Bara terkejut dengan informasi yang ia dapat. Namun, dia tetap terdiam dan mendengarkan semua informasi yang disampaikan oleh asistennya itu.
Hingga Bara sampai di dalam mobil miliknya, ia baru sempat membuka dan membaca data-data yang tadi diberikan oleh Aldo dan berakhir dengan dahi yang mengernyit.
"Apa-apaan ini?"
"Ada apa pak?" tanya Aldo yang baru saja duduk di kursi depan.
"Apa kamu tidak salah mencari informasi?" tanya Bara tak percaya, menatap ke arah Aldo.
"Mana bisa sekebetulan ini, ternyata gadis itu adalah gadis yang akan di jodohkan dengan saya oleh kakek?"
Aldo tersentak. Dia sendiri tidak menyangka, tapi dia yakin dengan hasil penyelidikannya. Alhasil, dia pun menegaskan, "Data ini ... tidak mungkin salah, Tuan. Semua saya dapatkan dari sumber terpercaya."
Bara mengepalkan tangan. Masalah ini menjadi cukup runyam. Kalau memang gadis tadi malam adalah putri dari keluarga Adiwijaya, maka tidak mungkin dia seorang wanita penghibur.
Apa yang sebenarnya terjadi sehingga gadis dari keluarga terhormat itu berakhir bersikap aneh seperti malam tadi?
"Selidiki tentang kejadian malam itu!" perintah Bara. "Terutama mengenai apa yang terjadi antara gadis tersebut dan adik tirinya." mata Bara berkilat berbahaya. "Aku yakin putri dari pernikahan kedua Andra Adiwijaya itu ada sangkut pautnya dalam kasus ini."
Aldo menganggukkan kepalanya, "Baik pak!"
Bara pun menutup berkas yang berisi tentang data diri Elviara, dirinya membuang muka ke arah luar jendela. Entah sebuah kebetulan atau memang takdir, Bara tak sengaja melihat Elviara tengah berjalan seorang diri menyusuri trotoar yang cukup gelap.
"Berhenti!" suara berat Bara justru membuat Aldo menginjak penuh pedal rem mobil yang ia kendarai.
Ckitttttttt.
Untungnya Bara mengenakan safety belt. kalau tidak, mungkin pria tampan dengan segala pesonanya itu sudah terjerembab ke depan.
"Maaf pak!" ucap Aldo yang kini mendapat tatapan tajam dari Bara.
Elviara yang tadinya tengah santai menyusuri jalan dengan pencahayaan remang itu pun menoleh setelah mendengar sedikit kegaduhan, Elviara mengernyitkan dahinya melihat mobil mewah yang sama sekali tak ia kenal itu berhenti tak jauh darinya.
"Apa mungkin itu papa?" gumam Elviara menduga-duga.
"Tapi mana mungkin papa mencari ku, bukannya aku sudah tak bernilai lagi di kediaman itu."
Elviara yang tadinya berdiri di tempatnya dengan segudang harapan itu akhirnya mencoba untuk menyadarkan dirinya agar tak terlalu berharap, Elviara memilih untuk melanjutkan langkahnya membawa semua rasa kecewanya itu pergi.
Sedangkan di sisi lain, Bara terus menatap ke arah Elviara tanpa berkedip.
"Ada apa dengan wajahnya?" gumam Bara, melihat ekspresi wajah Elviara.
Walaupun dalam pencahayaan yang redup, Bara bisa melihat dengan jelas jika gadis itu sedang tidak baik-baik saja.
Bara membuka pintu mobilnya, membuat Aldo yang sudah lama menjadi asistennya pun sedikit tak percaya.
"Sepeduli itu pak Bara?" gumamnya ketika melihat Bara menghampiri Elviara.
"Apa yang kamu lakukan malam-malam begini?"
Mendengar suara yang terdengar asing di telingannya itu seketika Elviara menoleh.
"Kamu?!"
Elviara memicingkan matanya, menatap Bara yang menghampirinya.
Melihat Bara dengan wajah datarnya menatap ke arah dirinya, Elviara merasa kurang nyaman.
"Kenapa menatap saya seperti itu?" tanya Elviara.
"Berani sekali kamu keluar sendirian seperti ini," suara berat Bara membuat Elviara bergidik.
"Memangnya kenapa?"
Bara melangkah semakin mendekat, membuat Elviata spontan melangkah mundur hingga tersudut pada tembok.
"Memangnya kau tidak takut di perkosa orang di sini?" tanya Bara, yang sengaja mendekatkan bibirnya di telinga Elviara.
Bulu kuduk Elviara meremang, bukan karena kalimat Bara, tapi karena hembusan nafas pria itu yang menerpa leher jenjangnya.
Bara memejamkan matanya sebentar sebelum menarik wajahnya menjauh dari Elviara. Dia berjuang menelan salivanya dan mengatur kesadarannya kembali hanya karena berada di dekat Elviara.
"Sebenarnya ada apa dengan gadis ini?" batin Bara penasaran. Kenapa tubuhnya dapat merespon seperti ini saat berada didekat Elviara?
"Minggir!" ucap Elviara dan perlahan mendorong dada Bara agar semakin menjauh darinya.
Tanpa sepatah kata, Elviara meninggalkan Bara yang masih terdiam dengan sorot mata yang masih terpaku padanya.
"Ada apa dengan jantung ku?" gumam Elviara seraya memegang dadanya yang berdebar.
Di sisi lain, Aldo melihat bagaimana Bara hanya terpaku ditempat selagi menatap kepergian Elviara. Dia pun tersenyum sendiri di dalam mobil.
"Sepertinya gadis itu benar-benar akan menjadi nyonya muda Alexander," gumam Aldo.
**
"Kenapa mbak Ara pergi malam-malam begini?" tanya Elviana, saudara kembar Elviara.
Srinten pun terdiam mendengar pertanyaan nona mudanya ini, bingung harus menjawab apa.
"Mbok Srinten?" panggil Ana.
"Iya, Nak," sahut Srinten setelah tersadar dari lamunannya.
"Lagi mikirin apa?" tanya Ana yang melihat Srinten tidak terlalu fokus dengan pekerjaannya.
Elviara dan Elviana memang saudara kembar, wajah mereka hampir sama. Namun Elviana memiliki kekebalan tubuh yang tidak normal, bahkan gadis itu sudah mengidap penyakit jantung lemah sejak lahir.
"Nona Ara pamit tadi pagi, katanya ada urusan kerjaan!"
"Kerja?"
"sejak kapan Ara kerja, Mbok?"
"Terus, kenapa nggak pamitan ke aku, mbok?" cela Ana membuat Srinten sedikit kebingungan.
"Aneh," gumam Ana dengan raut wajah seperti tengah memikirkan sesuatu.
"Non Ana tenang aja, tidak usah banyak pikiran!" ucap Srinten, melihat kecemasan di wajah Ana.
"Mungkin saja non Ara tadi sedang terburu-buru!" sahut Srinten sebagai penenang, tak ingin nona mudanya ini jatuh sakit karena terlalu banyak pikiran.
Dengan bibir cemberut Ana pun menganggukkan kepalanya, "Ya sudah, besok-besok aku main saja ke tempat kerjanya!" sahut Ana.
"Mbok, aku balik ke kamar dulu ya!" pamit Ana.
Mbok Srinten hanya bisa menatap gelisah ke arah Ana yang kian menjauh, "Semoga saja saat nanti non Ana mengunjungi non Ara, Non Ara sudah bekerja!"
"Kasihan non Ara, sebagai tuan rumah, malah terusir dari kediamannya sendiri," gumam Mbok Srinten yang tiba-tiba saja teringat pada Elviara.
**
Hampir dua jam Bara mengurung diri di ruang kerjanya. Tak banyak yang ia lakukan di sana, selain memikirkan tentang Elviara.
'Kenapa jadi segelisah ini memikirkannya?' Bara mengacak frustasi rambutnya.
Akhirnya Bara meraih ponselnya yang berada diatas meja, dan menghubungi Aldo.
"Tolong jemput saya sekarang!" perintah Bara tanpa basa-basi, setelah sambungan telepon itu terhubung.
Selesai mengucapkan kalimat singkat itu, tanpa menunggu jawaban dari Aldo, Bara mematikan sepihak sambungan teleponnya dan bergegas menuruni anak tangga menuju lantai dasar kediaman Alexander.
"Mau ke mana kamu malam-malam begini?"
**
Suara bariton itu menghentikan langkah kaki Bara. Dia menoleh, melihat pria tua yang memiliki garis wajah hampir sama dengannya itu. "Keluar sebentar, Kek!" sahut Bara. "Ke mana?!" ucap Andreas, tua besar Alexander. "Hati-hati, jangan sampai kamu terlibat masalah di luar. besok kamu akan bertunangan." Bara mengerutkan keningnya mendengar kalimat itu, "Sejak kapan acara itu dipercepat seperti itu, kek?" "Sejak saat ini!" sahut tuan besar Andreas sebelum berlalu karena tak ingin dibantah. Bara hanya bisa terdiam, menatap punggung pria yang tak lagi muda itu semakin menjauh dan menghilang di balik pintu. "Hmmm," Bara menghela nafas beratnya, tidak ada gunanya berdebat dengan kakek yang keras kepala, karena apa yang menjadi keputusan kakeknya tidak akan ada yang bisa melawannya. "Hey bro!" Bara menoleh saat sebuah tangan menepuk pelan pundaknya. Dia Ares, sepupunya yang memiliki garis wajah seperti orang chinese. "Selamat ya bro, katanya kamu akan dijodohkan!" ucap Ares, sepupu B
"Menyusahkan saja," gumam Bara menatap ke arah Meylani.Niat hati ingin melampiaskan kegelisahan pada kegilaannya di tempat ini malah kedatangan sumber onar, membuat Bara membatalkan tujuan awalnya datang ke sini.Tak ada yang berubah dari sikap Meylani untuk Bara, sejak terakhir kali mereka bertemu, delapan tahun silam. Meylani dan Bara saling mengenal sejak dibangku sekolah menengah pertama, dan sejak saat itu Meylani menyukai Bara hingga saat ini. Berbeda dengan Meylani yang setengah mati mengejar cinta Bara. Pria itu, justru merasa tidak nyaman dengan sikap Meylani dan selalu menunjukkan sikap dinginnya kepada gadis itu."Do, tolong urus dan antar dia pulang!" utus Bara."Pulang kemana, pak?""Ke rumahnya lah, Do!""Tapi saya tidak tau alamat rumahnya dimana, pak," sahut Aldo."Ya, kamu tanyakan saja, Do. Urus saja, saya mau pulang!" sahut Bara seraya melempar kunci mobil miliknya ke arah Aldo, dan dirinya sendiri memilih untuk pulang menggunakan taxi online yang sudah ia pesan be
"BARA?" suara lantang Meylani membuat semua mata yang berada di ruangan itu menatap ke arahnya, Terlihat jelas bagaimana kekesalan Meylani melihat kemesraan Bara dan Elviara.“Apa maksud kamu memanggilnya seperti itu?” Meylani tentu saja tidak terima, dia yang bertahun-tahun memperjuangkan Bara, justru gadis lain yang mendapatkan perlakuan manis pria itu. Akhirnya, tanpa berfikir panjang Meylani menarik lengan Elviara cukup kasar, agar menjauh dari Bara.“Lepas! Menjauhlah dari tunangan saya!” ucap Bara dengan lantang, seraya menepis tangan Meylani dari Elviara.“Jangan bercanda, Bara!” Meylani menganggap apa yang baru saja diucapkan oleh Bara hanyalah alibi agar dirinya mau menjauh.“Saya tidak pernah bermain-main dengan kalimat saya!” sahut Bara dengan tegas, seraya mengeratkan pelukannya di pinggang Elviara.Elviara melihat ke arah Bara dengan tatapan penuh tanya, ‘Kenapa aku justru terseret ke dalam masalah mereka?’ pikir Elviara, karena tujuannya kemari untuk melakukan wawancara k
“APA?” mata Elviara membulat sempurna mendengar tawaran dari Bara.Dalam hati, Elviara bertanya-tanya, apa ada yang salah dengan pendengarannya? Mana mungkin Bara menawarkan hal seperti itu kepada gadis biasa sepertinya?!“Bapak, saya mohon jangan bercanda ….”“Saya tidak bercanda. Saya serius. Bertunanganlah dengan saya selama satu tahun untuk menendang Meylani dari hidup saya, dan akan aku pastikan kamu bisa mendapatkan posisi memuaskan di perusahaan ini.”Elviara menggigit bibir bawahnya pelan, mempertimbangkan hal ini. Dia memang memerlukan pekerjaan ini, tapi … dengan bersandiwara sebagai tunangan pria tersebut.“Saya … tidak akan diminta untuk melakukan hal yang tidak-tidak, bukan? Hanya sandiwara saja …” tanya Elviara ragu.Mendengar pertanyaan itu, alis kanan Bara meninggi, tampak terhibur. “Kalau kamu mau, tentu saya tidak akan menolaknya.”“Tidak! Saya tidak mau melakukan yang tidak-tidak!” tegas Elviara dengan mata berkaca-kaca, merasa kesal bercampur malu dengan godaan pria
Baru kali ini Elviara berani menatap mata Bara cukup lama. Tak bisa dipungkiri jika dirinya sangat kesal dengan Bara, bagaimana tidak, di dalam surat pembatalan itu seakan dia tak memiliki harga diri lagi. "Saya lebih baik menjadi pembantu bapak seumur hidup, dari pada harus menemani Bapak tidur!"Bara terkekeh mendengar ucapan Elviara, "Memangnya, menemani tidur itu, di dalam otak kamu tergambar seperti apa, hmmm?" "Ya, yang pasti saya harus melayani bapak.""Melayani bagaimana, hmmm?" Bara semakin mengikis jarak diantara mereka.Elviara dibuat panik dengan ulah Bara, "Ya ... yang seperti itu, sudah tidak usah di bahas pak, yang pasti saya tidak akan mau menemani bapak tidur!" "Dasar otak mesum," sahut Bara sembari mendengus mencemooh."PAK?"Bara kembali mengambil surat perjanjian itu. “Saya rasa, syarat pembatalan kontrak ini cukup sebanding dengan apa yang akan saya berikan untuk mu!” ucap Bara, ketika Elviara tengah membaca ulang surat perjanjian itu.‘Sebanding? Apa sebegitu re
*Malam Pesta Pertunangan keluarga Alexander dan keluarga Adiwijaya*“Bagaimana, Revina? Kamu bahagia ‘kan?” tanya Novi, ibu kandung Revina, istri kedua ayah Elviara, saat melihat putrinya tampak begitu cantik di depan meja rias. “Akhirnya, kamu berhasil menggantikan perempuan rendahan itu untuk bertunangan dengan tuan muda keluarga Alexander!”Melihat sang ibu begitu bahagia, Revina tersenyum puas. “Tentu saja, Ma. Aku sudah merencanakan semuanya dengan baik.”“Kamu memang hebat, putriku!” ucap Novi setengah tertawa. Kemudian, dia teringat sesuatu. “Tapi, apa kamu sudah mengirimkan uang untuk orang suruhanmu itu? Pastikan dia tidak membocorkan rencana kita kepada siapa pun!”Mendengar pertanyaan sang ibu, Revina menautkan alis. “Jujur, aku bingung. Pria yang kusuruh meniduri Revina tidak kunjung membalasku, tapi aku sudah mengirimkan sisa uangnya. Seharusnya, dia tidak akan berbuat onar.”Andai Revina tahu, orang yang dia suruh meniduri kakak tirinya itu hanya kabur membawa uangnya tan
Melihat Elviara hadir dalam pesta malam ini, Revina mengepalkan tangannya. ‘Kenapa bisa jadi seperti ini!?’ Matanya melotot mengerikan. ‘Bagaimana bisa dia hadir di pesta ini dan berhubungan begitu baik dengan Bara? Mereka bahkan belum pernah bertemu! Elviara bahkan tidak tahu pesta pertunangan diadakan di sini!’Sementara Revina dan Novi tampak menggebu-gebu, Bara yang berdiri di hadapan Elviara menjulurkan tangannya. Elviara menerima uluran tangan itu dengan lembut, lalu menggandeng lengan Bara sesuai yang diajarkan oleh Sania di mobil tadi.“Kamu terlambat,” ucap Bara dengan suara yang hanya bisa didengar Elviara.Elviara tetap menoleh ke depan. “Ada beberapa kendala dengan gaunnya,” jawabnya singkat. “Yang jelas, bukan salahku.”Bara tertawa rendah. “Yang penting, kau datang.”Senyum dan tawa Bara dapat terlihat dari kejauhan. Hal tersebut mengejutkan seluruh tamu yang tahu betapa dinginnya sosok tuan muda Alexander itu. “L-lihat, dia tertawa! Tuan Muda Es itu tertawa!”“Mereka se
Acara pertunangan itu berjalan cukup lancar. Terlihat, beberapa kali Bara tersenyum rendah menatap ke arah Elviara.Kenapa terus menatap kearah ku? apa ada yang salah dengan wajah ku? Elviara menyentuh wajahnya tanpa berani menatap ke arah Bara yang sedari tadi memperhatikannya."Kamu, cantik!" ucap Bara lirih, tepat di samping telinganya.Spontan, hal itu membuat Elviara sedikit menjauh. Ketika hembusan nafas Bara menerpa telinganya, "Pak?" Tanpa menjawab, Lagi-lagi Bara kembali menampilkan wajah datarnya setelah membuat Elviara beberapa kali kesal karena ulahnya."BARA!" panggil seorang pria yang tak lain adalah Andreas."Iya, kek?" "Sekarang kamu sudah bukan lagi pria lajang. Jadi, jaga sikapmu! Jangan membuat keluarga kita malu!" tegas Andreas.Mendengar kalimat yang diucapkan tuan besar Alexander, tentu saja membuat hati Elviara menciut. Merasa sangat tidak pantas bersanding dengan Bara. 'Tenang, ini hanya pertunangan pura-pura.' "Baik, kek!" sahut Bara seraya menggenggam tan