Di hilir sungai jauh dari kota dan kerajaan Feng, nampak seorang kakek tua yang berjalan mendekat ke arah sungai. Kakek itu melihat seseorang mengapung dari hulu sungai, dan bermaksud untuk melihat dengan menariknya ke tepi.
ZHIIIING! Dengan satu gerakan, kakek itu membuat air di sekelilingnya menarik tubuh pria yang mengapung itu. Tidak butuh waktu lama, hingga tubuh yang hanyut dalam aliran sungai berhasil menepi. Setelah memastikan jika orang yang ditariknya itu masih hidup, sang kakek mencoba memasukkan energinya ke dalam tubuh orang itu, yang tidak lain adalah Bingwen. Dalam percobaan pertama sang kakek membelalakkan matanya, dia tampak terkejut dengan apa yang dirasakan dari dalam tubuh Bingwen. ZHIIIING! Sang kakek mengerutkan alisnya setelah mencoba memasukkan energinya. Kekuatan besar di dalam tubuh pemuda yang ditolongnya itu, tersembunyi oleh sebuah kabut tebal yang dia yakin berasal dari racun yang dikonsumsinya. Dan sepertinya, si pemilik tubuh tidak menyadari jika dirinya telah mengkonsumsi racun itu. “Kau pemuda yang menyedihkan! Tapi, anggap saja kau beruntung bertemu denganku, jadi hiduplah sesuai jati dirimu yang sebenarnya!” ucap kakek itu sambil berdecak. ZHIIIING! Sang kakek kembali memasukkan energinya, sambil menghilangkan kabut yang menghalangi. Racun-racun itu mulai terdorong dan menyingkir menjadi satu, menghindari tenaga dalam yang baru saja masuk. Bingwen samar-samar mendengar suara dari penolongnya itu, dan melihat siluet seseorang yang tampak sedang mencoba menyelamatkannya. Namun, karena staminanya terkuras habis, matanya kembali tertutup dan tidak sadarkan diri jauh lebih lama dibanding sebelumnya. *** Sinar matahari yang menyilaukan, membangunkan Bingwen dari tidur panjangnya. Dengan keadaan setengah sadar, dirinya mulai mengamati keadaan sekitar sambil mengingat-ingat kembali apa yang terjadi sebelumnya. Dia yakin jika sebelumnya dirinya ditendang oleh Honghui, dan terjatuh ke dasar jurang. Samar-samar dia juga teringat pada sosok putih yang dilihat sebelumnya, dan dia menduga jika orang itulah yang menjadi penyelamatnya. Sayangnya, dia tidak bisa mengingat wajah sang penyelamat karena memang tidak adanya pencahayaan di sekitarnya saat itu. “Sepertinya aku masih selamat dari kematian!” ucap Bingwen sarkas pada diri sendiri. Setelah berhasil menata pikiran, dirinya baru sadar jika saat ini sedang berada di dalam sebuah pondok tua. Di dalam sana, dirinya diselimuti oleh selembar kain usang, dengan bekas dedaunan yang ditumbuk menempel pada luka-lukanya. Pondok itu hanya berisi ruangan kecil dengan ranjang tempat dia beristirahat, ditambah ruangan tanpa alas di sebelahnya dengan ukuran yang sama. Bingwen mencoba untuk mengamati keadaan sekitar, sambil mencari sang pemilik pondok dan penyelamat nyawanya. Namun, dia tidak menemukan seorangpun di sekitarnya, bahkan suara decitan ranjang yang digunakannya terdengar sangat jelas diantara keheningan yang terasa di tempat itu. Dan saat dirinya mencoba untuk bangun, Bingwen merasakan ada sesuatu yang aneh dengan tubuhnya. “UUUGGHH…HUWEEEK!” CRAAAST! Suara muntahan darah terdengar menggema di dalam pondok tua itu. Bingwen memuntahkan sangat banyak darah hitam dari dalam tubuhnya. Dia mencoba menutupi mulutnya, namun karena darah yang dikeluarkannya sangat banyak, tangannya tidak sanggup membendung darah yang keluar. Bahkan, telinga dan hidungnya juga mengeluarkan darah hitam itu untuk beberapa waktu. Bingwen kembali merasakan lemas di tubuhnya, karena mengeluarkan darah yang sangat banyak. Tapi, entah mengapa tubuhnya terasa lebih ringan, seperti kosong tak ada apapun di dalamnya. Namun tetap saja, rasa lemas membuatnya sangat sulit untuk membuka mata. Lagipula, tenaga dan staminanya belum pulih, dan kini dia kembali kehilangan tenaga lagi walaupun masih dalam keadaan sadar. Setelah beberapa saat, Bingwen mencoba untuk bangkit dan menopang tubuhnya dengan kedua tangan. Namun, dirinya dibuat terkejut saat merasakan energi alam yang masuk ke dalam tubuhnya dengan mudah. Bahkan, energi yang bisa diambilnya sangatlah banyak, padahal sebelumnya dia selalu gagal untuk menyerap energi. Secara perlahan kondisinya dapat pulih seperti sedia kala, bahkan bisa dikatakan jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Tubuh yang sebelumnya terasa kosong, kini terasa penuh sesak dengan energi yang didapatkannya. Dirinya merasa seperti diangkat oleh energi alam yang memberkatinya untuk bangkit dari keterpurukan. “Sebenarnya apa yang terjadi? Padahal, sebelumnya aku sangat kesulitan hanya untuk menyerap energi!” ucap Bingwen sambil berdiri dari posisinya. “Ini benar-benar ajaib! Tubuhku terasa sangat ringan, tapi tetap terasa penuh! Rasanya sangat luar biasa!” lanjut Bingwen kegirangan. Dia menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya, sambil mencoba meregangkan semua ototnya. Senyuman lebar tidak hilang dari wajahnya, sampai dia menyadari jika sejak tadi dirinya menginjak genangan darah. Ditempatnya saat ini, darah hitam menggenang cukup banyak memenuhi pondok tua. Seluruh tubuhnya juga seperti bermandikan darah. Bau amis dan busuk mulai menusuk hidung, yang membuatnya ingin segera pergi dari tempat itu. Bingwen mulai mencari sumber air di sekitarnya, tapi tidak ada air yang terlihat. Dia tidak berniat meninggalkan pondok tua itu, sebelum bertemu dengan penyelamatnya. Jadi, dirinya hanya membersihkan sebagian darah di tubuhnya, menggunakan selembar kain yang digunakan untuk menyelimuti dirinya tadi. Setelah cukup bersih, dia keluar dari pondok dan mencoba mencari sang pemilik pondok di sekitar. Namun, tetap saja nihil, dia tidak mendapati seorang pun di sana. “Apa si pemilik tidak akan kembali karena ada aku? Sepertinya tidak ada yang mengetahui tentang pondok tua ini. Apa dirinya bersembunyi dari sesuatu?” tanya Bingwen pada diri sendiri mencoba menduga-duga. Tapi melihat kebutuhan sehari-hari selain air masih tersimpan di sana, Bingwen yakin jika si pemilik pondok akan tetap kembali. Apalagi, jika orang itu telah menolongnya, siapapun itu akan kembali untuk memastikan dirinya masih hidup atau tidak. Cukup lama dirinya menunggu, namun tanda-tanda kehadiran penyelamatnya tidak nampak sama sekali. Untungnya, Bingwen menggunakan waktunya sambil bermeditasi, untuk berkultivasi dan menyerap kekuatan alam sebanyak mungkin. Bingwen tidak sengaja tertidur di luar, saat menunggu penolongnya datang. Dia terbangun saat keadaan sudah gelap. Saat matanya menyesuaikan dengan keadaan sekitar, di depannya ada sosok hitam dengan wajah tertutup bulu putih menatapnya dengan tajam. “Si-siapa kau?!” Bersambung...Kota Feng merupakan kota metropolitan terbesar di salah satu bagian pulau, yang masih menggunakan sistem kerajaan dalam kepemimpinannya. Namun, semua penduduk hidup berdampingan dengan tidak membedakan antara seorang pendekar dengan penduduk biasa, di bawah kepemimpinan Raja Feng Guotin yang memiliki ilmu dengan tingkat tertinggi.Semua keturunan kerajaan bersekolah di akademi khusus yang bernama Akademi Qigong, untuk mempelajari ilmu tenaga dalam dengan sistem peringkat kultivasi. Peringkat itu berupa Kelas Pemula, kelas Awal, kelas Menengah Awal, kelas Menengah Atas, Kelas Atas dan kelas Master, dengan lima tingkatan di setiap kelasnya. Setiap murid akan menjalani ujian kenaikan tingkat, setelah mereka mempelajari dasar tenaga dalam selama 3 tahun.Dan Feng Bingwen merupakan satu-satunya pangeran, yang akan menjadi pewaris kerajaan. Dengan penguasaan ilmu dasar yang melebihi teman-teman seangkatannya, Bingwen mendapat julukan sebagai Pangeran Jenius yang lahir setiap 1000 tahun seka
Hah?Bingwen terbelalak mendengar tawaran yang sangat tidak diduganya. Tanpa menjawab pun semua orang pasti bisa mengetahui jawabannya hanya dengan melihat ekspresinya saat ini.“Apa aku tidak salah dengar?!” tanya Bingwen dengan senyuman yang mengembang memperlihatkan deretan giginya.Kakek Guozhi menganggukan kepala sebagai jawaban. Bingwen langsung berdiri dari posisinya, kemudian bersimpuh dihadapan kakek Guozhi.“Saya akan bersumpah setia sebagai murid! Saya juga berjanji akan menggunakan kemampuan yang akan saya pelajari nanti, dalam hal kebaikan dan menghindari keburukan!” ucap Bingwen menggunakan bahasa sumpah setia murid dari akademinya.Kakek Guozhi yang baru mendengar hal itu, tampak terkejut dan salah tingkah. Tidak pernah ada di bayangannya, seorang Pangeran akan bersimpuh di hadapannya seperti itu.Kakek Guozhi langsung meminta Bingwen untuk segera berdiri, dan memintanya kembali duduk di sebelahnya. Terlihat jelas kegugupan yang diperlihatkan sang kakek, karena Bingwen
Bingwen merasa sangat penasaran dengan tanaman unik di bebatuan, dengan bunga yang kelopaknya seperti daun berwarna-warni. Kakek Guozhi yang berbalik badan setelah mendengar pertanyaan Bingwen, langsung dibuat terkejut lantaran melihat Bingwen yang ingin memegang tanaman itu.“Jangan disentuh!!!” teriak Kakek Guozhi dari kejauhan.Bingwen yang ikut terkejut dengan teriakan sang guru, secara tidak sengaja menyentuh tanaman itu. Tanaman itu tiba-tiba bersuara seperti mengerang, dan tumbuh semakin tinggi dengan sangat cepat.WHUUUSH!SREEET!Kakek Guozhi langsung melesat dan meraih tubuh Bingwen, dan membawanya menjauh dari posisinya.BRAAAAK!Tepat saat Kakek Guozhi berhasil membawa Bingwen menjauh, tanaman tadi menyerang tepat di mana Bingwen sebelumnya berdiri. Hal itu terjadi dengan sangat cepat, Bingwen yang terkejut masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.“Se–sebenarnya tanaman apa itu?!” tanya Bingwen dengan suara tercekat.“Bukankah aku sudah bilang kalau gunung ini be
“Apa kau tidak pernah melihat makanan seperti itu?! Itu adalah sayur yang aku masak dengan rempah-rempah yang bisa aku dapatkan di gunung ini. Walaupun tampilannya buruk, rasanya tidak akan kalah dengan makanan yang sering kau makan! Jadi, biasakan lidahmu untuk memakannya!” sahut kakek Guozhi, tanpa melihat ke arah Bingwen.Bingwen menatap makanan di hadapannya dengan alis berkedut. Dia hanya melihat daun hijau dengan kuah berwarna gelap pekat yang masih mengepul, dengan gelembung-gelembung uap yang memecah bergantian setelah beberapa saat terperangkap.Dengan penuh keraguan, Bingwen mengangkat sendok kayu yang sudah disiapkan oleh sang guru. Setelah menyendok sedikit sayur dan mencampurnya dengan satu sendok nasi, Bingwen mulai menyuapkannya ke dalam mulut dengan ekspresi wajah skeptis. Dia memejamkan mata, tepat sebelum seluruh isi di dalam sendok masuk ke dalam mulutnya.Namun, saat dirinya mulai mengunyah makanan itu, dia dikejutkan dengan rasa masakan yang tidak terlalu buruk at
Saat tubuh Bingwen terasa lemas, dari arah belakang sang guru menopang tubuhnya sambil menutup mata Bingwen.Dengan satu gerakan, kakek Guozhi berhasil membawa tubuh Bingwen untuk menjauh dari tempat itu. Sedangkan Bingwen yang tubuhnya masih membeku, masih tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.“Sebenarnya tadi itu apa, Guru?!” tanya Bingwen setelah berhasil tersadar dari rasa terkejutnya.“Bukankah sudah aku peringatkan sebelumnya, untuk tidak keluar dari jalur yang sudah aku tunjukkan?!” teriak kakek Guozhi tanpa menghiraukan pertanyaan Bingwen.“Maafkan aku, Guru! Aku hanya ingin melatih kemampuan baruku,” sahut Bingwen dengan suara lirih sambil menundukkan kepala menyesali perbuatannya.Kakek Guozhi yang sebelumnya tampak marah dan khawatir, mulai bersikap tenang setelah mendengar jawaban Bingwen. Kakek Guozhi menggerak-gerakkan pergelangan tangannya di udara, dan seketika pikulan air yang ditinggalkan oleh Bingwen mendekat ke arah mereka.“Selesaikan tugasmu! Aku akan menu
Bingwen menyusuri jalan setapak, mengikuti kakek Guozhi yang berjalan lebih dulu di depannya. Di sepanjang jalan itu, Bingwen menemukan banyak sekali tanaman cantik, yang terlihat hampir sama dengan tanaman yang pernah dia lihat sebelumnya.Ditambah dengan suasana hutan yang tenang, membuat Bingwen semakin berhati-hati dan merasa was-was. Mengingat ini pertama kali dirinya menginjakkan kaki, ke area selain jalur tempat dia mengambil air selama ini.Apalagi, sejak awal gunung ini menyimpan banyak misteri dan juga monster yang siap melahapnya kapanpun dia lengah.Cukup lama mereka berjalan, dan semakin lama mereka masuk semakin dalam ke tengah hutan. Namun, tiba-tiba kakek Guozhi menghentikan langkahnya, saat mereka menemukan tempat untuk beristirahat.“Duduklah pada bekas kayu yang di tebang itu!” perintah kakek Guozhi yang langsung dituruti oleh Bingwen.“Cobalah bersemedi dan seraplah semua energi di sekitarmu! Aku akan membukakan jalur Chi yang belum pernah kau gunakan sebelumnya!”
Kakek Guozhi mengeluarkan sebuah kitab, yang sebelumnya sudah pernah dia perlihatkan kepada Bingwen. Dia menyerahkannya, tepat saat mereka sudah berada di depan area pusat hutan—dimana Chi yang menekan belum terasa.“Elemen pertama yang akan kau pelajari adalah Elemen Kayu! Setelah membaca kitab dibagian yang sudah aku tandai, kau harus menyelesaikan apa yang dikatakan dalam kitab itu!” Kakek Guozhi mulai memberi arahan.Tanpa tahu apa isi di dalam kitab, Bingwen memperhatikan setiap arahan yang diberikan oleh sang guru dengan antusias.“Semakin cepat kau bisa melakukannya, maka semakin cepat pula kau terlepas dari hutan itu! Ingat, semua yang ada di hutan ini adalah kayu! Tapi, kau harus lebih bijak dalam mengambil energi dan mengatur Chi milikmu agar terus seimbang!” lanjut kakek Guozhi sambil memberikan peringatan sebisanya.Bingwen mengangguk mengerti, kemudian mulai membaca sekilas kitab yang sejak awal sudah di tandai oleh sang guru bagian mana saja yang boleh dilihatnya. Dan s
BRAAAAK!Sebuah serangan yang menghantam beberapa pohon, membuat suara yang cukup memekakkan telinga. Bingwen yang berhasil menghindar dibuat terkejut dengan serangan mendadak, dan dari arah yang benar-benar tidak bisa dia duga sama sekali.“Apa-apaan?! Aku hampir saja mati!” seru Bingwen sambil menatap tajam ke arah asal serangan.Puing-puing kayu yang berterbangan, membatasi jarak pandang Bingwen, yang membuatnya tidak bisa melihat sosok yang baru saja menyerangnya.“Bagaimana bisa satu serangan dapat mengoyak beberapa pohon sekaligus?! Jika itu tubuhku, sudah pasti nyawaku akan melayang!” ucap Bingwen lirih, sambil membuat kuda-kuda bertahan.GGGGRRRRRTTT!Suara erangan terdengar cukup keras dari balik kabut debu serpihan kayu yang cukup lama berterbangan di udara, menutupi sosok si pemilik suara yang seolah siap untuk menerjang. Bingwen yang juga sudah bersiap, mulai mempertajam penglihatannya.Dia juga mencoba menggunakan aliran Chi yang dimilikinya untuk merasakan energi di seki
Bingwen berdiri di atas tanah kering dan retak, tatapannya menyapu sekeliling. Gunung gersang ini tidak seperti tempat-tempat sebelumnya yang pernah dia lalui. Tidak ada pepohonan yang bisa memberinya naungan, tidak ada sungai yang bisa memberinya seteguk air, dan yang paling membuatnya gelisah—tidak ada tanda-tanda keberadaan Kakek Guozhi.“Kakek?” panggilnya, berharap suara berat gurunya akan menyahut. Namun, yang terdengar hanya suara angin yang menyapu debu dan kerikil di sekelilingnya.Dia sama sekali tidak menyangka jika sang guru telah pergi, karena sejak awal Chi milik Kakek Guozhi tidak pernah terasa oleh Bingwen. Dan dalam waktu sekejap, dirinya harus dihadapkan rintangan yang harus dia hadapi seorang diri tanpa arahan dari sang guru lagi.Bingwen mengepalkan tangan, menenangkan dirinya. Ini adalah ujian. Kakek Guozhi telah mengatakan bahwa untuk benar-benar memahami Elemen Tanah, dia harus menyatu dengannya, memahami bagaimana tanah bernapas, bagaimana ia menyimpan kekuatan
Bingwen berdiri dengan penuh percaya diri di atas tanah yang kini seolah menjadi bagian dari dirinya. Setelah mengalahkan puluhan Golem Tanah, ia merasa bahwa dirinya telah berkembang pesat. Dulu, ia harus bersusah payah untuk sekadar bertahan, tetapi kini ia dapat mengendalikan tanah dengan lebih mudah. Senyum puas terukir di wajahnya.Kakek Guozhi mengamatinya dari kejauhan, tatapannya tajam. Ia bisa melihat perubahan dalam diri muridnya—bukan hanya kekuatan yang meningkat, tetapi juga sikapnya. Bingwen tampak terlalu percaya diri, bahkan ada sedikit kesombongan dalam sorot matanya. Ini adalah hal yang wajar bagi murid yang mulai merasakan kekuatannya, tetapi jika dibiarkan, bisa menjadi kelemahan yang fatal.“Kau merasa sudah menguasai Elemen Tanah?” tanya Kakek Guozhi tiba-tiba.Bingwen menoleh dengan ekspresi percaya diri. “Aku rasa begitu, Guru. Aku bisa merasakan aliran Chi di dalam tanah, menggunakannya untuk menyerang dan bertahan. Aku bahkan bisa bergerak melalui tanah seper
Bingwen berdiri dengan kaki yang masih menjejak kuat ke tanah yang kering dan retak. Napasnya masih terengah setelah pertarungan melawan lima Golem Tanah, namun matanya tetap berbinar penuh semangat. Ia merasa bahwa tubuhnya mulai selaras dengan elemen baru ini, namun dirinya tahu bahwa pemahaman tersebut masih sangat dangkal.Kakek Guozhi berjalan mendekat, tatapannya tajam namun penuh kebanggaan. "Kau telah melakukan langkah pertama dengan baik, Bingwen. Namun, mengendalikan Elemen Tanah bukan hanya tentang menggunakan kekuatan tanah untuk menyerang atau bertahan. Kau harus bisa menyatu dengannya, merasakan aliran Chi yang ada di dalam tanah, dan memanfaatkannya dengan cara yang lebih cermat."Bingwen mengangguk penuh perhatian. "Apa yang harus kulakukan, Guru?"Kakek Guozhi menepukkan tangannya ke tanah dengan lembut. "Duduk dan tutup matamu. Rasakan dunia di bawah kakimu. Tanah yang kau pijak bukan hanya sekadar benda mati. Ia memiliki Chi sendiri, energi yang terus mengalir di da
Bingwen menatap pemandangan di depannya dengan penuh kewaspadaan. Debu-debu halus berputar di udara akibat angin yang bertiup perlahan. Di sekelilingnya, tanah kering dan pecah-pecah membentang sejauh mata memandang. Tidak ada pepohonan, tidak ada tanda-tanda kehidupan selain batuan besar yang tersebar tak beraturan di atas permukaan yang kasar.Kakek Guozhi berdiri tegap di sisi Bingwen. Ekspresi wajahnya tetap tenang, namun ada sorot mata tajam yang menunjukkan keseriusan."Elemen Tanah bukan sekadar mengontrol bumi, tetapi juga memahami kekokohan, kestabilan, dan kekuatan yang tersembunyi di dalamnya," ujar Kakek Guozhi. "Kau harus belajar bagaimana menjadi seteguh tanah yang menopang kehidupan, sekuat gunung yang menahan badai, dan sefleksibel pasir yang mengikuti angin."Bingwen mengangguk dengan penuh semangat. "Apa yang harus aku lakukan, Guru?"Kakek Guozhi tersenyum tipis sebelum mengayunkan tangannya ke tanah. Seketika, tanah di depan mereka mulai bergetar. Batu-batu besar b
Bingwen terus melangkah dengan beban di kaki dan tangannya, merasakan ketegangan otot yang semakin terasah seiring waktu. Dia sadar bahwa pelatihan ini bukan sekadar ujian fisik, tetapi juga melatih ketahanan mentalnya. Setiap langkah yang diambilnya semakin memperkuat keyakinannya untuk menjadi lebih kuat.Saat ia hampir tiba kembali di pondok, angin kencang tiba-tiba berhembus dari belakangnya. Bingwen menghentikan langkahnya dan menoleh, merasakan sesuatu yang aneh. Sebelum sempat berpikir lebih jauh, sosok Kakek Guozhi melesat turun dari udara dan mendarat di hadapannya dengan ekspresi serius."Guru?" Bingwen menatapnya heran. "Bukankah aku hanya disuruh mengambil air?"Kakek Guozhi tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia menatap muridnya itu dengan mata yang sarat akan pertimbangan. Setelah beberapa saat, dia menghela napas berat dan berkata, "Bingwen, mulai hari ini, pelatihan mu akan dipercepat."Bingwen mengerutkan kening. "Dipercepat? Tapi, bukankah Guru mengatakan aku harus
“Ramuan itu hanya bisa benar-benar berfungsi, saat kau juga melatihnya. Jadi, semua akanterlihat dari usahamu setelah mendapatkan Chi yang jauh lebih besar,” jelas kakek Guozhiyang langsung mendapatkan anggukan kepala Bingwen, tanda dirinya paham dengan apayang dimaksud oleh sang guru.“Jadi, apa aku akan langsung melanjutkan ujian ilmu selanjutnya?” tanya Bingwen yangterlihat sangat bersemangat, dengan tatapan mata berbinar yang membuat siapapun dapatmerasakan tekadnya yang membara.Kakek Guozhi tidak langsung menjawab. Dengan satu gerakan tangan sebuah sapu lididengan gagang panjang melayang mendekat, dan mendarat tepat di pangkuan Bingwenyang masih berada di posisi semedinya.“Memang bagus jika kau memiliki semangat dan tekad seperti itu. Tapi, kau hanya akangagal jika tidak memiliki persiapan apapun sebelum berperang!” ucap kakek Guozhimembuat perumpamaan.Bingwen yang terlihat bingung menatap sang guru dengan alis yang terangkat sebelah,namun tidak lama kemudian diriny
Bingwen sampai di pondok pada pagi hari, dengan tubuh yang kembali bugar tanpa ada luka luar yang terlihat. Dengan seringaian khas miliknya, Bingwen mendekat ke arah sang guru yang tampak sudah menantikan kedatangannya.“Guru, aku berhasil!” seru Bingwen sambil memamerkan kekuatan baru yang dimilikinya.Beberapa batang kayu melayang ke arah Bingwen dan berputar-putar di atasnya. Dan dengan satu gerakan, Bingwen menata batang-batang kayu itu dengan tumpukan yang sangat rapi di tempat penyimpanan kayu bakar milik kakek Guozhi.Kakek Guozhi yang melihat tingkah Bingwen hanya tersenyum miring, yang lagi-lagi tertutupi oleh jenggot putihnya. Tapi, Bingwen yang penglihatannya jauh lebih meningkat dari sebelumnya, bisa langsung menyadari senyuman yang mengembang di wajah sang guru.“Bukankah aku hebat, Guru?! Bahkan belum ada satu bulan aku memasuki hutan inti gunung itu!” ucap Bingwen yang berusaha mendapatkan pengakuan dari kakek Guozhi dengan bersemangat.“Kau jangan terlalu senang! Masih
Bingwen menutup matanya dan merasakan aliran Chi yang kini terasa seperti sungai yang deras, penuh dengan energi yang meluap-luap, namun sulit dikendalikan. Sambil mengangkat kedua tangannya, Bingwen merasakan Chi miliknya tanpa campuran penyeimbangan Chi itu sendiri. Kini Bingwen baru menyadari kesalahan fatal yang dilakukannya. Bahkan, perbandingan Chi dalam tubuhnya, dan Chi yang dia seimbangkan berbanding jauh. Itulah mengapa dia mulai kesulitan untuk mengatur dan menyeimbangkannya.Bahkan, otot-otot di tubuhnya menjadi menyusut, karena tidak bisa menerima kekuatan besar yang belum bisa tubuhnya terima. Ia merasa hampir kehilangan kendali, tetapi ia tidak boleh menyerah.Bingwen mulai mengeluarkan Chi yang berlebihan dalam tubuhnya, walaupun hal itu jauh lebih sulit dibandingkan menyerapnya. Napasnya mulai tersengal, karena menahan sakit yang luar biasa.“Kendalikan napasmu, Bingwen!” suara gurunya terdengar lagi, memberi arahan. “Jangan biarkan Chi itu menguasaimu! Kau harus men
“Ingatlah lagi apa isi di dalam kitab yang kau pelajari!” ucap kakek Guozhi, yang membuat Bingwen tersadar dengan kesalahan yang dilakukannya.Dengan isi kitab yang kembali terngiang, Bingwen mencoba cara yang berbeda. Dia berhenti memaksakan tubuhnya untuk melawan tekanan Chi.Sebaliknya, dia mulai menyerap Chi dari kayu-kayu di sekitarnya dan mulai menyeimbangkannya. Tekanan yang sebelumnya menekan dengan kasar, kini perlahan mulai mengikuti aliran Chi yang diserap oleh Bingwen.Aliran Chi kayu dan Chi inti gunung bercampur dan mulai masuk ke tubuh Bingwen. Awalnya Bingwen cukup terkejut dengan perasaan segar, dengan tenaganya yang langsung pulih dengan sekejap.Namun, Chi di sekitar gunung ini bukanlah sesuatu yang mudah dikendalikan. Saat Bingwen mulai merasa tenang, tiba-tiba gelombang Chi meledak, menghantam tubuhnya seperti ombak besar. Ia terhuyung mundur, hampir jatuh lagi."Argh!" teriak Bingwen, menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya.