Home / Romansa / Kekasih Sang CEO / Melampaui Batasan

Share

Melampaui Batasan

Author: R.Shaleem
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Hadasa duduk sendirian di meja pojok bar Midnight Haven, tempat yang dikenal dengan suasana temaram dan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Minuman keras di depannya, segelas martini hijau dengan zaitun di dalamnya, menggoda dengan warna cerahnya. Tapi, Hadasa tidak benar-benar melihatnya; matanya menatap kosong ke arah meja.

Dia telah meneguk martini ketiganya, dan pengaruh alkohol mulai terasa lebih kuat. Pandangannya menjadi kabur, dan suasana bar seakan bergetar di sekelilingnya. Hadasa tahu bahwa ini bukanlah ide yang baik, namun emosi dan alkohol membuatnya sulit berpikir jernih. Dia bergegas bangkit dengan terburu-buru dan terhuyung, namun langkahnya tidak stabil. Tanpa disengaja, dia menabrak seseorang yang melintas di sampingnya, dan martini yang dipegang pria itu tumpah, menetes di lantai dan menodai pakaian gelapnya.

Pria itu menoleh dengan tatapan dingin dan penuh kejutan. Wajahnya tampan dan tegas, dengan mata hitam yang tajam dan penuh intensitas. Dia mengenakan jas hitam yang sempurna dan dasi yang rapi, seolah baru saja datang dari acara formal. “Apa yang kau lakukan?” suaranya terdengar tajam, dan Hadasa bisa merasakan aura dinginnya bahkan sebelum dia berusaha menjelaskan.

Hadasa, dengan pandangan mata yang kabur, mencoba menatap pria itu. “Maaf… aku tidak sengaja,” ujarnya dengan nada serak, berusaha menjaga keseimbangannya. “Aku… aku hanya... terlalu mabuk.”

Pria itu memandang Hadasa dengan tatapan penuh penilaian, seolah mencoba memahami situasinya. “Kau tidak dalam keadaan yang baik, Nona. Tempat ini terlalu berbahaya untuk perempuan sepertimu.” Ujarnya akhirnya. Dia bisa melihat bahwa perempuan dihadapannya adalah wanita cantik yang bisa mengundang para hidung belang seperti bunga mengundang lebah, apalagi di situasinya yang terlalu rapuh saat ini.

“Kamu... Mengkhawatirkanku?” Hadasa, yang akal sehatnya sudah menipis, tersenyum lembut. Dengan mata yang tidak fokus ia menatap laki-laki itu, “Ah, kamu sangat baik, kekasihku sendiri mengkhianatiku di belakang, sementara orang asing peduli padaku...” Lalu ia tertawa kecil, suaranya tersendat-sendat.

Lelaki dihadapannya tersenyum sinis, “Sangat typical. Seorang wanita mabuk karena patah hati.” Nada sinis itu tidak mengurangi ketampanan dan karisma yang terpancar dari dirinya.

Hadasa melihat senyuman yang menawan itu, lalu melupakan tata krama dan harga dirinya sendiri. Dalam kemabukannya, dia menggayutkan tangannya di leher lelaki tampan tersebut. Jika Riz bisa mengkhianatinya, bukankah ia harus membalasnya? Lagipula, lelaki dihadapannya adalah kandidat yang menjanjikan untuk menjadi pelampiasan. Akal sehatnya yang telah berkabut oleh alkohol dan sakit hatinya membuat Hadasa melupakan prinsip-prinsipnya sendiri.

“Aku benar-benar tidak tahu harus kemana. Mungkin... kau bisa membantu aku merasa lebih baik, malam ini.” Tanya Hadasa yang mabuk, jarinya menelusuri wajah tampan pria itu, “Kamu sangat tampan, rasanya aku bisa jatuh cinta padamu.”

Pria itu mengamati Hadasa dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Nona, aku peringatkan kamu untuk melepaskan tanganmu,” ujarnya, suaranya tegas namun mengandung nada peringatan.

“Kalau aku tidak mau?” Hadasa tersenyum dengan penuh rayuan. Pria di depannya membalas senyum itu dan menunduk menatap wajah Hadasa, “Kau sedang dalam keadaan emosional dan mabuk. Ini bukan keputusan yang tepat. Kamu akan menyesal.”

“Tidak akan, tidak ada lagi yang perlu kusesali,” jawab Hadasa dengan penuh keyakinan. “Pria yang kucinta telah memilih wanita lain, maka tidak perlu ada yang kusesali lagi. Aku hanya butuh seseorang malam ini,” katanya dengan penuh rayuan. “Aku tidak ingin sendirian.”

Dengan dorongan alkohol yang impulsif, Hadasa menarik laki-laki itu dan menciumnya dengan panas. Saat bibir mereka bersentuhan, pria itu awalnya terkejut, namun segera merespons dengan dorongan yang sama, membalas ciuman Hadasa dengan penuh gairah. Sesaat, lelaki itu melepaskan tautan itu dan menatap Hadasa dengan tatapan tegas namun juga membara, “Kamu benar-benar melampaui batasmu, Nona. Kamu akan menyesalinya.”

“Tidak akan,” tegas Hadasa pula, sebelum akhirnya dia kembali menarik lelaki itu lagi. Semua terasa begitu memabukkan dan membuatnya lupa akan sekelilingnya.

“Jika ini yang kamu mau, Nona, maka jangan menyalahkan aku.” ujar pria itu dengan nada tegas, sambil menggendong Hadasa, matanya dipenuhi kabut yang mendalam. “Bawa aku ke tempat yang nyaman. Aku merasa begitu buruk di sini. Aku menginginkanmu,” racau Hadasa yang tidak sepenuhnya menyadari perbuatannya.

Pria itu membawa Hadasa ke salah satu kamar VIP di Midnight Haven, di mana suasana yang lebih tenang dan gelap menyelimuti mereka. Hadasa, dalam keadaan setengah sadar, merasa nyaman dan terlindungi dalam pelukan pria tersebut, meskipun kesadarannya sedikit demi sedikit menghilang.

***

Hadasa mengernyit, ia membuka matanya dengan berat, masih merasakan efek pusing yang tertahan. Dia melihat langit-langit kamar yang asing. Di luar, dentuman musik jazz masih terdengar, memudar jauh di kejauhan. “Di mana ini?” gumamnya dengan bingung.

Ia menoleh ke samping dan tersiraplah darahnya. Di sampingnya, terbaring laki-laki tampan itu, dengan bagian atas tubuh yang polos. Wajahnya tertidur dengan tenang, alisnya tajam dan teratur, membingkai wajah maskulin dan tenang. Hadasa menjadi pucat seketika. Ia ingat semalam telah melampaui batasan, memaksa mencumbui lelaki itu, sebelum akhirnya rayuan panasnya berakhir di salah satu kamar VIP di Midnight Haven.

Hadasa menggigit bibirnya keras-keras oleh rasa malu. Dengan perlahan ia turun dari ranjang itu, merasakan nyeri di tubuhnya, dan memungut serta memakai pakaiannya dengan terburu-buru. Ia melihat pada lelaki di atas ranjang yang masih terlelap. Lelaki itu tampan sekali, dan Hadasa merasa hatinya bergetar oleh rasa bersalah yang mendalam. Lelaki itu adalah lelaki pertamanya, dan perbuatannya semalam membuatnya merasa malu dan hancur. Hadasa menelan ludah dengan gugup, bergegas keluar dari kamar itu dengan perasaan yang campur aduk, tak mengira bahwa dorongan impulsifnya telah membuatnya benar-benar keluar dari batasan.

****

Lelaki tampan itu terbangun dari tidurnya, mendapati sisi ranjang yang kosong namun masih menyisakan kehangatan semalam.

Dia menghela napas keras, bergegas bangkit, dan menyadari bahwa perempuan yang melewati malam bersamanya telah pergi. “Kemana dia?” tanya pria itu, memeriksa sekeliling kamar dengan ekspresi kebingungan.

Lelaki itu gegas mengenakan pakaiannya. Ketika ia hendak melangkah keluar, kakinya menginjak sesuatu yang sedikit tajam. Dia membungkuk dan memungut benda itu—sebuah anting perak sterling dengan lambang campuran mahkota dan motif floral yang elegan, dihiasi batu berlian kecil. Ia ingat, itu adalah anting wanita yang semalam merayunya melewati malam bersama. Dengan ekspresi yang tak terbaca, pria itu menyimpan anting itu dalam sebuah saputangan, membungkusnya dengan hati-hati.

“Ke manapun kamu pergi, aku akan mencarimu,” ucapnya pelan, mata penuh tekad dan rasa penasaran.

Wanita itu telah berhasil naik ke ranjangnya, maka ia tak akan membiarkannya pergi begitu saja.

***

Kaugnay na kabanata

  • Kekasih Sang CEO   Pertemuan Tak Terduga

    Hari itu, Hadasa merasa berat untuk bangkit dari tempat tidurnya. Pagi ini terasa sangat sulit setelah malam yang penuh kekacauan. Dalam keadaan masih pusing dan penuh rasa malu, Hadasa menyelesaikan rutinitas paginya di apartemen dengan cepat, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menyelimutinya, dan gegas menuju kantor.Hadasa bekerja sebagai analis riset pasar di DawnTech Industries, sebuah perusahaan teknologi yang dikenal dengan inovasi perangkat lunak dan solusi TI terdepan. Pekerjaannya melibatkan analisis data pasar, tren industri, dan memberikan wawasan strategis untuk membantu perusahaan dalam pengembangan produk dan strategi pemasaran. Sebagai salah satu anggota kunci tim analisis, Hadasa sering terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan berhubungan langsung dengan berbagai departemen untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data.Saat Hadasa tiba di kantor, suasana tampak berbeda. Para rekan kerja berkumpul di area pantry, berbicara dengan penuh antusiasme. H

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Kekasih Sang CEO   Hukuman dari Sang CEO

    Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak. Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat. "Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya." Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini. "Ada yang ingin saya bicara

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Kekasih Sang CEO   Lembur

    Hadasa menatap layar komputernya dengan perasaan campur aduk. Arjun baru saja memberinya setumpuk data untuk dianalisis, dan itu bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebagai analis riset pasar, tugas itu memang bagian dari pekerjaannya, tetapi volume kali ini terasa sangat berlebihan. Dia menghela napas dalam-dalam, memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya.Lisa, teman satu timnya, melongok ke ruang kerja Hadasa, melihat tumpukan dokumen di mejanya. "Das, kamu masih harus menyelesaikan semua ini?" tanyanya dengan nada prihatin.Hadasa tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. "Iya, kelihatannya aku akan lembur malam ini. Kamu sendiri sudah selesai?"Lisa mengangguk. "Iya, aku sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Cuaca di luar juga kelihatannya semakin buruk. Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri."Hadasa mengangguk, tetapi di dalam hati dia tahu bahwa istirahat bukanlah pilihan malam ini. "K

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Kekasih Sang CEO   Secuil Masa Lalu

    Pagi itu, kantor masih sepi ketika Hadasa tiba lebih awal dari biasanya. Setelah kejadian mati lampu malam itu, dia merasa perlu menjaga jarak dari Arjun. Namun, semakin dia mencoba menghindari pria itu, semakin sering dia merasa Arjun selalu ada di sekitarnya—di lorong, di ruang kopi, bahkan di lift. Seolah-olah takdir mempermainkan mereka.Sambil mengerjakan tugas di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arjun:> *Datang ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan.*Jantung Hadasa berdegup kencang. Dia menatap pesan itu beberapa saat, merasakan campuran antara rasa takut dan penasaran. Dengan langkah ragu, dia akhirnya menuju ke ruang kerja Arjun. Pintu terbuka saat dia mengetuk, dan suara tegas Arjun menyambutnya."Masuk, Hadasa," ujar Arjun dari balik mejanya, matanya masih terpaku pada dokumen yang sedang dibacanya. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tak bisa diabaikan.Hadasa melangkah masuk, berdiri dengan gelisah di depan mejanya. "Ada yang bisa saya bantu,

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Kekasih Sang CEO   Paksaan

    --- Di ruang tamu yang luas dengan nuansa klasik, Hadasa duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, Bu Erlangga. Wajah ibunya tampak tegang, dengan sorot mata yang penuh desakan. Sementara itu, Pak Erlangga duduk di kursi sebelah, diam tak bergeming, seperti biasanya. "Hadasa, kamu harus mempertimbangkan untuk menikah dengan Riz," kata ibunya dengan nada terburu-buru. "Kita butuh dukungan dari keluarganya untuk menyelamatkan bisnis kita. Ini demi kebaikan keluarga." Hadasa menatap ibunya dengan tajam, hatinya penuh dengan ketidakpercayaan. "Ibu, Riz sudah mengkhianati aku. Dia tidak bisa dipercaya," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengendalikan emosinya. "Pengkhianatan itu bukan masalah besar jika dibandingkan dengan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarga kita," balas ibunya tanpa ragu. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, yang penting adalah kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga ini." Hadasa merasakan amarah yang perlahan naik ke dadanya. "Ibu, bagaimana Ibu

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Kekasih Sang CEO   Bujukan

    --- Di sebuah kamar hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Riz dan Azalea terbaring di ranjang besar dengan lampu temaram yang menyinari suasana intim mereka. Suara bisikan lembut dan tawa ringan mengisi ruang, menandakan kemesraan yang sedang berlangsung. Azalea, dengan mata yang bersinar penuh hasrat, memandang Riz dengan penuh perhatian. “Kau benar-benar membuat malam ini istimewa,” bisiknya sambil mengelus rambut Riz. “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Riz tersenyum tipis, tetapi pikirannya terasa terjaga dari suasana romantis yang ada. “Aku senang kau menikmatinya,” jawabnya dengan nada datar, meskipun senyumnya tampak dipaksakan. Namun, meski mulutnya mengatakan satu hal, pikirannya terus melayang pada Hadasa. Azalea adalah wanita yang manja dan selalu membuat hatinya terasa memiliki warna dan dibutuhkan. wanita itu, yang ia temui kembali setelah dua tahun berpacaran dengan Hadasa, memiliki cara yang lembut dan memanjakan yang tidak per

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Kekasih Sang CEO   A Woman Named Ana

    Di sebuah restoran hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Arjun Vikram dan Hadasa dari DawnTech Industries, duduk bersama beberapa eksekutif terkemuka. Di sekeliling meja terdapat Rakesh Sharma dari Surya Group, Amit Rao dari Triad Tech, dan Priya Verma dari Zenith Capital. Mereka adalah para eksekutif yang disamping bekerjasama juga merupakan sahabat. Hadasa, analis Vikram Holdings, juga turut hadir, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun penuh perhatian. Mereka sedang mendiskusikan proyek besar yang melibatkan kolaborasi lintas perusahaan. "Jadi, Arjun,"Rakesh Sharma membuka pembicaraan dengan nada ingin tahu, "kami mendengar Vikram Holdings telah membuat terobosan baru dalam teknologi pengolahan data. Bagaimana dengan proyek kolaborasi kita? Aku ingin tahu lebih dalam tentang analisis yang Hadasa dan timnya kerjakan."* Arjun menatap Hadasa sejenak sebelum menjawab, "Tentu, Rakesh. Tim kami, dengan bantuan Hadasa, telah mengembangkan algoritma yan

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • Kekasih Sang CEO   Sebuah Kenyataan

    "Apa yang kamu lakukan?" Hadasa merasa darahnya mendidih saat melihat pemandangan di depannya. Riz, kekasihnya yang selama ini dia bangga-banggakan, sedang mengelus kepala Azalea dengan lembut—gerakan yang sama yang dilakukannya pada Hadasa yang selalu membuat ia merasa istimewa. Hatinya retak. Dadanya mendadak sesak. Riz menoleh ke arahnya dengan ekspresi kaget dan sedikit bingung. Tanpa berpikir panjang, Hadasa melangkah maju dan menampar Riz dengan keras. Suara tamparan itu menggema di taman panti asuhan Bunga Lotus, mewakili rasa sakit dan cemburu yang di rasakannya “Brengs*k!” teriaknya dengan suara bergetar oleh emosi. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Selama ini aku tertipu oleh sikap baikmu," Hadasa termundur, "Kamu benar-benar jahat padaku, Riz ..." Riz terperangah, memegang pipinya yang memerah. Azalea pun terkejut, langkahnya mundur beberapa langkah menjauh dari mereka. “Hadasa, tenang dulu! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” ujar Riz pula. “Untuk

    Huling Na-update : 2024-10-29

Pinakabagong kabanata

  • Kekasih Sang CEO   A Woman Named Ana

    Di sebuah restoran hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Arjun Vikram dan Hadasa dari DawnTech Industries, duduk bersama beberapa eksekutif terkemuka. Di sekeliling meja terdapat Rakesh Sharma dari Surya Group, Amit Rao dari Triad Tech, dan Priya Verma dari Zenith Capital. Mereka adalah para eksekutif yang disamping bekerjasama juga merupakan sahabat. Hadasa, analis Vikram Holdings, juga turut hadir, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun penuh perhatian. Mereka sedang mendiskusikan proyek besar yang melibatkan kolaborasi lintas perusahaan. "Jadi, Arjun,"Rakesh Sharma membuka pembicaraan dengan nada ingin tahu, "kami mendengar Vikram Holdings telah membuat terobosan baru dalam teknologi pengolahan data. Bagaimana dengan proyek kolaborasi kita? Aku ingin tahu lebih dalam tentang analisis yang Hadasa dan timnya kerjakan."* Arjun menatap Hadasa sejenak sebelum menjawab, "Tentu, Rakesh. Tim kami, dengan bantuan Hadasa, telah mengembangkan algoritma yan

  • Kekasih Sang CEO   Bujukan

    --- Di sebuah kamar hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Riz dan Azalea terbaring di ranjang besar dengan lampu temaram yang menyinari suasana intim mereka. Suara bisikan lembut dan tawa ringan mengisi ruang, menandakan kemesraan yang sedang berlangsung. Azalea, dengan mata yang bersinar penuh hasrat, memandang Riz dengan penuh perhatian. “Kau benar-benar membuat malam ini istimewa,” bisiknya sambil mengelus rambut Riz. “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Riz tersenyum tipis, tetapi pikirannya terasa terjaga dari suasana romantis yang ada. “Aku senang kau menikmatinya,” jawabnya dengan nada datar, meskipun senyumnya tampak dipaksakan. Namun, meski mulutnya mengatakan satu hal, pikirannya terus melayang pada Hadasa. Azalea adalah wanita yang manja dan selalu membuat hatinya terasa memiliki warna dan dibutuhkan. wanita itu, yang ia temui kembali setelah dua tahun berpacaran dengan Hadasa, memiliki cara yang lembut dan memanjakan yang tidak per

  • Kekasih Sang CEO   Paksaan

    --- Di ruang tamu yang luas dengan nuansa klasik, Hadasa duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, Bu Erlangga. Wajah ibunya tampak tegang, dengan sorot mata yang penuh desakan. Sementara itu, Pak Erlangga duduk di kursi sebelah, diam tak bergeming, seperti biasanya. "Hadasa, kamu harus mempertimbangkan untuk menikah dengan Riz," kata ibunya dengan nada terburu-buru. "Kita butuh dukungan dari keluarganya untuk menyelamatkan bisnis kita. Ini demi kebaikan keluarga." Hadasa menatap ibunya dengan tajam, hatinya penuh dengan ketidakpercayaan. "Ibu, Riz sudah mengkhianati aku. Dia tidak bisa dipercaya," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengendalikan emosinya. "Pengkhianatan itu bukan masalah besar jika dibandingkan dengan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarga kita," balas ibunya tanpa ragu. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, yang penting adalah kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga ini." Hadasa merasakan amarah yang perlahan naik ke dadanya. "Ibu, bagaimana Ibu

  • Kekasih Sang CEO   Secuil Masa Lalu

    Pagi itu, kantor masih sepi ketika Hadasa tiba lebih awal dari biasanya. Setelah kejadian mati lampu malam itu, dia merasa perlu menjaga jarak dari Arjun. Namun, semakin dia mencoba menghindari pria itu, semakin sering dia merasa Arjun selalu ada di sekitarnya—di lorong, di ruang kopi, bahkan di lift. Seolah-olah takdir mempermainkan mereka.Sambil mengerjakan tugas di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arjun:> *Datang ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan.*Jantung Hadasa berdegup kencang. Dia menatap pesan itu beberapa saat, merasakan campuran antara rasa takut dan penasaran. Dengan langkah ragu, dia akhirnya menuju ke ruang kerja Arjun. Pintu terbuka saat dia mengetuk, dan suara tegas Arjun menyambutnya."Masuk, Hadasa," ujar Arjun dari balik mejanya, matanya masih terpaku pada dokumen yang sedang dibacanya. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tak bisa diabaikan.Hadasa melangkah masuk, berdiri dengan gelisah di depan mejanya. "Ada yang bisa saya bantu,

  • Kekasih Sang CEO   Lembur

    Hadasa menatap layar komputernya dengan perasaan campur aduk. Arjun baru saja memberinya setumpuk data untuk dianalisis, dan itu bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebagai analis riset pasar, tugas itu memang bagian dari pekerjaannya, tetapi volume kali ini terasa sangat berlebihan. Dia menghela napas dalam-dalam, memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya.Lisa, teman satu timnya, melongok ke ruang kerja Hadasa, melihat tumpukan dokumen di mejanya. "Das, kamu masih harus menyelesaikan semua ini?" tanyanya dengan nada prihatin.Hadasa tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. "Iya, kelihatannya aku akan lembur malam ini. Kamu sendiri sudah selesai?"Lisa mengangguk. "Iya, aku sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Cuaca di luar juga kelihatannya semakin buruk. Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri."Hadasa mengangguk, tetapi di dalam hati dia tahu bahwa istirahat bukanlah pilihan malam ini. "K

  • Kekasih Sang CEO   Hukuman dari Sang CEO

    Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak. Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat. "Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya." Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini. "Ada yang ingin saya bicara

  • Kekasih Sang CEO   Pertemuan Tak Terduga

    Hari itu, Hadasa merasa berat untuk bangkit dari tempat tidurnya. Pagi ini terasa sangat sulit setelah malam yang penuh kekacauan. Dalam keadaan masih pusing dan penuh rasa malu, Hadasa menyelesaikan rutinitas paginya di apartemen dengan cepat, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menyelimutinya, dan gegas menuju kantor.Hadasa bekerja sebagai analis riset pasar di DawnTech Industries, sebuah perusahaan teknologi yang dikenal dengan inovasi perangkat lunak dan solusi TI terdepan. Pekerjaannya melibatkan analisis data pasar, tren industri, dan memberikan wawasan strategis untuk membantu perusahaan dalam pengembangan produk dan strategi pemasaran. Sebagai salah satu anggota kunci tim analisis, Hadasa sering terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan berhubungan langsung dengan berbagai departemen untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data.Saat Hadasa tiba di kantor, suasana tampak berbeda. Para rekan kerja berkumpul di area pantry, berbicara dengan penuh antusiasme. H

  • Kekasih Sang CEO   Melampaui Batasan

    Hadasa duduk sendirian di meja pojok bar Midnight Haven, tempat yang dikenal dengan suasana temaram dan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Minuman keras di depannya, segelas martini hijau dengan zaitun di dalamnya, menggoda dengan warna cerahnya. Tapi, Hadasa tidak benar-benar melihatnya; matanya menatap kosong ke arah meja.Dia telah meneguk martini ketiganya, dan pengaruh alkohol mulai terasa lebih kuat. Pandangannya menjadi kabur, dan suasana bar seakan bergetar di sekelilingnya. Hadasa tahu bahwa ini bukanlah ide yang baik, namun emosi dan alkohol membuatnya sulit berpikir jernih. Dia bergegas bangkit dengan terburu-buru dan terhuyung, namun langkahnya tidak stabil. Tanpa disengaja, dia menabrak seseorang yang melintas di sampingnya, dan martini yang dipegang pria itu tumpah, menetes di lantai dan menodai pakaian gelapnya.Pria itu menoleh dengan tatapan dingin dan penuh kejutan. Wajahnya tampan dan tegas, dengan mata hitam yang tajam dan penuh intensitas. Dia meng

  • Kekasih Sang CEO   Sebuah Kenyataan

    "Apa yang kamu lakukan?" Hadasa merasa darahnya mendidih saat melihat pemandangan di depannya. Riz, kekasihnya yang selama ini dia bangga-banggakan, sedang mengelus kepala Azalea dengan lembut—gerakan yang sama yang dilakukannya pada Hadasa yang selalu membuat ia merasa istimewa. Hatinya retak. Dadanya mendadak sesak. Riz menoleh ke arahnya dengan ekspresi kaget dan sedikit bingung. Tanpa berpikir panjang, Hadasa melangkah maju dan menampar Riz dengan keras. Suara tamparan itu menggema di taman panti asuhan Bunga Lotus, mewakili rasa sakit dan cemburu yang di rasakannya “Brengs*k!” teriaknya dengan suara bergetar oleh emosi. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Selama ini aku tertipu oleh sikap baikmu," Hadasa termundur, "Kamu benar-benar jahat padaku, Riz ..." Riz terperangah, memegang pipinya yang memerah. Azalea pun terkejut, langkahnya mundur beberapa langkah menjauh dari mereka. “Hadasa, tenang dulu! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” ujar Riz pula. “Untuk

DMCA.com Protection Status