Lasmini menengok ke arah sumber suara, dan dia sangat terkejut saat melihat orang yang sudah memanggilnya. Jantungnya berdegub kencang karena Suparman, orang yang sangat ingin dia hindari sudah ada di belakangnya.
“Terima kasih, Mas Parman, tapi saya biasa pulang di jemput oleh ibu. Kini ibu sedang dalam perjalanan menuju kemari,” sahut Lasmini beralasan agar Suparman mengurungkan niatnya untuk mengantar pulang. Dia tidak ingin orang desa tempat dia dulu tinggal mengetahui tempat tinggalnya yang baru sehingga mereka mengetahui kehamilannya.
“Kamu kenapa tiba-tiba pindah rumah? Aku cari kamu lho selama ini, kangen aku tidak melihat kamu, Mini.” Suparman dengan senyuman penuh arti berusaha untuk merayu Lasmini.
Lasmini merasa takut dan gugup saat Suparman sudah turun dari motornya dan melangkah menghampirinya. Dia mundur dua langkah berusaha menjauhi pria beristri itu.
“Mini, maaf Ibu terlambat datang!” seru Sulastri yang tiba-tiba datang dan segera menghampiri Lasmini berusaha melindungi anaknya dari laki-laki yang dia kenal sebagai seorang yang suka mempermainkan wanita di desa tempatnya dulu tinggal.
“Bu Sulastri, Apa kabar?” sapa Suparman ramah.
“Alhamdulillah, baik, Nak Parman. Maaf kami harus segera pulang karena sudah siang,” sahut Sulastri lalu mengajak anaknya pergi dari sana.
Suparman memandang kepergian mereka dengan tatapan penuh selidik karena sikap ibu dan anak itu yang sangat aneh. Mereka berusaha untuk menghindarinya, seolah dia adalah serigala yang siap untuk memangsa.
***
Lima bulan kemudian.
Lasmini meringis sambil memegang perutnya, dia merasakan sakit yang belum pernah dia rasakan. Lasmini bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar ibunya. Dilihatnya Sulastri sedang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Dia sebenarnya tidak tega untuk membangunkan ibunya, tapi rasa sakit yang dia rasakan saat ini tidak bisa dia tahan lagi. Keringat dingin mulai keluar membasahi sekujur tubuhnya yang kini membesar akibat kehamilannya.
“Ibu! perutku sakit sekali,” ujar Lasmini sambil mengguncang pelan tubuh ibunya dan memegang perutnya yang membuncit.
Sulastri yang terbangun karena tubuhnya yang terguncang, kemudian membulatkan matanya saat dia melihat anaknya kini tengah meringis kesakitan sambil memegang perut buncitnya.
“Ayo kita ke bidan sekarang! sepertinya kamu akan melahirkan saat ini!” ajak Sulastri sambil bangkit dari tidurnya dan mengganti pakaiannya lalu digandengnya tangan Lasmini keluar rumah.
Mereka menuju ke klinik tempat bidan praktek yang buka selama dua puluh empat jam. Lasmini lalu dibawa oleh petugas klinik menuju ruang bersalin, sementara Sulastri mendampingi anaknya yang semakin meringis kesakitan. Hati Sulastri terasa sakit saat menyaksikan Lasmini yang masih muda belia harus mengalami penderitaan seperti sekarang ini, melahirkan tanpa kehadiran seorang suami. Airmata Sulastri tak terasa menetes di pipinya yang seketika langsung dia hapus agar Lasmini tidak melihatnya.
"Ahhh sakit sekali perutku," jerit Lasmini yang membuat Sulastri iba melihatnya. Diusapnya wajah cantik anaknya yang di penuhi oleh keringat dan dikecupnya kening Lasmini dengan penuh kasih sayang.
“Sabar ya, Nak, bu bidan sudah di telepon dan sebentar lagi akan datang untuk membantu kamu melahirkan,” hibur Sulastri pada Lasmini.
Tiga puluh menit kemudian bidan datang ke ruang bersalin dan langsung mengecek kondisi Lasmini untuk melakukan serangkaian pemeriksaan.
“Sudah bukaan delapan! tolong siapkan peralatan! sebentar lagi waktunya melahirkan!” perintah bidan kepada asistennya yang sudah siap berada disampingnya.
“Ayo, dorong terus! sebentar lagi akan keluar bayinya!” seru bidan menyemangati Lasmini agar mengeluarkan tenaga sebanyak mungkin agar bayinya segera lahir.
Lasmini kemudian menarik napas dalam-dalam kemudian dia keluarkan secara perlahan lalu dia dorong sekuat tenaga dan hasilnya....
Oek...oek...oek
Sesosok bayi mungil telah lahir ke dunia yang membuat Lasmini terharu, dia telah menjadi seorang ibu.
"Sebentar ya, Mbak, bayinya akan kami bersihkan dahulu," ucap asisten bidan itu sambil membawa bayi Lasmini. Seorang bayi laki-laki yang sangat tampan.
"Selamat ya, Mbak, kamu sudah menjadi seorang Ibu sekarang, seorang Ibu yang hebat tentunya," ucap bidan menghibur Lasmini karena dia tahu saat ini Lasmini belum memiliki suami yang akan mendampingi Lasmini dalam mengasuh anaknya. Sulastri memang bercerita apa adanya pada bidan.
Lasmini hanya bisa tersenyum lemah, tidak bisa membalas dengan kata-kata karena tenaganya sudah terkuras.***
Lasmini menatap wajah anaknya yang tampan, wajah itu perpaduan dirinya dengan Ario, kekasihnya yang dia tidak tahu keberadaannya saat ini. Lasmini tidak mau memusingkan hal itu, baginya yang terpenting saat ini adalah bagaimana dia dapat membesarkan bayinya agar menjadi anak yang baik.
“Makan dulu, Mini. Kamu harus makan yang banyak sekarang supaya ASI kamu banyak dan anak kamu cukup gizinya.” Sulastri duduk disamping Lasmini dengan membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya.
“Terima kasih ya, Bu. Maaf kalau aku membuat Ibu kecewa dan repot karena mengurus aku dan anakku,” ucap Lasmini sendu.
“Kamu jangan berkata begitu! kamu kan anakku dan ini adalah cucuku. Kalian itu darah dagingku yang sudah seharusnya aku rawat dan lindungi semampuku,” sahut Sulastri sambil tersenyum menghibur anaknya yang kini menatapnya dengan sendu.
Sulastri mengerti apa yang ada dalam pikiran anaknya saat ini. Membesarkan anak seorang diri bukanlah hal yang mudah, apalagi Lasmini tidak memiliki pekerjaan saat ini sehingga tentunya hal itu membuat hatinya gelisah memikirkan masa depan mereka.
“Aku nanti akan mencari pekerjaan, Bu. Agar mendapatkan uang dan bisa membesarkan anakku,” sahut Lasmini sambil menatap ibunya yang sedang tersenyum memberikan semangat untuknya.
“Iya, tapi sekarang kamu harus memulihkan kondisi dulu. Kalau kondisi kamu sudah pulih, kamu bisa mencari pekerjaan dan anakmu akan Ibu rawat jadi kamu tidak usah khawatir,” ucap Sulastri membesarkan hati anaknya. Dengan penuh kasih sayang dia mencium kening anaknya dan mengelus rambutnya agar anaknya terhibur dan tidak larut dalam kesedihan.
“Jangan larut dalam kesedihan ya, Mini! kamu harus fokus pada anakmu. Jangan pikir yang macam-macam yang bisa mengganggu pikiran dan kesehatan kamu!” saran Sulastri sambil mengecup pipi halus anaknya.
Lasmini terharu mendengar ucapan ibunya. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi kecuali ucapan terima kasih kepada ibunya yang sudah bersusah payah merawat dirinya dan anaknya. Dia kemudian menuruti nasehat ibunya untuk makan yang banyak agar kondisinya cepat pulih, sehingga dia bisa mencari pekerjaan agar bisa mendapatkan uang untuk keperluannya sehari-hari, karena dengan adanya seorang bayi tentunya akan membuat kebutuhan hidupnya semakin membengkak. Lasmini berusaha membuang segala ingatannya terhadap kekasihnya, dan dia kini fokus untuk mengurus anak dan mencari pekerjaan.
Lasmini berjanji bahwa dia akan berusaha menjadi seorang wanita yang tegar. Dan dia juga akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki kehidupannya, walaupun untuk saat ini dia belum tahu bagaimana caranya tetapi dia yakin dengan niat dan tekad yang kuat semua itu akan terwujud dan dia bisa membahagiakan ibunya beserta anaknya.
Enam bulan kemudian."Mini, ini ada lowongan pekerjaan di pabrik gula sebagai administrasi. Kalau kamu sudah siap bekerja coba melamar pekerjaan di situ," ucap pamannya ketika mengunjungi rumahnya."Iya Paman, aku siap. Aku sudah mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan," sahut Lasmini dengan senyum sumringah."Baik kalau begitu besok kamu Paman antar kesana untuk melakukan wawancara, karena mereka memang lagi butuh karyawan untuk posisi administrasi ini. Kalau kamu lulus seleksi wawancara ini besok bisa langsung bekerja," ucap pamannya. "Besok Paman datang jam delapan dan itu kamu sudah harus siap agar kita bisa langsung berangkat.""Baik, Paman. Aku janji sebelum Paman datang, aku sudah siap," ucap Lasmini dengan penuh semangat.
Sudah seminggu Lasmini bekerja di pabrik gula sebagai staf administrasi kantor. Dia bekerja dengan tekun dan mudah mengerti apa yang diarahkan oleh Aisyah, sehingga dalam waktu satu minggu Lasmini sudah mahir mengerjakan tugasnya.Aisyah pun senang dan puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Lasmini. Dia diam-diam mempunyai rencana untuk menaikkan gaji Lasmini apabila sudah selesai masa percobaan dan diangkat sebagai pegawai tetap di kantor itu.Selain tekun bekerja dan berhasil mengerjakan tugas dengan baik, Lasmini juga seorang wanita yang mudah bergaul sehingga dalam waktu yang relatif singkat sudah memiliki teman di kantor itu. Dari sekian orang di kantor itu, ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikan Lasmini dan mencoba untuk mengenal Lasmini lebih dekat lagi.“Lagi sibuk, Mini?” tanya pemuda itu sambil tersenyum.“Eh, Mas Yudi. Biasa saja sih tidak terlalu sibuk,” sahut Lasmini balas tersenyum ke arah Yudi yang memb
Keesokan harinya, Lasmini berangkat kerja dengan perasaan yang tidak enak. Dia merasa bersalah terhadap Yudi, yang dia tolak keinginannya secara halus yang ingin mampir ke rumah Lasmini.Tatapan Lasmini bertemu dengan tatapan Yudi saat gadis itu tiba di kantor. Lasmini tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya kepada Yudi yang juga tersenyum ramah terhadapnya.“Pagi, Mini!” sapa Yudi yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Meja kerja Lasmini.“Pagi, Mas Yudi!” balas Lasmini sambil menatap Yudi dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia ingin menghindar dari pria ini namun rasanya sulit karena Yudi seperti mengikutinya. Lasmini ingin menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan Yudi. Dia sadar dirinya bukan wanita yang seperti Yudi bayangkan, dia takut kalau Yudi akan kecewa setelah tahu kalau dirinya sudah memiliki seorang anak.“Nanti makan siang bareng yuk, Mini!” ajak Yudi sambil tersenyum ramah dan berharap kalau g
Sudah tujuh bulan Lasmini bekerja di pabrik gula itu sebagai staf administrasi kantor. Dan dia selalu bekerja dengan baik yang membuat Aisyah sebagai pimpinannya sangat puas dengan pekerjaannya yang rapi dan tepat waktu. Karena itu Aisyah berniat untuk mengikutsertakan Lasmini kursus Bahasa Inggris yang diadakan oleh perusahaannya.“Lasmini! Kemari sebentar!” seru Aisyah yang memanggil Lasmini melalui panggilan telepon.Lasmini segera beranjak dari tempat duduknya menuju ke meja kerja Aisyah. Dengan langkah tergesa gadis itu menuju ke meja Aisyah yang sudah menunggunya.“Pagi, Bu.” Lasmini menyapa dengan sopan atasannya setelah dia sampai di meja kerja wanita paruh baya itu.“Begini, kantor ini akan mengadakan kursus Bahasa Inggris bagi karyawannya yang sudah bekerja dengan baik. Dan saya mendaftarkan kamu untuk ikut di kursus itu karena kamu sudah bekerja dengan baik selama ini. Jadi mulai hari senin depan kamu akan mulai ku
Sudah satu bulan Lasmini menggunakan telepon genggam pemberian Aisyah. Dia mulai rajin melihat beberapa lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi yang dia miliki. Sampai pada suatu hari setelah makan siang, Lasmini menghampiri Aisyah yang dia lihat tidak sedang sibuk.“Selamat siang, Bu!” sapa Lasmini sambil membungkuk sopan terhadap Aisyah.“Siang, Mini! ada apa?” tanya Aisyah setelah dia meletakkan telepon genggamnya di atas meja. “Silahkan duduk!” ujarnya dengan ramah.Lasmini segera duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Aisyah. Dia kemudian memperlihatkan telepon genggamnya yang terdapat lowongan pekerjaan di kota.“Saya akan memperlihatkan ini pada Ibu dan saya meminta saran apa menurut Ibu saya bisa mengirimkan lamaran pekerjaan di perusahaan tersebut,” ujar Lasmini sambil menatap Aisyah dengan penuh harap saran dari wanita paruh baya itu.Aisyah memperhatikan lowongan pekerjaan ya
Lasmini pergi ke kota dengan diantar oleh pamannya. Agus dengan setia mengantar Lasmini menuju perusahaan yang akan melakukan tes terhadap keponakannya itu."Paman tunggu di bawah ya, Mini." Agus hanya boleh mengantar Lasmini sampai lobby saja, selebihnya Lasmini naik ke lantai lima dengan diantar oleh salah seorang staf HRD.Lasmini berdoa semoga dirinya bisa di terima bekerja di perusahaan ini.Setelah beberapa jam, Lasmini selesai juga melakukan serangkaian tes. Dia disuruh menunggu untuk mendapatkan hasilnya."Lasmini!" panggil staf HRD itu dengan tersenyum ramah."Iya, Bu." Lasmini berdiri dan berjalan mendekati staf HRD itu.Staf HRD itu mengajak Lasmini untuk
Lasmini berangkat ke kota satu minggu sebelum dia mulai bekerja di kantor yang baru. Dia diantar oleh paman dan bibinya. Dia akhirnya mendapatkan tempat kost tidak jauh dari kantor baru-nya, hanya sekitar beberapa meter saja jaraknya sehingga dia cukup berjalan kaki apabila akan berangkat atau pulang dari kantor. “Terima kasih untuk Paman dan Bibi yang sudah mengantar aku ke sini, aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian,” ucap Lasmini sambil memeluk bibinya dengan erat. Mereka akan kembali ke desa setelah dilihatnya Lasmini sudah mendapatkan tempat tinggal di lingkungan yang baik. “Kamu sudah kami anggap sebagai anak kandung kami sendiri, Mini. Jadi menjaga kamu merupakan kewajiban kami juga,” ujar Agus sambil menepuk pelan pundak Lasmini. “Iya, Mini. Kamu tidak usah sungkan apabila meminta bantuan dari kami. Kami orangtua kamu juga, ya,” sahut Titik sambil mencium pipi mulus Lasmini bergantian kiri dan kanan. Lasmini menganggukkan kep
"Wow! Bagus sekali kamu punya niat untuk sekolah lagi, apalagi kamu akan melanjutkan ke akademi sekretaris. Saya setuju Lasmini, saya dukung rencana kamu itu. Nanti kalau sudah selesai sekolahnya, beritahu saya. Nanti akan saya bantu kamu untuk mendapatkan promosi di perusahaan ini," janji Susan yang membuat Lasmini tersenyum sumringah. Hal itu juga membuat Lasmini lebih bersemangat lagi."Tapi mungkin tidak dalam waktu dekat ini saya akan sekolah lagi, Bu. Karena tabungan saya belum cukup." Lasmini tertunduk menatap meja kerja Susan.Susan menatap Lasmini dengan prihatin. Dia kemudian menepuk pelan pundak Lasmini."Kamu cari sekolahnya dari sekarang, ya. Soal biaya akan ibu bayarkan dulu. Nanti saat kamu sudah dipromosikan dan gaji kamu naik, kamu bisa bayar kembali uang saya. Bagaimana? Kamu setuju?" tanya Susan."I-iya, Bu. Saya setuju. Terima kasih, Bu." Lasmini kemudian menghampiri Susan dan mencium punggung tangan wanita itu."K