Lasmini memandang kalender dengan tatapan nanar. Wajahnya seketika pucat, mengetahui kalau dia sudah telat datang bulan. Tangisnya pecah seketika saat membayangkan apa yang akan dia alami, karena dia masih sekitar tiga bulan lagi lulus sekolah.
Tangisnya pun semakin kencang saat ibunya datang untuk mengetahui apa yang membuat dirinya menangis. Lasmini segera menceritakan tentang keterlambatan tamu bulanannya.
Sulastri tidak bisa berkata apa-apa lagi, bibirnya terkatup dan dadanya terasa nyeri karena putri semata wayangnya telah dirusak oleh orang lain yang sebelumnya dia ketahui sebagai laki-laki yang baik. Tangannya terkepal menahan amarah dan akhirnya dia hanya bisa menangis meratapi nasib anaknya.
“Kamu ujian kapan, Mini?” Tanya Sulastri memastikan, untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan dia ambil untuk melindungi anaknya.
“Sekitar tiga bulan lagi, Bu.” Sahut Lasmini disela tangisannya.
Sulastri menghitung usia kehamilan Lasmini sampai dia ujian sekolah nanti. Dan dia mengambil kesimpulan kalau usia kehamilan anaknya sekitar empat bulan saat Lasmini ujian sekolah. Sulastri berencana akan membawa anaknya ke bidan yang ada di desa tempat saudaranya tinggal, karena dia tidak mau orang di desanya tahu tentang kehamilan anaknya.
Sulastri lantas membawa Lasmini ke rumah saudaranya yang ada di desa sebelah. Dia menceritakan mengenai kehamilan anaknya, dan dia berharap kalau saudaranya dapat membantunya untuk menutupi kehamilan anaknya.
“Lalu apa rencana Mba Lastri selanjutnya?” Tanya Agus pada kakaknya itu.
“Aku ingin Lasmini lulus sekolah tanpa orang tahu tentang kehamilannya.” Ucap Sulastri sambil menghapus air matanya.
“Mba Lastri tidak berniat untuk melenyapkan bayi itu, bukan?” Tanya Agus hati-hati takut menyinggung perasaan kakaknya.
“Tentu tidak, Gus! bayi itu tidak berdosa justru aku ingin melindungi anak dan cucuku dengan membawa ke bidan yang ada di desa ini, agar Lasmini dapat memeriksakan kandungannya tanpa orang desa tempat aku tinggal tahu.” Jawab Sulastri sambil mengelus bahu anaknya yang menundukkan kepalanya.
“Baiklah, aku akan bantu Mba Lastri agar bisa tinggal di desa ini. Dan aku akan mengantar Lasmini berangkat ke sekolah dan Mba Lastri yang akan menjemputnya nanti.” Ucap Agus memberikan solusi dari permasalahan yang di hadapi kakaknya.
“Terima kasih banyak, Gus.” Ucap Sulastri sambil menggenggam tangan adiknya.
“Dan kamu sebaiknya memakai baju yang longgar ya, Mini, agar kehamilan kamu tidak diketahui oleh pihak sekolah dan kamu dapat mengikuti ujian sekolah nanti.” Saran Agus kepada keponakannya itu.
“Iya, Paman.” Sahut Lasmini yang masih tetap menundukkan kepalanya karena malu.
Akhirnya Lasmini dan ibunya akan tinggal di desa tempat pamannya tinggal, untuk menghindari gunjingan orang yang akan berakibat fatal pada pendidikan Lasmini.
***
Lasmini dan ibunya sudah satu bulan tinggal di desa tempat tinggal pamannya. Dia dan ibunya tinggal di rumah yang terletak disamping rumah pamannya. Sulastri menjual rumah peninggalan mendiang suaminya dan membeli rumah di desa itu.
Lasmini semakin giat belajar demi bisa lulus sekolah, sedangkan Sulastri berjualan makanan untuk menyambung hidup mereka.
Sulastri sangat bersyukur, kehamilan anaknya sama sekali tidak mengganggu kegiatan belajar Lasmini. Dia berharap agar kehamilan Lasmini tidak diketahui oleh pihak sekolah, sehingga anaknya dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik. Dan dia juga bersyukur, menurut bidan yang memeriksa kandungan Lasmini bahwa calon cucunya itu sehat.
Sesuai dengan anjuran pamannya, Lasmini selalu memakai pakaian yang longgar sehingga perut nya yang sedikit membuncit tidak tampak. Bibinya juga sering memberikan makanan dan minuman yang bergizi agar Lasmini dan bayinya kondisinya selalu sehat.
“Makan yang banyak ya, Mini, supaya kamu dan bayi kamu sehat.” Ucap Titiek, bibinya Lasmini.
“Iya, Bi, terima kasih atas kebaikan Bibi.” Sahut Lasmini sambil memeluk bibinya yang berdiri dihadapannya.
“Kamu sudah aku anggap sebagai anakku, Mini.” Ucap Titiek balas memeluk Lasmini dengan penuh kasih sayang.
Air mata Lasmini jatuh menetes di pipinya yang halus, dia terharu akan kebaikan saudaranya dan dia sangat menyesali perbuatannya dahulu dengan Ario, yang mengakibatkan keluarganya ikut menanggung akibat perbuatan dirinya.
Seandainya waktu dapat diputar kembali, Lasmini memilih untuk tidak mengenal orang yang bernama Ario. Penyesalan sekarang tidak lah berguna karena semua sudah terjadi, dan Lasmini kini menanggung akibat dari kebodohannya karena dengan mudah tergoda dengan rayuan Ario.
“Ujian semakin dekat, aku harus semangat belajar supaya cepat lulus dan nanti kalau aku sudah melahirkan, aku akan mencari pekerjaan untuk membantu ibu.” Ujar Lasmini bermonolog.
***
Satu bulan kemudian.
Lasmini dan teman-temannya kini mulai mengikuti serangkaian ujian praktek untuk melengkapi hasil dari ujian sekolah. Ujian praktek itu dilaksanakan selama satu minggu, dan beruntung bahwa Lasmini masih bisa mengikutinya dengan baik dalam kondisinya yang sedang hamil muda.
Lasmini sedang berdiri didepan papan pengumuman dan sedang mencatat jadwal ujian sekolah yang akan diadakan dua minggu lagi. Dan saat itulah Asih, sahabatnya mendekati dirinya.
“Mini, kamu kenapa kok pindah rumah?” Tanya Asih yang hanya mendapatkan senyuman Lasmini sebagai jawaban.
“Lho, kenapa cuma senyum saja jawabannya?” Tanya Asih lagi sambil mengguncang lengan Lasmini menginginkan jawaban lebih dari sekedar senyuman.
“Aku pindah karena rumah aku dijual sama ibuku dan aku tidak tahu kenapa rumahku dijual, paham!” Elak Lasmini dengan tegas lalu pergi meninggalkan Asih yang terperangah mendengar jawaban temannya itu.
Lasmini berjalan cepat untuk menghindari Asih yang dia takutkan akan mengikutinya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang enggan dia jawab.
Dia menengok ke belakang dan bersyukur saat dilihatnya Asih sedang berbincang dengan temannya yang lain dan tidak mengikutinya lagi. Karena terlalu khawatir Asih akan mengikutinya, Lasmini berjalan sambil menengok kebelakang sehingga dia tidak melihat ada orang didepannya.
Brukk.
Lasmini terperanjat saat dirinya menabrak gurunya yang juga sedang berjalan sambil menundukkan kepalanya, sehingga mereka saling bertabrakan dan hampir saja tubuh Lasmini terjatuh kalau guru itu tidak memegang pinggangnya. Seketika Lasmini sadar kalau guru itu memegang daerah perutnya, lalu segera dia tepis tangan guru itu dan bergegas pergi dari sana.
Guru itu tiba-tiba menahan tangan Lasmini yang hendak berlalu dari sana.
“Lasmini, kenapa perut kamu?” Tanya guru itu yang sontak membuat Lasmini terkejut dan wajahnya menjadi pucat pasi.
“Ti-tidak apa-apa, Bu.” Jawab Lasmini dengan tergagap sambil berusaha sewajar mungkin didepan gurunya.
“Lalu kenapa kamu tadi menepis tangan saya kalau memang tidak ada apa-apa?” Guru itu bertanya lagi yang semakin membuat Lasmini panik karena takut kehamilannya akan diketahui oleh gurunya.
“Maaf, Bu, tadi saya refleks.” Sahut Lasmini dengan wajah yang memelas.
“Kamu tahu kalau itu tidak sopan, bukan?” Guru itu masih tidak puas dengan jawaban Lasmini.
‘Mati aku, jangan sampai bu guru curiga kalau aku sedang hamil’ batin Lasmini.
“Saya mohon maaf, Bu, saya janji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Lasmini sambil menatap wajah gurunya dengan tatapan permohonan dan kedua tangan yang dia tautkan didepan dadanya.
Lasmini mengikuti langkah gurunya yang membawa dia ke ruang guru untuk dimintai keterangan akibat ulahnya yang dinilai tidak sopan.“Bu Nita, saya mohon maaf kalau perbuatan saya tadi tidak sopan. Saya menyesal bu, mohon maafkan saya.” Ucap Lasmini dengan wajah sendu.“Kamu sudah bukan anak kecil lagi, Lasmini, tentunya kamu sudah tahu mana yang baik dan mana yang tidak. Jadi tidak sepantasnya kamu berbuat seperti tadi terhadap guru kamu. Dan lagi saya sebenarnya ingin menanyakan sesuatu sama kamu.” Bu Nita diam sejenak untuk mencari kata-kata yang tepat untuk dia ajukan kepada Lasmini.“Ada apa, Bu?” tanya Lasmini takut.“Saya perhatikan ada perubahan pada diri kamu, lebih tepatnya pada tubuh kamu.” Ucap Bu Nita sambil memperhatikan Lasmini dengan seksama.‘Ya Tuhan, tolong aku’ ucap Lasmini dalam hati.“Ma-maksud Ibu, ba-bagaimana?” tanya Lasmini ketakutan karena seper
Lasmini menengok ke arah sumber suara, dan dia sangat terkejut saat melihat orang yang sudah memanggilnya. Jantungnya berdegub kencang karena Suparman, orang yang sangat ingin dia hindari sudah ada di belakangnya. “Terima kasih, Mas Parman, tapi saya biasa pulang di jemput oleh ibu. Kini ibu sedang dalam perjalanan menuju kemari,” sahut Lasmini beralasan agar Suparman mengurungkan niatnya untuk mengantar pulang. Dia tidak ingin orang desa tempat dia dulu tinggal mengetahui tempat tinggalnya yang baru sehingga mereka mengetahui kehamilannya. “Kamu kenapa tiba-tiba pindah rumah? Aku cari kamu lho selama ini, kangen aku tidak melihat kamu, Mini.” Suparman dengan senyuman penuh arti berusaha untuk merayu Lasmini. Lasmini merasa takut dan gugup saat Suparman sudah turun dari motornya dan melangkah menghampirinya. Dia mundur dua langkah berusaha menjauhi pria beristri itu. “Mini, maaf Ibu terlambat datang!” seru Sulastri yang tiba-tiba datang dan segera men
Enam bulan kemudian."Mini, ini ada lowongan pekerjaan di pabrik gula sebagai administrasi. Kalau kamu sudah siap bekerja coba melamar pekerjaan di situ," ucap pamannya ketika mengunjungi rumahnya."Iya Paman, aku siap. Aku sudah mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan," sahut Lasmini dengan senyum sumringah."Baik kalau begitu besok kamu Paman antar kesana untuk melakukan wawancara, karena mereka memang lagi butuh karyawan untuk posisi administrasi ini. Kalau kamu lulus seleksi wawancara ini besok bisa langsung bekerja," ucap pamannya. "Besok Paman datang jam delapan dan itu kamu sudah harus siap agar kita bisa langsung berangkat.""Baik, Paman. Aku janji sebelum Paman datang, aku sudah siap," ucap Lasmini dengan penuh semangat.
Sudah seminggu Lasmini bekerja di pabrik gula sebagai staf administrasi kantor. Dia bekerja dengan tekun dan mudah mengerti apa yang diarahkan oleh Aisyah, sehingga dalam waktu satu minggu Lasmini sudah mahir mengerjakan tugasnya.Aisyah pun senang dan puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Lasmini. Dia diam-diam mempunyai rencana untuk menaikkan gaji Lasmini apabila sudah selesai masa percobaan dan diangkat sebagai pegawai tetap di kantor itu.Selain tekun bekerja dan berhasil mengerjakan tugas dengan baik, Lasmini juga seorang wanita yang mudah bergaul sehingga dalam waktu yang relatif singkat sudah memiliki teman di kantor itu. Dari sekian orang di kantor itu, ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikan Lasmini dan mencoba untuk mengenal Lasmini lebih dekat lagi.“Lagi sibuk, Mini?” tanya pemuda itu sambil tersenyum.“Eh, Mas Yudi. Biasa saja sih tidak terlalu sibuk,” sahut Lasmini balas tersenyum ke arah Yudi yang memb
Keesokan harinya, Lasmini berangkat kerja dengan perasaan yang tidak enak. Dia merasa bersalah terhadap Yudi, yang dia tolak keinginannya secara halus yang ingin mampir ke rumah Lasmini.Tatapan Lasmini bertemu dengan tatapan Yudi saat gadis itu tiba di kantor. Lasmini tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya kepada Yudi yang juga tersenyum ramah terhadapnya.“Pagi, Mini!” sapa Yudi yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Meja kerja Lasmini.“Pagi, Mas Yudi!” balas Lasmini sambil menatap Yudi dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia ingin menghindar dari pria ini namun rasanya sulit karena Yudi seperti mengikutinya. Lasmini ingin menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan Yudi. Dia sadar dirinya bukan wanita yang seperti Yudi bayangkan, dia takut kalau Yudi akan kecewa setelah tahu kalau dirinya sudah memiliki seorang anak.“Nanti makan siang bareng yuk, Mini!” ajak Yudi sambil tersenyum ramah dan berharap kalau g
Sudah tujuh bulan Lasmini bekerja di pabrik gula itu sebagai staf administrasi kantor. Dan dia selalu bekerja dengan baik yang membuat Aisyah sebagai pimpinannya sangat puas dengan pekerjaannya yang rapi dan tepat waktu. Karena itu Aisyah berniat untuk mengikutsertakan Lasmini kursus Bahasa Inggris yang diadakan oleh perusahaannya.“Lasmini! Kemari sebentar!” seru Aisyah yang memanggil Lasmini melalui panggilan telepon.Lasmini segera beranjak dari tempat duduknya menuju ke meja kerja Aisyah. Dengan langkah tergesa gadis itu menuju ke meja Aisyah yang sudah menunggunya.“Pagi, Bu.” Lasmini menyapa dengan sopan atasannya setelah dia sampai di meja kerja wanita paruh baya itu.“Begini, kantor ini akan mengadakan kursus Bahasa Inggris bagi karyawannya yang sudah bekerja dengan baik. Dan saya mendaftarkan kamu untuk ikut di kursus itu karena kamu sudah bekerja dengan baik selama ini. Jadi mulai hari senin depan kamu akan mulai ku
Sudah satu bulan Lasmini menggunakan telepon genggam pemberian Aisyah. Dia mulai rajin melihat beberapa lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi yang dia miliki. Sampai pada suatu hari setelah makan siang, Lasmini menghampiri Aisyah yang dia lihat tidak sedang sibuk.“Selamat siang, Bu!” sapa Lasmini sambil membungkuk sopan terhadap Aisyah.“Siang, Mini! ada apa?” tanya Aisyah setelah dia meletakkan telepon genggamnya di atas meja. “Silahkan duduk!” ujarnya dengan ramah.Lasmini segera duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Aisyah. Dia kemudian memperlihatkan telepon genggamnya yang terdapat lowongan pekerjaan di kota.“Saya akan memperlihatkan ini pada Ibu dan saya meminta saran apa menurut Ibu saya bisa mengirimkan lamaran pekerjaan di perusahaan tersebut,” ujar Lasmini sambil menatap Aisyah dengan penuh harap saran dari wanita paruh baya itu.Aisyah memperhatikan lowongan pekerjaan ya
Lasmini pergi ke kota dengan diantar oleh pamannya. Agus dengan setia mengantar Lasmini menuju perusahaan yang akan melakukan tes terhadap keponakannya itu."Paman tunggu di bawah ya, Mini." Agus hanya boleh mengantar Lasmini sampai lobby saja, selebihnya Lasmini naik ke lantai lima dengan diantar oleh salah seorang staf HRD.Lasmini berdoa semoga dirinya bisa di terima bekerja di perusahaan ini.Setelah beberapa jam, Lasmini selesai juga melakukan serangkaian tes. Dia disuruh menunggu untuk mendapatkan hasilnya."Lasmini!" panggil staf HRD itu dengan tersenyum ramah."Iya, Bu." Lasmini berdiri dan berjalan mendekati staf HRD itu.Staf HRD itu mengajak Lasmini untuk
Setelah acara makan malam, para tamu undangan memberikan selamat kepada pasangan suami istri yang tengah berbahagia itu. “Selamat atas hari jadi pernikahannya Pak Ario, Bu Lasmini,” ucap salah seorang pria yang datang bersama istrinya . “Terima kasih atas kedatangannya di acara kami ini, Pak, Bu,” sahut Ario pada pasangan suami istri yang merupakan rekan bisnisnya. Setelah para tamu undangan mengucapkan selamat padanya dan juga istrinya secara bergantian, kini giliran Ario dan Lasmini mengucapkan sepatah dua kata di acara tersebut. “Terima kasih untuk para tamu undangan yang telah bersedia hadir di acara kami. Hari ini, satu tahun yang lalu saya telah membuat keputusan paling penting dalam hidup saya. Saya telah berjanji dengan wanita yang ada di sebelah saya ini, untuk selalu berjalan bersama di hari-hari yang terbentang di depan. Dan wanita yang ada di sebelah saya ini juga telah memberikan saya kebahagiaan. Membuat hidup saya menjadi berwarna dan dia juga telah memberikan saya d
Lima bulan kemudian.Lasmini bingung saat bangun tidur, dia tidak mendapati Ario ada di sampingnya. Biasanya suaminya itu masih tertidur pulas di jam seperti ini. Lasmini melihat waktu menunjukkan pukul lima pagi. Dia bangkit dari tidurnya dan melangkah ke arah kamar bayi yang ada di sebelah kamarnya. Dia tersenyum saat melihat Anisa masih tertidur pulas. Lasmini lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan menunaikan sholat subuh.Selesai menunaikan sholat subuh, Lasmini berjalan keluar kamar. Dia berencana untuk mencari keberadaan suaminya pagi ini.“Apa Mas Ario sedang olahraga? mungkin dia sedang lari pagi di luar rumah. Aku buatkan dia kopi saja kalau begitu. Jadi saat dia pulang, Mas Ario bisa langsung minum kopinya,” gumam Lasmini bermonolog.Lasmini melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur. Di sana dia melihat asisten rumah tangganya tengah sibuk menyiapkan sarapan.
Tiga bulan kemudian.Lasmini melihat penunjuk waktu di dinding dengan perasaan kesal yang menyelimuti dirinya. Sudah jam sembilan malam tetapi Ario dan Bima belum tampak juga batang hidungnya di rumah. Saat ini Bima seharusnya sudah bersiap untuk tidur, tetapi Ario yang membawa anak sulungnya itu pergi dari tadi sore belum kembali ke rumah.Lasmini menyesal menuruti perintah Ario agar tetap berada di rumah menjaga Anisa. Ario meminta Lasmini untuk tidak ikut serta dengan mereka, karena Anisa yang rewel sepanjang sore hari tadi. Waktu terus berjalan dan Lasmini sudah bolak-balik melihat ke luar rumah tapi tidak ada tanda-tanda mereka akan datang.Dia mencoba menelepon suaminya itu untuk mengetahui keberadaan mereka saat ini. Namun, Ario sama sekali tidak mengangkat teleponnya, bahkan pesan yang dia kirim hanya dibaca saja.‘Kenapa aku telepon tidak dia angkat, ya? kemana sih mereka sampai sekarang belum pulang? awas saja nanti kalau sudah sampai di r
“Mimpi kalau aku tidak disayang lagi sama Bunda dan Ayah. Aku duduk sendiri. Ayah sama Bunda mencium Dedek Nisa.” Bima kemudian menangis kala dia mengingat mimpinya itu.Lasmini tersenyum mendengar ucapan anak sulungnya itu. Dia lalu memeluk tubuh bocah itu seraya berkata, “Itu hanya mimpi, sayang. Jangan diambil hati. Bunda sama Ayah tetap sayang sama Bima, kok, walaupun sudah ada Dedek Nisa.” Lasmini lalu mencium pipi gembil Bima dengan penuh kasih sayang.Namun, tiba-tiba saja Bima menarik wajahnya dari wajah ibunya seraya berkata, “Beneran kalau Bunda tetep sayang sama aku?” tanya Bima dengan suara perlahan menatap Lasmini lekat.Lasmini kembali tertawa dan mencolek hidung mancung anaknya. “Benar dong sayang. Masak Bunda bohong.”Lasmini lalu mencium pipi anaknya gemas. Bima rupanya merasa lega dengan jawaban ibunya. Dia terkekeh kala ibunya terus mencium wajahnya. Hingga suara tangisan Anisa menghentika
“Sayang, sudah siap belum?” tanya Ario sambil mengetuk pintu kamar mandi. Istrinya tadi pamit padanya hendak ke kamar mandi sebentar sebelum mereka mulai ‘olahraga malam’ yang sudah ditunggu oleh Ario selama dua bulan.“Sebentar, Mas. Tunggu saja di tempat tidur, nanti juga aku keluar!” jawab Lasmini dari dalam kamar mandi. Ario kemudian kembali melangkah ke arah tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar.Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan sosok Lasmini yang memakai lingerie merah. Dia berjalan perlahan mendekati suaminya yang sudah siap di atas tempat tidur. Lasmini tersenyum menggoda ke arah suaminya yang kini menatap ke arahnya dengan tatapan takjub dan tanpa berkedip sedikitpun.“Jadi ini yang membuat kamu lama di kamar mandi, hm. Dan ini lingerie merah kapan belinya?” tanya Ario mulai menggoda
“Mini, ganti baju kamu!” ujar Ario saat akan mengantar istrinya ke rumah sakit, dengan tujuan ke dokter anak karena bayinya akan melakukan imunisasi tahap awal.“Kenapa memangnya, Mas. Sepertinya baju yang aku kenakan ini sopan.” Lasmini memindai lagi pakaian yang dia kenakan hari ini. Dan dia tidak menemukan ada yang salah pada pakaiannya itu.“Itu pakaiannya menggoda iman, sayang. Aku saja tergoda apalagi orang lain. Dan aku tidak mau kalau dokter anak itu menjadi sainganku,” sungut Ario yang mulai dengan mode sebagai suami posesif.Lasmini merotasi matanya dengan malas. Dia melepas pakaiannya di depan suaminya, yang seketika membuat Ario menelan saliva, saat melihat tubuh istrinya yang semakin menggoda setelah melahirkan anaknya. Lasmini kemudian mengenakan pakaian lainnya dan memperlihatkan penampilannya kini di depan Ario untuk meminta pendapat suaminya itu.“Ba
Keesokan Harinya, Nuni datang ke kamar rawat inap Lasmini dengan senyum sumringah terbit dari bibirnya. Dia langsung membuka pintu ruang rawat inap itu. Senyumnya semakin merekah kala melihat cucunya saat ini tengah tertidur di box bayi.“Cucuku cantik sekali. Sayang sedang tidur, padahal Ibu mau menggendong dia,” ucap Nuni kala dia sudah memasuki ruang rawat inap itu dan menatap cucunya di pinggir box bayi.“Iya, Bu. Nisa baru saja selesai menyusu. Dan seperti biasanya kalau habis menyusu dia pasti tertidur.” Lasmini berkata sambil tersenyum menatap wajah ibu mertuanya.Di saat bersamaan, pintu kamar rawat Lasmini terbuka. Menampilkan sosok Aisyah dan Wahyu di ambang pintu.“Kamu sudah sampai dulu rupanya Nun. Arief mana? kamu datang sendiri kemari?” tanya Aisyah yang melangkah ke arah Lasmini. Dia lalu mengecup pipi anaknya lembut.“Mas Arief sedang main golf. Katanya, nanti langsung kemari setelah acara
“Sabar, Bu. Ini sedang kami diskusikan. Nanti kalau sudah dapat pasti akan kami beritahu,” ucap Ario.“Jangan lama-lama memberi namanya! masak nanti kalau ada yang menjenguk tidak bisa memanggil namanya. Coba sekarang kamu arahkan kamera ke wajah cucu Ibu. Ibu sepertinya Ke rumah sakitnya besok pagi. Makanya sekarang Ibu mau melihat dulu cucunya,” cetus Nuni.Ario lalu mengarahkan telepon genggamnya ke arah bayi mungil nan cantik. Nuni memekik takjub kala melihat cucu keduanya itu sudah terlihat cantik saat ini.“Cantik sekali cucu Eyang. Jadi tidak sabar untuk segera ke sana. Ario, Mini, Bagaimana kalau Ibu yang memberi nama untuk cucu Ibu yang cantik ini?” tanya Nuni.“Boleh, Bu,” sahut Ario dan Lasmini bersamaan.Nuni terdiam sesaat. Dia tersenyum sumringah sebelum akhirnya berkata, “Bagaimana kalau Anisa Muliawati? kalian
Dua bulan kemudian....Lasmini tersenyum melihat kamar bayi yang warnanya sangat ‘girly’ dan indah dilihat. Lasmini berjalan mengelilingi kamar bayi yang didominasi warna pink. Lasmini semenjak tahu bayinya berjenis kelamin perempuan, langsung berbelanja perlengkapan bayi untuk bayi perempuan. Di saat dia tengah berkeliling kamar bayi, tiba-tiba saja Lasmini meringis sambil memegang perutnya. Dia lalu duduk di tepi tempat tidur. Dia sudah mulai terbiasa dengan kontraksi dini yang kadang timbul secara tiba-tiba dan menghilang setelah beberapa menit. Namun kali ini yang dia rasakan sama sekali beda dengan yang biasanya. Kali ini rasanya lebih sakit dan terasa terus-menerus sakitnya.“Mini! kamu kenapa?” tanya Ario saat dia memasuki kamar bayi.“Perut-ku mulas, Mas. Aku merasa ada sesuatu yang mendorong ke bawah,” ucap Lasmini melirih.“Hah! jangan-jangan ka