"Kenapa kepalaku pusing sekali?" gumam Elviara, merasakan pening dan penglihatan yang mulai kabur.
Hari ini adalah hari perayaan ulang tahun yang ke 17 Revina, adik tiri Elviara. Walau mereka bukan saudari kandung, tapi hubungan keduanya sangat baik, dan itulah alasan Elviara menghadiri ulang tahun adik tersayangnya itu. Hanya saja, entah apa yang terjadi, di tengah pesta, Elviara merasa dirinya mulai pening. Mungkin ia minum terlalu banyak anggur? Merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya, gadis bergaun hitam dengan bagian punggung sedikit terbuka itu berjalan tertatih berusaha untuk keluar dari ruang pesta. Namun, tak lama sebuah tangan menahannya. "Kakak, ada apa kak?" Elviara menoleh, seorang gadis berambut pirang tampak berdiri di hadapannya dengan wajah khawatir. Itu adalah Revina Adiwijaya, adik tiri Elviara. "Kakak terlihat pucat ...." "Aku ... tidak apa-apa," balas Elviara, tapi jalannya yang agak terhuyung membuat sang adik memegang kedua pundaknya. "Tidak, kak. Kakak harus istirahat." Revina memaksa, lalu melirik ke arah seorang pelayan. "Pelayan, tolong antar kakak ke kamarnya!" panggil Revina. "Baik nona." Memperhatikan kepergian Elviara, ekspresi khawatir Revina perlahan berubah menjadi sinis dan keji. “Elviara, nikmatilah malam yang sudah kusiapkan untukmu.” ** "Aldo, siapkan kamar untuk saya! Saya ingin beristirahat sekarang!" ucap laki-laki tampan bertubuh tinggi atletis bak artis korea itu. "Baik tuan!" Ketika ia sedang sendiri, seorang pelayan datang menawarkan sebuah minuman kepadanya, "Maaf saya tidak minum!" Dengan suara beratnya, laki-laki tampan itu tegas menolak minuman yang dibawa oleh seorang pelayan di depannya. Ya, memang ia terbiasa hanya menerima minuman atau makanan dari orang kepercayaannya, tapi biar bagaimanapun ia tidak boleh lengah karena banyak orang yang menginginkan posisinya. Dia Bara, Elbara Alexander. Tuan muda dan satu-satunya penerus Alexander Corporation yang kebetulan berkunjung di kediaman tuan besar, dan naasnya lagi tanpa ia ketahui ternyata dirinya telah di jodohkan dengan seorang gadis yang tak ia kenal. 'Ini konyol ...' pikir Bara seraya memijit pelipisnya. 'Kenapa harus menikah dengan orang asing untuk mewarisi perusahaan?! Apa hubungannya!?' gerutunya dengan wajah keras, tak mengerti jalan pikiran kakeknya. "Tuan, kamarnya sudah siap!" ucap Aldo yang tak lain adalah sahabat sekaligus tangan kanannya. Bara mengangguk, dengan raut wajah lelahnya, ia mulai melangkah meninggalkan ramainya pesta yang digelar di perusahaan kakeknya. KLIKKK. “Huhhh," Bara membuang nafas beratnya seraya berjalan memasuki kamar pribadinya ketika ia berkunjung di perusahaan ini. Bara melonggarkan dasinya, tanpa menatap ke arah lain ia langsung masuk kedalam kamar mandi. Mungkin Bara sangat lelah, mengingat ia baru saja sampai di Indonesia dua jam lalu dan harus datang ke acara perusahan kakeknya. "Shhhh, panas sekali." Bara sedikit terkejut mendengar desisan seorang wanita dan suara percikan air dari dalam kamar mandi pribadinya. Bara menajamkan pendengarannya, dengan penuh kewaspadaan laki-laki itu melangkahkan kakinya mendekat ke arah tirai. Srakkkk. Mata Bara terbelalak melihat seorang gadis berdiri di bawah kucuran air shower hingga menampakkan lekuk tubuh gadis itu. Bara menelan salivanya susah payah melihat tubuh wanita yang tak dikenalnya itu, bahkan tanpa sadar jika miliknya kini telah menyembul di bawah sana. "Akhhh sialan," umpat Bara. Bara yang masih terdiam di tempatnya sedikit terkejut melihat gadis itu mulai mendekat ke arahnya. "Tolong aku …" lirih gadis itu. "Permainan apa lagi ini?" batin Bara. Baju yang dikenakan oleh Bara akhirnya ikut basah akibat ulah gadis asing yang kini berdiri di depannya. Dengan perasaan yang bercampur aduk, Bara menatap manik mata gadis yang tengah diselimuti oleh gelora hawa nafsu. "Ini sangat panas," lirih gadis itu lagi. Bara yang sedari tadi mencoba untuk menekan hasratnya akhirnya tidak lagi bisa menahan diri. “Karena memang kamu memintanya, maka akan kuberikan yang kau inginkan.” Dia pun mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya ke atas kasur. Gadis itu membuka pakaiannya hingga menampakkan belahan dadanya yang menyembul sempurna berbalut bra berwarna merah menantang. "Shhhh," desis gadis itu saat Bara mulai mengecup leher jenjangnya. Bara yang menindih gadis itu pun perlahan menanggalkan pakaiannya dan lebih agresif dalam permainan itu. "Shhhh," desis gadis itu lagi ketika merasakan ada sesuatu yang memaksa masuk dari bawah. Bara mengernyitkan dahinya, ketika melihat ekspresi gadis yang saat ini tengah berada di bawah kungkungannya itu. Kenapa gadis itu tampak kesakitan? Dia seorang wanita penghibur, kenapa sikapnya seperti seorang gadis yang tak pernah disentuh? Namun, keraguan bara tidak bertahan lama. Ketika lenguhan terdengar dari bibir mungil gadis tersebut, diikuti dengan bulir air mata yang menuruni wajah manis itu, hasrat yang lama tak pernah terlampiaskan langsung membuncah. Bara mencium bulir air mata tersebut dan berbisik, "Bertahanlah sedikit." Malam itu pun berlalu dengan panas dan penuh gairah. Bahkan Bara tak bisa menghentikan dirinya, sampai akhirnya dia mencapai puncak dan membuat gadis itu terkulai lemas tak berdaya. Memperhatikan wajah cantik tak berdaya itu, Bara bertanya-tanya, kenapa dirinya bisa melakukan hubungan dengan normal hanya dengan gadis ini? Bara pun mengulurkan tangannya dan perlahan menyentuh wajah gadis tersebut. Dengan mata yang seiring waktu terpejam, dia berucap, "Kamu milikku ..." ** Elviara mengerjapkan matanya, ketika merasakan denyutan di kepala. "Shhhh, dimana ini?" Elviara menoleh ke samping dan betapa terkejutnya gadis itu mendapati seorang laki-laki yang sama sekali tak ia kenal tidur di sampingnya. Dengan keadaan yang tidak sepenuhnya ingat pada kejadian semalam, Elviara memaksakan diri untuk kembali mengingat apa yang terjadi padanya. Hingga beberapa potong ingatan malam panasnya bersama laki-laki di sampingnya ini melintas di pikirannya. "Astaga," lirih Elviara seraya menutup mulutnya. Matanya memancarkan kengerian. 'Apa yang sudah kulakukan!?' **Saat keterkejutannya mulai mereda, ketakutan menyelimuti hati Elviara. Menepis ketakutan di hatinya, Elviara memutuskan untuk turun dari tempat tidur. Jantungnya berdebar keras saat dia memungut pakaiannya yang berserakan diatas lantai. "Pakaianku ... basah ...." Namun, tak ada pilihan lain. Elviara pun tetap mengenakan kembali pakaian itu agar bisa langsung pergi dari ruangan tersebut. "Shhh, kenapa sesakit ini?" gumamnya, ketika mulai melangkahkan kakinya dan merasakan sakit pada bagian bawah miliknya. "Mau ke mana?" Suara berat seorang pria membuat Elviara menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah laki-laki itu. Elviara melihat Bara tengah bersandar pada headboard, pria tampan bermata coklat itu menatap ke arahnya dengan tubuh atletis tanpa tertutup sehelai kain, Bahkan otot di perutnya terlihat begitu maskulin. Setelah beberapa saat Elviara terdiam mengagumi tubuh Bara. Gadis itu terperangah, menyadari Bara telah terbangun. Seketika perasaan takut dan cemas bercampur
Bara terkejut dengan informasi yang ia dapat. Namun, dia tetap terdiam dan mendengarkan semua informasi yang disampaikan oleh asistennya itu. Hingga Bara sampai di dalam mobil miliknya, ia baru sempat membuka dan membaca data-data yang tadi diberikan oleh Aldo dan berakhir dengan dahi yang mengernyit. "Apa-apaan ini?" "Ada apa pak?" tanya Aldo yang baru saja duduk di kursi depan. "Apa kamu tidak salah mencari informasi?" tanya Bara tak percaya, menatap ke arah Aldo. "Mana bisa sekebetulan ini, ternyata gadis itu adalah gadis yang akan di jodohkan dengan saya oleh kakek?" Aldo tersentak. Dia sendiri tidak menyangka, tapi dia yakin dengan hasil penyelidikannya. Alhasil, dia pun menegaskan, "Data ini ... tidak mungkin salah, Tuan. Semua saya dapatkan dari sumber terpercaya." Bara mengepalkan tangan. Masalah ini menjadi cukup runyam. Kalau memang gadis tadi malam adalah putri dari keluarga Adiwijaya, maka tidak mungkin dia seorang wanita penghibur. Apa yang sebenarnya terjadi sehi
Suara bariton itu menghentikan langkah kaki Bara. Dia menoleh, melihat pria tua yang memiliki garis wajah hampir sama dengannya itu. "Keluar sebentar, Kek!" sahut Bara. "Ke mana?!" ucap Andreas, tua besar Alexander. "Hati-hati, jangan sampai kamu terlibat masalah di luar. besok kamu akan bertunangan." Bara mengerutkan keningnya mendengar kalimat itu, "Sejak kapan acara itu dipercepat seperti itu, kek?" "Sejak saat ini!" sahut tuan besar Andreas sebelum berlalu karena tak ingin dibantah. Bara hanya bisa terdiam, menatap punggung pria yang tak lagi muda itu semakin menjauh dan menghilang di balik pintu. "Hmmm," Bara menghela nafas beratnya, tidak ada gunanya berdebat dengan kakek yang keras kepala, karena apa yang menjadi keputusan kakeknya tidak akan ada yang bisa melawannya. "Hey bro!" Bara menoleh saat sebuah tangan menepuk pelan pundaknya. Dia Ares, sepupunya yang memiliki garis wajah seperti orang chinese. "Selamat ya bro, katanya kamu akan dijodohkan!" ucap Ares, sepupu B
"Menyusahkan saja," gumam Bara menatap ke arah Meylani.Niat hati ingin melampiaskan kegelisahan pada kegilaannya di tempat ini malah kedatangan sumber onar, membuat Bara membatalkan tujuan awalnya datang ke sini.Tak ada yang berubah dari sikap Meylani untuk Bara, sejak terakhir kali mereka bertemu, delapan tahun silam. Meylani dan Bara saling mengenal sejak dibangku sekolah menengah pertama, dan sejak saat itu Meylani menyukai Bara hingga saat ini. Berbeda dengan Meylani yang setengah mati mengejar cinta Bara. Pria itu, justru merasa tidak nyaman dengan sikap Meylani dan selalu menunjukkan sikap dinginnya kepada gadis itu."Do, tolong urus dan antar dia pulang!" utus Bara."Pulang kemana, pak?""Ke rumahnya lah, Do!""Tapi saya tidak tau alamat rumahnya dimana, pak," sahut Aldo."Ya, kamu tanyakan saja, Do. Urus saja, saya mau pulang!" sahut Bara seraya melempar kunci mobil miliknya ke arah Aldo, dan dirinya sendiri memilih untuk pulang menggunakan taxi online yang sudah ia pesan be
"BARA?" suara lantang Meylani membuat semua mata yang berada di ruangan itu menatap ke arahnya, Terlihat jelas bagaimana kekesalan Meylani melihat kemesraan Bara dan Elviara.“Apa maksud kamu memanggilnya seperti itu?” Meylani tentu saja tidak terima, dia yang bertahun-tahun memperjuangkan Bara, justru gadis lain yang mendapatkan perlakuan manis pria itu. Akhirnya, tanpa berfikir panjang Meylani menarik lengan Elviara cukup kasar, agar menjauh dari Bara.“Lepas! Menjauhlah dari tunangan saya!” ucap Bara dengan lantang, seraya menepis tangan Meylani dari Elviara.“Jangan bercanda, Bara!” Meylani menganggap apa yang baru saja diucapkan oleh Bara hanyalah alibi agar dirinya mau menjauh.“Saya tidak pernah bermain-main dengan kalimat saya!” sahut Bara dengan tegas, seraya mengeratkan pelukannya di pinggang Elviara.Elviara melihat ke arah Bara dengan tatapan penuh tanya, ‘Kenapa aku justru terseret ke dalam masalah mereka?’ pikir Elviara, karena tujuannya kemari untuk melakukan wawancara k
“APA?” mata Elviara membulat sempurna mendengar tawaran dari Bara.Dalam hati, Elviara bertanya-tanya, apa ada yang salah dengan pendengarannya? Mana mungkin Bara menawarkan hal seperti itu kepada gadis biasa sepertinya?!“Bapak, saya mohon jangan bercanda ….”“Saya tidak bercanda. Saya serius. Bertunanganlah dengan saya selama satu tahun untuk menendang Meylani dari hidup saya, dan akan aku pastikan kamu bisa mendapatkan posisi memuaskan di perusahaan ini.”Elviara menggigit bibir bawahnya pelan, mempertimbangkan hal ini. Dia memang memerlukan pekerjaan ini, tapi … dengan bersandiwara sebagai tunangan pria tersebut.“Saya … tidak akan diminta untuk melakukan hal yang tidak-tidak, bukan? Hanya sandiwara saja …” tanya Elviara ragu.Mendengar pertanyaan itu, alis kanan Bara meninggi, tampak terhibur. “Kalau kamu mau, tentu saya tidak akan menolaknya.”“Tidak! Saya tidak mau melakukan yang tidak-tidak!” tegas Elviara dengan mata berkaca-kaca, merasa kesal bercampur malu dengan godaan pria
Baru kali ini Elviara berani menatap mata Bara cukup lama. Tak bisa dipungkiri jika dirinya sangat kesal dengan Bara, bagaimana tidak, di dalam surat pembatalan itu seakan dia tak memiliki harga diri lagi. "Saya lebih baik menjadi pembantu bapak seumur hidup, dari pada harus menemani Bapak tidur!"Bara terkekeh mendengar ucapan Elviara, "Memangnya, menemani tidur itu, di dalam otak kamu tergambar seperti apa, hmmm?" "Ya, yang pasti saya harus melayani bapak.""Melayani bagaimana, hmmm?" Bara semakin mengikis jarak diantara mereka.Elviara dibuat panik dengan ulah Bara, "Ya ... yang seperti itu, sudah tidak usah di bahas pak, yang pasti saya tidak akan mau menemani bapak tidur!" "Dasar otak mesum," sahut Bara sembari mendengus mencemooh."PAK?"Bara kembali mengambil surat perjanjian itu. “Saya rasa, syarat pembatalan kontrak ini cukup sebanding dengan apa yang akan saya berikan untuk mu!” ucap Bara, ketika Elviara tengah membaca ulang surat perjanjian itu.‘Sebanding? Apa sebegitu re
*Malam Pesta Pertunangan keluarga Alexander dan keluarga Adiwijaya*“Bagaimana, Revina? Kamu bahagia ‘kan?” tanya Novi, ibu kandung Revina, istri kedua ayah Elviara, saat melihat putrinya tampak begitu cantik di depan meja rias. “Akhirnya, kamu berhasil menggantikan perempuan rendahan itu untuk bertunangan dengan tuan muda keluarga Alexander!”Melihat sang ibu begitu bahagia, Revina tersenyum puas. “Tentu saja, Ma. Aku sudah merencanakan semuanya dengan baik.”“Kamu memang hebat, putriku!” ucap Novi setengah tertawa. Kemudian, dia teringat sesuatu. “Tapi, apa kamu sudah mengirimkan uang untuk orang suruhanmu itu? Pastikan dia tidak membocorkan rencana kita kepada siapa pun!”Mendengar pertanyaan sang ibu, Revina menautkan alis. “Jujur, aku bingung. Pria yang kusuruh meniduri Revina tidak kunjung membalasku, tapi aku sudah mengirimkan sisa uangnya. Seharusnya, dia tidak akan berbuat onar.”Andai Revina tahu, orang yang dia suruh meniduri kakak tirinya itu hanya kabur membawa uangnya tan