Hah?
Bingwen terbelalak mendengar tawaran yang sangat tidak diduganya. Tanpa menjawab pun semua orang pasti bisa mengetahui jawabannya hanya dengan melihat ekspresinya saat ini. “Apa aku tidak salah dengar?!” tanya Bingwen dengan senyuman yang mengembang memperlihatkan deretan giginya. Kakek Guozhi menganggukan kepala sebagai jawaban. Bingwen langsung berdiri dari posisinya, kemudian bersimpuh dihadapan kakek Guozhi. “Saya akan bersumpah setia sebagai murid! Saya juga berjanji akan menggunakan kemampuan yang akan saya pelajari nanti, dalam hal kebaikan dan menghindari keburukan!” ucap Bingwen menggunakan bahasa sumpah setia murid dari akademinya. Kakek Guozhi yang baru mendengar hal itu, tampak terkejut dan salah tingkah. Tidak pernah ada di bayangannya, seorang Pangeran akan bersimpuh di hadapannya seperti itu. Kakek Guozhi langsung meminta Bingwen untuk segera berdiri, dan memintanya kembali duduk di sebelahnya. Terlihat jelas kegugupan yang diperlihatkan sang kakek, karena Bingwen merupakan murid pertamanya dan bahkan orang pertama yang bisa dirinya ajak komunikasi setelah puluhan tahun berada di gunung Xian itu. “Lalu, apa yang harus saya pelajari, Guru?” tanya Bingwen yang sudah tidak sabar ingin mempelajari ilmu milik Kakek Guozhi. Kakek Guozhi tampak berpikir sejenak. Dia belum pernah memiliki pengalaman mengajar seseorang, jadi dia tampak bingung apa yang harus dia ajarkan untuk pertama kali. “Aku baru ingat sesuatu! Sebelumnya bukankah ada yang kau lupakan?” ucap Kakek Guozhi sambil menaikkan alis putihnya. Sang Kakek langsung menarik tangan Bingwen, yang tampaknya tidak paham dengan maksud ucapannya. Bingwen dibawa menuju ke dalam pondok, dan saat pintu pondok terbuka bau anyir darah ditambah racun yang busuk bercampur menjadi satu. Bahkan, saat Bingwen pertama menciumnya lagi setelah keluar dari dalam pondok kemarin, dia hampir memuntahkan isi perutnya yang masih kosong. Namun, dirinya langsung menyadari ucapan sang guru tadi, yang berarti dirinya harus membersihkan semua darah yang ada di dalam pondok itu seorang diri. “Pertama-tama bersihkan itu sampai bersih!” perintah Kakek Guozhi sambil menyeringai, namun tertutupi oleh jenggot putihnya. Bingwen membatu di tempat, dirinya bahkan tidak tahan dengan baunya saat pintu terbuka. Namun, dirinya harus membersihkan genangan darah itu seorang diri. “Oh iya! Aku lupa bilang, air yang aku bawa tadi hanya cukup untuk makan, minum dan membersihkan diri. Jadi, jika kau butuh air untuk membersihkan itu, maka kau harus pergi ke mata air di arah timur untuk mendapatkannya!” tambah Kakek Guozhi mengingatkan, yang membuat Bingwen semakin tidak percaya dengan apa yang dihadapinya. Bingwen yang pada akhirnya mencoba melakukan apa yang diperintahkan sang guru, mencoba untuk mengambil beberapa tempat air yang dikaitkan pada sebuah tongkat. Saat akan mengangkatnya, dirinya hampir terjatuh karena tubuh Bingwen yang tidak seimbang berkat beban yang dipikulnya. Dirinya sama sekali tidak menyangka, jika beberapa tempat air itu sudah sangat berat walau belum terisi air. Dan saat perjalanan menuju mata air, dirinya kembali dikejutkan dengan medan yang harus dilewatinya. “Bagaimana bisa untuk mendapatkan air saja, aku harus melakukan hal ini!” teriak Bingwen kesal, sambil berjalan tertatih menuruni jalan terjal yang penuh bebatuan. “Kenapa kau lama sekali?! Apa kau tidak ingin segera makan?!” teriak Kakek Guozhi, yang sudah berjalan lebih dulu di depan untuk menunjukkan tempat mata air berada. “Bagaimana bisa saya berjalan cepat, jika jalannya terjal seperti ini! Apalagi bawaan saya sangatlah berat!” sungut Bingwen yang semakin kesal. Butuh waktu berjam-jam hingga mereka akhirnya sampai di mata air yang dimaksud sang guru. Bingwen yang sudah sangat kelelahan, langsung menghampiri mata air itu dengan mata berbinar. Dia langsung meminum air jernih dari mata air itu, untuk membasahi tenggorokannya yang sudah kering dan dia tahan selama di perjalanan. Sedangkan Kakek Guozhi yang melihatnya hanya tersenyum tipis, karena tingkah laku Bingwen yang seperti orang yang belum minum selama berhari-hari. Seorang pangeran yang hidup serba ada, dan bahkan semua perlengkapan yang dibutuhkan selalu disiapkan oleh pelayan. Kini harus melakukan banyak hal, hanya untuk mendapatkan air. Kakek Guozhi bisa membayangkan, bagaimana perasaan Bingwen saat ini. Namun, dia juga tidak berencana memberikan keistimewaan kepadanya, walaupun statusnya yang seorang pangeran. Dirinya bisa menguasai seluruh elemen, juga berkat gemblengan hidup seorang diri di sebuah hutan yang penuh dengan monster ini. Dan alasan utama Kakek Guozhi menunjukkan jalan di arah timur pada Bingwen, adalah karena jalan inilah satu-satunya jalur teraman di gunung Xian. “Cepat isi penuh semua wadahnya! Kita akan langsung kembali, agar bisa segera menyantap makanan!” perintah sang guru, sambil bersemedi di salah satu bebatuan untuk menunggu. “Baik, Guru!” sahut Bingwen yang langsung mengisi setiap wadah yang dibawanya dengan air. Dari sudut matanya, Bingwen mengamati cara bermeditasi Kakek Guozhi. Dia merasakan suatu hal yang berbeda, walaupun gerakan dan posisi yang digunakan masih sama dengan yang dia pelajari. 'Apa kira-kira yang berbeda dari semedi itu?’ tanya Bingwen dalam hati. “Apa yang kau katakan barusan?!” teriak Kakek Guozhi yang membuat Bingwen terkejut. “Ti–tidak, a–aku tidak mengatakan apa-apa, Guru!” jawab Bingwen dengan terbata, sambil menyeringai menutupi rasa terkejutnya. Bingwen sangat yakin jika dirinya tadi bertanya dalam hati, tapi sang guru bisa langsung memberi respon seperti itu. Seakan Kakek Guozhi bisa membaca apa yang sedang Bingwen pikirkan, yang membuat Bingwen mulai merasa was-was. Setelah beberapa saat, Bingwen telah mengisi penuh semua tempat air yang dibawanya. Namun, saat dia hendak mengangkat pikulannya, tubuhnya tidak berhasil mengangkat semua air itu. Bahkan, semua tempat air tidak ada yang bergerak dan terangkat sama sekali. Membuat Kakek Guozhi menghampirinya, dan membantu mengangkat pikulannya, dan meletakkannya di pundak Bingwen. “Uuugghhh!” erang Bingwen yang sedang menahan beban di pundaknya dengan sekuat tenaga. “Apa kau benar-benar tidak mampu menopangnya?!” tanya Kakek Guozhi dengan suara dalam, membuat Bingwen ragu untuk menjawab pertanyaannya. “Sa–saya kuat, Guru!” jawab Bingwen terbata, sambil berusaha menahan beban itu sekuat tenaga. “Bagus! Itu baru muridku!” sahut Kakek Guozhi menyeringai, sambil menepuk-nepuk pundak Bingwen yang semakin bergetar. Kakek Guozhi berjalan lebih dahulu, meninggalkan Bingwen yang berjalan tertatih demi menyeimbangkan badannya. Namun, dengan gerakan tangan sang kakek, tiba-tiba seperti ada angin yang mendorong Bingwen—membuat gerakannya menjadi lebih cepat. Bingwen yang terkejut, merasa kebingungan karena beban yang dipikulnya menjadi lebih ringan dibanding sebelumnya. Tapi dirinya langsung mengetahui, jika hal itu dilakukan oleh sang guru untuk membantunya. Bingwen menjadi bersemangat, dan melanjutkan perjalanan itu dengan lebih cepat. Sampai dirinya melihat sesuatu yang aneh, yang belum pernah dilihat sebelumnya. “Guru, apa itu?!”Bingwen merasa sangat penasaran dengan tanaman unik di bebatuan, dengan bunga yang kelopaknya seperti daun berwarna-warni. Kakek Guozhi yang berbalik badan setelah mendengar pertanyaan Bingwen, langsung dibuat terkejut lantaran melihat Bingwen yang ingin memegang tanaman itu.“Jangan disentuh!!!” teriak Kakek Guozhi dari kejauhan.Bingwen yang ikut terkejut dengan teriakan sang guru, secara tidak sengaja menyentuh tanaman itu. Tanaman itu tiba-tiba bersuara seperti mengerang, dan tumbuh semakin tinggi dengan sangat cepat.WHUUUSH!SREEET!Kakek Guozhi langsung melesat dan meraih tubuh Bingwen, dan membawanya menjauh dari posisinya.BRAAAAK!Tepat saat Kakek Guozhi berhasil membawa Bingwen menjauh, tanaman tadi menyerang tepat di mana Bingwen sebelumnya berdiri. Hal itu terjadi dengan sangat cepat, Bingwen yang terkejut masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.“Se–sebenarnya tanaman apa itu?!” tanya Bingwen dengan suara tercekat.“Bukankah aku sudah bilang kalau gunung ini be
“Apa kau tidak pernah melihat makanan seperti itu?! Itu adalah sayur yang aku masak dengan rempah-rempah yang bisa aku dapatkan di gunung ini. Walaupun tampilannya buruk, rasanya tidak akan kalah dengan makanan yang sering kau makan! Jadi, biasakan lidahmu untuk memakannya!” sahut kakek Guozhi, tanpa melihat ke arah Bingwen.Bingwen menatap makanan di hadapannya dengan alis berkedut. Dia hanya melihat daun hijau dengan kuah berwarna gelap pekat yang masih mengepul, dengan gelembung-gelembung uap yang memecah bergantian setelah beberapa saat terperangkap.Dengan penuh keraguan, Bingwen mengangkat sendok kayu yang sudah disiapkan oleh sang guru. Setelah menyendok sedikit sayur dan mencampurnya dengan satu sendok nasi, Bingwen mulai menyuapkannya ke dalam mulut dengan ekspresi wajah skeptis. Dia memejamkan mata, tepat sebelum seluruh isi di dalam sendok masuk ke dalam mulutnya.Namun, saat dirinya mulai mengunyah makanan itu, dia dikejutkan dengan rasa masakan yang tidak terlalu buruk at
Saat tubuh Bingwen terasa lemas, dari arah belakang sang guru menopang tubuhnya sambil menutup mata Bingwen.Dengan satu gerakan, kakek Guozhi berhasil membawa tubuh Bingwen untuk menjauh dari tempat itu. Sedangkan Bingwen yang tubuhnya masih membeku, masih tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.“Sebenarnya tadi itu apa, Guru?!” tanya Bingwen setelah berhasil tersadar dari rasa terkejutnya.“Bukankah sudah aku peringatkan sebelumnya, untuk tidak keluar dari jalur yang sudah aku tunjukkan?!” teriak kakek Guozhi tanpa menghiraukan pertanyaan Bingwen.“Maafkan aku, Guru! Aku hanya ingin melatih kemampuan baruku,” sahut Bingwen dengan suara lirih sambil menundukkan kepala menyesali perbuatannya.Kakek Guozhi yang sebelumnya tampak marah dan khawatir, mulai bersikap tenang setelah mendengar jawaban Bingwen. Kakek Guozhi menggerak-gerakkan pergelangan tangannya di udara, dan seketika pikulan air yang ditinggalkan oleh Bingwen mendekat ke arah mereka.“Selesaikan tugasmu! Aku akan menu
Bingwen menyusuri jalan setapak, mengikuti kakek Guozhi yang berjalan lebih dulu di depannya. Di sepanjang jalan itu, Bingwen menemukan banyak sekali tanaman cantik, yang terlihat hampir sama dengan tanaman yang pernah dia lihat sebelumnya.Ditambah dengan suasana hutan yang tenang, membuat Bingwen semakin berhati-hati dan merasa was-was. Mengingat ini pertama kali dirinya menginjakkan kaki, ke area selain jalur tempat dia mengambil air selama ini.Apalagi, sejak awal gunung ini menyimpan banyak misteri dan juga monster yang siap melahapnya kapanpun dia lengah.Cukup lama mereka berjalan, dan semakin lama mereka masuk semakin dalam ke tengah hutan. Namun, tiba-tiba kakek Guozhi menghentikan langkahnya, saat mereka menemukan tempat untuk beristirahat.“Duduklah pada bekas kayu yang di tebang itu!” perintah kakek Guozhi yang langsung dituruti oleh Bingwen.“Cobalah bersemedi dan seraplah semua energi di sekitarmu! Aku akan membukakan jalur Chi yang belum pernah kau gunakan sebelumnya!”
Kakek Guozhi mengeluarkan sebuah kitab, yang sebelumnya sudah pernah dia perlihatkan kepada Bingwen. Dia menyerahkannya, tepat saat mereka sudah berada di depan area pusat hutan—dimana Chi yang menekan belum terasa.“Elemen pertama yang akan kau pelajari adalah Elemen Kayu! Setelah membaca kitab dibagian yang sudah aku tandai, kau harus menyelesaikan apa yang dikatakan dalam kitab itu!” Kakek Guozhi mulai memberi arahan.Tanpa tahu apa isi di dalam kitab, Bingwen memperhatikan setiap arahan yang diberikan oleh sang guru dengan antusias.“Semakin cepat kau bisa melakukannya, maka semakin cepat pula kau terlepas dari hutan itu! Ingat, semua yang ada di hutan ini adalah kayu! Tapi, kau harus lebih bijak dalam mengambil energi dan mengatur Chi milikmu agar terus seimbang!” lanjut kakek Guozhi sambil memberikan peringatan sebisanya.Bingwen mengangguk mengerti, kemudian mulai membaca sekilas kitab yang sejak awal sudah di tandai oleh sang guru bagian mana saja yang boleh dilihatnya. Dan s
BRAAAAK!Sebuah serangan yang menghantam beberapa pohon, membuat suara yang cukup memekakkan telinga. Bingwen yang berhasil menghindar dibuat terkejut dengan serangan mendadak, dan dari arah yang benar-benar tidak bisa dia duga sama sekali.“Apa-apaan?! Aku hampir saja mati!” seru Bingwen sambil menatap tajam ke arah asal serangan.Puing-puing kayu yang berterbangan, membatasi jarak pandang Bingwen, yang membuatnya tidak bisa melihat sosok yang baru saja menyerangnya.“Bagaimana bisa satu serangan dapat mengoyak beberapa pohon sekaligus?! Jika itu tubuhku, sudah pasti nyawaku akan melayang!” ucap Bingwen lirih, sambil membuat kuda-kuda bertahan.GGGGRRRRRTTT!Suara erangan terdengar cukup keras dari balik kabut debu serpihan kayu yang cukup lama berterbangan di udara, menutupi sosok si pemilik suara yang seolah siap untuk menerjang. Bingwen yang juga sudah bersiap, mulai mempertajam penglihatannya.Dia juga mencoba menggunakan aliran Chi yang dimilikinya untuk merasakan energi di seki
Tubuh monster itu tertancap pada batang-batang kayu, yang patah akibat tabrakan yang dibuat monster itu sebelumnya. Dalam sekejap, monster itu langsung tidak bergerak dengan darah yang mengalir cukup deras.Rencana Bingwen langsung berhasil dalam sekali coba, yang pada akhirnya membuat dirinya dapat bernapas lega.“Sepertinya dewa sedang berpihak padaku. Nyawaku terus terselamatkan secara kebetulan dalam beberapa hari terakhir!” sarkas Bingwen, sambil terkekeh kecil.Setelah memastikan monster itu mati, Bingwen langsung mencari tempat untuk dapat digunakannya sebagai tempat beristirahat.Namun seperti ucapan sang guru sebelumnya, di tempat itu hanya ada kayu atau pohon-pohon besar. Bahkan, untuk sekedar rumput-rumput kecil pun tidak terlihat sama sekali di sekitarnya.Akhirnya, Bingwen hanya duduk pada salah satu bekas pohon yang tertebang dengan cukup rapi. Dia mengeluarkan kitab yang sebelumnya dia masukkan ke dalam pakaiannya, kemudian mulai mempelajari ilmu Elemen Kayu secara lebi
Pagi harinya, Bingwen terbangun dari tidur pulasnya, di dalam pondok kecil yang dibuat semalam. Untungnya, tidak ada monster yang mengganggu istirahatnya, sehingga kini tubuhnya kembali pulih dan segar.KRUK!Suara perut Bingwen terdengar cukup keras, saat dirinya keluar dari pondok itu. Dia baru sadar jika perutnya belum terisi makanan bahkan minuman sejak kemarin.Semalam dirinya sudah berniat untuk memasak daging monster, yang berhasil dikalahkannya. Tapi, saat teringat tidak ada air di sekitarnya, dia mengurungkan niatnya untuk makan dan hanya mengumpulkan dedaunan untuk menampung embun agar dirinya dapat minum di pagi hari.Dan benar saja, Bingwen langsung menenggak air tampungan embun di atas daun, untuk melepas dahaga yang ditahannya sejak kemarin.“Aaaahhhh! Aku tidak pernah membayangkan akan minum air tampungan embun seperti ini! Haruskah aku mensyukurinya karena masih bisa minum?!” ucap Bingwen sarkas sambil menyeringai.Setelah tenggorokannya basah, Bingwen menyimpan sisa a
Bingwen berdiri di atas tanah kering dan retak, tatapannya menyapu sekeliling. Gunung gersang ini tidak seperti tempat-tempat sebelumnya yang pernah dia lalui. Tidak ada pepohonan yang bisa memberinya naungan, tidak ada sungai yang bisa memberinya seteguk air, dan yang paling membuatnya gelisah—tidak ada tanda-tanda keberadaan Kakek Guozhi.“Kakek?” panggilnya, berharap suara berat gurunya akan menyahut. Namun, yang terdengar hanya suara angin yang menyapu debu dan kerikil di sekelilingnya.Dia sama sekali tidak menyangka jika sang guru telah pergi, karena sejak awal Chi milik Kakek Guozhi tidak pernah terasa oleh Bingwen. Dan dalam waktu sekejap, dirinya harus dihadapkan rintangan yang harus dia hadapi seorang diri tanpa arahan dari sang guru lagi.Bingwen mengepalkan tangan, menenangkan dirinya. Ini adalah ujian. Kakek Guozhi telah mengatakan bahwa untuk benar-benar memahami Elemen Tanah, dia harus menyatu dengannya, memahami bagaimana tanah bernapas, bagaimana ia menyimpan kekuatan
Bingwen berdiri dengan penuh percaya diri di atas tanah yang kini seolah menjadi bagian dari dirinya. Setelah mengalahkan puluhan Golem Tanah, ia merasa bahwa dirinya telah berkembang pesat. Dulu, ia harus bersusah payah untuk sekadar bertahan, tetapi kini ia dapat mengendalikan tanah dengan lebih mudah. Senyum puas terukir di wajahnya.Kakek Guozhi mengamatinya dari kejauhan, tatapannya tajam. Ia bisa melihat perubahan dalam diri muridnya—bukan hanya kekuatan yang meningkat, tetapi juga sikapnya. Bingwen tampak terlalu percaya diri, bahkan ada sedikit kesombongan dalam sorot matanya. Ini adalah hal yang wajar bagi murid yang mulai merasakan kekuatannya, tetapi jika dibiarkan, bisa menjadi kelemahan yang fatal.“Kau merasa sudah menguasai Elemen Tanah?” tanya Kakek Guozhi tiba-tiba.Bingwen menoleh dengan ekspresi percaya diri. “Aku rasa begitu, Guru. Aku bisa merasakan aliran Chi di dalam tanah, menggunakannya untuk menyerang dan bertahan. Aku bahkan bisa bergerak melalui tanah seper
Bingwen berdiri dengan kaki yang masih menjejak kuat ke tanah yang kering dan retak. Napasnya masih terengah setelah pertarungan melawan lima Golem Tanah, namun matanya tetap berbinar penuh semangat. Ia merasa bahwa tubuhnya mulai selaras dengan elemen baru ini, namun dirinya tahu bahwa pemahaman tersebut masih sangat dangkal.Kakek Guozhi berjalan mendekat, tatapannya tajam namun penuh kebanggaan. "Kau telah melakukan langkah pertama dengan baik, Bingwen. Namun, mengendalikan Elemen Tanah bukan hanya tentang menggunakan kekuatan tanah untuk menyerang atau bertahan. Kau harus bisa menyatu dengannya, merasakan aliran Chi yang ada di dalam tanah, dan memanfaatkannya dengan cara yang lebih cermat."Bingwen mengangguk penuh perhatian. "Apa yang harus kulakukan, Guru?"Kakek Guozhi menepukkan tangannya ke tanah dengan lembut. "Duduk dan tutup matamu. Rasakan dunia di bawah kakimu. Tanah yang kau pijak bukan hanya sekadar benda mati. Ia memiliki Chi sendiri, energi yang terus mengalir di da
Bingwen menatap pemandangan di depannya dengan penuh kewaspadaan. Debu-debu halus berputar di udara akibat angin yang bertiup perlahan. Di sekelilingnya, tanah kering dan pecah-pecah membentang sejauh mata memandang. Tidak ada pepohonan, tidak ada tanda-tanda kehidupan selain batuan besar yang tersebar tak beraturan di atas permukaan yang kasar.Kakek Guozhi berdiri tegap di sisi Bingwen. Ekspresi wajahnya tetap tenang, namun ada sorot mata tajam yang menunjukkan keseriusan."Elemen Tanah bukan sekadar mengontrol bumi, tetapi juga memahami kekokohan, kestabilan, dan kekuatan yang tersembunyi di dalamnya," ujar Kakek Guozhi. "Kau harus belajar bagaimana menjadi seteguh tanah yang menopang kehidupan, sekuat gunung yang menahan badai, dan sefleksibel pasir yang mengikuti angin."Bingwen mengangguk dengan penuh semangat. "Apa yang harus aku lakukan, Guru?"Kakek Guozhi tersenyum tipis sebelum mengayunkan tangannya ke tanah. Seketika, tanah di depan mereka mulai bergetar. Batu-batu besar b
Bingwen terus melangkah dengan beban di kaki dan tangannya, merasakan ketegangan otot yang semakin terasah seiring waktu. Dia sadar bahwa pelatihan ini bukan sekadar ujian fisik, tetapi juga melatih ketahanan mentalnya. Setiap langkah yang diambilnya semakin memperkuat keyakinannya untuk menjadi lebih kuat.Saat ia hampir tiba kembali di pondok, angin kencang tiba-tiba berhembus dari belakangnya. Bingwen menghentikan langkahnya dan menoleh, merasakan sesuatu yang aneh. Sebelum sempat berpikir lebih jauh, sosok Kakek Guozhi melesat turun dari udara dan mendarat di hadapannya dengan ekspresi serius."Guru?" Bingwen menatapnya heran. "Bukankah aku hanya disuruh mengambil air?"Kakek Guozhi tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia menatap muridnya itu dengan mata yang sarat akan pertimbangan. Setelah beberapa saat, dia menghela napas berat dan berkata, "Bingwen, mulai hari ini, pelatihan mu akan dipercepat."Bingwen mengerutkan kening. "Dipercepat? Tapi, bukankah Guru mengatakan aku harus
“Ramuan itu hanya bisa benar-benar berfungsi, saat kau juga melatihnya. Jadi, semua akanterlihat dari usahamu setelah mendapatkan Chi yang jauh lebih besar,” jelas kakek Guozhiyang langsung mendapatkan anggukan kepala Bingwen, tanda dirinya paham dengan apayang dimaksud oleh sang guru.“Jadi, apa aku akan langsung melanjutkan ujian ilmu selanjutnya?” tanya Bingwen yangterlihat sangat bersemangat, dengan tatapan mata berbinar yang membuat siapapun dapatmerasakan tekadnya yang membara.Kakek Guozhi tidak langsung menjawab. Dengan satu gerakan tangan sebuah sapu lididengan gagang panjang melayang mendekat, dan mendarat tepat di pangkuan Bingwenyang masih berada di posisi semedinya.“Memang bagus jika kau memiliki semangat dan tekad seperti itu. Tapi, kau hanya akangagal jika tidak memiliki persiapan apapun sebelum berperang!” ucap kakek Guozhimembuat perumpamaan.Bingwen yang terlihat bingung menatap sang guru dengan alis yang terangkat sebelah,namun tidak lama kemudian diriny
Bingwen sampai di pondok pada pagi hari, dengan tubuh yang kembali bugar tanpa ada luka luar yang terlihat. Dengan seringaian khas miliknya, Bingwen mendekat ke arah sang guru yang tampak sudah menantikan kedatangannya.“Guru, aku berhasil!” seru Bingwen sambil memamerkan kekuatan baru yang dimilikinya.Beberapa batang kayu melayang ke arah Bingwen dan berputar-putar di atasnya. Dan dengan satu gerakan, Bingwen menata batang-batang kayu itu dengan tumpukan yang sangat rapi di tempat penyimpanan kayu bakar milik kakek Guozhi.Kakek Guozhi yang melihat tingkah Bingwen hanya tersenyum miring, yang lagi-lagi tertutupi oleh jenggot putihnya. Tapi, Bingwen yang penglihatannya jauh lebih meningkat dari sebelumnya, bisa langsung menyadari senyuman yang mengembang di wajah sang guru.“Bukankah aku hebat, Guru?! Bahkan belum ada satu bulan aku memasuki hutan inti gunung itu!” ucap Bingwen yang berusaha mendapatkan pengakuan dari kakek Guozhi dengan bersemangat.“Kau jangan terlalu senang! Masih
Bingwen menutup matanya dan merasakan aliran Chi yang kini terasa seperti sungai yang deras, penuh dengan energi yang meluap-luap, namun sulit dikendalikan. Sambil mengangkat kedua tangannya, Bingwen merasakan Chi miliknya tanpa campuran penyeimbangan Chi itu sendiri. Kini Bingwen baru menyadari kesalahan fatal yang dilakukannya. Bahkan, perbandingan Chi dalam tubuhnya, dan Chi yang dia seimbangkan berbanding jauh. Itulah mengapa dia mulai kesulitan untuk mengatur dan menyeimbangkannya.Bahkan, otot-otot di tubuhnya menjadi menyusut, karena tidak bisa menerima kekuatan besar yang belum bisa tubuhnya terima. Ia merasa hampir kehilangan kendali, tetapi ia tidak boleh menyerah.Bingwen mulai mengeluarkan Chi yang berlebihan dalam tubuhnya, walaupun hal itu jauh lebih sulit dibandingkan menyerapnya. Napasnya mulai tersengal, karena menahan sakit yang luar biasa.“Kendalikan napasmu, Bingwen!” suara gurunya terdengar lagi, memberi arahan. “Jangan biarkan Chi itu menguasaimu! Kau harus men
“Ingatlah lagi apa isi di dalam kitab yang kau pelajari!” ucap kakek Guozhi, yang membuat Bingwen tersadar dengan kesalahan yang dilakukannya.Dengan isi kitab yang kembali terngiang, Bingwen mencoba cara yang berbeda. Dia berhenti memaksakan tubuhnya untuk melawan tekanan Chi.Sebaliknya, dia mulai menyerap Chi dari kayu-kayu di sekitarnya dan mulai menyeimbangkannya. Tekanan yang sebelumnya menekan dengan kasar, kini perlahan mulai mengikuti aliran Chi yang diserap oleh Bingwen.Aliran Chi kayu dan Chi inti gunung bercampur dan mulai masuk ke tubuh Bingwen. Awalnya Bingwen cukup terkejut dengan perasaan segar, dengan tenaganya yang langsung pulih dengan sekejap.Namun, Chi di sekitar gunung ini bukanlah sesuatu yang mudah dikendalikan. Saat Bingwen mulai merasa tenang, tiba-tiba gelombang Chi meledak, menghantam tubuhnya seperti ombak besar. Ia terhuyung mundur, hampir jatuh lagi."Argh!" teriak Bingwen, menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya.