Bima semakin kencang menangis. Dia rupanya haus juga, sehingga membuat Lasmini mau tidak mau memberikan ASI di mobil dengan Ario ada di sampingnya. Tanpa ragu dia membuka kancing kemejanya dan segera memberi Bima ASI. Sedangkan Ario hanya bisa melirik Lasmini yang sedang memberikan ASI anaknya. Seketika bocah itu menghentikan tangisannya dan mulai lahap menikmati ASI yang diberikan oleh ibunya.
Ario mengurangi kecepatan mobilnya, “Aku akan mengemudi dengan perlahan agar Bima nyaman minum ASI dan tidak tersedak. Dan tenang saja kaca mobilnya lumayan gelap sehingga orang dari luar tidak bisa melihat kamu yang sedang memberi anakku ASI.”
“Iya,” jawab Lasmini singkat. Tatapannya tetap tertuju pada anaknya yang kini sedang menyusu dengan lahap.
Tak lama mobil memasuki halaman rumah sakit. Ario memarkir mobilnya di area basement agar kegiatan Lasmini yang sedang menyusui anaknya tidak terlihat jelas, karena di area parkir yang di luar terlihat
"Kenapa sayang, kok tiba-tiba nangis?" Ario mengecup kening anaknya dan mengelus pipi gembil Bima.Bima menatap tajam ke arah Ario. Tatapan tajam itu membuat Lasmini mengulum senyumnya. Dia sepertinya paham kalau anaknya sedang marah terhadap ayahnya."Bima sepertinya marah sama kamu, Mas. Mungkin dia cemburu karena Mas Ario tiba-tiba datang dan sekarang langsung menjadi saingan dia." Lasmini tak tahan untuk tertawa. Tawa yang dari tadi dia tahan akhirnya keluar juga dari mulutnya."Saingan? saingan apa?" Ario bingung dan menatap anaknya serta Lasmini bergantian."Iya kamu tuh sekarang saingan Bima. Dulu hanya Bima yang mendusel di dadaku tapi hari ini ada pria lain yang ikutan mendusel di dadaku. Hal itu yang membuat dia marah sama kamu, Mas." Lasmini menatap Ario yang seketika tertawa lebar mendengar ucapan wanita yang menjadi ibu dari anaknya."Oh, jadi begitu. Iya deh sekarang dada Bunda cuma buat Bima saja. Ayah ngalah deh. Nih l
Bunyi notifikasi pesan masuk dari telepon genggam Lasmini terdengar nyaring, membuat pemiliknya segera meraih telepon genggam itu dan membuka pesan yang masuk.Lasmini, si pemilik telepon genggam itu tersenyum saat melihat nama si pengirim pesan terpampang di layar. Dia baru saja hendak membalas pesan itu, tiba-tiba Bima menangis sehingga dia abaikan telepon genggamnya tergeletak di atas kasur.Lasmini segera menimang anaknya yang terbangun dari tidurnya. Bima tidak mau diberi susu, baik itu susu formula maupun ASI sehingga Lasmini memeluk dan mencium pipi gembil anaknya agar Bima segera tidur kembali. Setelah ditimang sekian lama, akhirnya Bima tertidur juga.Setelah Lasmini merebahkan kembali anaknya di kasur, telepon genggamnya berdering dan menampilkan di layar nama si pengirim pesan tadi yang tak lain adalah Ario.Lasmini segera mengangkat telepon genggamnya."Halo, Mas. Maa
Lasmini tertawa ketika sudah berada di dalam mobil Ario. Dia duduk di kursi penumpang bagian belakang layaknya seorang penumpang yang memesan taksi online sungguhan. Dia kemudian terkejut saat Ario menghentikan mobilnya di dekat pintu gerbang komplek perumahannya.“Lho, kok berhenti Mas?” tanya Lasmini kebingungan.“Kamu pindah dong duduknya di samping aku, sayang. Masak aku dibiarkan duduk sendiri sih.” Ario menoleh ke arah Lasmini yang masih duduk manis di tempatnya.“Lho, bukannya memang begitu kalau sopir taksi online, duduk di depan.” Lasmini tersenyum menggoda ke arah Ario yang menoleh ke arahnya. Seketika Ario menggigit bibir bawahnya karena gemas dengan godaan wanita cantik pujaan hatinya.“Eh, sudah berani menggoda kamu, hm.” Ario terkekeh. “Ayo, pindah sini!”Lasmini menggelengkan kepalanya sambil tertawa geli. Dia kemudian melipat tangannya di depan dadanya sambil berucap, &ldqu
Ario kemudian beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Lasmini yang kini berdiri tidak jauh dari meja kerjanya. “Aku ingin menghukum kamu.” “Hah! menghukum aku? t-tapi kenapa?” tanya Lasmini tergagap. Dia kemudian mundur beberapa langkah berusaha menghindari Ario. Tapi terlambat. Ario sudah mencekal lengannya dan menarik tubuh ramping Lasmini agar mendekat ke arahnya. Ario kemudian merengkuh tubuh Lasmini yang menenggoda ke dalam pelukannya. Dia kemudian mengarahkan tubuh Lasmini menempel di dinding. Lasmini seketika tersenyum melihat Ario yang membuat ulah di pagi hari. Dan saat tatapannya bertemu dengan tatapan mata kekasihnya yang saat ini sedang tersenyum, tiba-tiba Ario segera menyambar bibir ranum Lasmini dan melumatnya dengan penuh gairah. Ario seperti tidak peduli kalau saat ini mereka sedang ada di kantor. Yang dia rasakan saat ini adalah kalau dunia kini milik mereka berdua. Lasmini yang juga terpancing gairahnya, segera merespon tautan bibir
“Mini.” Suara Ario terdengar ragu. Walau nafsunya sudah di ubun-ubun, tapi masih ada sisanya walau sedikit dari otaknya itu yang menyuruhnya untuk berhenti. “Please, suruh aku berhenti sekarang juga, Mini!” ucapnya terdengar begitu tersiksa. Ario terlihat kesakitan menahan gairahnya.Lasmini seketika menggelengkan kepalanya. Dia kemudian tanpa aba-aba melumat bibir Ario tanpa ampun. Tubuh pria itu bahkan terhuyung ke belakang karena begitu kuat tubuh ramping Lasmini menekan tubuhnya. Secara alamiah tangan Ario kembali membelit tubuh wanita yang telah membuatnya tergila-gila. Dengan cepat, jemari Ario menanggalkan blouse merah marun dari tubuh wanita yang telah membuat dirinya tergoda hingga blouse itu teronggok di lantai.Ario mengumpat kala melihat sosok Lasmini yang begitu menantang dan menggoda dirinya. Tubuh Lasmini sudah nyaris polos dengan gundukan kembar yang pucuknya terlihat sudah menegang. Kini hanya tersisa kain penutup inti tubuh yan
“Kamu siapa?” tanya wanita itu saat dirinya sudah ada di depan Lasmini, yang baru saja keluar dari ruangan Ario.“Saya Lasmini, sekretaris Pak Ario.” Lasmini mengulurkan tangan ke arah wanita itu. “Ibu siapa, ya? dan ingin bertemu dengan siapa?” tanya Lasmini ramah.“Saya Rosalia, istri Pak Ario.” Wanita yang ternyata adalah istri dari Ario menerima uluran tangan Lasmini. “Pak Ario ada?”Deg!!“Ada, Bu. Silahkan masuk,” sahut Lasmini yang kemudian membukakan pintu untuk Rosalia.Rosalia segera masuk ke dalam ruangan Ario. Dia langsung melangkah menuju ke tengah ruangan dan berhenti tepat di depan meja kerja Ario. Sedangkan Lasmini kembali menutup pintu ruangan itu, tapi kali ini dia tidak menutupnya dengan rapat. Lasmini sengaja ingin mendengarkan pembicaraan dua orang itu. Bukan untuk ingin tahu urusan pribadi orang lain, tapi Lasmini ingin mengetahui kebenaran ucapan Ario kep
Telepon di meja kerja Lasmini berdering dan menampilkan nama Ario di layar telepon itu. Lasmini segera mengangkatnya, "Halo."[Halo, sayang. Kita makan siang bareng nanti, ya.] Ario tersenyum sumringah di seberang sana."Sepertinya nggak bisa, Mas. Aku sudah janji makan siang dengan temanku." Lasmini berusaha menghindari Ario. Dia sudah bertekad akan menjaga jarak dengan pria itu sampai urusan rumah tangga Ario selesai.[Janji makan siang dengan Bayu?] tanya Ario tanpa basa-basi. Tiba-tiba hatinya dipenuhi perasaan cemburu. Terlintas di pikirannya kalau Lasmini tadi pagi melakukan janji dengan Bayu saat mereka bertemu di tempat parkir."Aku tidak janji makan siang dengan dia, Mas. Aku janji makan siang dengan sekretaris lain." Lasmini memberikan alasan yang masuk akal yang bisa membuat Ario mempercayainya, karena sebenarnya dia tidak ada janji makan siang dengan siapapun. Dia akan makan sendiri di ruangannya.[Ya sudah kalau begitu. Pulangnya
“Lho, kenapa harus saya, Pak? biasanya Pak Arif kalau melakukan pertemuan dengan investor selalu sama Pak Dody. Nah seharusnya sekarang Pak Ario juga begitu, pergi menemui investor bersama Pak Dody bukan dengan saya.” Lasmini mengerucutkan bibirnya., yang justru hal itu membuat Ario semakin gemas ingin melumat habis bibir merah nan indah itu.“Iya, tapi sekarang Dody sedang cuti. Kamu lihat sendiri tadi, dia nggak hadir di meeting dengan jajaran Direksi itu. Jadi tolong kamu temani aku di pertemuan dengan investor itu, ya.” Ario memandang Lasmini dengan tatapan penuh permohonan.Lasmini menghela napas panjang. Dia sekarang jadi tidak mempunyai pilihan lain selain menuruti keinginan Ario. “Baiklah kalau begitu, nanti saya akan pergi ke restoran Jepang itu lebih awal untuk mempersiapkan tempat yang Pak Ario butuhkan. Sekarang saya permisi dulu, Pak.” Lasmini kemudian berjalan ke arah pintu. Baru satu langkah Lasmini berjalan, tiba-tiba