Share

4) Lembaran Baru

Mas Adam dan Rania telah bersahabat sejak kecil. Namun, mereka juga harus berpisah karena keluarga Fahreza yang harus pindah ke Singapura. Hingga, mereka kembali dipertemukan sekitar 10 bulan yang lalu. Setelah aku dan mas Adam dijodohkan.

Selama ini aku anggap semuanya baik-baik saja. Mas Adam yang selalu ramah dan baik pada semua orang, ternyata membuat Rania salah paham. Dia, menaruh rasa yang lebih kepada suamiku. Bahkan, perempuan itu berani menjebak mas Adam, hanya demi memenuhi ambisinya.

Jika sekarang adalah 1 minggu setelah pernikahan kami, berarti masih ada banyak waktu untuk memperbaiki semuanya. Meskipun kami menikah karena perjodohan, tetapi mas Adam tidak pernah mengkhianati pernikahan kami. Maka, aku juga tidak akan membiarkan mas Adam menghadapi masalah ini sendirian ke depannya.

"Kenapa?" tanya mas Adam yang baru saja tiba. Dia juga membawa segelas air minum dan kotak obat P3K.

"Bukan apa-apa." Setelahnya tidak ada lagi yang berbicara. Aku yang sibuk dengan pemikiran sendiri, sedangkan mas Adam dengan telaten mengobati benjolan di dahiku ini.

"Lagian kenapa bisa kayak gini sih? Kamu masih risih kalau kita tidur seranjang?" Mas Adam meletakkan peralatan obat itu, setelahnya memintaku untuk minum air yang dibawanya tadi.

"Kalau memang risih, biar kita tidur di kamar terpisah saja. Daripada kamu harus kayak gini."

"Apa, tidur terpisah? Ckck, apa dia enggak peka kalau aku jatuh, bukan sengaja menjatuhkan diri. Lagian, jika kami tidur terpisah, yang ada hubungan ini semakin asing. Sama saja ngasih celah buat Rania," batinku.

"Gimana? Kamu setuju?" tanyanya lagi, yang justru membuatku semakin kesal.

"Ckck, mas sadar enggak sih. Aku ini tanpa sengaja jatuh lho dari tempat tidur. Bukan sengaja menjatuhkan diri atau bahkan sengaja tidur di bawah. Kenapa justru minta pisah kamar sih."

Tuh kan, dia bukannya minta maaf, tapi malah ketawa. Seolah-olah perkataanku ini terdengar konyol. Sepertinya dia perlu banyak istirahat setelah ini.

"Iya-iya maaf. Aku hanya memastikan kamu nyaman dengan hubungan kita saat ini. Meskipun pernikahan ini terjadi karena perjodohan kedua kakek kita, tapi kita berdua juga harus bahagia. Aku hanya memastikan jika kamu harus bahagia di sini."

"Aku pasti bahagia, asal mas bisa janji tidak akan berkhianat dan selalu menjaga kepercayaan pernikahan kita."

"Tentu saja. Kebahagiaanku juga tergantung kebahagiaanmu. Jadi, mari sama-sama kita menanam dan memupuk perasaan ini. Saling menjaga dan saling memberi kepercayaan."

Perkataan itu sukses membuat aku tertegun. Di kehidupan dulu, aku bahkan tidak pernah mendengar kalimat ini keluar dari bibirnya. Namun, meskipun begitu, kita sama-sama saling menjaga dalam diam.

"Setuju, tapi mas juga janji jaga pandangan. Jangan terlalu baik apalagi sama perempuan lain. Bisa aja mereka salah paham, dan mengartikan kebaikan kita sebagai bentuk rasa suka atau ketertarikan."

"Iya, kamu tenang aja. Sekarang tidur lagi ya? Masih tengah malam dan kamu perlu istirahat. Besok kita lanjut bicara lagi."

Tanpa membantah, aku segera berbaring di ranjang. Tidak lama kemudian, mas Adam juga ikut menyusul berbaring di sampingku. Tidak ada interaksi berlebihan di antara kami. Meskipun berjanji untuk memupuk rasa yang ada, tetapi rasa canggung itu juga pasti ada.

"Tuhan, terima kasih atas kesempatan berharga yang engkau berikan ini. Aku janji, di kehidupan ini, aku akan mencurahkan kasih sayang dan perhatian kepada mas Adam. Tidak seperti di kehidupan dulu, di mana aku tidak terlalu memberikan perhatian kepadanya," batinku.

"Papi dan papa, mereka adalah orang yang juga menyayangiku dengan tulus. Aku tidak akan menyia-nyiakan mereka."

Kutatap sekali lagi wajah mas Adam yang sudah terlelap. Aku tersenyum, sebelum ikut memejamkan mata juga. Semoga, ini adalah awal yang baik untuk segala hal yang aku inginkan.

©©©©©©©

Pagi-pagi sekali, aku sengaja bangun lebih awal. Tujuanku ialah membuat sarapan untuk mas Adam. Adanya kesempatan kedua ini, tentu saja tidak akan aku sia-siakan. Mulai hari ini, aku harus bisa memanfaatkan kesempatan yang ada, memperbaiki hubungan dengan orang-orang, serta membalas perbuatan orang-orang di kehidupanku sebelumnya.

"Nyonya, biar kami saja yang memasak," ucap salah seorang pelayan yang sedari tadi berdiri tidak jauh dari tempatku berada. Bukan hanya itu, tetapi beberapa pelayan yang memang ditugaskan di dapur pun, tampak berdiri berjejer dan menatap segala gerak-gerikku.

"Tidak apa-apa Bi. Aku hanya ingin membuat makanan untuk mas Adam. Agar, dia juga semangat kerjanya. Aku sadar, selama 1 minggu ini hampir tidak  pernah memperhatikannya.

"Nyonya juga tidak boleh jika terlalu kelelahan. Jadi, biarkan kami juga ikut membantu." Gerakanku yang tengah memotong cabai pun mendadak berhenti.

"Oke, dengan senang hati. Mohon bantuan kalian ya," ucapku yang langsung dibalas senyum dari mereka.

©©©©©©©

Menu makan untuk sarapan telah terhidang di meja. Bukan menu yang mewah, hanya nasi goreng dan juga sandwich. Karena, mas Adam sendiri enggan memakan menu yang terlalu berlebihan ketika sarapan. Dari mana aku tahu? Tentu saja selama 6 bulan kami menjalani rumah tangga di kehidupan sebelumnya.

"Sarapan ini, kamu yang menyiapkan?" tanya mas Adam, yang baru saja tiba di ruang makan dan lengkap dengan setelan kerjanya.

"Iya dong. Semoga kamu suka ya Mas."

Bukannya menanggapi perkaanku, mas Adam justru hanya tersenyum tipis. Seolah, tengah menertawakan apa yang aku lakukan. Huh menyebalkan.

"Tadi pagi kamu repot-repot menyiapkan pakaian kerja untukku. Lalu sekarang, kamu juga menyiapkan sarapan. Ada apa Clara? Selama 1 minggu ini bahkan kamu enggan melakukan pekerjaan ini."

"Ckck, ini sudah kewajibanku untuk melayani kamu, Mas. Selama 1 minggu kemarin, anggap saja aku masih adaptasi sebagai seorang istri." Setelahnya, tawa mas Adam justru semakin terdengar. Heran, sebenarnya apa yang salah sih?

"Yaudah, Mas mau makan pakai nasi goreng atau sandwich?"

"Nasi goreng aja." Dengan cekatan, segera kuambilkan nasi goreng yang tadi kubuat, untuk mas Adam.

Hening, kami sama-sama menikmati sarapan yang tersaji. Sehingga, di ruangan itu hanya terdengar suara dentingan sendok yang saling beradu. Seolah tengah menikmati suasana sarapan yang damai.

"Masakan kamu, enak. Rasanya benar-benar pas untukku." Mendengar itu, tentu saja aku tersenyum puas.

"Benarkah? Kalau begitu, aku akan sering masak untuk kamu, Mas," ucapku dengan semangat.

"Silahkan saja, tapi jika lelah harus segera istirahat. Jangan terlalu dipaksakan."

"Tenang saja. Lagian pekerjaan ini juga tidak begitu berat kok."

Ting

Bunyi notifikasi dari ponsel yang ada di atas meja, mengalihkan perhatianku. Segera kuambil ponsel itu dan melihat siapa yang telah mengirimiku pesan sepagi ini. Namun, seketika itu juga rasa terkejut itu datang, ketika melihat nama pengirim pesan.

Rania

Kak, di ulang tahun perusahaan besok lusa, jangan pergi dengan mas Adam ya? Aku kangen banget kita bisa pergi berdua.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status