Suara bariton itu menghentikan langkah kaki Bara. Dia menoleh, melihat pria tua yang memiliki garis wajah hampir sama dengannya itu.
"Keluar sebentar, Kek!" sahut Bara.
"Ke mana?!" ucap Andreas, tua besar Alexander. "Hati-hati, jangan sampai kamu terlibat masalah di luar. besok kamu akan bertunangan."
Bara mengerutkan keningnya mendengar kalimat itu, "Sejak kapan acara itu dipercepat seperti itu, kek?"
"Sejak saat ini!" sahut tuan besar Andreas sebelum berlalu karena tak ingin dibantah.
Bara hanya bisa terdiam, menatap punggung pria yang tak lagi muda itu semakin menjauh dan menghilang di balik pintu.
"Hmmm," Bara menghela nafas beratnya, tidak ada gunanya berdebat dengan kakek yang keras kepala, karena apa yang menjadi keputusan kakeknya tidak akan ada yang bisa melawannya.
"Hey bro!"
Bara menoleh saat sebuah tangan menepuk pelan pundaknya. Dia Ares, sepupunya yang memiliki garis wajah seperti orang chinese.
"Selamat ya bro, katanya kamu akan dijodohkan!" ucap Ares, sepupu Bara.
"Dengar-dengar dia adalah putri sulung keluarga Adiwijaya ya?" tanya Ares dengan sengaja.
Bara tak ingin menanggapi kata-kata Ares. Dari raut wajah laki-laki itu saja sudah terlihat jelas jika dia berniat buruk kepadanya.
"Loh-loh, mau kemana kok buru-buru?" tanya Ares melihat Bara mulai melangkahkan kakinya pergi.
"Tapi tidak apa-apa dapat yang sudah bekas, apalagi kamu juga tidak akan bisa muasin dia. Kasihan jadi perawan tua," ucap Ares membuat Bara seketika menghentikan langkahnya.
Sebenarnya, saat Ares mengetahui jika Bara akan segera menikah, membuatnya sedikit gelisah. namun, saat mengingat bahwa sepupunya itu tidak akan bisa memiliki keturunan, membuat Ares sedikit lega. Apalagi, saat melihat berita tentang calon tunangan sepupunya yang menjadi trending topik dengan skandal kurang pantas, membuat Ares semakin girang.
"Ares, kusarankan kamu menjaga omonganmu."
"Apa aku salah? Kudengar dia sudah tidur dengan pria lain di sebuah hotel! ha ha ha!" Ares tertawa mencemooh.
"Yang satu wanita murahan, yang satunya lagi pria menyimpang. Sepertinya sudah pasti aku yang akan mewarisi Alexander Corporation," batin Ares dengan percaya diri.
"Jangan terlalu percaya diri, Ares. Siapa yang bisa tahu siapa di antara kita yang akan lebih dulu memiliki keturunan," sahut Bara dengan santai, tak tampak terpancing dengan cemoohan Ares.
"Pfffftttttt, nggak salah lo ngomong begitu?"
Bara menatap datar ke arah Ares dengan sebelah alis yang terangkat. "Apa yang salah?" ucapnya.
"Dibandingkan diriku, bukankah dirimu yang harus khawatir? Lagi pula, sudah beberapa tahun menikah, tapi aku belum mendengar kabar bahagia dari sisimu?"
Wajah congkak Ares seketika berubah kesal setelah mendapat balasan telak dari Bara.
"Kamu-"
"Aku sibuk. Tidak ada waktu bermain denganmu. Aku pergi dulu," ucap Bara yang kemudian dengan santainya meninggalkan tempat itu.
Kesal, Ares menoleh ke arah sang istri yang ada di sisinya dari tadi. "Ini semua gara-gara kamu!" tegur Ares kepada Audrey, sang istri.
"Kok gara-gara aku?"
"Ya gara-gara kamu nggak hamil-hamil."
"Loh, kok malah aku yang-"
"Halah nggak usah membantah," ucap Ares.
"Dasar wanita gak guna," makinya sebelum berlalu pergi.
Berbeda dengan Ares yang berujung pada pertikaian dengan istrinya, Bara justru memilih untuk pergi meninggalkan kediaman Alexander. Bara tidak seorang diri, dia mengajak Aldo untuk menemaninya ke sebuah klub malam untuk mecari ketenangan.
"Nggak bisa besok aja gitu, pak, ke clubnya?" tanya Aldo berusaha bernegosiasi dengan Bara, mengingat waktu sudah lebih dari tengah malam.
"Bisa, mungkin sekalian saja setelah kamu saya pindahkan ke Afrika!"
Mendengar kalimat dari atasannya itu, Aldo langsung bergegas keluar dari dalam mobil dan membukakan pintu untuk Bara. Setan-setan yang tadinya seperti tengah bergelantungan di kelopak matanya seketika terhempas begitu saja dan matanya tebuka lebar.
Meskipun baru berdiri di ambang pintu lobi, suara dentuman musik sudah terdengar cukup keras, "Orangnya sih enak, udah tampan di tambah dengan penampilan yang menunjang aura kharismanya. Lah sedangkan saya seperti orang ngelindur."
Aldo melangkahkan kakinya dengan terpaksa mengikuti kemana arah kaki Bara melangkah, bahkan ia harus mengesampingkan setiap mata yang menatap aneh ke arahnya. Bagaimana tidak, terlihat aneh, ia pergi ke club malam mengenakan baju tidur.
"Dari pengalaman yang sudah-sudah, sepertinya ini yang paling jauh," gumam Aldo.
Bara duduk di kursi bar bersama Aldo, "Kamu tidak minum, Do?"
"Kalau saya minum dan ikutan mabuk, siapa yang akan membawa anda pulang?" sahut Aldo.
Bara mengangguk dan kembali menyesap koktail yang berada di gelas dalam genggamannya.
"Bara bukan?"
Seorang wanita berpakaian cukup terbuka berdiri tak jauh dari Bara. Namun melihat raut wajah Bara, sepertinya ia tidak mengenali wanita itu.
"Siapa? silahkan pergi saya tidak kenal!" ucap Bara to the point.
"Kamu melupakan ku? Aku Meylani!" ucap wanita itu lagi
Bara mencoba mengingat nama itu, ada satu nama yang terlintas di pikirannya namun seingatnya penampilan gadis itu tidak seperti ini.
"Aku Meylani Lee, apa sudah mengingat ku?" tanya Meylani dengan senyumannya yang merekah.
Dalam hati Bara sudah merasa sangat tidak enak, "Mau bikin ulah apa lagi ini?"
**
"Menyusahkan saja," gumam Bara menatap ke arah Meylani.Niat hati ingin melampiaskan kegelisahan pada kegilaannya di tempat ini malah kedatangan sumber onar, membuat Bara membatalkan tujuan awalnya datang ke sini.Tak ada yang berubah dari sikap Meylani untuk Bara, sejak terakhir kali mereka bertemu, delapan tahun silam. Meylani dan Bara saling mengenal sejak dibangku sekolah menengah pertama, dan sejak saat itu Meylani menyukai Bara hingga saat ini. Berbeda dengan Meylani yang setengah mati mengejar cinta Bara. Pria itu, justru merasa tidak nyaman dengan sikap Meylani dan selalu menunjukkan sikap dinginnya kepada gadis itu."Do, tolong urus dan antar dia pulang!" utus Bara."Pulang kemana, pak?""Ke rumahnya lah, Do!""Tapi saya tidak tau alamat rumahnya dimana, pak," sahut Aldo."Ya, kamu tanyakan saja, Do. Urus saja, saya mau pulang!" sahut Bara seraya melempar kunci mobil miliknya ke arah Aldo, dan dirinya sendiri memilih untuk pulang menggunakan taxi online yang sudah ia pesan be
"BARA?" suara lantang Meylani membuat semua mata yang berada di ruangan itu menatap ke arahnya, Terlihat jelas bagaimana kekesalan Meylani melihat kemesraan Bara dan Elviara.“Apa maksud kamu memanggilnya seperti itu?” Meylani tentu saja tidak terima, dia yang bertahun-tahun memperjuangkan Bara, justru gadis lain yang mendapatkan perlakuan manis pria itu. Akhirnya, tanpa berfikir panjang Meylani menarik lengan Elviara cukup kasar, agar menjauh dari Bara.“Lepas! Menjauhlah dari tunangan saya!” ucap Bara dengan lantang, seraya menepis tangan Meylani dari Elviara.“Jangan bercanda, Bara!” Meylani menganggap apa yang baru saja diucapkan oleh Bara hanyalah alibi agar dirinya mau menjauh.“Saya tidak pernah bermain-main dengan kalimat saya!” sahut Bara dengan tegas, seraya mengeratkan pelukannya di pinggang Elviara.Elviara melihat ke arah Bara dengan tatapan penuh tanya, ‘Kenapa aku justru terseret ke dalam masalah mereka?’ pikir Elviara, karena tujuannya kemari untuk melakukan wawancara k
“APA?” mata Elviara membulat sempurna mendengar tawaran dari Bara.Dalam hati, Elviara bertanya-tanya, apa ada yang salah dengan pendengarannya? Mana mungkin Bara menawarkan hal seperti itu kepada gadis biasa sepertinya?!“Bapak, saya mohon jangan bercanda ….”“Saya tidak bercanda. Saya serius. Bertunanganlah dengan saya selama satu tahun untuk menendang Meylani dari hidup saya, dan akan aku pastikan kamu bisa mendapatkan posisi memuaskan di perusahaan ini.”Elviara menggigit bibir bawahnya pelan, mempertimbangkan hal ini. Dia memang memerlukan pekerjaan ini, tapi … dengan bersandiwara sebagai tunangan pria tersebut.“Saya … tidak akan diminta untuk melakukan hal yang tidak-tidak, bukan? Hanya sandiwara saja …” tanya Elviara ragu.Mendengar pertanyaan itu, alis kanan Bara meninggi, tampak terhibur. “Kalau kamu mau, tentu saya tidak akan menolaknya.”“Tidak! Saya tidak mau melakukan yang tidak-tidak!” tegas Elviara dengan mata berkaca-kaca, merasa kesal bercampur malu dengan godaan pria
Baru kali ini Elviara berani menatap mata Bara cukup lama. Tak bisa dipungkiri jika dirinya sangat kesal dengan Bara, bagaimana tidak, di dalam surat pembatalan itu seakan dia tak memiliki harga diri lagi. "Saya lebih baik menjadi pembantu bapak seumur hidup, dari pada harus menemani Bapak tidur!"Bara terkekeh mendengar ucapan Elviara, "Memangnya, menemani tidur itu, di dalam otak kamu tergambar seperti apa, hmmm?" "Ya, yang pasti saya harus melayani bapak.""Melayani bagaimana, hmmm?" Bara semakin mengikis jarak diantara mereka.Elviara dibuat panik dengan ulah Bara, "Ya ... yang seperti itu, sudah tidak usah di bahas pak, yang pasti saya tidak akan mau menemani bapak tidur!" "Dasar otak mesum," sahut Bara sembari mendengus mencemooh."PAK?"Bara kembali mengambil surat perjanjian itu. “Saya rasa, syarat pembatalan kontrak ini cukup sebanding dengan apa yang akan saya berikan untuk mu!” ucap Bara, ketika Elviara tengah membaca ulang surat perjanjian itu.‘Sebanding? Apa sebegitu re
*Malam Pesta Pertunangan keluarga Alexander dan keluarga Adiwijaya*“Bagaimana, Revina? Kamu bahagia ‘kan?” tanya Novi, ibu kandung Revina, istri kedua ayah Elviara, saat melihat putrinya tampak begitu cantik di depan meja rias. “Akhirnya, kamu berhasil menggantikan perempuan rendahan itu untuk bertunangan dengan tuan muda keluarga Alexander!”Melihat sang ibu begitu bahagia, Revina tersenyum puas. “Tentu saja, Ma. Aku sudah merencanakan semuanya dengan baik.”“Kamu memang hebat, putriku!” ucap Novi setengah tertawa. Kemudian, dia teringat sesuatu. “Tapi, apa kamu sudah mengirimkan uang untuk orang suruhanmu itu? Pastikan dia tidak membocorkan rencana kita kepada siapa pun!”Mendengar pertanyaan sang ibu, Revina menautkan alis. “Jujur, aku bingung. Pria yang kusuruh meniduri Revina tidak kunjung membalasku, tapi aku sudah mengirimkan sisa uangnya. Seharusnya, dia tidak akan berbuat onar.”Andai Revina tahu, orang yang dia suruh meniduri kakak tirinya itu hanya kabur membawa uangnya tan
Melihat Elviara hadir dalam pesta malam ini, Revina mengepalkan tangannya. ‘Kenapa bisa jadi seperti ini!?’ Matanya melotot mengerikan. ‘Bagaimana bisa dia hadir di pesta ini dan berhubungan begitu baik dengan Bara? Mereka bahkan belum pernah bertemu! Elviara bahkan tidak tahu pesta pertunangan diadakan di sini!’Sementara Revina dan Novi tampak menggebu-gebu, Bara yang berdiri di hadapan Elviara menjulurkan tangannya. Elviara menerima uluran tangan itu dengan lembut, lalu menggandeng lengan Bara sesuai yang diajarkan oleh Sania di mobil tadi.“Kamu terlambat,” ucap Bara dengan suara yang hanya bisa didengar Elviara.Elviara tetap menoleh ke depan. “Ada beberapa kendala dengan gaunnya,” jawabnya singkat. “Yang jelas, bukan salahku.”Bara tertawa rendah. “Yang penting, kau datang.”Senyum dan tawa Bara dapat terlihat dari kejauhan. Hal tersebut mengejutkan seluruh tamu yang tahu betapa dinginnya sosok tuan muda Alexander itu. “L-lihat, dia tertawa! Tuan Muda Es itu tertawa!”“Mereka se
Acara pertunangan itu berjalan cukup lancar. Terlihat, beberapa kali Bara tersenyum rendah menatap ke arah Elviara.Kenapa terus menatap kearah ku? apa ada yang salah dengan wajah ku? Elviara menyentuh wajahnya tanpa berani menatap ke arah Bara yang sedari tadi memperhatikannya."Kamu, cantik!" ucap Bara lirih, tepat di samping telinganya.Spontan, hal itu membuat Elviara sedikit menjauh. Ketika hembusan nafas Bara menerpa telinganya, "Pak?" Tanpa menjawab, Lagi-lagi Bara kembali menampilkan wajah datarnya setelah membuat Elviara beberapa kali kesal karena ulahnya."BARA!" panggil seorang pria yang tak lain adalah Andreas."Iya, kek?" "Sekarang kamu sudah bukan lagi pria lajang. Jadi, jaga sikapmu! Jangan membuat keluarga kita malu!" tegas Andreas.Mendengar kalimat yang diucapkan tuan besar Alexander, tentu saja membuat hati Elviara menciut. Merasa sangat tidak pantas bersanding dengan Bara. 'Tenang, ini hanya pertunangan pura-pura.' "Baik, kek!" sahut Bara seraya menggenggam tan
"Selamat malam, tuan!" terlihat beberapa pelayan berbaris rapi, menyambut kedatangan Bara.Malu? tentu saja Elviara sangat malu. Bahkan gadis itu tidak berani menatap karah lain, selain kearah dada Bara dan menyembunyikan wajahnya disana."BARA, turunkan saya!" Elviara meronta, meminta agar Bara menurunkannya. Namun, pria berparas rupawan dengan tubuh atletis itu justru membawanya masuk ke sebuah kamar.Sangat mewah, kamar bernuansa putih elegan dengan beberapa dekorasi bernuansa eropa membuat Elviara sedikit takjub."Tentu saja aku akan menurunkanmu, disini!" sahut Bara seraya menurunkan tubuh Elviara diatas kasur yang nantinya akan menjadi kamar mereka.Elviara mencoba untuk mendorong tubuh Bara, namun kekuatannya tidak sepadan dengan pria itu. Membuatnya tetap terjebak dalam kungkungan tubuh Bara."Bar, tolong lepaskan saya!" Elviara semakin panik, mengetahui tangan Bara mulai menyusup masuk ke dalam bajunya.Sebenarnya ada apa dengan ku? kejadian malam itu, membuatku candu akan t