Saat keterkejutannya mulai mereda, ketakutan menyelimuti hati Elviara.
Menepis ketakutan di hatinya, Elviara memutuskan untuk turun dari tempat tidur. Jantungnya berdebar keras saat dia memungut pakaiannya yang berserakan diatas lantai. "Pakaianku ... basah ...." Namun, tak ada pilihan lain. Elviara pun tetap mengenakan kembali pakaian itu agar bisa langsung pergi dari ruangan tersebut. "Shhh, kenapa sesakit ini?" gumamnya, ketika mulai melangkahkan kakinya dan merasakan sakit pada bagian bawah miliknya. "Mau ke mana?" Suara berat seorang pria membuat Elviara menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah laki-laki itu. Elviara melihat Bara tengah bersandar pada headboard, pria tampan bermata coklat itu menatap ke arahnya dengan tubuh atletis tanpa tertutup sehelai kain, Bahkan otot di perutnya terlihat begitu maskulin. Setelah beberapa saat Elviara terdiam mengagumi tubuh Bara. Gadis itu terperangah, menyadari Bara telah terbangun. Seketika perasaan takut dan cemas bercampur menjadi satu menyelimuti hatinya. "Setelah melakukan itu, apakah kamu akan pergi begitu saja tanpa menerima bayaranmu?" 'Bayaran?' ulang Elviara dalam hati, terkejut dan baru sadar kalau pria itu menganggapnya wanita bayaran! Kalimat itu membuat Elviara sedikit kesal, pasalnya semua ini hanyalah kesalahpahaman dan ia buka wanita penghibur. Bara melempar sebuah black card ke arah Elviara, namun gadis itu hanya menatap kartu itu tanpa berniat untuk mengambilnya. "Ambil!" Dengan alis yang seakan hampir bertaut, Elviara menatap tajam ke arah Bara setelah Mendengar kalimat yang seakan merendahkan dirinya. "Maaf, saya tidak kekurangan uang dan saya juga tidak membutuhkan uang anda!" sahut Elviara dan langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Bara melihat ke arah gadis yang telah menghabiskan malam panas bersamanya itu dengan tatapan tak percaya. "Trik apa lagi yang sedang dia mainkan? Apa dia kira melakukan ini akan membuatku tertarik padanya?" batin Bara, mengingat betapa banyak wanita yang menggodanya dan ingin menjerat dirinya hanya karena sebuah harta. Bara menyandarkan tubuhnya, menatap ke arah langit-langit kamar yang telah memberikan banyak pengalaman baru untuknya. Segala pemikiran tentang gadis di malam itu, bercampur aduk di dalam kepalanya. 'Ah mungkin hanya kebetulan saja,' pikir Bara, mencoba menepis semua hal buruk di otaknya, lalu mengenakan pakaiannya dan bersiap turun dari tempat tidur. Namun, baru saja Bara selesai mengenakan baju, seorang pria bermata sipit yang tak asing untuk Bara masuk kedalam kamarnya tanpa permisi, membuat Bara sedikit terkejut. "Pak, hari ini ada kunjungan di-" kalimat Aldo terhenti, ketika netranya tak sengaja melihat keadaan bosnya saat ini. "Apakah kau tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk kesini?" tanya Bara dengan tatapan tajam ke arah Aldo. "Pak ... apa bapak sudah melepas keperjakaan bapak?" tanya Aldo sedikit terkejut, pasalnya selama ini ia tak pernah melihat Bara berdekatan dengan gadis mana pun. namun dibanding keterkejutannya, dirinya justru merasa sangat lega melihat perubahan Bara saat ini. "Maaf pak, Soalnya tadi saya berpapasan dengan seorang gadis di pintu kamar ini!" Bara membuang nafas beratnya dengan kasar, sedikit geram dengan asistennya itu. "Aldo, apa kau ingin di pindah tugaskan ke Afrika?" sahut Bara, membuat laki-laki tampan berwajah manis itu terpaksa untuk diam. ** "Pa?" Elviara yang baru saja pulang terkejut melihat papa, mama, dan Revina duduk berkumpul di ruang tengah, karena tak biasanya Andra memiliki waktu luang untuk berkumpul seperti ini. "Dari mana saja kamu?" suara berat Andra, ayah Elviara, membuat bulu kuduk gadis itu berdiri. Melihat situasi ini saja Elviara tau, jika dirinya nanti akan berakhir tidak baik-baik saja. Andra tiba-tiba saja melemparkan beberapa lembar kertas dan foto kejadian yang dialami oleh Elviara semalam diatas meja, lalu- PLAKKK. Elviara cukup terkejut, bukan hanya tentang apa yang di perlihatkan di atas meja itu. Tapi tak menyangka jika Andra akan melayangkan tamparan untuknya. "Papa sangat kecewa dengan mu," ucap Andra dengan wajah yang sudah memerah menahan amarah. Revina yang melihat Elviara menderita seperti ini pun tersenyum senang. Dia sudah tahu rencananya untuk membuat Elviara terusir selamanya dari kediaman Adiwijaya akan tercapai! "Mbok Sri!" teriak Andra dari depan. Srinten yang mendengar namanya dipanggil oleh tuan besar pun segera bergegas ke depan untuk menghadap majikannya itu. "Iya tuan?" Srinten merasa sedikit aneh dengan suasana di keluarga itu yang terasa sedikit mencekam. "Tolong bereskan semua barang Elviara!" DEGGG. Srinten sontak terkejut mendengar perintah dari tuan besarnya itu, "Tapi tuan-" "Bereskan saja Mbok!" tegas Andra dengan suara beratnya, membuat nyali Srinten menciut. "Keluarga Adiwijaya tidak menerima putri tak berakhlak!" "Baik tuan," Srinten sempat menatap ke arah Elviara sekilas, sebelum bergegas menuju kamar nona mudanya itu. Walaupun papanya tidak mengatakannya secara langsung, Elviara sudah bisa membaca bahwa dirinya tak diterima lagi di rumah ini. Dengan langkah gontai Elviara berjalan menuju kamarnya, "Biarkan saya saja, mbok, yang membereskannya!" Mendengar suara nona mudanya, seketika Srinten menatap ke arah Elviara yang sudah berdiri tepat di depannya dengan mata memerah seperti tengah menahan air mata. "Sebenarnya, ada apa, non?" "Saya membuat kesalahan, mbok," sahut Elviara yang masih saja mencoba untuk bersikap tegar. "Sini cerita sama mbok!" pinta Srinten. Sejak kecil, Elviara memang sangat dekat dengan Srinten. Bagaimana tidak, sejak kecil Elviara dan kembarannya sudah ditinggal oleh ibu kandungnya yang drop saat melahirkan. Akhirnya sejak bayi, Elviara dan Elviana diasuh oleh Srinten, wanita paruh baya itu juga sudah menganggap mereka seperti putri kandungnya sendiri. Elviara mulai menceritakan kejadian yang menimpanya semalam, air mata yang tadinya susah payah ia bendung akhirnya tumpah, membuat Srinten spontan memeluk gadis itu. "Ya ampun, non, kenapa bisa seperti ini?" "Aku juga tidak tahu, mbok, bahkan aku sama sekali tidak mengingat apa pun pada malam itu!" sahut Elviara. Elviara kembali mengemasi barang-barangnya, "Mbok, tolong jangan bilang sama Elviana jika aku meninggalkan rumah!" "Tapi, jika non Ana mencari non Ara, gimana?" tanya Srinten bingung sekaligus khawatir dengan nona mudanya itu. "Bilang saja aku sedang bekerja!" sahut Elviara yang sebenarnya belum pernah bekerja setelah lulus perguruan tinggi. Elviara sengaja menyembunyikan kebenaran ini dari kembarannya, karena Elviara menyadari jika kembarannya itu mungkin tidak akan kuat menerima tekanan seperti ini mengingat penyakit bawaan yang diderita kembarannya itu. "Terus nanti, nona mau tinggal dimana?" tanya Srinten. Elviara terdiam mendengar pertanyaan itu. karena saat ini, dirinya benar-benar tidak memiiki tujuan. "Mungkin, nanti Ara akan mencari kontrakan kecil-kecilan dulu, mbok!" sahut Elviara, dan besoknya ia berniat untuk mulai mencari kerja. "Sebentar non!" Srinten melangkahkan kakinya keluar, namun beberapa menit kemudian ia kembali dengan membawa sebuah kunci untuk di berikan kepada Elviara. "Ini kunci rumah saya. Walaupun tidak sebagus kediaman Adiwijaya, semoga bisa membantu, non!" ucap Srinten. "Mbok, makasih banget!" Elviara tersenyum dan kembali memeluk Srinten, air mata mengucur menuruni wajahnya. Hal itu membuat Srinten ikut menangis. Sungguh malang sekali nasib nona mudanya ini .... ** Terlihat dari jauh seorang pria dengan tubuh tinggi atletis tengah berjalan keluar dari sebuah resto, ketampanan dan karisma pria itu berhasil menarik semua orang untuk menatap ke arahnya. "Apa kamu sudah mendapatkan informasi yang saya minta?" tanya Bara kepada asisten pribadinya. "Sudah pak!" sahut Aldo. Aldo menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat cukup tebal, berisi data-data yang di inginkan oleh atasannya itu. "Ternyata nona itu adalah nona muda keluarga Adiwijaya!" **Bara terkejut dengan informasi yang ia dapat. Namun, dia tetap terdiam dan mendengarkan semua informasi yang disampaikan oleh asistennya itu. Hingga Bara sampai di dalam mobil miliknya, ia baru sempat membuka dan membaca data-data yang tadi diberikan oleh Aldo dan berakhir dengan dahi yang mengernyit. "Apa-apaan ini?" "Ada apa pak?" tanya Aldo yang baru saja duduk di kursi depan. "Apa kamu tidak salah mencari informasi?" tanya Bara tak percaya, menatap ke arah Aldo. "Mana bisa sekebetulan ini, ternyata gadis itu adalah gadis yang akan di jodohkan dengan saya oleh kakek?" Aldo tersentak. Dia sendiri tidak menyangka, tapi dia yakin dengan hasil penyelidikannya. Alhasil, dia pun menegaskan, "Data ini ... tidak mungkin salah, Tuan. Semua saya dapatkan dari sumber terpercaya." Bara mengepalkan tangan. Masalah ini menjadi cukup runyam. Kalau memang gadis tadi malam adalah putri dari keluarga Adiwijaya, maka tidak mungkin dia seorang wanita penghibur. Apa yang sebenarnya terjadi sehi
Suara bariton itu menghentikan langkah kaki Bara. Dia menoleh, melihat pria tua yang memiliki garis wajah hampir sama dengannya itu. "Keluar sebentar, Kek!" sahut Bara. "Ke mana?!" ucap Andreas, tua besar Alexander. "Hati-hati, jangan sampai kamu terlibat masalah di luar. besok kamu akan bertunangan." Bara mengerutkan keningnya mendengar kalimat itu, "Sejak kapan acara itu dipercepat seperti itu, kek?" "Sejak saat ini!" sahut tuan besar Andreas sebelum berlalu karena tak ingin dibantah. Bara hanya bisa terdiam, menatap punggung pria yang tak lagi muda itu semakin menjauh dan menghilang di balik pintu. "Hmmm," Bara menghela nafas beratnya, tidak ada gunanya berdebat dengan kakek yang keras kepala, karena apa yang menjadi keputusan kakeknya tidak akan ada yang bisa melawannya. "Hey bro!" Bara menoleh saat sebuah tangan menepuk pelan pundaknya. Dia Ares, sepupunya yang memiliki garis wajah seperti orang chinese. "Selamat ya bro, katanya kamu akan dijodohkan!" ucap Ares, sepupu B
"Menyusahkan saja," gumam Bara menatap ke arah Meylani.Niat hati ingin melampiaskan kegelisahan pada kegilaannya di tempat ini malah kedatangan sumber onar, membuat Bara membatalkan tujuan awalnya datang ke sini.Tak ada yang berubah dari sikap Meylani untuk Bara, sejak terakhir kali mereka bertemu, delapan tahun silam. Meylani dan Bara saling mengenal sejak dibangku sekolah menengah pertama, dan sejak saat itu Meylani menyukai Bara hingga saat ini. Berbeda dengan Meylani yang setengah mati mengejar cinta Bara. Pria itu, justru merasa tidak nyaman dengan sikap Meylani dan selalu menunjukkan sikap dinginnya kepada gadis itu."Do, tolong urus dan antar dia pulang!" utus Bara."Pulang kemana, pak?""Ke rumahnya lah, Do!""Tapi saya tidak tau alamat rumahnya dimana, pak," sahut Aldo."Ya, kamu tanyakan saja, Do. Urus saja, saya mau pulang!" sahut Bara seraya melempar kunci mobil miliknya ke arah Aldo, dan dirinya sendiri memilih untuk pulang menggunakan taxi online yang sudah ia pesan be
"BARA?" suara lantang Meylani membuat semua mata yang berada di ruangan itu menatap ke arahnya, Terlihat jelas bagaimana kekesalan Meylani melihat kemesraan Bara dan Elviara.“Apa maksud kamu memanggilnya seperti itu?” Meylani tentu saja tidak terima, dia yang bertahun-tahun memperjuangkan Bara, justru gadis lain yang mendapatkan perlakuan manis pria itu. Akhirnya, tanpa berfikir panjang Meylani menarik lengan Elviara cukup kasar, agar menjauh dari Bara.“Lepas! Menjauhlah dari tunangan saya!” ucap Bara dengan lantang, seraya menepis tangan Meylani dari Elviara.“Jangan bercanda, Bara!” Meylani menganggap apa yang baru saja diucapkan oleh Bara hanyalah alibi agar dirinya mau menjauh.“Saya tidak pernah bermain-main dengan kalimat saya!” sahut Bara dengan tegas, seraya mengeratkan pelukannya di pinggang Elviara.Elviara melihat ke arah Bara dengan tatapan penuh tanya, ‘Kenapa aku justru terseret ke dalam masalah mereka?’ pikir Elviara, karena tujuannya kemari untuk melakukan wawancara k
“APA?” mata Elviara membulat sempurna mendengar tawaran dari Bara.Dalam hati, Elviara bertanya-tanya, apa ada yang salah dengan pendengarannya? Mana mungkin Bara menawarkan hal seperti itu kepada gadis biasa sepertinya?!“Bapak, saya mohon jangan bercanda ….”“Saya tidak bercanda. Saya serius. Bertunanganlah dengan saya selama satu tahun untuk menendang Meylani dari hidup saya, dan akan aku pastikan kamu bisa mendapatkan posisi memuaskan di perusahaan ini.”Elviara menggigit bibir bawahnya pelan, mempertimbangkan hal ini. Dia memang memerlukan pekerjaan ini, tapi … dengan bersandiwara sebagai tunangan pria tersebut.“Saya … tidak akan diminta untuk melakukan hal yang tidak-tidak, bukan? Hanya sandiwara saja …” tanya Elviara ragu.Mendengar pertanyaan itu, alis kanan Bara meninggi, tampak terhibur. “Kalau kamu mau, tentu saya tidak akan menolaknya.”“Tidak! Saya tidak mau melakukan yang tidak-tidak!” tegas Elviara dengan mata berkaca-kaca, merasa kesal bercampur malu dengan godaan pria
Baru kali ini Elviara berani menatap mata Bara cukup lama. Tak bisa dipungkiri jika dirinya sangat kesal dengan Bara, bagaimana tidak, di dalam surat pembatalan itu seakan dia tak memiliki harga diri lagi. "Saya lebih baik menjadi pembantu bapak seumur hidup, dari pada harus menemani Bapak tidur!"Bara terkekeh mendengar ucapan Elviara, "Memangnya, menemani tidur itu, di dalam otak kamu tergambar seperti apa, hmmm?" "Ya, yang pasti saya harus melayani bapak.""Melayani bagaimana, hmmm?" Bara semakin mengikis jarak diantara mereka.Elviara dibuat panik dengan ulah Bara, "Ya ... yang seperti itu, sudah tidak usah di bahas pak, yang pasti saya tidak akan mau menemani bapak tidur!" "Dasar otak mesum," sahut Bara sembari mendengus mencemooh."PAK?"Bara kembali mengambil surat perjanjian itu. “Saya rasa, syarat pembatalan kontrak ini cukup sebanding dengan apa yang akan saya berikan untuk mu!” ucap Bara, ketika Elviara tengah membaca ulang surat perjanjian itu.‘Sebanding? Apa sebegitu re
*Malam Pesta Pertunangan keluarga Alexander dan keluarga Adiwijaya*“Bagaimana, Revina? Kamu bahagia ‘kan?” tanya Novi, ibu kandung Revina, istri kedua ayah Elviara, saat melihat putrinya tampak begitu cantik di depan meja rias. “Akhirnya, kamu berhasil menggantikan perempuan rendahan itu untuk bertunangan dengan tuan muda keluarga Alexander!”Melihat sang ibu begitu bahagia, Revina tersenyum puas. “Tentu saja, Ma. Aku sudah merencanakan semuanya dengan baik.”“Kamu memang hebat, putriku!” ucap Novi setengah tertawa. Kemudian, dia teringat sesuatu. “Tapi, apa kamu sudah mengirimkan uang untuk orang suruhanmu itu? Pastikan dia tidak membocorkan rencana kita kepada siapa pun!”Mendengar pertanyaan sang ibu, Revina menautkan alis. “Jujur, aku bingung. Pria yang kusuruh meniduri Revina tidak kunjung membalasku, tapi aku sudah mengirimkan sisa uangnya. Seharusnya, dia tidak akan berbuat onar.”Andai Revina tahu, orang yang dia suruh meniduri kakak tirinya itu hanya kabur membawa uangnya tan
Melihat Elviara hadir dalam pesta malam ini, Revina mengepalkan tangannya. ‘Kenapa bisa jadi seperti ini!?’ Matanya melotot mengerikan. ‘Bagaimana bisa dia hadir di pesta ini dan berhubungan begitu baik dengan Bara? Mereka bahkan belum pernah bertemu! Elviara bahkan tidak tahu pesta pertunangan diadakan di sini!’Sementara Revina dan Novi tampak menggebu-gebu, Bara yang berdiri di hadapan Elviara menjulurkan tangannya. Elviara menerima uluran tangan itu dengan lembut, lalu menggandeng lengan Bara sesuai yang diajarkan oleh Sania di mobil tadi.“Kamu terlambat,” ucap Bara dengan suara yang hanya bisa didengar Elviara.Elviara tetap menoleh ke depan. “Ada beberapa kendala dengan gaunnya,” jawabnya singkat. “Yang jelas, bukan salahku.”Bara tertawa rendah. “Yang penting, kau datang.”Senyum dan tawa Bara dapat terlihat dari kejauhan. Hal tersebut mengejutkan seluruh tamu yang tahu betapa dinginnya sosok tuan muda Alexander itu. “L-lihat, dia tertawa! Tuan Muda Es itu tertawa!”“Mereka se