Share

2) Kecelakaan

Kenangan dua minggu yang lalu terus saja berputar. Seiring dengan air mata yang tak kunjung reda. Rasa sesak itu terasa begitu mendominasi.

"Kenapa pernikahanku harus berujung seperti ini? Kenapa di saat rasa ini mulai hadir, justru kenyataan pahit ini yang harus aku terima?"

Drt drt drt

Getaran telepon yang berada di samping, membuatnya berusaha untuk menetralkan suara. Terlebih telepon itu berasal dari Bara, sahabat baiknya sejak dulu. Entah, ada angin apa tiba-tiba laki-laki itu menghubunginya seperti ini.

"Halo, Bar. Kenapa?"

"Kamu baik-baik aja kan Ra?" tanya Bara. Mendengar itu Clara justru tertawa kecil.

"Bohong banget kalau di saat kayak gini, aku masih bisa bilang baik-baik aja, iya kan?"

Hening

"Ada apa?" tanyanya lagi.

"Aku barusan kirim email. Coba aja kamu cek sekarang. Di sana, tertera bukti kalau Adam tidak sepenuhnya bersalah."

"Ohh, iya bentar. Aku cek dulu ya, jangan ditutup dulu teleponnya."

Segera ia ambil sebuah laptop dan menyelakannya. Setelah itu, segera dibuka email yang barusan dikirim oleh Bara dengan perlahan. Ada perasaan gugup yang mendominasi.

Deg

Sebuah video rekaman CCTV, dan percakapan suara. Yang paling mengejutkan bukan dua file itu, tetapi ialah isi di dalam video juga rekaman suara tersebut. Jujur saja, hal ini benar-benar mencengangkan. Bagaimana bisa mereka melakukan semua ini?

"Bara, ini apa benar seperti ini? Maksudnya kenapa bisa mereka melakukan hal seperti ini? Menjebak mas Adam untuk meraih keuntungannya sendiri?"

"Aku juga baru bisa mendapatkan buktinya pagi ini Ra. Aku juga sama kagetnya, ternyata Adam memang tidak bersalah."

Hikss

"Kenapa tidak dari awal kita tahu hal semacam ini? Hiks." Tanpa dapat dicegah, isakan itu kembali hadir dan menyadarkan ia akan ketidakpercayaannya kepada suaminya tersebut.

"Sebelum terlambat segeralah batalkan pernikahan mereka, Clara."

Ia mengangguk. Tidak ada salahnya membatalkan pernikahan mereka. Toh Adam melangsungkan pernikahan ini juga karena tekanan dari semua pihak, bukan karena keinginannya. Meskipun ragu, apakah acara telah dimulai atau belum?

Segera ia cari kontak Adam. Ia harus bisa menghubunginya dan mengungkapkan semua kebohongan ini. Jangan sampai semuanya terlambat dan membuat mereka menikmati kemenangan ini.

Tut tut tut

Namun, 3 kali panggilannya tidak juga diangkat oleh laki-laki itu. Apa jangan-jangan ijab kabulnya sudah dimulai? Apa aku sudah benar-benar terlambat? Pikiran ini mendadak kacau begitu saja.

"Lebih baik aku pergi saja ke rumah papa. Jika memang aku terlambat, setidaknya masih ada waktu untuk membongkar kebusukan ibu dan anak itu."

Bergegas ia ambil dompet dan kunci mobil. Tanpa membalas sapaan dari para pelayan dan pengawal, segera ia jalankan mobil meninggalkan kediaman. Pikirannya saat ini, hanyalah bagaimana agar cepat sampai di tempat itu. Tanpa lagi memikirkan keselamatan sendiri karena melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi.

"Semoga semuanya belum terlambat," gumamnya.

©©©©©©©

Mobil itu melaju dengan kencang. Menyalip mobil-mobil lainnya setelah terbebas dari kemacetan. Membelah jalanan yang kini terasa lenggang.

Sesekali menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan. Perasaannya kacau, entah mengapa kini rasa gugup dan takut itu hadir begitu saja. Tepat ketika di belokan, Clara membulatkan matanya ketika sebuah truk yang tampak oleng tengah melaju dari arah berlawanan.

Brak

Tanpa dapat dihindari, tabrakan itu pun terjadi. Truk yang terguling ke jurang, dan mobil Clara yang menabrak pohon. Tidak ada yang baik-baik saja karena kecelakaan ini.

©©©©©©©

Suasana di mansion Raharja tampak ramai oleh keluarga besar, rekan bisnis, dan kerabat dari keluarga Raharja dan Fahreza. Menantikan berlangsungnya acara ijab kabul antara Adam dan Rania. Meskipun beberapa dari mereka juga tampak menyayangkan keputusan kedua keluarga yang sangat mendadak tersebut.

"Dam, persiapkan diri kamu. Meskipun berat, tapi kamu harus bisa menjalani ini dengan baik. Jadilah suami yang bijak dan adil. Papi harap, rumah tangga kalian selalu diberi kebahagiaan." Papi Dimas berdiri di sebelah Adam, dan menepuk bahu putranya tersebut.

"Akan aku usahakan Pi." Dimas tersenyum. Dari semua orang di keluarga mereka, dialah yang paling lantang menolak adanya pernikahan ini. Bagaimana pun juga, ia paham dengan perasaan menantunya–Clara. Namun, apa boleh buat? Dalam masalah ini nama baik keluarga juga dipertaruhkan.

"Pi, Adam. Acara akan segera dimulai. Ayo sayang." Mami Reni segera menuntun Adam dan membawanya untuk duduk di depan penghulu. Tidak lama kemudian, datanglah Rania dengan balutan kebaya yang begitu cantik. Ia tersenyum dan segera duduk di sebelah Adam.

"Apakah acaranya bisa kita mulai?" tanya penghulu.

"Bisa," jawab mereka secara serentak.

Penghulu itu mulai menjulurkan tangannya yang langsung ditangkap oleh Adam dengan ragu. Ada rasa sakit yang laki-laki itu rasakan saat ini. Namun, dia tidak akan pernah bisa menolak, demi nama baik keluarganya.

"Maaf semuanya." Namun, kedatangan asisten pribadi Adam yang tiba-tiba mendekat, membuat mereka bertanya-tanya.

Terlebih laki-laki itu segera mendekat ke arah Adam, yang telah melepaskan tangannya dari penghulu. Rio, dia membisikkan sesuatu yang langsung membuat wajah Adam mendadak pucat. Laki-laki yang akan melangsungkan ijab kabul itu segera meninggalkan kediaman Raharja dengan tergesa, mengabaikan teriakan semua orang karena perbuatannya.

"Rio, ada apa? Apa yang kamu katakan kepada Adam?" tanya Reni.

"Maaf Bu, saya baru saja mendapat kabar jika nyonya Clara mengalami kecelakaan dan sekarang masih berada di IGD." Semuanya terkejut, terlebih Dimas yang kini tengah mengusap wajahnya dengan kasar.

"Sekarang, kamu ikut saya ke Rumah sakit," perintah Dimas, kepada asisten putranya itu.

"Pi, yang benar aja. Kamu tidak lihat sekarang kita ada di mana? Bagaimana bisa Papi ingin meninggalkan calon menantu kita begitu saja?"

"Di saat seperti ini kamu masih saja memikirkan pernikahan ini? Kamu tidak memikirkan kondisi menantu kita? Baik, jika Mami masih mau di sini, silahkan. Papi akan tetap pergi ke Rumah sakit. Keadaan Clara saat ini jauh lebih penting." Setelahnya, Dimas segera meninggalkan kediaman Raharja bersama dengan Rio, juga asisten pria paruh baya itu–Jodi.

"Sepertinya pernikahan Rania dan Adam tidak bisa lagi dilanjutkan. Maaf ya mbak Reni, kalau seperti ini kita juga ingin pamit," ucap salah satu kerabat Reni.

Belum sempat ia bereaksi apa-apa, tetapi satu persatu dari mereka mulai meninggalkan kediaman Raharja. Mau itu tamu dari pihak Fahreza ataupun dari pihak Raharja merasa enggan untuk berlama-lama di tempat ini. Karena mereka berkeyakinan, setelah sang pengantin pria yang meninggalkan acara ijab kabul, otomatis pernikahan ini gagal dilaksanakan.

Kepergian semua orang, membuat Rania tiba-tiba menangis. Impiannya dan pengorbanan yang ia lakukan selama ini, hancur begitu saja, dan ini semua gara-gara Clara. Perempuan itu benar-benar telah menjadi musuh terbesarnya.

"Rania sudah ya sayang. Jangan menangis seperti ini. Ingat, ada janin di dalam perut kamu yang harus dijaga," ucap Vina yang kini tengah memeluk putrinya.

"Kenapa selalu Clara yang unggul Ma? Bahkan, dia juga telah menghancurkan masa depanku. Andaikan kecelakaan itu tidak terjadi, maka pernikahanku dengan mas Adam akan terus berjalan. Lalu, bagaimana nasib bayi yang aku kandung ini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status