semakin kencang saat ibunya datang untuk mengetahui apa yang membuat dirinya menangis. Lasmini segera menceritakan tentang keterlambatan tamu bulanannya. Sulastri tidak bisa berkata apa-apa lagi, bibirnya terkatup dan dadanya terasa nyeri karena putri semata wayangnya telah dirusak oleh orang lain yang sebelumnya dia ketahui sebagai laki-laki yang baik. Tangannya terkepal menahan amarah dan akhirnya dia hanya bisa menangis meratapi nasib anaknya. “Kamu ujian kapan, Mini?” Tanya Sulastri memastikan, untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan dia ambil untuk melindungi anaknya. “Sekitar tiga bulan lagi, Bu.” Sahut Lasmini disela tangisannya. Sulastri menghitung usia kehamilan Lasmini sam
Lasmini mengikuti langkah gurunya yang membawa dia ke ruang guru untuk dimintai keterangan akibat ulahnya yang dinilai tidak sopan.“Bu Nita, saya mohon maaf kalau perbuatan saya tadi tidak sopan. Saya menyesal bu, mohon maafkan saya.” Ucap Lasmini dengan wajah sendu.“Kamu sudah bukan anak kecil lagi, Lasmini, tentunya kamu sudah tahu mana yang baik dan mana yang tidak. Jadi tidak sepantasnya kamu berbuat seperti tadi terhadap guru kamu. Dan lagi saya sebenarnya ingin menanyakan sesuatu sama kamu.” Bu Nita diam sejenak untuk mencari kata-kata yang tepat untuk dia ajukan kepada Lasmini.“Ada apa, Bu?” tanya Lasmini takut.“Saya perhatikan ada perubahan pada diri kamu, lebih tepatnya pada tubuh kamu.” Ucap Bu Nita sambil memperhatikan Lasmini dengan seksama.‘Ya Tuhan, tolong aku’ ucap Lasmini dalam hati.“Ma-maksud Ibu, ba-bagaimana?” tanya Lasmini ketakutan karena seper
Lasmini menengok ke arah sumber suara, dan dia sangat terkejut saat melihat orang yang sudah memanggilnya. Jantungnya berdegub kencang karena Suparman, orang yang sangat ingin dia hindari sudah ada di belakangnya. “Terima kasih, Mas Parman, tapi saya biasa pulang di jemput oleh ibu. Kini ibu sedang dalam perjalanan menuju kemari,” sahut Lasmini beralasan agar Suparman mengurungkan niatnya untuk mengantar pulang. Dia tidak ingin orang desa tempat dia dulu tinggal mengetahui tempat tinggalnya yang baru sehingga mereka mengetahui kehamilannya. “Kamu kenapa tiba-tiba pindah rumah? Aku cari kamu lho selama ini, kangen aku tidak melihat kamu, Mini.” Suparman dengan senyuman penuh arti berusaha untuk merayu Lasmini. Lasmini merasa takut dan gugup saat Suparman sudah turun dari motornya dan melangkah menghampirinya. Dia mundur dua langkah berusaha menjauhi pria beristri itu. “Mini, maaf Ibu terlambat datang!” seru Sulastri yang tiba-tiba datang dan segera men
Enam bulan kemudian."Mini, ini ada lowongan pekerjaan di pabrik gula sebagai administrasi. Kalau kamu sudah siap bekerja coba melamar pekerjaan di situ," ucap pamannya ketika mengunjungi rumahnya."Iya Paman, aku siap. Aku sudah mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan," sahut Lasmini dengan senyum sumringah."Baik kalau begitu besok kamu Paman antar kesana untuk melakukan wawancara, karena mereka memang lagi butuh karyawan untuk posisi administrasi ini. Kalau kamu lulus seleksi wawancara ini besok bisa langsung bekerja," ucap pamannya. "Besok Paman datang jam delapan dan itu kamu sudah harus siap agar kita bisa langsung berangkat.""Baik, Paman. Aku janji sebelum Paman datang, aku sudah siap," ucap Lasmini dengan penuh semangat.
Sudah seminggu Lasmini bekerja di pabrik gula sebagai staf administrasi kantor. Dia bekerja dengan tekun dan mudah mengerti apa yang diarahkan oleh Aisyah, sehingga dalam waktu satu minggu Lasmini sudah mahir mengerjakan tugasnya.Aisyah pun senang dan puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Lasmini. Dia diam-diam mempunyai rencana untuk menaikkan gaji Lasmini apabila sudah selesai masa percobaan dan diangkat sebagai pegawai tetap di kantor itu.Selain tekun bekerja dan berhasil mengerjakan tugas dengan baik, Lasmini juga seorang wanita yang mudah bergaul sehingga dalam waktu yang relatif singkat sudah memiliki teman di kantor itu. Dari sekian orang di kantor itu, ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikan Lasmini dan mencoba untuk mengenal Lasmini lebih dekat lagi.“Lagi sibuk, Mini?” tanya pemuda itu sambil tersenyum.“Eh, Mas Yudi. Biasa saja sih tidak terlalu sibuk,” sahut Lasmini balas tersenyum ke arah Yudi yang memb
Keesokan harinya, Lasmini berangkat kerja dengan perasaan yang tidak enak. Dia merasa bersalah terhadap Yudi, yang dia tolak keinginannya secara halus yang ingin mampir ke rumah Lasmini.Tatapan Lasmini bertemu dengan tatapan Yudi saat gadis itu tiba di kantor. Lasmini tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya kepada Yudi yang juga tersenyum ramah terhadapnya.“Pagi, Mini!” sapa Yudi yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Meja kerja Lasmini.“Pagi, Mas Yudi!” balas Lasmini sambil menatap Yudi dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia ingin menghindar dari pria ini namun rasanya sulit karena Yudi seperti mengikutinya. Lasmini ingin menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan Yudi. Dia sadar dirinya bukan wanita yang seperti Yudi bayangkan, dia takut kalau Yudi akan kecewa setelah tahu kalau dirinya sudah memiliki seorang anak.“Nanti makan siang bareng yuk, Mini!” ajak Yudi sambil tersenyum ramah dan berharap kalau g
Sudah tujuh bulan Lasmini bekerja di pabrik gula itu sebagai staf administrasi kantor. Dan dia selalu bekerja dengan baik yang membuat Aisyah sebagai pimpinannya sangat puas dengan pekerjaannya yang rapi dan tepat waktu. Karena itu Aisyah berniat untuk mengikutsertakan Lasmini kursus Bahasa Inggris yang diadakan oleh perusahaannya.“Lasmini! Kemari sebentar!” seru Aisyah yang memanggil Lasmini melalui panggilan telepon.Lasmini segera beranjak dari tempat duduknya menuju ke meja kerja Aisyah. Dengan langkah tergesa gadis itu menuju ke meja Aisyah yang sudah menunggunya.“Pagi, Bu.” Lasmini menyapa dengan sopan atasannya setelah dia sampai di meja kerja wanita paruh baya itu.“Begini, kantor ini akan mengadakan kursus Bahasa Inggris bagi karyawannya yang sudah bekerja dengan baik. Dan saya mendaftarkan kamu untuk ikut di kursus itu karena kamu sudah bekerja dengan baik selama ini. Jadi mulai hari senin depan kamu akan mulai ku
Sudah satu bulan Lasmini menggunakan telepon genggam pemberian Aisyah. Dia mulai rajin melihat beberapa lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi yang dia miliki. Sampai pada suatu hari setelah makan siang, Lasmini menghampiri Aisyah yang dia lihat tidak sedang sibuk.“Selamat siang, Bu!” sapa Lasmini sambil membungkuk sopan terhadap Aisyah.“Siang, Mini! ada apa?” tanya Aisyah setelah dia meletakkan telepon genggamnya di atas meja. “Silahkan duduk!” ujarnya dengan ramah.Lasmini segera duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Aisyah. Dia kemudian memperlihatkan telepon genggamnya yang terdapat lowongan pekerjaan di kota.“Saya akan memperlihatkan ini pada Ibu dan saya meminta saran apa menurut Ibu saya bisa mengirimkan lamaran pekerjaan di perusahaan tersebut,” ujar Lasmini sambil menatap Aisyah dengan penuh harap saran dari wanita paruh baya itu.Aisyah memperhatikan lowongan pekerjaan ya