“Mini, ceritakan tentang anak kita. Apa dia pernah menanyakan aku?” Ario melirik ke arah Lasmini yang hanya diam dan terus mengarahkan pandangannya keluar jendela mobil, melihat gedung-gedung yang ada diluar sana. Bagi wanita itu melihat gedung-gedung di luar sana lebih baik dari pada harus melihat pria yang ada di sampingnya. Pria yang memaksa untuk mengantarnya pulang. Dan akhirnya di sinilah dia berada, di dalam mobil Ario.
Ario menghela napas panjang. Dia tahu Lasmini marah padanya dan dia tidak menyalahkan wanita itu. Dia tahu kalau kesalahannya sangat besar pada wanita itu. Bukan hanya pada wanita itu saja tapi juga kepada orangtua wanita itu dan juga pada anaknya.
“Aku di jodohkan oleh kakekku tanpa sepengetahuan-ku. Dan acara pernikahan pun sudah di siapkan oleh kedua orangtuaku. Aku saat itu marah pada mereka tapi percuma karena semuanya tidak bisa dibatalkan. Aku sempat menemui Rosalia dan mengatakan kalau aku sudah punya kekasih. Aku minta
Ario menatap manik mata Lasmini. Dia sangat kecewa dengan ucapan yang baru saja Lasmini lontarkan. Dia melihat ada amarah di mata indah yang telah menghipnotisnya sejak gadis itu masih duduk di bangku SMA. “Aku tahu kamu sangat marah terhadapku, tapi tolong jangan kamu sembunyikan identitasku dari anakku. Tolong pertemukan aku dengan dia. Aku ingin dia tahu kalau aku ayahnya yang dia cari dan rindukan selama ini.” Ario menatap mata gadis itu lekat. “Lalu apa yang akan Mas Ario lakukan kalau sudah bertemu dengan dia? Apa Mas Ario nggak malu punya anak haram?” tanya Lasmini menatap tajam ke arah Ario. “Kenapa harus malu? itu anakku dan aku akan merawat serta mendidiknya dengan baik, supaya dia dapat menjadi manusia yang berguna dan kebanggaan kita sebagai orangtuanya. Tolong pertemukan aku dengan dia, Lasmini.” Ario menatap Lasmini dengan tatapan penuh permohonan. “Tapi aku sudah memutuskan tidak akan membuat Bima tahu kalau Mas Ario adalah ayahnya,” uc
Bima semakin kencang menangis. Dia rupanya haus juga, sehingga membuat Lasmini mau tidak mau memberikan ASI di mobil dengan Ario ada di sampingnya. Tanpa ragu dia membuka kancing kemejanya dan segera memberi Bima ASI. Sedangkan Ario hanya bisa melirik Lasmini yang sedang memberikan ASI anaknya. Seketika bocah itu menghentikan tangisannya dan mulai lahap menikmati ASI yang diberikan oleh ibunya.Ario mengurangi kecepatan mobilnya, “Aku akan mengemudi dengan perlahan agar Bima nyaman minum ASI dan tidak tersedak. Dan tenang saja kaca mobilnya lumayan gelap sehingga orang dari luar tidak bisa melihat kamu yang sedang memberi anakku ASI.”“Iya,” jawab Lasmini singkat. Tatapannya tetap tertuju pada anaknya yang kini sedang menyusu dengan lahap.Tak lama mobil memasuki halaman rumah sakit. Ario memarkir mobilnya di area basement agar kegiatan Lasmini yang sedang menyusui anaknya tidak terlihat jelas, karena di area parkir yang di luar terlihat
"Kenapa sayang, kok tiba-tiba nangis?" Ario mengecup kening anaknya dan mengelus pipi gembil Bima.Bima menatap tajam ke arah Ario. Tatapan tajam itu membuat Lasmini mengulum senyumnya. Dia sepertinya paham kalau anaknya sedang marah terhadap ayahnya."Bima sepertinya marah sama kamu, Mas. Mungkin dia cemburu karena Mas Ario tiba-tiba datang dan sekarang langsung menjadi saingan dia." Lasmini tak tahan untuk tertawa. Tawa yang dari tadi dia tahan akhirnya keluar juga dari mulutnya."Saingan? saingan apa?" Ario bingung dan menatap anaknya serta Lasmini bergantian."Iya kamu tuh sekarang saingan Bima. Dulu hanya Bima yang mendusel di dadaku tapi hari ini ada pria lain yang ikutan mendusel di dadaku. Hal itu yang membuat dia marah sama kamu, Mas." Lasmini menatap Ario yang seketika tertawa lebar mendengar ucapan wanita yang menjadi ibu dari anaknya."Oh, jadi begitu. Iya deh sekarang dada Bunda cuma buat Bima saja. Ayah ngalah deh. Nih l
Bunyi notifikasi pesan masuk dari telepon genggam Lasmini terdengar nyaring, membuat pemiliknya segera meraih telepon genggam itu dan membuka pesan yang masuk.Lasmini, si pemilik telepon genggam itu tersenyum saat melihat nama si pengirim pesan terpampang di layar. Dia baru saja hendak membalas pesan itu, tiba-tiba Bima menangis sehingga dia abaikan telepon genggamnya tergeletak di atas kasur.Lasmini segera menimang anaknya yang terbangun dari tidurnya. Bima tidak mau diberi susu, baik itu susu formula maupun ASI sehingga Lasmini memeluk dan mencium pipi gembil anaknya agar Bima segera tidur kembali. Setelah ditimang sekian lama, akhirnya Bima tertidur juga.Setelah Lasmini merebahkan kembali anaknya di kasur, telepon genggamnya berdering dan menampilkan di layar nama si pengirim pesan tadi yang tak lain adalah Ario.Lasmini segera mengangkat telepon genggamnya."Halo, Mas. Maa
Lasmini tertawa ketika sudah berada di dalam mobil Ario. Dia duduk di kursi penumpang bagian belakang layaknya seorang penumpang yang memesan taksi online sungguhan. Dia kemudian terkejut saat Ario menghentikan mobilnya di dekat pintu gerbang komplek perumahannya.“Lho, kok berhenti Mas?” tanya Lasmini kebingungan.“Kamu pindah dong duduknya di samping aku, sayang. Masak aku dibiarkan duduk sendiri sih.” Ario menoleh ke arah Lasmini yang masih duduk manis di tempatnya.“Lho, bukannya memang begitu kalau sopir taksi online, duduk di depan.” Lasmini tersenyum menggoda ke arah Ario yang menoleh ke arahnya. Seketika Ario menggigit bibir bawahnya karena gemas dengan godaan wanita cantik pujaan hatinya.“Eh, sudah berani menggoda kamu, hm.” Ario terkekeh. “Ayo, pindah sini!”Lasmini menggelengkan kepalanya sambil tertawa geli. Dia kemudian melipat tangannya di depan dadanya sambil berucap, &ldqu
Ario kemudian beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Lasmini yang kini berdiri tidak jauh dari meja kerjanya. “Aku ingin menghukum kamu.” “Hah! menghukum aku? t-tapi kenapa?” tanya Lasmini tergagap. Dia kemudian mundur beberapa langkah berusaha menghindari Ario. Tapi terlambat. Ario sudah mencekal lengannya dan menarik tubuh ramping Lasmini agar mendekat ke arahnya. Ario kemudian merengkuh tubuh Lasmini yang menenggoda ke dalam pelukannya. Dia kemudian mengarahkan tubuh Lasmini menempel di dinding. Lasmini seketika tersenyum melihat Ario yang membuat ulah di pagi hari. Dan saat tatapannya bertemu dengan tatapan mata kekasihnya yang saat ini sedang tersenyum, tiba-tiba Ario segera menyambar bibir ranum Lasmini dan melumatnya dengan penuh gairah. Ario seperti tidak peduli kalau saat ini mereka sedang ada di kantor. Yang dia rasakan saat ini adalah kalau dunia kini milik mereka berdua. Lasmini yang juga terpancing gairahnya, segera merespon tautan bibir
“Mini.” Suara Ario terdengar ragu. Walau nafsunya sudah di ubun-ubun, tapi masih ada sisanya walau sedikit dari otaknya itu yang menyuruhnya untuk berhenti. “Please, suruh aku berhenti sekarang juga, Mini!” ucapnya terdengar begitu tersiksa. Ario terlihat kesakitan menahan gairahnya.Lasmini seketika menggelengkan kepalanya. Dia kemudian tanpa aba-aba melumat bibir Ario tanpa ampun. Tubuh pria itu bahkan terhuyung ke belakang karena begitu kuat tubuh ramping Lasmini menekan tubuhnya. Secara alamiah tangan Ario kembali membelit tubuh wanita yang telah membuatnya tergila-gila. Dengan cepat, jemari Ario menanggalkan blouse merah marun dari tubuh wanita yang telah membuat dirinya tergoda hingga blouse itu teronggok di lantai.Ario mengumpat kala melihat sosok Lasmini yang begitu menantang dan menggoda dirinya. Tubuh Lasmini sudah nyaris polos dengan gundukan kembar yang pucuknya terlihat sudah menegang. Kini hanya tersisa kain penutup inti tubuh yan
“Kamu siapa?” tanya wanita itu saat dirinya sudah ada di depan Lasmini, yang baru saja keluar dari ruangan Ario.“Saya Lasmini, sekretaris Pak Ario.” Lasmini mengulurkan tangan ke arah wanita itu. “Ibu siapa, ya? dan ingin bertemu dengan siapa?” tanya Lasmini ramah.“Saya Rosalia, istri Pak Ario.” Wanita yang ternyata adalah istri dari Ario menerima uluran tangan Lasmini. “Pak Ario ada?”Deg!!“Ada, Bu. Silahkan masuk,” sahut Lasmini yang kemudian membukakan pintu untuk Rosalia.Rosalia segera masuk ke dalam ruangan Ario. Dia langsung melangkah menuju ke tengah ruangan dan berhenti tepat di depan meja kerja Ario. Sedangkan Lasmini kembali menutup pintu ruangan itu, tapi kali ini dia tidak menutupnya dengan rapat. Lasmini sengaja ingin mendengarkan pembicaraan dua orang itu. Bukan untuk ingin tahu urusan pribadi orang lain, tapi Lasmini ingin mengetahui kebenaran ucapan Ario kep
Setelah acara makan malam, para tamu undangan memberikan selamat kepada pasangan suami istri yang tengah berbahagia itu. “Selamat atas hari jadi pernikahannya Pak Ario, Bu Lasmini,” ucap salah seorang pria yang datang bersama istrinya . “Terima kasih atas kedatangannya di acara kami ini, Pak, Bu,” sahut Ario pada pasangan suami istri yang merupakan rekan bisnisnya. Setelah para tamu undangan mengucapkan selamat padanya dan juga istrinya secara bergantian, kini giliran Ario dan Lasmini mengucapkan sepatah dua kata di acara tersebut. “Terima kasih untuk para tamu undangan yang telah bersedia hadir di acara kami. Hari ini, satu tahun yang lalu saya telah membuat keputusan paling penting dalam hidup saya. Saya telah berjanji dengan wanita yang ada di sebelah saya ini, untuk selalu berjalan bersama di hari-hari yang terbentang di depan. Dan wanita yang ada di sebelah saya ini juga telah memberikan saya kebahagiaan. Membuat hidup saya menjadi berwarna dan dia juga telah memberikan saya d
Lima bulan kemudian.Lasmini bingung saat bangun tidur, dia tidak mendapati Ario ada di sampingnya. Biasanya suaminya itu masih tertidur pulas di jam seperti ini. Lasmini melihat waktu menunjukkan pukul lima pagi. Dia bangkit dari tidurnya dan melangkah ke arah kamar bayi yang ada di sebelah kamarnya. Dia tersenyum saat melihat Anisa masih tertidur pulas. Lasmini lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menunaikan sholat subuh.Selesai menunaikan sholat subuh, Lasmini berjalan keluar kamar. Dia berencana untuk mencari keberadaan suaminya pagi ini.“Apa Mas Ario sedang olahraga? mungkin dia sedang lari pagi di luar rumah. Aku buatkan dia kopi saja kalau begitu. Jadi saat dia pulang, Mas Ario bisa langsung minum kopinya,” gumam Lasmini bermonolog.Lasmini melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur. Di sana dia melihat asisten rumah tangganya tengah sibuk menyiapkan sarapan.
Tiga bulan kemudian.Lasmini melihat penunjuk waktu di dinding dengan perasaan kesal yang menyelimuti dirinya. Sudah jam sembilan malam tetapi Ario dan Bima belum tampak juga batang hidungnya di rumah. Saat ini Bima seharusnya sudah bersiap untuk tidur, tetapi Ario yang membawa anak sulungnya itu pergi dari tadi sore belum kembali ke rumah.Lasmini menyesal menuruti perintah Ario agar tetap berada di rumah menjaga Anisa. Ario meminta Lasmini untuk tidak ikut serta dengan mereka, karena Anisa yang rewel sepanjang sore hari tadi. Waktu terus berjalan dan Lasmini sudah bolak-balik melihat ke luar rumah tapi tidak ada tanda-tanda mereka akan datang.Dia mencoba menelepon suaminya itu untuk mengetahui keberadaan mereka saat ini. Namun, Ario sama sekali tidak mengangkat teleponnya, bahkan pesan yang dia kirim hanya dibaca saja.‘Kenapa aku telepon tidak dia angkat, ya? kemana sih mereka sampai sekarang belum pulang? awas saja nanti kalau sudah sampai di r
“Mimpi kalau aku tidak disayang lagi sama Bunda dan Ayah. Aku duduk sendiri. Ayah sama Bunda mencium Dedek Nisa.” Bima kemudian menangis kala dia mengingat mimpinya itu.Lasmini tersenyum mendengar ucapan anak sulungnya itu. Dia lalu memeluk tubuh bocah itu seraya berkata, “Itu hanya mimpi, sayang. Jangan diambil hati. Bunda sama Ayah tetap sayang sama Bima, kok, walaupun sudah ada Dedek Nisa.” Lasmini lalu mencium pipi gembil Bima dengan penuh kasih sayang.Namun, tiba-tiba saja Bima menarik wajahnya dari wajah ibunya seraya berkata, “Beneran kalau Bunda tetep sayang sama aku?” tanya Bima dengan suara perlahan menatap Lasmini lekat.Lasmini kembali tertawa dan mencolek hidung mancung anaknya. “Benar dong sayang. Masak Bunda bohong.”Lasmini lalu mencium pipi anaknya gemas. Bima rupanya merasa lega dengan jawaban ibunya. Dia terkekeh kala ibunya terus mencium wajahnya. Hingga suara tangisan Anisa menghentika
“Sayang, sudah siap belum?” tanya Ario sambil mengetuk pintu kamar mandi. Istrinya tadi pamit padanya hendak ke kamar mandi sebentar sebelum mereka mulai ‘olahraga malam’ yang sudah ditunggu oleh Ario selama dua bulan.“Sebentar, Mas. Tunggu saja di tempat tidur, nanti juga aku keluar!” jawab Lasmini dari dalam kamar mandi. Ario kemudian kembali melangkah ke arah tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar.Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan sosok Lasmini yang memakai lingerie merah. Dia berjalan perlahan mendekati suaminya yang sudah siap di atas tempat tidur. Lasmini tersenyum menggoda ke arah suaminya yang kini menatap ke arahnya dengan tatapan takjub dan tanpa berkedip sedikitpun.“Jadi ini yang membuat kamu lama di kamar mandi, hm. Dan ini lingerie merah kapan belinya?” tanya Ario mulai menggoda
“Mini, ganti baju kamu!” ujar Ario saat akan mengantar istrinya ke rumah sakit, dengan tujuan ke dokter anak karena bayinya akan melakukan imunisasi tahap awal.“Kenapa memangnya, Mas. Sepertinya baju yang aku kenakan ini sopan.” Lasmini memindai lagi pakaian yang dia kenakan hari ini. Dan dia tidak menemukan ada yang salah pada pakaiannya itu.“Itu pakaiannya menggoda iman, sayang. Aku saja tergoda apalagi orang lain. Dan aku tidak mau kalau dokter anak itu menjadi sainganku,” sungut Ario yang mulai dengan mode sebagai suami posesif.Lasmini merotasi matanya dengan malas. Dia melepas pakaiannya di depan suaminya, yang seketika membuat Ario menelan saliva, saat melihat tubuh istrinya yang semakin menggoda setelah melahirkan anaknya. Lasmini kemudian mengenakan pakaian lainnya dan memperlihatkan penampilannya kini di depan Ario untuk meminta pendapat suaminya itu.“Ba
Keesokan Harinya, Nuni datang ke kamar rawat inap Lasmini dengan senyum sumringah terbit dari bibirnya. Dia langsung membuka pintu ruang rawat inap itu. Senyumnya semakin merekah kala melihat cucunya saat ini tengah tertidur di box bayi.“Cucuku cantik sekali. Sayang sedang tidur, padahal Ibu mau menggendong dia,” ucap Nuni kala dia sudah memasuki ruang rawat inap itu dan menatap cucunya di pinggir box bayi.“Iya, Bu. Nisa baru saja selesai menyusu. Dan seperti biasanya kalau habis menyusu dia pasti tertidur.” Lasmini berkata sambil tersenyum menatap wajah ibu mertuanya.Di saat bersamaan, pintu kamar rawat Lasmini terbuka. Menampilkan sosok Aisyah dan Wahyu di ambang pintu.“Kamu sudah sampai dulu rupanya Nun. Arief mana? kamu datang sendiri kemari?” tanya Aisyah yang melangkah ke arah Lasmini. Dia lalu mengecup pipi anaknya lembut.“Mas Arief sedang main golf. Katanya, nanti langsung kemari setelah acara
“Sabar, Bu. Ini sedang kami diskusikan. Nanti kalau sudah dapat pasti akan kami beritahu,” ucap Ario.“Jangan lama-lama memberi namanya! masak nanti kalau ada yang menjenguk tidak bisa memanggil namanya. Coba sekarang kamu arahkan kamera ke wajah cucu Ibu. Ibu sepertinya Ke rumah sakitnya besok pagi. Makanya sekarang Ibu mau melihat dulu cucunya,” cetus Nuni.Ario lalu mengarahkan telepon genggamnya ke arah bayi mungil nan cantik. Nuni memekik takjub kala melihat cucu keduanya itu sudah terlihat cantik saat ini.“Cantik sekali cucu Eyang. Jadi tidak sabar untuk segera ke sana. Ario, Mini, Bagaimana kalau Ibu yang memberi nama untuk cucu Ibu yang cantik ini?” tanya Nuni.“Boleh, Bu,” sahut Ario dan Lasmini bersamaan.Nuni terdiam sesaat. Dia tersenyum sumringah sebelum akhirnya berkata, “Bagaimana kalau Anisa Muliawati? kalian
Dua bulan kemudian....Lasmini tersenyum melihat kamar bayi yang warnanya sangat ‘girly’ dan indah dilihat. Lasmini berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Lasmini semenjak tahu bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan. Di saat dia tengah berkeliling kamar bayi, tiba-tiba saja Lasmini meringis sambil memegang perutnya. Dia lalu duduk di tepi tempat tidur. Dia sudah mulai terbiasa dengan kontraksi dini yang kadang timbul secara tiba-tiba dan menghilang setelah beberapa menit. Namun kali ini yang dia rasakan sama sekali beda dengan yang biasanya. Kali ini rasanya lebih sakit dan terasa terus-menerus sakitnya.“Mini! kamu kenapa?” tanya Ario saat dia memasuki kamar bayi.“Perut-ku mulas, Mas. Aku merasa ada sesuatu yang mendorong ke bawah,” ucap Lasmini melirih.“Hah! jangan-jangan ka