Kenangan dua minggu yang lalu terus saja berputar. Seiring dengan air mata yang tak kunjung reda. Rasa sesak itu terasa begitu mendominasi.
"Kenapa pernikahanku harus berujung seperti ini? Kenapa di saat rasa ini mulai hadir, justru kenyataan pahit ini yang harus aku terima?" Drt drt drt Getaran telepon yang berada di samping, membuatnya berusaha untuk menetralkan suara. Terlebih telepon itu berasal dari Bara, sahabat baiknya sejak dulu. Entah, ada angin apa tiba-tiba laki-laki itu menghubunginya seperti ini. "Halo, Bar. Kenapa?" "Kamu baik-baik aja kan Ra?" tanya Bara. Mendengar itu Clara justru tertawa kecil. "Bohong banget kalau di saat kayak gini, aku masih bisa bilang baik-baik aja, iya kan?" Hening "Ada apa?" tanyanya lagi. "Aku barusan kirim email. Coba aja kamu cek sekarang. Di sana, tertera bukti kalau Adam tidak sepenuhnya bersalah." "Ohh, iya bentar. Aku cek dulu ya, jangan ditutup dulu teleponnya." Segera ia ambil sebuah laptop dan menyelakannya. Setelah itu, segera dibuka email yang barusan dikirim oleh Bara dengan perlahan. Ada perasaan gugup yang mendominasi. Deg Sebuah video rekaman CCTV, dan percakapan suara. Yang paling mengejutkan bukan dua file itu, tetapi ialah isi di dalam video juga rekaman suara tersebut. Jujur saja, hal ini benar-benar mencengangkan. Bagaimana bisa mereka melakukan semua ini? "Bara, ini apa benar seperti ini? Maksudnya kenapa bisa mereka melakukan hal seperti ini? Menjebak mas Adam untuk meraih keuntungannya sendiri?" "Aku juga baru bisa mendapatkan buktinya pagi ini Ra. Aku juga sama kagetnya, ternyata Adam memang tidak bersalah." Hikss "Kenapa tidak dari awal kita tahu hal semacam ini? Hiks." Tanpa dapat dicegah, isakan itu kembali hadir dan menyadarkan ia akan ketidakpercayaannya kepada suaminya tersebut. "Sebelum terlambat segeralah batalkan pernikahan mereka, Clara." Ia mengangguk. Tidak ada salahnya membatalkan pernikahan mereka. Toh Adam melangsungkan pernikahan ini juga karena tekanan dari semua pihak, bukan karena keinginannya. Meskipun ragu, apakah acara telah dimulai atau belum? Segera ia cari kontak Adam. Ia harus bisa menghubunginya dan mengungkapkan semua kebohongan ini. Jangan sampai semuanya terlambat dan membuat mereka menikmati kemenangan ini. Tut tut tut Namun, 3 kali panggilannya tidak juga diangkat oleh laki-laki itu. Apa jangan-jangan ijab kabulnya sudah dimulai? Apa aku sudah benar-benar terlambat? Pikiran ini mendadak kacau begitu saja. "Lebih baik aku pergi saja ke rumah papa. Jika memang aku terlambat, setidaknya masih ada waktu untuk membongkar kebusukan ibu dan anak itu." Bergegas ia ambil dompet dan kunci mobil. Tanpa membalas sapaan dari para pelayan dan pengawal, segera ia jalankan mobil meninggalkan kediaman. Pikirannya saat ini, hanyalah bagaimana agar cepat sampai di tempat itu. Tanpa lagi memikirkan keselamatan sendiri karena melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi. "Semoga semuanya belum terlambat," gumamnya. ©©©©©©© Mobil itu melaju dengan kencang. Menyalip mobil-mobil lainnya setelah terbebas dari kemacetan. Membelah jalanan yang kini terasa lenggang. Sesekali menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan. Perasaannya kacau, entah mengapa kini rasa gugup dan takut itu hadir begitu saja. Tepat ketika di belokan, Clara membulatkan matanya ketika sebuah truk yang tampak oleng tengah melaju dari arah berlawanan. Brak Tanpa dapat dihindari, tabrakan itu pun terjadi. Truk yang terguling ke jurang, dan mobil Clara yang menabrak pohon. Tidak ada yang baik-baik saja karena kecelakaan ini. ©©©©©©© Suasana di mansion Raharja tampak ramai oleh keluarga besar, rekan bisnis, dan kerabat dari keluarga Raharja dan Fahreza. Menantikan berlangsungnya acara ijab kabul antara Adam dan Rania. Meskipun beberapa dari mereka juga tampak menyayangkan keputusan kedua keluarga yang sangat mendadak tersebut. "Dam, persiapkan diri kamu. Meskipun berat, tapi kamu harus bisa menjalani ini dengan baik. Jadilah suami yang bijak dan adil. Papi harap, rumah tangga kalian selalu diberi kebahagiaan." Papi Dimas berdiri di sebelah Adam, dan menepuk bahu putranya tersebut. "Akan aku usahakan Pi." Dimas tersenyum. Dari semua orang di keluarga mereka, dialah yang paling lantang menolak adanya pernikahan ini. Bagaimana pun juga, ia paham dengan perasaan menantunya–Clara. Namun, apa boleh buat? Dalam masalah ini nama baik keluarga juga dipertaruhkan. "Pi, Adam. Acara akan segera dimulai. Ayo sayang." Mami Reni segera menuntun Adam dan membawanya untuk duduk di depan penghulu. Tidak lama kemudian, datanglah Rania dengan balutan kebaya yang begitu cantik. Ia tersenyum dan segera duduk di sebelah Adam. "Apakah acaranya bisa kita mulai?" tanya penghulu. "Bisa," jawab mereka secara serentak. Penghulu itu mulai menjulurkan tangannya yang langsung ditangkap oleh Adam dengan ragu. Ada rasa sakit yang laki-laki itu rasakan saat ini. Namun, dia tidak akan pernah bisa menolak, demi nama baik keluarganya. "Maaf semuanya." Namun, kedatangan asisten pribadi Adam yang tiba-tiba mendekat, membuat mereka bertanya-tanya. Terlebih laki-laki itu segera mendekat ke arah Adam, yang telah melepaskan tangannya dari penghulu. Rio, dia membisikkan sesuatu yang langsung membuat wajah Adam mendadak pucat. Laki-laki yang akan melangsungkan ijab kabul itu segera meninggalkan kediaman Raharja dengan tergesa, mengabaikan teriakan semua orang karena perbuatannya. "Rio, ada apa? Apa yang kamu katakan kepada Adam?" tanya Reni. "Maaf Bu, saya baru saja mendapat kabar jika nyonya Clara mengalami kecelakaan dan sekarang masih berada di IGD." Semuanya terkejut, terlebih Dimas yang kini tengah mengusap wajahnya dengan kasar. "Sekarang, kamu ikut saya ke Rumah sakit," perintah Dimas, kepada asisten putranya itu. "Pi, yang benar aja. Kamu tidak lihat sekarang kita ada di mana? Bagaimana bisa Papi ingin meninggalkan calon menantu kita begitu saja?" "Di saat seperti ini kamu masih saja memikirkan pernikahan ini? Kamu tidak memikirkan kondisi menantu kita? Baik, jika Mami masih mau di sini, silahkan. Papi akan tetap pergi ke Rumah sakit. Keadaan Clara saat ini jauh lebih penting." Setelahnya, Dimas segera meninggalkan kediaman Raharja bersama dengan Rio, juga asisten pria paruh baya itu–Jodi. "Sepertinya pernikahan Rania dan Adam tidak bisa lagi dilanjutkan. Maaf ya mbak Reni, kalau seperti ini kita juga ingin pamit," ucap salah satu kerabat Reni. Belum sempat ia bereaksi apa-apa, tetapi satu persatu dari mereka mulai meninggalkan kediaman Raharja. Mau itu tamu dari pihak Fahreza ataupun dari pihak Raharja merasa enggan untuk berlama-lama di tempat ini. Karena mereka berkeyakinan, setelah sang pengantin pria yang meninggalkan acara ijab kabul, otomatis pernikahan ini gagal dilaksanakan. Kepergian semua orang, membuat Rania tiba-tiba menangis. Impiannya dan pengorbanan yang ia lakukan selama ini, hancur begitu saja, dan ini semua gara-gara Clara. Perempuan itu benar-benar telah menjadi musuh terbesarnya. "Rania sudah ya sayang. Jangan menangis seperti ini. Ingat, ada janin di dalam perut kamu yang harus dijaga," ucap Vina yang kini tengah memeluk putrinya. "Kenapa selalu Clara yang unggul Ma? Bahkan, dia juga telah menghancurkan masa depanku. Andaikan kecelakaan itu tidak terjadi, maka pernikahanku dengan mas Adam akan terus berjalan. Lalu, bagaimana nasib bayi yang aku kandung ini?"Tempat ini cukup aneh untuk dilihat. Sebuah hamparan rumput hijau, dan langit putih yang tak berujung. Entah, ada di mana ia saat ini. "Aku di mana? Tempat ini terlihat begitu asing. Bukankah tadi aku mengalami kecelakaan, lalu kenapa sekarang justru berada di sini?" Sepanjang jalan melangkah, tidak ada ujung yang kutemui. Semuanya tampak hanya dilingkupi oleh 2 warna, yaitu hijau dan putih. Seperti tempat asing dan tidak ada tanda-tanda adanya kehidupan. ArghhhMataku menyipit dan refleks tangan ini melindungi wajah dari sebuah cahaya yang tiba-tiba hadir. Gerakannya yang berputar dan membentuk abstrak, seolah ingin memperlihatkan sesuatu. Dia, cukup besar dan menyilaukan. "Cahaya apa itu?" Namun, setelahnya aku cukup terperangah, mendapati apa yang kulihat di depan sana. Sebuah bayangan tentang kejadian yang tidak pernah aku tahu. Apakah ini benar-benar nyata? Mas Adam yang meninggalkan pernikahan, bahkan sebelum ijab kabul, ketika mendengar kabar aku kecelakaan. Batalnya pern
Mas Adam dan Rania telah bersahabat sejak kecil. Namun, mereka juga harus berpisah karena keluarga Fahreza yang harus pindah ke Singapura. Hingga, mereka kembali dipertemukan sekitar 10 bulan yang lalu. Setelah aku dan mas Adam dijodohkan. Selama ini aku anggap semuanya baik-baik saja. Mas Adam yang selalu ramah dan baik pada semua orang, ternyata membuat Rania salah paham. Dia, menaruh rasa yang lebih kepada suamiku. Bahkan, perempuan itu berani menjebak mas Adam, hanya demi memenuhi ambisinya. Jika sekarang adalah 1 minggu setelah pernikahan kami, berarti masih ada banyak waktu untuk memperbaiki semuanya. Meskipun kami menikah karena perjodohan, tetapi mas Adam tidak pernah mengkhianati pernikahan kami. Maka, aku juga tidak akan membiarkan mas Adam menghadapi masalah ini sendirian ke depannya. "Kenapa?" tanya mas Adam yang baru saja tiba. Dia juga membawa segelas air minum dan kotak obat P3K. "Bukan apa-apa." Setelahnya tidak ada lagi yang berbicara. Aku yang sibuk dengan pemiki
Pesan yang dikirim oleh Rania, diam-diam membuatku tersenyum sinis. Jika itu dulu, mungkin aku akan langsung mengiyakan permintaannya, tanpa mengindahkan perasaan kecewa mas Adam yang merasa tidak dihargai. Karena dulu, aku begitu menyayangi adik tiriku itu. Sehingga, apa pun yang ia inginkan, pasti akan selalu aku kabulkan. Namun, itu semua akan berbeda mulai saat ini. Rania, bukanlah lagi prioritasku, atau tidak semua perkataannya harus aku turuti begitu saja. Karena, aku yakin, setiap permintaannya hanyalah sebuah rencana yang ia buat untuk kehancuran rumah tanggaku dengan mas Adam. AndaMaaf Dek, Mbak sudah terlanjur janji untuk pergi dengan mas Adam. Oke, tinggal kirim! "Kenapa? Ada masalah?" pertanyaan mas Adam yang tiba-tiba membuat aku sadar, jika saat ini kami masih berada di meja makan. "Ehh, enggak kok Mas. Ini aku cuma balas pesan Rania aja. Tiba-tiba dia ngajak pergi bareng ke ulang tahun perusahaan papaa, besok lusa." Mas Adam terlihat mengernyitkan dahinya. "Pergi
"Clara? Ini sungguh kamu, Nak?" Begitu langkah kakinya memasuki ruangan, pertanyaan itulah yang pertama kali ia dengar. Namun, yang terjadi selanjutnya justru hanyalah keheningan. Keduanya sama-sama sibuk dengan pemikiran masing-masing. "Tidak biasanya kamu ingin berkunjung ke perusahaan papa.""Sebagai calon pewaris perusahaan, apakah aku salah jika berkunjung ke perusahaan papaku sendiri?" tanyanya. Clara sendiri segera melangkahkan kakinya, dan duduk di sofa yang berada di ruangan tersebut. "Calon pewaris? Apa maksudnya?" tanya Prasetyo. Ia juga ikut melangkah mendekati putri pertamanya tersebut. "Apa maksudnya? Apakah Papa lupa, jika aku adalah satu-satunya putri keluarga Raharja?"Prasetyo diam, tetapi pikirannya bercabang ke mana-mana. "Clara, tetapi situasi sekarang berbeda. Papa juga mempunyai anak lain, yaitu Rania. Kalian berdua sama-sama putri papa. Untuk saat ini papa tidak bisa menentukan siapa pewaris perusahaan yang sah.""Papa bercanda?" tanyanya, dan terlihat beg
"Kenapa? Katakanlah apa yang ingin kamu katakan." Setelahnya terlihat Rania yang justru menghela napas, dan memainkan jarinya di atas meja. "Sebenarnya," ucapnya dengan ragu, kemudian ia kembali berkata, "kak Clara, tidak sebaik yang orang-orang lihat.""Maksud kamu?""2 tahun mama menikah dengan papa, tetapi sikap kak Clara denganku tidak begitu baik, Tante. Ketika kami hanya berdua, kakak selalu bersikap semena-mena. Namun, jika ada Papa, dia akan berubah menjadi orang yang seolah tidak peduli dengan keluarganya. Jadi, papa selalu beranggapan, meskipun kami tidak akur dengan kak Clara, tetapi tidak ada diantara kami yang terluka. Namun, semuanya padahal tidak seperti itu." Mengalir lah cerita demi cerita yang diungkapkan Rania di hadapan Rena. "Dia bahkan selalu unggul dalam segala hal. Cantik, cerdas, memiliki relasi yang luas, diterima di pergaulan manapun, dielu-elukan karena jiwa sosialnya yang tinggi, dan baru saja menyelesaikan pendidikan S2, setelah itu langsung menikah den
Malam ini Clara dan Adam tengah bersiap untuk menghadiri acara Anniversary Raharja Group. Keduanya tampil senada dengan pakaian berwarna biru malam. Sangat serasi, dengan gaun Clara yang menjuntai dan terlihat elegan untuknya. Di kehidupan dulu, jangankan memakai pakaian senada seperti ini. Dia saja saat itu justru disibukkan mempersiapkan diri dengan Rania, dan menolak memakai gaun pemberian Adam. Namun, semua itu tentu akan berbeda dengan malam ini. "Sangat cantik," ucap Adam, yang telah berada di belakang Clara. Ia yang sebelumnya tengah menyemprotkan parfum ke badannya, kini berbalik dan menghadap ke arah Adam. "Suamiku ini juga sangat tampan," ucap Clara. Tangannya ia ulurkan untuk merapikan jas yang dikenakan Adam. "Kita berangkat sekarang ya, takut nanti telat." Clara mengangguk. Segera ia mengambil tas kecil yang telah disiapkannya di atas meja rias sedari tadi. ©©©©©©©Hotel Raharja, yang merupakan salah satu hotel binta
"Gue pikir, selamanya kalian akan tetap menyembunyikan status pernikahan ini." Clara dan Adam saling pandang dan tersenyum bersamaan mendengar perkataan Reno. "Mana mungkin lah. Takut aja kalau publik belum tahu dia nikah, jadi banyak pelakor yang deketin mas Adam.""Ckck posesif banget," celetuk Claudia. "Bukan posesif Clau, tapi mengamankan seseorang yang udah jadi milik kita. Lebih tepatnya menjaga dengan baik. Iya kan Mas?" Clara menatap Adam, dan dibalas dengan elusan di rambutnya. "Iya, kamu benar.""Wah, apa ini? Seorang Adam Fahreza yang biasanya mau menang sendiri, malah kelihatan bucin banget?" Dimas menatap aneh pasangan pengantin baru tersebut. "Bagus dong bucin sama pasangan sendiri," ucap Jesica yang sedari tadi asik memegang tabletnya. "Lo di pesta kayak gini, masih aja ya fokus ke kerjaan." Claudia merasa gemas sendiri dengan tingkah sahabatnya itu. "Ya mau gimana lagi Clau. Gue juga enggak
"Gimana? Boleh kan?" tanya Clara lagi. "Jus stroberi juga termasuk salah satu minuman kesukaan Lo kan? Gue ingat 4 bulan yang lalu Lo bilang, setelah beranjak dewasa entah kenapa jadi suka banget sama jus stroberi, bahkan minuman yang lain terasa biasa aja." Kini giliran Adam yang berucap. Hal ini tentu membuat mereka memfokuskan pandangan ke arah Rania. "Duh, Rania pasti dengan senang hati memberikan minumannya untuk Clara. Iya kan sayang?" Mama Vina berucap dan menyenggol lengan Rania yang berada di sebelahnya. "I-iya Ma. Ini Kak, kita tukaran minuman aja," jawabnya dengan tersenyum manis, meskipun karena terpaksa. "Terima kasih Rania." Dengan senang hati Clara mengambil gelas yang diberikan Rania, dan menggantinya dengan gelas miliknya yang ia berikan kepada gadis itu. Dengan gerakan anggun, Clara meminun jus jeruk miliknya. Adam yang melihat itu justru hanya tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Merasa lucu