Share

6) Dua Sisi Tarik Menarik

"Clara? Ini sungguh kamu, Nak?"

Begitu langkah kakinya memasuki ruangan, pertanyaan itulah yang pertama kali ia dengar. Namun, yang terjadi selanjutnya justru hanyalah keheningan. Keduanya sama-sama sibuk dengan pemikiran masing-masing.

"Tidak biasanya kamu ingin berkunjung ke perusahaan papa."

"Sebagai calon pewaris perusahaan, apakah aku salah jika berkunjung ke perusahaan papaku sendiri?" tanyanya. Clara sendiri segera melangkahkan kakinya, dan duduk di sofa yang berada di ruangan tersebut.

"Calon pewaris? Apa maksudnya?" tanya Prasetyo. Ia juga ikut melangkah mendekati putri pertamanya tersebut.

"Apa maksudnya? Apakah Papa lupa,  jika aku adalah satu-satunya putri keluarga Raharja?"

Prasetyo diam, tetapi pikirannya bercabang ke mana-mana. "Clara, tetapi situasi sekarang berbeda. Papa juga mempunyai anak lain, yaitu Rania. Kalian berdua sama-sama putri papa. Untuk saat ini papa tidak bisa menentukan siapa pewaris perusahaan yang sah."

"Papa bercanda?" tanyanya, dan terlihat begitu syok. "Meskipun dia juga putri Papa, tapi ingat! Tidak ada darah Raharja yang mengalir di tubuhnya."

"Lagian, kedatangan aku ke sini bukan hanya untuk membahas masalah itu." Perkataan itu lagi-lagi membuat Prasetyo menoleh.

"Seperti yang Papa tahu, selama ini aku tidak pernah tampil di publik sebagai putri kandung keluarga Raharja. Bahkan di acara perusahaan sebelumnya, aku lebih disibukkan dengan pendidikan dan kegiatanku sendiri. Jadi, bisakah nanti Papa mengenalkanku ke publik sebagai putri kandung keluarga Raharja?" tanya Clara. Pertanyaan itu tentu saja membuat Prasetyo merasa heran dengan permintaan putrinya tersebut.

"Hanya itu?" tanya laki-laki itu, yang langsung dibalas dengan gelengan oleh Clara.

"Aku juga ingin bekerja di perusahaan ini."

"Kenapa harus bekerja? Apa Adam tidak memberikan nafkah yang layak untuk kamu?"

Clara sedikit tertawa, sebelum ia kembali berkata, "tidak Pah. Bahkan nafkah yang diberikan mas Adam, sangat cukup."

"Hanya saja, terasa sia-sia pendidikanku selama ini, jika ilmu yang aku dapatkan tidak dapat aku terapkan. Jadi, lebih baik aku bekerja di perusahaan Papa, sekaligus mengembangkan ilmu yang aku dapat. Lagian, mana mungkin aku membiarkan Papa bekerja keras sendirian," lanjutnya.

"Lalu, bagaimana dengan suamimu?"

"Mas Adam mengizinkan aku. Selama hal itu tidak merugikan diriku sendiri juga keluarga besar kita."

Beberapa saat berlalu, Prasetyo hanya diam. Ia tengah menimbang permintaan dari putri sulungnya tersebut. Tidak ada yang salah dari perkataan Clara, tetapi apakah hal ini nantinya tidak menyebabkan kecemburuan di hati Rania? Begitulah kira-kira pemikirannya.

"Gimana Pa? Bisa kan?" Prasetyo terlihat menghela napas perlahan, sebelum ia tersenyum tipis.

"Baiklah, setelah acara di perusahaan kamu bisa mulai bekerja di sini. Papa akan meminta Roni untuk menempatkan kamu di posisi tinggi yang kebetulan sedang kosong."

"Papa serius?" tanya Clara sekali lagi, hanya untuk memastikan.

"Tentu saja. Lagian, papa juga ingin melihat seberapa kemampuan yang kamu miliki."

"Papa meremehkanku?"

"Haha tidak, bukan begitu Clara."

"Lalu? Ckck, bagaimana dengan permintaan pertamaku tadi?"

"Soal pengumuman statusmu?" tanyanya yang langsung dibalas anggukan oleh Clara.

"Tanpa kamu meminta pun, papa memang berencana mengumumkan statusmu sebagai putri keluarga Raharja ke publik."

"Ahh senangnya. Terima kasih Papa," ucapnya. Segera ia memeluklaki-laki itu, dan beberapa kali mengucapkan terima kasih.

***

"Ini pertama kalinya kamu bersikap ceria seperti ini, setelah papa memutuskan untuk menikah lagi," batin Prasetyo.

"Aku sangat menyayangi Papa. Terlebih setelah melihat kilasan yang terasa nyata itu. Namun, maaf Pa, jika ke depannya aku akan menggunakan Papa untuk menghancurkan Rania," batin Clara.

©©©©©©©

"Sial, kenapa Clara jadi berbeda seperti ini."

Di dalam kamar ini Rania tampak menggerutu dengan menggenggam erat ponselnya. Ada rasa kesal yang keluar dari setiap nada yang ia ucapkan. Mengingat perkataan dari seseorang yang melaporkan aksi kedatangan Clara ke perusahaan Raharja, beberapa saat yang lalu.

"Kenapa dengan Clara? Tadi pagi untuk pertama kalinya dia menolak permintaanku. Lalu sekarang? Bahkan dia mengabaikan perintahku dulu, untuk tidak menampakkan diri di perusahaan."

"Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus segera bertindak, sebelum Clara melangkah terlalu jauh."

"Apa yang harus aku lakukan," gumamnya. Lama berpikir, hingga akhirnya sebuah ide melintas di pikirannya.

"Ah iya, tante Reni. Aku harus segera bertemu dengannya." Dengan segera Rania mencari kontak Reni. Yang tidak lain adalah ibu dari Adam, sekaligus mertua Clara.

"Halo Tante, apa kabar?"

"...."

"Kabar aku juga baik kok. Emm, apa Tante hari ini sibuk? Rencana, Rania ingin mengajak Tante jalan-jalan gitu."

"...."

"Beneran enggak apa-apa? Soalnya Rania takut kalau mengganggu kesibukan Tante."

"...."

"Yaudah, kalau gitu Rania siap-siap dulu ya Tante. Nanti Rania susul ke Restoran."

Tut! Telpon pun dimatikan.

***

"Gimana ya perasaan kak Clara, saat tahu jika mertuanya jauh lebih sayang sama aku, dibanding dia? Hahaha."

©©©©©©©

Siang ini Rania telah sampai di Restoran milik keluarga Fahreza. Segera ia melangkah memasuki ruang VIP bersama manajer Restoran, atas perintah dari Rena. Sebab, Rena sendiri selalu merasa antusias akan apapun yang berhubungan dengan Rania.

"Tante sudah lama di sini? Maaf ya, Rania sudah membuat Tante menunggu terlalu lama," ucap Rania ketika ia telah mendudukkan dirinya di depan Rena.

"Sudahlah, tidak apa-apa. Lagian, tante juga baru saja selesai memeriksa laporan Restoran ini."

Rania mengangguk. Tidak lama kemudian, beberapa pelayan dengan didampingi oleh manajer, meletakkan beberapa hidangan yang sebelumnya telah diminta oleh Rena. Saking dekatnya, bahkan wanita itu mengetahui apa saja makanan kesukaan Rania.

"Makasih ya Tante. Bahkan, Tante selalu paham dengan makanan yang aku suka, juga makanan yang harus aku hindari," ucapnya, ketika kini hanya tinggal mereka berdua di ruangan tersebut.

"Sudahlah Rania, tidak perlu mengucapkan terima kasih. Tante itu sangat menyayangi kamu. Jadi, sudah sewajarnya jika Tante tahu apa yang kamu suka." Keduanya sama-sama tersenyum.

"Tante sama dengan mama. Selalu tahu apapun keinginan Rania. Padahal, Rania juga ingin mendapat perhatian seperti ini dari kak Clara. Namun, sejak dulu kakak justru selalu saja sibuk dengan urusannya sendiri. Bahkan perhatian yang Rania berikan pada Kakak, seolah tidak ia anggap sama sekali."

"Apa, Clara tidak menyukaimu?" Rania seperti tersadar akan sesuatu.

"Ehh, bukan begitu kok Tante. Kak Clara juga sayang kok dengan Rania," ucapnya dengan lirih, yang ditanggapi Rena dengan arti yang berbeda.

"Dasar tidak tahu malu. Bukannya bersyukur mendapat saudara yang baik, tapi dia justru bertingkah seperti ini. Prasetyo pasti menyesal memiliki anak seperti dia." Diam-diam Rania bersorak dalam hati, ketika respon Rena seperti yang ia harapkan.

"Bukannya setahu kita Clara juga selalu menempel dengan kamu? Bahkan beberapa kali tante lihat jika dia juga peduli dengan kamu?"

Bukannya menjawab, Rania justru menghela napasnya terlebih dahulu. "Apa Tante akan percaya dengan apa yang Rania katakan?" tanyanya, yang justru membuat dahi Rena berkerut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status