Seperti yang telah disepakati sebelumnya, hari ini Clara akan mulai bekerja di perusahaan milik papanya, Raharja Group. Meskipun sebenarnya ia enggan untuk posisi yang dipilihkan, yaitu sebagai seorang manajer. Terlebih manajer pemasaran. Dia, hanya takut, jika posisinya yang cukup tinggi itu akan menjadi bahan gunjingan bagi karyawan lain.
Hal ini juga sempat ia utarakan kepada sang papa juga suaminya. Namun, respon mereka justru berbeda dari yang ia bayangkan. Papanya menjawab, jika posisi manajer sudah sangat pantas baginya yang merupakan putri keluarga Raharja, lulusan S2 luar negeri, dan memiliki pengalaman dalam bidang marketing. Lalu, respon sang suami juga hampir mirip dengan papanya, ia berkata jika seharusnya sebagai putri pertama keluarga Raharja dia harus bisa membuktikan jika memang pantas dan bisa berada di posisi atas.Jawaban dari mereka berdua sebenarnya memang tidaklah salah. Karena, ini juga salah satu keinginannya. Hanya saja, ia pikir, bisa b"Ada apa Clara?" tanya Prasetyo dengan heran. Pasalnya masih sepagi ini, dan diapun baru masuk ke ruangan. Namun, kenapa Clara justru datang menemuinya? Apakah putrinya itu mengalami kesulitan. "Emm, ada yang ingin aku bicarakan dengan Papa, sekalian paman Roni juga," ucapnya seraya duduk di kursi yang berseberangan dengan tempat duduk Prasetyo.Sedangkan Roni, ia masih diam, dan berdiri di samping atasannya itu. Segera Clara menyerahkan sebuah map yang sedari tadi ia bawa kepada Prasetyo. Bukanya langsung dibuka, Prasetyo sendiri justru hanya memegang map itu dan menatap putrinya. Hal itu tentu saja membuat Clara merasa bingung. "Apa kamu menemui kesulitan?""Bukan itu Pa, tapi Clara ingin minta izin untuk melakukan beberapa perombakan terkait promosi Resort terbaru kita.""Oh iya? Kenapa? Bukannya detail pembukaan dan promosi sudah baik, lalu apa yang ingin kamu tambahkan lagi?""Setahu aku, Resort itu belum selesai pembangun
"Aku tidak mengerti, kenapa bu Clara justru mengubah konsep yang sudah kita rancang sedari dulu, bahkan saat Resort baru saja dibangun. Apa dia tidak tahu bagaimana susahnya kita merancang ini semua?"Pagi ini, para staf di Divisi Pemasaran dibuat heran dengan tindakan manajer mereka. Bisik-bisik ketidaksukaan mereka akan keputusan sepihak ini, bahkan telah sampai di telinga Ratih. Baru saja perempuan itu meninggalkan ruangan staf–bahkan belum sampai 15 menit, tetapi ia terus menerima laporan seperti ini. Sedangkan itu, di ruangan para staf Divisi Pemasaran, mereka terus saja melayangkan ketidaksukaan dengan tindakan Clara. Hingga tanpa sadar, jika Ratih kini telah berdiri di belakang mereka. Tentu saja ia dapat mendengar kata-kata mereka yang kurang pantas jika ditujukan oleh atasan sekaligus putri dari pimpinan. "Ehem." Ia pun berdehem, untuk mengalihkan perhatian mereka. Benar saja, seketika mereka pun diam. Meskipun dalam diamnya, tetap menunjukkan r
Kembali, mereka terlihat saling pandang, sebelum akhirnya salah satu dari mereka berbicara, "Saya pribadi setuju dengan usul bu Clara. Sebelumnya kita memang teledor dengan tidak memerhatikan setiap sisi dengan detail. Menurut saya, apa yang disampaikan oleh bu Clara, adalah ide yang bagus.""Ya, saya juga setuju.""Saya juga.""Kami juga setuju."Mendengar mereka yang menyetujui pendapatnya, membuat Clara tidak bisa lagi menahan senyum. Akhirnya, rencana yang ia pikiran dari kemarin, bisa diterima dengan baik. Meskipun harus melalui pro dan kontra terlebih dahulu. "Baiklah, terima kasih semuanya. Nanti tim dari Divisi Pemasaran akan membuat ulang konsep pembukaan Resort ini, juga dana tambahan yang harus kita keluarkan. Untuk selanjutnya, saya akan membahas konsep ini bersama pak Roni, dan akan kami informasikan lebih lanjut." Hampir semuanya tampak mengangguk, tanda setuju, kecuali satu orang yang berada di ujung meja. ©©©©©©
"Yaudah ayo, gue penasaran banget soalnya." Segera Vania dan Rania melangkah mendekati kerumunan itu. "Permisi, tolong beri jalan dong." Tanpa sadar badan Vania terdorong seorang perempuan di sampingnya. Hal itu tentu saja sempat membuat Rania ikut oleng. "Lo kalau jalan lihat-lihat dong. Kalau gue jatuh terus muka gue lecet gimana? Lo mau ganti rugi sama Brand Ambassador yang udah endorse gue!" bentak Vania kepada seseorang itu. Hal ini tentu saja membuat kerumunan seketika hening, dan menjadikan ketiganya pusat perhatian. "Yaelah, Mbak. Namanya juga tempat ramai pasti ada aja yang kedorong. Lebay banget sih. Lagian, situ baru pertama kali minta foto artis ya? Makanya norak banget. Cuma kedorong dikit aja juga.""Lo benar-benar ya! Lo enggak tahu siapa gue?""Udah stop! Bisa enggak, jangan berantem di sini? Gue di sini karena mau menyapa kalian, bukan malah mendengarkan keributan kalian." Mendengar itu, kini semua kembali menatap ke a
"Apa? Kontrak saya dibatalkan?"Saat ini Vania dan manjernya tengah bertemu dengan dua orang perwakilan dari Raharja Group. Ratih, asisten manajer divisi pemasaran juga salah seorang dari staf divisi keuangan. Karena, setiap kerja sama dengan publik figur atau hal-hal yang berhubungan dengan promosi dan pemasaran, akan melaluinya terlebih dahulu. Tentunya setelah mendapat izin dari manajer. "Kenapa? Bukannya kita sudah sepakat untuk tanda tangan kontrak hari ini?""Sekali lagi kamu mohon maaf Mbak Vania. Namun, ini sudah menjadi keputusan perusahaan. Ada beberapa hal yang kami pertimbangkan kembali, dan keputusannya adalah mengakhiri kerja sama kita.""Enggak bisa gitu dong. Ini namanya tidak profesional. Saya bisa saja memviralkan sikap buruk perusahaan kalian.""Bu Ratih, apa tidak bisa dipertimbangkan lagi? Alasan ini benar-benar tidak masuk akal. Saya rasa Vania cukup kompeten untuk bekerja sama dengan Raharja Group dalam mempromosik
"Kamu apa-apaan sih. Mama baru aja mau pergi dengan Rena, ini juga demi kamu. Sekarang, kenapa malah kamu nyuruh mama datang ke sini," ucap Vina saat ia baru saja memasuki ruang VIP di sebuah Restoran yang telah dipesan Rania. "Duduk dulu Ma. Ada hal penting yang harus kita bahas, dan ini enggak bisa ditunda.""Yaudah cepetan. Kamu mau bahas apa?""Rencana kita untuk melemahkan promosi dan citra Resort papa, semuanya gagal total." Satu kalimat yang membuat Vina tertegun. Matanya terbelalak, seolah tidak percaya dengan perkataan putrinya."Gagal total gimana maksud kamu?""Mereka membatalkan kerja sama dengan Vania, juga konsep dari Resort yang diubah keseluruhannya.""Gimana bisa? Padahal sebentar lagi seharusnya Resort sudah selesai kan? Lalu, kenapa mereka membatalkan proyek ini untuk Vania?"Rania menghela napasnya perlahan. Ia mulai menceritakan semuanya kepada sang mama. Berdasarkan penjelasan dari Vania juga seseo
"Guys, kapan-kapan kita liburan yuk," ucap Devano yang seolah tengah mengalihkan pembicaraan. "Boleh tuh, mending sekarang kita atur jadwal deh. Kalian kapan ada waktunya?" tanya Claudia.. "Gue dalam minggu-minggu ini kayaknya enggak bisa sih. Soalnya masih ada beberapa sidang sama klien," ucap Jesica. "Gue mulai lusa bakal sibuk sama jadwal operasi. Paling sampai 3 atau 4 hari," jawab Reno. "Kalau gue sendiri, kebetulan jadwal syuting udah selesai, promo lagu juga masih bulan depan. Jadi, kalau untuk sekarang masih ada banyak waktu."Clara yang semula nampak gugup, kini telah berhasil mengendalikan dirinya. Ia sangat berterimakasih kepada Devano dan Claudia yang bisa mengalihkan perhatian. Juga mancairkan suasana yang awalnya terasa canggung. "Kalau misal kita ambil liburan minggu depan, gimana? Kayaknya gue juga bisa sih kalau hari itu.""Lebih ke weekend minggu depan?" tanya Dimas, untuk memastikan. "Bo
Siang ini Adam dan ayahnya baru saja selesai bertemu dengan klien dari China. Mereka tampak keluar dari ruang VIP Restoran bersama klien mereka, juga beberapa orang kepercayaan di belakangnya. Saat ini tujuannya ialah kembali ke perusahaan, dan mengerjakan rincian kerja sama sesuai kesepakatan bersama. "Oh iya Dam, hampir aja lupa. Nanti malam ajak Clara ke rumah. Malam ini kita akan kedatangan keluarga besar mama kamu," ucap Dimas ketika mereka telah sampai di parkiran. Sengaja memang, Adam pergi ke tempat ini bersama papinya, dan ia yang bertugas menyetir mobil. Sedangkan asisten mereka berada di mobil satunya lagi. "Kok dadakan Pi?""Sebenarnya udah agak lama papi tahu kalau mereka akan datang. Hanya saja, ternyata mami kamu lupa memberitahu kamu dan Clara.""Mami ini, ada-ada aja. Yaudah, nanti sampai di kantor, Adam akan telpon Clara." Dimas hanya mengangguk, kemudian ia masuk ke dalam mobil. Begitu juga dengan Adam yang langsung mengambil