Lasmini berangkat ke kota satu minggu sebelum dia mulai bekerja di kantor yang baru. Dia diantar oleh paman dan bibinya.
Dia akhirnya mendapatkan tempat kost tidak jauh dari kantor baru-nya, hanya sekitar beberapa meter saja jaraknya sehingga dia cukup berjalan kaki apabila akan berangkat atau pulang dari kantor.
“Terima kasih untuk Paman dan Bibi yang sudah mengantar aku ke sini, aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian,” ucap Lasmini sambil memeluk bibinya dengan erat. Mereka akan kembali ke desa setelah dilihatnya Lasmini sudah mendapatkan tempat tinggal di lingkungan yang baik.
“Kamu sudah kami anggap sebagai anak kandung kami sendiri, Mini. Jadi menjaga kamu merupakan kewajiban kami juga,” ujar Agus sambil menepuk pelan pundak Lasmini.
“Iya, Mini. Kamu tidak usah sungkan apabila meminta bantuan dari kami. Kami orangtua kamu juga, ya,” sahut Titik sambil mencium pipi mulus Lasmini bergantian kiri dan kanan.
Lasmini menganggukkan kep
"Wow! Bagus sekali kamu punya niat untuk sekolah lagi, apalagi kamu akan melanjutkan ke akademi sekretaris. Saya setuju Lasmini, saya dukung rencana kamu itu. Nanti kalau sudah selesai sekolahnya, beritahu saya. Nanti akan saya bantu kamu untuk mendapatkan promosi di perusahaan ini," janji Susan yang membuat Lasmini tersenyum sumringah. Hal itu juga membuat Lasmini lebih bersemangat lagi."Tapi mungkin tidak dalam waktu dekat ini saya akan sekolah lagi, Bu. Karena tabungan saya belum cukup." Lasmini tertunduk menatap meja kerja Susan.Susan menatap Lasmini dengan prihatin. Dia kemudian menepuk pelan pundak Lasmini."Kamu cari sekolahnya dari sekarang, ya. Soal biaya akan ibu bayarkan dulu. Nanti saat kamu sudah dipromosikan dan gaji kamu naik, kamu bisa bayar kembali uang saya. Bagaimana? Kamu setuju?" tanya Susan."I-iya, Bu. Saya setuju. Terima kasih, Bu." Lasmini kemudian menghampiri Susan dan mencium punggung tangan wanita itu."K
Lasmini masih terpaku di tempatnya. Dia bingung harus menjawab apa pada Bayu, atasan barunya. Dia sebenarnya ingin menolak ajakan bos-nya itu, tetapi bingung cara menyampaikannya agar ucapannya tidak menyinggung pria itu.“Lasmini?” tanya Bayu lagi karena Lasmini belum juga menjawab tawarannya untuk makan siang bersama dengannya.“Eh iya, Pak. Maaf saya...saya tidak bisa makan siang bersama dengan Bapak. Saya merasa tidak enak sebagai sekretaris baru tapi sudah makan siang bersama dengan atasannya. Apa kata orang nanti?” Lasmini menjelaskan dengan perlahan, dia khawatir kalau ucapannya akan menyinggung Bayu.Bayu tersenyum mendengar ucapan Lasmini yang terdengar polos, “Jadi kalau sudah lama jadi sekretaris, kamu mau makan siang bersama dengan saya?”Lasmini sontak terkejut saat Bayu membalikkan ucapannya tadi.“Bukan seperti itu, Pak. Tapi maksud saya sebagai sekretaris baru, saya tidak mau menjadi pergunj
Satu tahun kemudian."Wah, bagus sekali rumah kamu ini, Mini. Alhamdulillah rejeki kamu lancar, nak." Sulastri menatap rumah Lasmini dengan tatapan takjub."Alhamdulillah, Bu. Ini juga karena doa Ibu untuk saya. Biasanya doa orangtua itu manjur, Bu." Lasmini tersenyum menatap wajah ibunya. Dia juga bahagia bisa bersama lagi dengan ibu dan anaknya yang kini telah berusia dua tahun.Bima terlihat anteng berada dalam gendongan Lasmini. Rupanya balita itu rindu dengan pelukan ibunya yang selama setahun lebih berpisah dengannya. Lasmini hanya pulang ke desa satu bulan sekali. Waktu yang singkat untuk bisa bercengkrama dengan buah hatinya. Kini dengan doa dan perjuangan yang gigih akhirnya Lasmini dapat memboyong ibu dan anaknya tinggal bersama dia di kota.Semua itu berawal dari pengunduran diri Susan sebagai sekr
Lasmini tertegun saat dia baru saja mendapatkan kabar kalau dua bulan lagi Arief pensiun. Dan itu tandanya kalau dia akan bertemu kembali dengan Ario.Dia tidak tahu apakah akan senang atau sedih. Walaupun di hatinya masih tersimpan nama pria yang menjadi ayah anaknya, tapi dia enggan untuk bertemu kembali dengan pria yang sudah menorehkan luka yang cukup dalam di hatinya."Salah satu cara adalah bersikap profesional. Berpura-pura tidak kenal mungkin itu lebih baik." Ucap Lasmini bermonolog.Disaat dirinya dilanda kegalauan hati, tiba-tiba telepon di mejanya berdering nyaring. Dilihatnya nomor Arief terpampang di sana. Lasmini segera menekan tombol untuk mengangkat panggilan telepon tersebut."Halo."[Lasmini, k
"Lasmini," desis Ario saat melihat Lasmini keluar dari balik barisan karyawan lain, yang berdiri di pinggir jalan di depan gedung auditorium."Ario, ini Lasmini. Dia sekretaris Ayah sekarang. Nanti kalau Ayah sudah pensiun, otomatis akan menjadi sekretaris kamu." Arief memperkenalkan Lasmini pada anaknya.Ario tersenyum memandang wanita yang selama ini dia rindukan.Sementara itu, Lasmini hanya tersenyum sekilas kemudian dia mengalihkan pandangan ke arah lain. Jantung Lasmini berdegup kencang. Ingin rasanya dia berlari sejauh mungkin, dan tidak kembali lagi ke tempat di mana ada orang yang sangat ingin dia hindari.Ario tidak terkejut dengan respon Lasmini yang tidak bersahabat dengannya. Dia paham kalau Lasmini saat ini membencinya. Itu hal yang wajar setelah yang dia lakukan terhadap gadis itu. Ario ingin berbicara pada gadis itu dan meminta maaf atas kesalahannya. Dia ingin menjelaskan semua yang terjadi, sehingga dia tidak datang lagi ke
Lasmini melangkah keluar ruangannya sambil bersenandung dengan suara yang pelan. Dia akan memulai lembaran baru dalam hidupnya dan membuka hatinya untuk pria lain yang menaruh hati padanya. Dia akan mencoba terus terang kepada Bayu malam ini tentang latar belakangnya. Apabila Bayu menerima dirinya apa adanya, maka hubungannya akan diteruskan. Tetapi kalau Bayu tidak menerima maka hubungannya cukup sampai malam ini saja, selebihnya menjadi hubungan pertemanan.Tiba-tiba langkah Lasmini terhenti saat dia baru saja lima langkah berjalan keluar ruangannya. Dia melihat sosok Ario yang tengah berjalan ke arahnya. Lasmini terpaku menatap sosok yang begitu sering memenuhi pikirannya belakangan ini, semenjak pria itu datang ke perusahaan tempatnya bekerja dan sebentar lagi akan menjadi atasannya.“Mau pulang, Mini?” tanya Ario lembut yang membuat hati Lasmini bertalu-talu. Suara itu sama sekali tidak berubah. Apalagi Ario kini memanggilnya dengan nama panggilan masa
“Aku tidak peduli kamu mencintai dia atau tidak. Dan aku juga tidak peduli kamu pernah menyentuh istri kamu atau tidak. Sekarang tinggalkan aku!” ucap Lasmini kemudian berdiri dan melangkah ke arah pintu. Namun baru satu langkah dia berjalan, Ario mencekal lengannya yang membuat langkah Lasmini terhenti.“Katakan dulu padaku, apa kamu hamil? Kalau iya berarti kita punya anak, Mini. Pertemukan aku dengan anakku,” ucap Ario dengan suara serak dan tatapan yang penuh dengan permohonan.Lasmini diam seribu bahasa. Dia tidak ingin memberitahukan keberadaan Bima, anaknya. Biarlah yang lalu itu berlalu, pria yang menjadi ayah anaknya ini juga sudah memiliki kehidupan sendiri jadi buat apa dia mmeberitahukan tentang anak mereka.Ario tampak kesal melihat Lasmini yang hanya diam. Dia sama sekali tidak mau menjawab pertanyaannya. Seandainya hasil perbuatan mereka saat itu membuahkan hasil seorang anak, maka dia tentu akan bertanggung jawab atas perb
“Mini, ceritakan tentang anak kita. Apa dia pernah menanyakan aku?” Ario melirik ke arah Lasmini yang hanya diam dan terus mengarahkan pandangannya keluar jendela mobil, melihat gedung-gedung yang ada diluar sana. Bagi wanita itu melihat gedung-gedung di luar sana lebih baik dari pada harus melihat pria yang ada di sampingnya. Pria yang memaksa untuk mengantarnya pulang. Dan akhirnya di sinilah dia berada, di dalam mobil Ario.Ario menghela napas panjang. Dia tahu Lasmini marah padanya dan dia tidak menyalahkan wanita itu. Dia tahu kalau kesalahannya sangat besar pada wanita itu. Bukan hanya pada wanita itu saja tapi juga kepada orangtua wanita itu dan juga pada anaknya.“Aku di jodohkan oleh kakekku tanpa sepengetahuan-ku. Dan acara pernikahan pun sudah di siapkan oleh kedua orangtuaku. Aku saat itu marah pada mereka tapi percuma karena semuanya tidak bisa dibatalkan. Aku sempat menemui Rosalia dan mengatakan kalau aku sudah punya kekasih. Aku minta
Setelah acara makan malam, para tamu undangan memberikan selamat kepada pasangan suami istri yang tengah berbahagia itu. “Selamat atas hari jadi pernikahannya Pak Ario, Bu Lasmini,” ucap salah seorang pria yang datang bersama istrinya . “Terima kasih atas kedatangannya di acara kami ini, Pak, Bu,” sahut Ario pada pasangan suami istri yang merupakan rekan bisnisnya. Setelah para tamu undangan mengucapkan selamat padanya dan juga istrinya secara bergantian, kini giliran Ario dan Lasmini mengucapkan sepatah dua kata di acara tersebut. “Terima kasih untuk para tamu undangan yang telah bersedia hadir di acara kami. Hari ini, satu tahun yang lalu saya telah membuat keputusan paling penting dalam hidup saya. Saya telah berjanji dengan wanita yang ada di sebelah saya ini, untuk selalu berjalan bersama di hari-hari yang terbentang di depan. Dan wanita yang ada di sebelah saya ini juga telah memberikan saya kebahagiaan. Membuat hidup saya menjadi berwarna dan dia juga telah memberikan saya d
Lima bulan kemudian.Lasmini bingung saat bangun tidur, dia tidak mendapati Ario ada di sampingnya. Biasanya suaminya itu masih tertidur pulas di jam seperti ini. Lasmini melihat waktu menunjukkan pukul lima pagi. Dia bangkit dari tidurnya dan melangkah ke arah kamar bayi yang ada di sebelah kamarnya. Dia tersenyum saat melihat Anisa masih tertidur pulas. Lasmini lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menunaikan sholat subuh.Selesai menunaikan sholat subuh, Lasmini berjalan keluar kamar. Dia berencana untuk mencari keberadaan suaminya pagi ini.“Apa Mas Ario sedang olahraga? mungkin dia sedang lari pagi di luar rumah. Aku buatkan dia kopi saja kalau begitu. Jadi saat dia pulang, Mas Ario bisa langsung minum kopinya,” gumam Lasmini bermonolog.Lasmini melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur. Di sana dia melihat asisten rumah tangganya tengah sibuk menyiapkan sarapan.
Tiga bulan kemudian.Lasmini melihat penunjuk waktu di dinding dengan perasaan kesal yang menyelimuti dirinya. Sudah jam sembilan malam tetapi Ario dan Bima belum tampak juga batang hidungnya di rumah. Saat ini Bima seharusnya sudah bersiap untuk tidur, tetapi Ario yang membawa anak sulungnya itu pergi dari tadi sore belum kembali ke rumah.Lasmini menyesal menuruti perintah Ario agar tetap berada di rumah menjaga Anisa. Ario meminta Lasmini untuk tidak ikut serta dengan mereka, karena Anisa yang rewel sepanjang sore hari tadi. Waktu terus berjalan dan Lasmini sudah bolak-balik melihat ke luar rumah tapi tidak ada tanda-tanda mereka akan datang.Dia mencoba menelepon suaminya itu untuk mengetahui keberadaan mereka saat ini. Namun, Ario sama sekali tidak mengangkat teleponnya, bahkan pesan yang dia kirim hanya dibaca saja.‘Kenapa aku telepon tidak dia angkat, ya? kemana sih mereka sampai sekarang belum pulang? awas saja nanti kalau sudah sampai di r
“Mimpi kalau aku tidak disayang lagi sama Bunda dan Ayah. Aku duduk sendiri. Ayah sama Bunda mencium Dedek Nisa.” Bima kemudian menangis kala dia mengingat mimpinya itu.Lasmini tersenyum mendengar ucapan anak sulungnya itu. Dia lalu memeluk tubuh bocah itu seraya berkata, “Itu hanya mimpi, sayang. Jangan diambil hati. Bunda sama Ayah tetap sayang sama Bima, kok, walaupun sudah ada Dedek Nisa.” Lasmini lalu mencium pipi gembil Bima dengan penuh kasih sayang.Namun, tiba-tiba saja Bima menarik wajahnya dari wajah ibunya seraya berkata, “Beneran kalau Bunda tetep sayang sama aku?” tanya Bima dengan suara perlahan menatap Lasmini lekat.Lasmini kembali tertawa dan mencolek hidung mancung anaknya. “Benar dong sayang. Masak Bunda bohong.”Lasmini lalu mencium pipi anaknya gemas. Bima rupanya merasa lega dengan jawaban ibunya. Dia terkekeh kala ibunya terus mencium wajahnya. Hingga suara tangisan Anisa menghentika
“Sayang, sudah siap belum?” tanya Ario sambil mengetuk pintu kamar mandi. Istrinya tadi pamit padanya hendak ke kamar mandi sebentar sebelum mereka mulai ‘olahraga malam’ yang sudah ditunggu oleh Ario selama dua bulan.“Sebentar, Mas. Tunggu saja di tempat tidur, nanti juga aku keluar!” jawab Lasmini dari dalam kamar mandi. Ario kemudian kembali melangkah ke arah tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar.Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan sosok Lasmini yang memakai lingerie merah. Dia berjalan perlahan mendekati suaminya yang sudah siap di atas tempat tidur. Lasmini tersenyum menggoda ke arah suaminya yang kini menatap ke arahnya dengan tatapan takjub dan tanpa berkedip sedikitpun.“Jadi ini yang membuat kamu lama di kamar mandi, hm. Dan ini lingerie merah kapan belinya?” tanya Ario mulai menggoda
“Mini, ganti baju kamu!” ujar Ario saat akan mengantar istrinya ke rumah sakit, dengan tujuan ke dokter anak karena bayinya akan melakukan imunisasi tahap awal.“Kenapa memangnya, Mas. Sepertinya baju yang aku kenakan ini sopan.” Lasmini memindai lagi pakaian yang dia kenakan hari ini. Dan dia tidak menemukan ada yang salah pada pakaiannya itu.“Itu pakaiannya menggoda iman, sayang. Aku saja tergoda apalagi orang lain. Dan aku tidak mau kalau dokter anak itu menjadi sainganku,” sungut Ario yang mulai dengan mode sebagai suami posesif.Lasmini merotasi matanya dengan malas. Dia melepas pakaiannya di depan suaminya, yang seketika membuat Ario menelan saliva, saat melihat tubuh istrinya yang semakin menggoda setelah melahirkan anaknya. Lasmini kemudian mengenakan pakaian lainnya dan memperlihatkan penampilannya kini di depan Ario untuk meminta pendapat suaminya itu.“Ba
Keesokan Harinya, Nuni datang ke kamar rawat inap Lasmini dengan senyum sumringah terbit dari bibirnya. Dia langsung membuka pintu ruang rawat inap itu. Senyumnya semakin merekah kala melihat cucunya saat ini tengah tertidur di box bayi.“Cucuku cantik sekali. Sayang sedang tidur, padahal Ibu mau menggendong dia,” ucap Nuni kala dia sudah memasuki ruang rawat inap itu dan menatap cucunya di pinggir box bayi.“Iya, Bu. Nisa baru saja selesai menyusu. Dan seperti biasanya kalau habis menyusu dia pasti tertidur.” Lasmini berkata sambil tersenyum menatap wajah ibu mertuanya.Di saat bersamaan, pintu kamar rawat Lasmini terbuka. Menampilkan sosok Aisyah dan Wahyu di ambang pintu.“Kamu sudah sampai dulu rupanya Nun. Arief mana? kamu datang sendiri kemari?” tanya Aisyah yang melangkah ke arah Lasmini. Dia lalu mengecup pipi anaknya lembut.“Mas Arief sedang main golf. Katanya, nanti langsung kemari setelah acara
“Sabar, Bu. Ini sedang kami diskusikan. Nanti kalau sudah dapat pasti akan kami beritahu,” ucap Ario.“Jangan lama-lama memberi namanya! masak nanti kalau ada yang menjenguk tidak bisa memanggil namanya. Coba sekarang kamu arahkan kamera ke wajah cucu Ibu. Ibu sepertinya Ke rumah sakitnya besok pagi. Makanya sekarang Ibu mau melihat dulu cucunya,” cetus Nuni.Ario lalu mengarahkan telepon genggamnya ke arah bayi mungil nan cantik. Nuni memekik takjub kala melihat cucu keduanya itu sudah terlihat cantik saat ini.“Cantik sekali cucu Eyang. Jadi tidak sabar untuk segera ke sana. Ario, Mini, Bagaimana kalau Ibu yang memberi nama untuk cucu Ibu yang cantik ini?” tanya Nuni.“Boleh, Bu,” sahut Ario dan Lasmini bersamaan.Nuni terdiam sesaat. Dia tersenyum sumringah sebelum akhirnya berkata, “Bagaimana kalau Anisa Muliawati? kalian
Dua bulan kemudian....Lasmini tersenyum melihat kamar bayi yang warnanya sangat ‘girly’ dan indah dilihat. Lasmini berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Lasmini semenjak tahu bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan. Di saat dia tengah berkeliling kamar bayi, tiba-tiba saja Lasmini meringis sambil memegang perutnya. Dia lalu duduk di tepi tempat tidur. Dia sudah mulai terbiasa dengan kontraksi dini yang kadang timbul secara tiba-tiba dan menghilang setelah beberapa menit. Namun kali ini yang dia rasakan sama sekali beda dengan yang biasanya. Kali ini rasanya lebih sakit dan terasa terus-menerus sakitnya.“Mini! kamu kenapa?” tanya Ario saat dia memasuki kamar bayi.“Perut-ku mulas, Mas. Aku merasa ada sesuatu yang mendorong ke bawah,” ucap Lasmini melirih.“Hah! jangan-jangan ka