Share

(Chapter 2)

Saat keterkejutannya mulai mereda, ketakutan menyelimuti hati Elviara. 

Menepis ketakutan di hatinya, Elviara memutuskan untuk turun dari tempat tidur. Jantungnya berdebar keras saat dia memungut pakaiannya yang berserakan diatas lantai. 

"Pakaianku ... basah ...." 

Namun, tak ada pilihan lain. Elviara pun tetap mengenakan kembali pakaian itu agar bisa langsung pergi dari ruangan tersebut.

"Shhh, kenapa sesakit ini?" gumamnya, ketika mulai melangkahkan kakinya dan merasakan sakit pada bagian bawah miliknya. 

"Mau ke mana?" 

Suara berat seorang pria membuat Elviara menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah laki-laki itu. Elviara melihat Bara tengah bersandar pada headboard, pria tampan bermata coklat itu menatap ke arahnya dengan tubuh atletis tanpa tertutup sehelai kain, Bahkan otot di perutnya terlihat begitu maskulin. 

Setelah beberapa saat Elviara terdiam mengagumi tubuh Bara. Gadis itu terperangah, menyadari Bara telah terbangun. Seketika perasaan takut dan cemas bercampur menjadi satu menyelimuti hatinya. 

"Setelah melakukan itu, apakah kamu akan pergi begitu saja tanpa menerima bayaranmu?" 

'Bayaran?' ulang Elviara dalam hati, terkejut dan baru sadar kalau pria itu menganggapnya wanita bayaran!

Kalimat itu membuat Elviara sedikit kesal, pasalnya semua ini hanyalah kesalahpahaman dan ia buka wanita penghibur.

Bara melempar sebuah black card ke arah Elviara, namun gadis itu hanya menatap kartu itu tanpa berniat untuk mengambilnya. 

"Ambil!" 

Dengan alis yang seakan hampir bertaut, Elviara menatap tajam ke arah Bara setelah Mendengar kalimat yang seakan merendahkan dirinya.

"Maaf, saya tidak kekurangan uang dan saya juga tidak membutuhkan uang anda!" sahut Elviara dan langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. 

Bara melihat ke arah gadis yang telah menghabiskan malam panas bersamanya itu dengan tatapan tak percaya. 

"Trik apa lagi yang sedang dia mainkan? Apa dia kira melakukan ini akan membuatku tertarik padanya?" batin Bara, mengingat betapa banyak wanita yang menggodanya dan ingin menjerat dirinya hanya karena sebuah harta. 

Bara menyandarkan tubuhnya, menatap ke arah langit-langit kamar yang telah memberikan banyak pengalaman baru untuknya. Segala pemikiran tentang gadis di malam itu, bercampur aduk di dalam kepalanya. 

'Ah mungkin hanya kebetulan saja,' pikir Bara, mencoba menepis semua hal buruk di otaknya, lalu mengenakan pakaiannya dan bersiap turun dari tempat tidur. 

Namun, baru saja Bara selesai mengenakan baju, seorang pria bermata sipit yang tak asing untuk Bara masuk kedalam kamarnya tanpa permisi, membuat Bara sedikit terkejut.

"Pak, hari ini ada kunjungan di-" kalimat Aldo terhenti, ketika netranya tak sengaja melihat keadaan bosnya saat ini. 

"Apakah kau tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk kesini?" tanya Bara dengan tatapan tajam ke arah Aldo.

"Pak ... apa bapak sudah melepas keperjakaan bapak?" tanya Aldo sedikit terkejut, pasalnya selama ini ia tak pernah melihat Bara berdekatan dengan gadis mana pun. namun dibanding keterkejutannya, dirinya justru merasa sangat lega melihat perubahan Bara saat ini.

"Maaf pak, Soalnya tadi saya berpapasan dengan seorang gadis di pintu kamar ini!" 

Bara membuang nafas beratnya dengan kasar, sedikit geram dengan asistennya itu. "Aldo, apa kau ingin di pindah tugaskan ke Afrika?" sahut Bara, membuat laki-laki tampan berwajah manis itu terpaksa untuk diam.

** 

"Pa?"  

Elviara yang baru saja pulang terkejut melihat papa, mama, dan Revina duduk berkumpul di ruang tengah, karena tak biasanya Andra memiliki waktu luang untuk berkumpul seperti ini. 

"Dari mana saja kamu?" suara berat Andra, ayah Elviara, membuat bulu kuduk gadis itu berdiri. 

Melihat situasi ini saja Elviara tau, jika dirinya nanti akan berakhir tidak baik-baik saja. 

Andra tiba-tiba saja melemparkan beberapa lembar kertas dan foto kejadian yang dialami oleh Elviara semalam diatas meja, lalu- 

PLAKKK. 

Elviara cukup terkejut, bukan hanya tentang apa yang di perlihatkan di atas meja itu. Tapi tak menyangka jika Andra akan melayangkan tamparan untuknya. 

"Papa sangat kecewa dengan mu," ucap Andra dengan wajah yang sudah memerah menahan amarah. 

Revina yang melihat Elviara menderita seperti ini pun tersenyum senang. Dia sudah tahu rencananya untuk membuat Elviara terusir selamanya dari kediaman Adiwijaya akan tercapai! 

"Mbok Sri!" teriak Andra dari depan. 

Srinten yang mendengar namanya dipanggil oleh tuan besar pun segera bergegas ke depan untuk menghadap majikannya itu. 

"Iya tuan?"  

Srinten merasa sedikit aneh dengan suasana di keluarga itu yang terasa sedikit mencekam. 

"Tolong bereskan semua barang Elviara!" 

DEGGG. 

Srinten sontak terkejut mendengar perintah dari tuan besarnya itu, "Tapi tuan-" 

"Bereskan saja Mbok!" tegas Andra dengan suara beratnya, membuat nyali Srinten menciut. "Keluarga Adiwijaya tidak menerima putri tak berakhlak!" 

"Baik tuan," Srinten sempat menatap ke arah Elviara sekilas, sebelum bergegas menuju kamar nona mudanya itu. 

Walaupun papanya tidak mengatakannya secara langsung, Elviara sudah bisa membaca bahwa dirinya tak diterima lagi di rumah ini.  

Dengan langkah gontai Elviara berjalan menuju kamarnya, "Biarkan saya saja, mbok, yang membereskannya!" 

Mendengar suara nona mudanya, seketika Srinten menatap ke arah Elviara yang sudah berdiri tepat di depannya dengan mata memerah seperti tengah menahan air mata. 

"Sebenarnya, ada apa, non?"  

"Saya membuat kesalahan, mbok," sahut Elviara yang masih saja mencoba untuk bersikap tegar. 

"Sini cerita sama mbok!" pinta Srinten. 

Sejak kecil, Elviara memang sangat dekat dengan Srinten. Bagaimana tidak, sejak kecil Elviara dan kembarannya sudah ditinggal oleh ibu kandungnya yang drop saat melahirkan. Akhirnya sejak bayi, Elviara dan Elviana diasuh oleh Srinten, wanita paruh baya itu juga sudah menganggap mereka seperti putri kandungnya sendiri. 

Elviara mulai menceritakan kejadian yang menimpanya semalam, air mata yang tadinya susah payah ia bendung akhirnya tumpah, membuat Srinten spontan memeluk gadis itu. 

"Ya ampun, non, kenapa bisa seperti ini?"  

"Aku juga tidak tahu, mbok, bahkan aku sama sekali tidak mengingat apa pun pada malam itu!" sahut Elviara. 

Elviara kembali mengemasi barang-barangnya, "Mbok, tolong jangan bilang sama Elviana jika aku meninggalkan rumah!"  

"Tapi, jika non Ana mencari non Ara, gimana?" tanya Srinten bingung sekaligus khawatir dengan nona mudanya itu. 

"Bilang saja aku sedang bekerja!" sahut Elviara yang sebenarnya belum pernah bekerja setelah lulus perguruan tinggi. 

Elviara sengaja menyembunyikan kebenaran ini dari kembarannya, karena Elviara menyadari jika kembarannya itu mungkin tidak akan kuat menerima tekanan seperti ini mengingat penyakit bawaan yang diderita kembarannya itu. 

"Terus nanti, nona mau tinggal dimana?" tanya Srinten. 

Elviara terdiam mendengar pertanyaan itu. karena saat ini, dirinya benar-benar tidak memiiki tujuan. 

"Mungkin, nanti Ara akan mencari kontrakan kecil-kecilan dulu, mbok!" sahut Elviara, dan besoknya ia berniat untuk mulai mencari kerja. 

"Sebentar non!"  

Srinten melangkahkan kakinya keluar, namun beberapa menit kemudian ia kembali dengan membawa sebuah kunci untuk di berikan kepada Elviara. 

"Ini kunci rumah saya. Walaupun tidak sebagus kediaman Adiwijaya, semoga bisa membantu, non!" ucap Srinten. 

"Mbok, makasih banget!" Elviara tersenyum dan kembali memeluk Srinten, air mata mengucur menuruni wajahnya. 

Hal itu membuat Srinten ikut menangis. Sungguh malang sekali nasib nona mudanya ini .... 

**

Terlihat dari jauh seorang pria dengan tubuh tinggi atletis tengah berjalan keluar dari sebuah resto, ketampanan dan karisma pria itu berhasil menarik semua orang untuk menatap ke arahnya. 

"Apa kamu sudah mendapatkan informasi yang saya minta?" tanya Bara kepada asisten pribadinya. 

"Sudah pak!" sahut Aldo. 

Aldo menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat cukup tebal, berisi data-data yang di inginkan oleh atasannya itu. 

"Ternyata nona itu adalah nona muda keluarga Adiwijaya!" 

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status