Feng Bingwen adalah seorang pangeran yang dulu sering disebut sebagai jenius bela diri. Tapi sebuah kudeta yang dilakukan sang paman, membuat dirinya kini dirundung. Ia bahkan hampir mati di jurang jika tidak ditolong Kakek Guozhi, seorang guru misterius, yang mendadak mengajarinya ilmu tradisional dalam 5 elemen. Bagaimana nasib Feng Bingwen? Berhasilkah ia menguasainya dan mengembalikan kerajaan, serta statusnya?
View More“Hoosh…Hoosh!”
Suara napas terengah-engah terdengar jelas di antara suasana hutan yang tenang. Seorang pria penuh luka di sekujur tubuh, kini sedang bersembunyi di balik batu besar dan melihat keadaan sekitar dari balik batu, untuk memastikan tidak ada orang yang mengejarnya. Feng Bingwen mencoba mengulur waktu, untuk menghindar dari teman-teman sebayanya yang membuat banyak luka ditubuhnya. Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba dirinya dikeroyok saat di akademi tanpa bisa memberikan perlawanan. Beruntung dirinya berhasil meloloskan diri menuju hutan di tepi kota tidak jauh dari kerajaan, dengan tipuan sederhana yang pernah dia pelajari. Sebenarnya, bisa saja dia berlari keluar kerajaan dan menuju kantor polisi atau rumah sakit. Tapi, penilaian masyarakat tentangnya tidak jauh berbeda. Yang dia takutkan justru orang-orang di kota, yang sudah memiliki peralatan yang serba canggih itu memanfaatkan peluang untuk menjatuhkan kerajaan. Sebab sejak dirinya dikenal sebagai ‘Pangeran Sampah’, semua menginginkan Bingwen jatuh. Namun, dia tidak menyangka jika pada akhirnya mereka akan melakukan hal gila seperti tadi. ZHIIIING! Setelah dirinya merasa aman, Bingwen menjatuhkan dirinya sambil bersandar pada batu besar di hadapannya. Ia mencoba menyerap energi yang ada disekelilingnya, namun usahanya tidak membuahkan hasil sama sekali. Padahal itu satu-satunya jalan baginya, agar dapat segera menyembuhkan luka-luka di tubuhnya. “Sial! Kenapa aku terus gagal melakukannya!” dengusnya kesal. ZHIIIING! Bingwen kembali mencoba, tetapi hasilnya masih tetap sama. Justru energi dan staminanya terus berkurang ditambah darah yang keluar dari semua lukanya juga tidak dapat dia hentikan. WHUUSSH! Tiba-tiba terdengar hembusan angin yang cukup besar, diikuti suara gemerisik dedaunan yang bergerak terkena hempasan angin tersebut. DEG! Bingwen menyadari sesuatu mendekat ke arahnya. Aura yang tidak asing untuknya karena bukan hanya sekali atau dua kali aura itu menekan dirinya selama ini. 'Kenapa harus saat ini?! Tubuhku sudah hampir mencapai batas. Jika harus bertambah serangan darinya, ini akan benar-benar menjadi akhir untukku! Apa memang ini semua sudah direncanakan sejak awal oleh mereka?’ pikir Bingwen dalam hati, sambil meringkuk agar tubuhnya tidak terlihat. BRAAAK! Benar saja, sebuah pukulan mendadak mendarat di salah satu pohon di hutan itu dan berhasil membuat binatang-binatang di sekitarnya berlarian mencari tempat persembunyian yang lain. Bingwen yang mendengarnya, semakin yakin jika seseorang yang datang itu adalah Feng Honghui, saudara sepupunya yang sangat ingin melihatnya jatuh lebih dalam lagi. Sejak kecil, saudaranya itu menyimpan dendam padanya karena rasa iri yang bertumpuk. Dan disaat dirinya jatuh dalam sekejap, Honghui tampaknya sudah menantikan ini, hingga Honghui selalu menyiksanya kapanpun ada kesempatan. “Apa kau akan terus bersembunyi, Bingwen?! Mana Pangeran jenius muda yang dianggap sebagai generasi yang lahir setiap 1000 tahun sekali, dan akan menjadi ahli bela diri kelas Master tingkat tertinggi?! Aku hanya melihat 'Sampah’ Feng Bingwen pengecut yang selalu bersembunyi! Hahahaha…” Teriakan Honghui yang dengan sengaja menekankan setiap katanya sembari tertawa. Tubuh Bingwen merinding dan berkeringat dingin. Sebenarnya, ucapan Honghui tidaklah salah, Bingwen dulunya sangat terkenal dengan kejeniusannya. Bukan karena dirinya seorang Pangeran, tapi bakat yang terlihat sejak kecil menjadikan dirinya lebih menonjol dibandingkan saudara-saudaranya. Namun, semua langsung berubah saat dirinya mengikuti ujian kenaikan tingkat. Harapan semua orang pupus, saat dirinya hanya bisa membangkitkan kelas Pemula tingkat 1. Dalam sekejap, sebutan ‘Pangeran Jenius’ langsung berubah menjadi 'Pangeran Sampah’, dan hujatan serta hinaan tidak henti dia terima. Bahkan, rakyat biasa memandang rendah dirinya, karena Bingwen tidak memiliki kekuatan apapun dengan tubuh yang semakin lemah. “Keluarlah!” Honghui kembali berteriak. “Bukankah setidaknya kau harus memperlihatkan martabat seorang pangeran, sebelum kau mati ditanganku?!” lanjutnya sambil terus mendekat kearah Bingwen berada. ‘Sial! Aku tidak bisa terus berada disini. Aku yakin dia sudah mengetahui keberadaan ku!’ pikir Bingwen sambil memikirkan cara untuk melarikan diri. Honghui semakin mendekat ke arah batu besar di hadapannya, dengan sebuah seringai mengembang di wajahnya. Dia sangat yakin jika Bingwen berada di balik batu itu, dan kesempatan yang ditunggu-tunggunya akan segera dia gunakan sebaik mungkin. Namun, saat Honghui melihat di balik batu untuk mengagetkan Bingwen, malah dirinya yang merasa tertipu. Di balik batu itu hanya ada tulisan menggunakan darah. Dan saat membaca tulisannya, mata Honghui membelalak dengan rahang yang mengeras. [ Honghui Bodoh ] Tulisan itu berhasil membuat Honghui naik pitam. Dia semakin tidak sabar untuk membunuh Bingwen dengan tangannya sendiri, untuk melancarkan rencananya dengan sang ayah! *** Di tempat lain, Bingwen yang berhasil melarikan diri hanya bisa berlari dengan tertatih. Dirinya tahu jika perbuatannya tadi, akan membuat Honghui tersulut emosi. Tapi, dia tidak bisa menyerah begitu saja, dan membiarkan Honghui berbuat seenaknya. Bingwen terus berlari tanpa arah, dengan mata yang mulai kabur karena darah yang terus berkurang. Dia sudah yakin jika memang inilah akhir untuknya, namun dia tidak sudi harus meregang nyawa karena saudaranya itu. Dia berpikir jika lebih baik mati kehabisan darah, dibandingkan mati di tangan Honghui dan membuatnya semakin besar kepala. Namun, dengan kemampuan yang Honghui miliki, tidak membutuhkan waktu lama untuk dirinya dapat menemukan Bingwen. Bingwen yang menyadari kehadiran saudaranya itu, masih terus berlari tanpa melihat ke arah belakang. Langkahnya terhenti saat dirinya berada di ujung tebing. Honghui yang menyadari kesempatannya sudah di depan mata, mulai mendekat dengan sorot mata yang penuh semangat. “Seharusnya sejak awal kau tidak perlu repot-repot melarikan diri seperti tadi! Jika kau meminta, aku akan dengan senang hati membunuhmu tanpa merasakan sakit!” ucap Honghui sarkas. Bingwen tidak langsung menanggapi, dirinya mencoba melirik ke arah dasar jurang. Dirinya berharap akan ada dasar yang sedikit rendah, untuk dapat dia gunakan untuk melarikan diri. Namun, sayangnya dia tidak melihat ujungnya sama sekali, dan hanya melihat kabut yang menutupi. “Cuih! Aku tidak Sudi mati di tanganmu!” sungut Bingwen sambil menatap tajam ke arah Honghui. “Hahahaha…,” Honghui tertawa terbahak-bahak. “Sepertinya kau benar-benar sudah mendalami menjadi sampah! Apa kau tidak melihat kondisi dan situasimu saat ini?!” sahut Honghui sambil menaikkan sebelah alisnya. “Sebenarnya apa salahku, sampai kau sangat ingin membunuhku seperti ini?!” teriak Bingwen yang menyadari akhir untuknya, setidaknya dia mengetahui alasan dirinya harus mati saat ini. “Kau terlalu munafik! Apa kau pikir aku perlu memiliki alasan?! Aku hanya ingin kau mati, jadi jangan terlalu marah padaku dan beristirahatlah dengan tenang!” jawab Honghui sambil menendang tubuh Bingwen agar jatuh ke dasar jurang. “Tidaaaakk!” Bingwen mencoba meraih tangan Honghui untuk berpegangan. Namun, Honghui sengaja menghindar dan membuat Bingwen jatuh ke dasar jurang. “Ingat, jangan terlalu membenciku!” ucap Honghui saat tubuh Bingwen masih terlihat, sambil menyeringai puas dengan apa yang dia lakukan. Setelah memastikan tubuh Bingwen menghilang, Honghui tersenyum puas. Dengan menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya, ia melesat menghilang dalam sekejap dari ujung tebing itu. “Dengan ini rencana kami akan berhasil,” pikirnya, bergegas untuk kembali ke kerajaan, untuk melaporkan kejadian yang baru saja terjadi dan kematian Bingwen kepada ayahnya Bersambung...Bingwen berdiri di atas tanah kering dan retak, tatapannya menyapu sekeliling. Gunung gersang ini tidak seperti tempat-tempat sebelumnya yang pernah dia lalui. Tidak ada pepohonan yang bisa memberinya naungan, tidak ada sungai yang bisa memberinya seteguk air, dan yang paling membuatnya gelisah—tidak ada tanda-tanda keberadaan Kakek Guozhi.“Kakek?” panggilnya, berharap suara berat gurunya akan menyahut. Namun, yang terdengar hanya suara angin yang menyapu debu dan kerikil di sekelilingnya.Dia sama sekali tidak menyangka jika sang guru telah pergi, karena sejak awal Chi milik Kakek Guozhi tidak pernah terasa oleh Bingwen. Dan dalam waktu sekejap, dirinya harus dihadapkan rintangan yang harus dia hadapi seorang diri tanpa arahan dari sang guru lagi.Bingwen mengepalkan tangan, menenangkan dirinya. Ini adalah ujian. Kakek Guozhi telah mengatakan bahwa untuk benar-benar memahami Elemen Tanah, dia harus menyatu dengannya, memahami bagaimana tanah bernapas, bagaimana ia menyimpan kekuatan
Bingwen berdiri dengan penuh percaya diri di atas tanah yang kini seolah menjadi bagian dari dirinya. Setelah mengalahkan puluhan Golem Tanah, ia merasa bahwa dirinya telah berkembang pesat. Dulu, ia harus bersusah payah untuk sekadar bertahan, tetapi kini ia dapat mengendalikan tanah dengan lebih mudah. Senyum puas terukir di wajahnya.Kakek Guozhi mengamatinya dari kejauhan, tatapannya tajam. Ia bisa melihat perubahan dalam diri muridnya—bukan hanya kekuatan yang meningkat, tetapi juga sikapnya. Bingwen tampak terlalu percaya diri, bahkan ada sedikit kesombongan dalam sorot matanya. Ini adalah hal yang wajar bagi murid yang mulai merasakan kekuatannya, tetapi jika dibiarkan, bisa menjadi kelemahan yang fatal.“Kau merasa sudah menguasai Elemen Tanah?” tanya Kakek Guozhi tiba-tiba.Bingwen menoleh dengan ekspresi percaya diri. “Aku rasa begitu, Guru. Aku bisa merasakan aliran Chi di dalam tanah, menggunakannya untuk menyerang dan bertahan. Aku bahkan bisa bergerak melalui tanah seper
Bingwen berdiri dengan kaki yang masih menjejak kuat ke tanah yang kering dan retak. Napasnya masih terengah setelah pertarungan melawan lima Golem Tanah, namun matanya tetap berbinar penuh semangat. Ia merasa bahwa tubuhnya mulai selaras dengan elemen baru ini, namun dirinya tahu bahwa pemahaman tersebut masih sangat dangkal.Kakek Guozhi berjalan mendekat, tatapannya tajam namun penuh kebanggaan. "Kau telah melakukan langkah pertama dengan baik, Bingwen. Namun, mengendalikan Elemen Tanah bukan hanya tentang menggunakan kekuatan tanah untuk menyerang atau bertahan. Kau harus bisa menyatu dengannya, merasakan aliran Chi yang ada di dalam tanah, dan memanfaatkannya dengan cara yang lebih cermat."Bingwen mengangguk penuh perhatian. "Apa yang harus kulakukan, Guru?"Kakek Guozhi menepukkan tangannya ke tanah dengan lembut. "Duduk dan tutup matamu. Rasakan dunia di bawah kakimu. Tanah yang kau pijak bukan hanya sekadar benda mati. Ia memiliki Chi sendiri, energi yang terus mengalir di da
Bingwen menatap pemandangan di depannya dengan penuh kewaspadaan. Debu-debu halus berputar di udara akibat angin yang bertiup perlahan. Di sekelilingnya, tanah kering dan pecah-pecah membentang sejauh mata memandang. Tidak ada pepohonan, tidak ada tanda-tanda kehidupan selain batuan besar yang tersebar tak beraturan di atas permukaan yang kasar.Kakek Guozhi berdiri tegap di sisi Bingwen. Ekspresi wajahnya tetap tenang, namun ada sorot mata tajam yang menunjukkan keseriusan."Elemen Tanah bukan sekadar mengontrol bumi, tetapi juga memahami kekokohan, kestabilan, dan kekuatan yang tersembunyi di dalamnya," ujar Kakek Guozhi. "Kau harus belajar bagaimana menjadi seteguh tanah yang menopang kehidupan, sekuat gunung yang menahan badai, dan sefleksibel pasir yang mengikuti angin."Bingwen mengangguk dengan penuh semangat. "Apa yang harus aku lakukan, Guru?"Kakek Guozhi tersenyum tipis sebelum mengayunkan tangannya ke tanah. Seketika, tanah di depan mereka mulai bergetar. Batu-batu besar b
Bingwen terus melangkah dengan beban di kaki dan tangannya, merasakan ketegangan otot yang semakin terasah seiring waktu. Dia sadar bahwa pelatihan ini bukan sekadar ujian fisik, tetapi juga melatih ketahanan mentalnya. Setiap langkah yang diambilnya semakin memperkuat keyakinannya untuk menjadi lebih kuat.Saat ia hampir tiba kembali di pondok, angin kencang tiba-tiba berhembus dari belakangnya. Bingwen menghentikan langkahnya dan menoleh, merasakan sesuatu yang aneh. Sebelum sempat berpikir lebih jauh, sosok Kakek Guozhi melesat turun dari udara dan mendarat di hadapannya dengan ekspresi serius."Guru?" Bingwen menatapnya heran. "Bukankah aku hanya disuruh mengambil air?"Kakek Guozhi tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia menatap muridnya itu dengan mata yang sarat akan pertimbangan. Setelah beberapa saat, dia menghela napas berat dan berkata, "Bingwen, mulai hari ini, pelatihan mu akan dipercepat."Bingwen mengerutkan kening. "Dipercepat? Tapi, bukankah Guru mengatakan aku harus
“Ramuan itu hanya bisa benar-benar berfungsi, saat kau juga melatihnya. Jadi, semua akanterlihat dari usahamu setelah mendapatkan Chi yang jauh lebih besar,” jelas kakek Guozhiyang langsung mendapatkan anggukan kepala Bingwen, tanda dirinya paham dengan apayang dimaksud oleh sang guru.“Jadi, apa aku akan langsung melanjutkan ujian ilmu selanjutnya?” tanya Bingwen yangterlihat sangat bersemangat, dengan tatapan mata berbinar yang membuat siapapun dapatmerasakan tekadnya yang membara.Kakek Guozhi tidak langsung menjawab. Dengan satu gerakan tangan sebuah sapu lididengan gagang panjang melayang mendekat, dan mendarat tepat di pangkuan Bingwenyang masih berada di posisi semedinya.“Memang bagus jika kau memiliki semangat dan tekad seperti itu. Tapi, kau hanya akangagal jika tidak memiliki persiapan apapun sebelum berperang!” ucap kakek Guozhimembuat perumpamaan.Bingwen yang terlihat bingung menatap sang guru dengan alis yang terangkat sebelah,namun tidak lama kemudian diriny
Bingwen sampai di pondok pada pagi hari, dengan tubuh yang kembali bugar tanpa ada luka luar yang terlihat. Dengan seringaian khas miliknya, Bingwen mendekat ke arah sang guru yang tampak sudah menantikan kedatangannya.“Guru, aku berhasil!” seru Bingwen sambil memamerkan kekuatan baru yang dimilikinya.Beberapa batang kayu melayang ke arah Bingwen dan berputar-putar di atasnya. Dan dengan satu gerakan, Bingwen menata batang-batang kayu itu dengan tumpukan yang sangat rapi di tempat penyimpanan kayu bakar milik kakek Guozhi.Kakek Guozhi yang melihat tingkah Bingwen hanya tersenyum miring, yang lagi-lagi tertutupi oleh jenggot putihnya. Tapi, Bingwen yang penglihatannya jauh lebih meningkat dari sebelumnya, bisa langsung menyadari senyuman yang mengembang di wajah sang guru.“Bukankah aku hebat, Guru?! Bahkan belum ada satu bulan aku memasuki hutan inti gunung itu!” ucap Bingwen yang berusaha mendapatkan pengakuan dari kakek Guozhi dengan bersemangat.“Kau jangan terlalu senang! Masih
Bingwen menutup matanya dan merasakan aliran Chi yang kini terasa seperti sungai yang deras, penuh dengan energi yang meluap-luap, namun sulit dikendalikan. Sambil mengangkat kedua tangannya, Bingwen merasakan Chi miliknya tanpa campuran penyeimbangan Chi itu sendiri. Kini Bingwen baru menyadari kesalahan fatal yang dilakukannya. Bahkan, perbandingan Chi dalam tubuhnya, dan Chi yang dia seimbangkan berbanding jauh. Itulah mengapa dia mulai kesulitan untuk mengatur dan menyeimbangkannya.Bahkan, otot-otot di tubuhnya menjadi menyusut, karena tidak bisa menerima kekuatan besar yang belum bisa tubuhnya terima. Ia merasa hampir kehilangan kendali, tetapi ia tidak boleh menyerah.Bingwen mulai mengeluarkan Chi yang berlebihan dalam tubuhnya, walaupun hal itu jauh lebih sulit dibandingkan menyerapnya. Napasnya mulai tersengal, karena menahan sakit yang luar biasa.“Kendalikan napasmu, Bingwen!” suara gurunya terdengar lagi, memberi arahan. “Jangan biarkan Chi itu menguasaimu! Kau harus men
“Ingatlah lagi apa isi di dalam kitab yang kau pelajari!” ucap kakek Guozhi, yang membuat Bingwen tersadar dengan kesalahan yang dilakukannya.Dengan isi kitab yang kembali terngiang, Bingwen mencoba cara yang berbeda. Dia berhenti memaksakan tubuhnya untuk melawan tekanan Chi.Sebaliknya, dia mulai menyerap Chi dari kayu-kayu di sekitarnya dan mulai menyeimbangkannya. Tekanan yang sebelumnya menekan dengan kasar, kini perlahan mulai mengikuti aliran Chi yang diserap oleh Bingwen.Aliran Chi kayu dan Chi inti gunung bercampur dan mulai masuk ke tubuh Bingwen. Awalnya Bingwen cukup terkejut dengan perasaan segar, dengan tenaganya yang langsung pulih dengan sekejap.Namun, Chi di sekitar gunung ini bukanlah sesuatu yang mudah dikendalikan. Saat Bingwen mulai merasa tenang, tiba-tiba gelombang Chi meledak, menghantam tubuhnya seperti ombak besar. Ia terhuyung mundur, hampir jatuh lagi."Argh!" teriak Bingwen, menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments