Home / Romansa / Kekasih Sang CEO / Hukuman dari Sang CEO

Share

Hukuman dari Sang CEO

Author: R.Shaleem
last update Last Updated: 2024-08-03 17:42:29

Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak.

Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat.

"Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya."

Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda," Arjun akhirnya berkata. Dia berbalik dan berjalan mendekat dengan langkah lambat namun pasti, setiap gerakannya penuh dengan kendali.

Hadasa mencoba menguasai dirinya, meskipun hatinya berdebar keras. "Tentu, Sir. Saya siap menerima konsekuensinya atas kesalahan yang terjadi."

Arjun mengangguk kecil, lalu menyandarkan diri di tepi meja, mengamati wajah Hadasa dengan pandangan tajam yang seakan menembus ke dalam pikirannya. "Kesalahan Anda cukup serius, Hadasa. Dan dalam situasi biasa, saya akan menempuh jalur resmi untuk menangani ini. Tapi, untuk Anda, saya punya rencana lain."

Hadasa merasakan napasnya tersengal. Arjun mendekat, hingga hanya beberapa inci yang memisahkan mereka. Matanya yang tajam mengunci pada Hadasa, membuatnya merasa terjebak dalam perangkap yang tak terelakkan.

"Saya tidak suka ketidakakuratan dalam pekerjaan," lanjut Arjun dengan suara rendah, hampir berbisik, "tapi saya juga percaya dalam memberikan kesempatan kedua. Namun, kesempatan itu datang dengan harga."

Hadasa mencoba mundur, tetapi punggungnya sudah menempel di dinding. Arjun mengangkat tangannya, menyentuh dinding di sebelah kepala Hadasa, memblokir jalannya. Aura dingin dan menekan yang memancar dari Arjun membuat Hadasa hampir tak bisa bernapas.

"Apa maksud Anda, Sir?" tanya Hadasa, suaranya hampir tak terdengar.

Arjun menunduk, wajahnya begitu dekat hingga Hadasa bisa merasakan kehangatan napasnya. "Anda akan bekerja di bawah pengawasan langsung saya," ucapnya, suaranya rendah dan tegas. "Saya ingin memastikan Anda belajar dari kesalahan ini, Hadasa. Dan Anda akan melakukannya dengan tetap berada di dekat saya, setiap saat."

Hadasa menatap Arjun, matanya membesar. "Setiap saat?"

Arjun mengangguk, senyum dingin muncul di wajahnya. "Benar. Anda akan menghabiskan lebih banyak waktu di sini, di ruangan ini, bersama saya. Saya akan memandu Anda, memastikan bahwa Anda tidak melakukan kesalahan lagi."

Hadasa merasa jantungnya berdebar kencang, tak yakin dengan situasi yang dihadapinya. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pembelajaran. Ada ketegangan yang tak bisa diabaikan, dan meski dia merasa takut, ada bagian dari dirinya yang tak bisa mengabaikan ketertarikan yang terpendam itu.

Arjun mendekatkan wajahnya, hingga bibirnya hampir menyentuh telinga Hadasa. "Ingat, Hadasa," bisiknya, "setiap kesalahan datang dengan hukuman. Dan saya harap Anda siap menghadapi semuanya."

Dengan jantung yang berdetak kencang, Hadasa hanya bisa mengangguk pelan, merasa terjebak dalam situasi yang semakin menggoda namun juga penuh bahaya.

Arjun tetap berada sangat dekat, kehadirannya hampir mencekik. “Saya akan memastikan Anda belajar dari ini, Hadasa,” bisiknya lagi. Dia kemudian menurunkan tangannya, tetapi tidak sepenuhnya mundur. Matanya tetap terfokus pada Hadasa, seolah-olah mencoba membaca setiap pikiran yang melintas di kepalanya. “Bahkan jika itu berarti kita harus bekerja sepanjang malam.”

Hadasa merasa bibirnya kering, dan dia tanpa sadar menjilat bibirnya, berharap bisa mengembalikan sedikit kelembaban. Namun, gerakan kecil itu tak luput dari pandangan Arjun. Dengan senyum yang hampir tak terlihat, dia mendekatkan wajahnya lagi, hanya beberapa inci dari wajah Hadasa. “Kamu tidak perlu takut, Hadasa. Saya di sini untuk memastikan kamu tidak melakukan kesalahan lagi,” ucapnya sambil menyentuh lembut dagu Hadasa, mengangkatnya sedikit agar mata mereka sejajar.

“Sir, saya… Saya mengerti,” jawab Hadasa pelan, suaranya nyaris bergetar. Sentuhan Arjun di dagunya membuat jantungnya berdegup lebih kencang, tetapi ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kelemahannya. Namun, sikap dingin dan tegas Arjun hanya membuatnya semakin tersudut.

Arjun kemudian menurunkan tangannya, lalu tersenyum dengan sedikit jahil. "Kamu terlihat tegang," katanya dengan nada yang jauh lebih halus dari sebelumnya, tetapi tidak kalah berwibawa. "Ini bukan hanya tentang kesalahan dalam laporan, bukan?"

Hadasa tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti setiap kata yang mungkin keluar dari mulutnya akan semakin menyeretnya ke dalam jebakan yang telah Arjun pasang. Dia hanya bisa menatap pria itu dengan bingung, mencoba memahami maksud dari setiap kata yang diucapkannya.

“Beristirahatlah sejenak,” ucap Arjun tiba-tiba, sambil mundur sedikit dan memberi Hadasa sedikit ruang bernapas. Dia meraih salah satu kursi di dekatnya dan menuntun Hadasa untuk duduk. “Kamu terlalu tegang, Hadasa. Dalam kondisi seperti ini, tidak ada pekerjaan yang bisa selesai dengan baik.”

Hadasa duduk perlahan, masih merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut. Namun, rasa lega sempat menghampirinya saat Arjun memberinya jarak. Tetapi, hanya beberapa detik berlalu sebelum Arjun mendekat lagi, kali ini berdiri di belakang kursinya. Ia merasakan kehadiran Arjun yang begitu dekat, hampir bisa merasakan kehangatan tubuh pria itu di belakangnya. Pria itu tengah mengawasi pekerjaannya. Dengan perlahan, Arjun menunduk dan membisikkan sesuatu yang membuat bulu kuduk Hadasa meremang.

“Kamu harus belajar untuk lebih santai dalam tekanan, Hadasa. Ini pelajaran pertama yang harus kamu kuasai jika ingin menjadi bawahanku.”

Arjun melihat Hadasa terlalu tegang, dia tersenyum dengan senyum yang sedikit melembut.

“Apakah kamu tahu kenapa saya bersikeras ingin kamu tetap di sini, di ruangan ini?” tanya Arjun, masih dengan suaranya yang lembut, namun penuh kendali.

“Untuk memastikan saya belajar dari kesalahan?” jawab Hadasa, mencoba menahan napas.

Arjun tertawa kecil, tapi tidak ada kehangatan dalam suaranya. “Itu sebagian, tapi bukan keseluruhan. Saya ingin memastikan kamu tahu tempatmu di sini. Bahwa kamu sepenuhnya memahami tanggung jawab yang ada di tanganmu.”

“Dan apa itu, Sir?” Hadasa bertanya, suaranya sedikit bergetar.

“Tanggung jawabmu adalah untuk tidak mengecewakan saya,” jawab Arjun, suaranya menjadi lebih dalam, lebih penuh dengan peringatan. “Kamu mungkin berpikir bahwa malam itu bisa diabaikan, tetapi di sini, di perusahaan ini, tidak ada yang bisa diabaikan. Tidak ada yang bisa terlewatkan. Termasuk kamu.”

Hadasa merasa bingung dengan kata-kata Arjun, tetapi dia juga tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu dalam nada suara pria itu yang membuatnya merasa... terjebak. Seolah-olah tidak ada jalan keluar dari situasi ini, dan semakin lama dia di ruangan ini, semakin dalam dia akan tenggelam.

“Saya... mengerti, Sir,” akhirnya Hadasa menjawab, suaranya nyaris tak terdengar.

Arjun mengangguk, dan untuk sesaat, dia tampak puas. Dia mundur selangkah, memberikan Hadasa ruang untuk bernapas. “Bagus. Sekarang, kita akan mulai dari awal lagi. Aku ingin kamu mengambil semua dokumen yang tadi dan memperbaikinya. Setiap angka, setiap grafik harus tepat. Tidak boleh ada kesalahan.”

Hadasa mengangguk, merasa lega bahwa situasi ini mungkin akan berakhir di sini. Namun, sebelum dia bisa berdiri untuk kembali ke mejanya, Arjun menambahkan, “Dan aku akan mengawasi setiap langkahmu. Jangan pikir aku tidak tahu apa yang terjadi, Hadasa. Aku tahu lebih banyak daripada yang kamu pikirkan.”

Kata-kata itu menggantung di udara seperti ancaman halus, dan Hadasa tahu bahwa apapun yang terjadi setelah ini, hidupnya di bawah pengawasan Arjun Vikram tidak akan pernah sama lagi.

***

Related chapters

  • Kekasih Sang CEO   Lembur

    Hadasa menatap layar komputernya dengan perasaan campur aduk. Arjun baru saja memberinya setumpuk data untuk dianalisis, dan itu bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebagai analis riset pasar, tugas itu memang bagian dari pekerjaannya, tetapi volume kali ini terasa sangat berlebihan. Dia menghela napas dalam-dalam, memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya.Lisa, teman satu timnya, melongok ke ruang kerja Hadasa, melihat tumpukan dokumen di mejanya. "Das, kamu masih harus menyelesaikan semua ini?" tanyanya dengan nada prihatin.Hadasa tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. "Iya, kelihatannya aku akan lembur malam ini. Kamu sendiri sudah selesai?"Lisa mengangguk. "Iya, aku sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Cuaca di luar juga kelihatannya semakin buruk. Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri."Hadasa mengangguk, tetapi di dalam hati dia tahu bahwa istirahat bukanlah pilihan malam ini. "K

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Secuil Masa Lalu

    Pagi itu, kantor masih sepi ketika Hadasa tiba lebih awal dari biasanya. Setelah kejadian mati lampu malam itu, dia merasa perlu menjaga jarak dari Arjun. Namun, semakin dia mencoba menghindari pria itu, semakin sering dia merasa Arjun selalu ada di sekitarnya—di lorong, di ruang kopi, bahkan di lift. Seolah-olah takdir mempermainkan mereka.Sambil mengerjakan tugas di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arjun:> *Datang ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan.*Jantung Hadasa berdegup kencang. Dia menatap pesan itu beberapa saat, merasakan campuran antara rasa takut dan penasaran. Dengan langkah ragu, dia akhirnya menuju ke ruang kerja Arjun. Pintu terbuka saat dia mengetuk, dan suara tegas Arjun menyambutnya."Masuk, Hadasa," ujar Arjun dari balik mejanya, matanya masih terpaku pada dokumen yang sedang dibacanya. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tak bisa diabaikan.Hadasa melangkah masuk, berdiri dengan gelisah di depan mejanya. "Ada yang bisa saya bantu,

    Last Updated : 2024-08-11
  • Kekasih Sang CEO   Paksaan

    --- Di ruang tamu yang luas dengan nuansa klasik, Hadasa duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, Bu Erlangga. Wajah ibunya tampak tegang, dengan sorot mata yang penuh desakan. Sementara itu, Pak Erlangga duduk di kursi sebelah, diam tak bergeming, seperti biasanya. "Hadasa, kamu harus mempertimbangkan untuk menikah dengan Riz," kata ibunya dengan nada terburu-buru. "Kita butuh dukungan dari keluarganya untuk menyelamatkan bisnis kita. Ini demi kebaikan keluarga." Hadasa menatap ibunya dengan tajam, hatinya penuh dengan ketidakpercayaan. "Ibu, Riz sudah mengkhianati aku. Dia tidak bisa dipercaya," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengendalikan emosinya. "Pengkhianatan itu bukan masalah besar jika dibandingkan dengan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarga kita," balas ibunya tanpa ragu. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, yang penting adalah kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga ini." Hadasa merasakan amarah yang perlahan naik ke dadanya. "Ibu, bagaimana Ibu

    Last Updated : 2024-08-12
  • Kekasih Sang CEO   Bujukan

    --- Di sebuah kamar hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Riz dan Azalea terbaring di ranjang besar dengan lampu temaram yang menyinari suasana intim mereka. Suara bisikan lembut dan tawa ringan mengisi ruang, menandakan kemesraan yang sedang berlangsung. Azalea, dengan mata yang bersinar penuh hasrat, memandang Riz dengan penuh perhatian. “Kau benar-benar membuat malam ini istimewa,” bisiknya sambil mengelus rambut Riz. “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Riz tersenyum tipis, tetapi pikirannya terasa terjaga dari suasana romantis yang ada. “Aku senang kau menikmatinya,” jawabnya dengan nada datar, meskipun senyumnya tampak dipaksakan. Namun, meski mulutnya mengatakan satu hal, pikirannya terus melayang pada Hadasa. Azalea adalah wanita yang manja dan selalu membuat hatinya terasa memiliki warna dan dibutuhkan. wanita itu, yang ia temui kembali setelah dua tahun berpacaran dengan Hadasa, memiliki cara yang lembut dan memanjakan yang tidak per

    Last Updated : 2024-08-13
  • Kekasih Sang CEO   A Woman Named Ana

    Di sebuah restoran hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Arjun Vikram dan Hadasa dari DawnTech Industries, duduk bersama beberapa eksekutif terkemuka. Di sekeliling meja terdapat Rakesh Sharma dari Surya Group, Amit Rao dari Triad Tech, dan Priya Verma dari Zenith Capital. Mereka adalah para eksekutif yang disamping bekerjasama juga merupakan sahabat. Hadasa, analis Vikram Holdings, juga turut hadir, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun penuh perhatian. Mereka sedang mendiskusikan proyek besar yang melibatkan kolaborasi lintas perusahaan. "Jadi, Arjun,"Rakesh Sharma membuka pembicaraan dengan nada ingin tahu, "kami mendengar Vikram Holdings telah membuat terobosan baru dalam teknologi pengolahan data. Bagaimana dengan proyek kolaborasi kita? Aku ingin tahu lebih dalam tentang analisis yang Hadasa dan timnya kerjakan."* Arjun menatap Hadasa sejenak sebelum menjawab, "Tentu, Rakesh. Tim kami, dengan bantuan Hadasa, telah mengembangkan algoritma yan

    Last Updated : 2024-08-15
  • Kekasih Sang CEO   Sebuah Kenyataan

    "Apa yang kamu lakukan?" Hadasa merasa darahnya mendidih saat melihat pemandangan di depannya. Riz, kekasihnya yang selama ini dia bangga-banggakan, sedang mengelus kepala Azalea dengan lembut—gerakan yang sama yang dilakukannya pada Hadasa yang selalu membuat ia merasa istimewa. Hatinya retak. Dadanya mendadak sesak. Riz menoleh ke arahnya dengan ekspresi kaget dan sedikit bingung. Tanpa berpikir panjang, Hadasa melangkah maju dan menampar Riz dengan keras. Suara tamparan itu menggema di taman panti asuhan Bunga Lotus, mewakili rasa sakit dan cemburu yang di rasakannya “Brengs*k!” teriaknya dengan suara bergetar oleh emosi. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Selama ini aku tertipu oleh sikap baikmu," Hadasa termundur, "Kamu benar-benar jahat padaku, Riz ..." Riz terperangah, memegang pipinya yang memerah. Azalea pun terkejut, langkahnya mundur beberapa langkah menjauh dari mereka. “Hadasa, tenang dulu! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” ujar Riz pula. “Untuk

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Melampaui Batasan

    Hadasa duduk sendirian di meja pojok bar Midnight Haven, tempat yang dikenal dengan suasana temaram dan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Minuman keras di depannya, segelas martini hijau dengan zaitun di dalamnya, menggoda dengan warna cerahnya. Tapi, Hadasa tidak benar-benar melihatnya; matanya menatap kosong ke arah meja.Dia telah meneguk martini ketiganya, dan pengaruh alkohol mulai terasa lebih kuat. Pandangannya menjadi kabur, dan suasana bar seakan bergetar di sekelilingnya. Hadasa tahu bahwa ini bukanlah ide yang baik, namun emosi dan alkohol membuatnya sulit berpikir jernih. Dia bergegas bangkit dengan terburu-buru dan terhuyung, namun langkahnya tidak stabil. Tanpa disengaja, dia menabrak seseorang yang melintas di sampingnya, dan martini yang dipegang pria itu tumpah, menetes di lantai dan menodai pakaian gelapnya.Pria itu menoleh dengan tatapan dingin dan penuh kejutan. Wajahnya tampan dan tegas, dengan mata hitam yang tajam dan penuh intensitas. Dia meng

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Pertemuan Tak Terduga

    Hari itu, Hadasa merasa berat untuk bangkit dari tempat tidurnya. Pagi ini terasa sangat sulit setelah malam yang penuh kekacauan. Dalam keadaan masih pusing dan penuh rasa malu, Hadasa menyelesaikan rutinitas paginya di apartemen dengan cepat, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menyelimutinya, dan gegas menuju kantor.Hadasa bekerja sebagai analis riset pasar di DawnTech Industries, sebuah perusahaan teknologi yang dikenal dengan inovasi perangkat lunak dan solusi TI terdepan. Pekerjaannya melibatkan analisis data pasar, tren industri, dan memberikan wawasan strategis untuk membantu perusahaan dalam pengembangan produk dan strategi pemasaran. Sebagai salah satu anggota kunci tim analisis, Hadasa sering terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan berhubungan langsung dengan berbagai departemen untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data.Saat Hadasa tiba di kantor, suasana tampak berbeda. Para rekan kerja berkumpul di area pantry, berbicara dengan penuh antusiasme. H

    Last Updated : 2024-08-03

Latest chapter

  • Kekasih Sang CEO   A Woman Named Ana

    Di sebuah restoran hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Arjun Vikram dan Hadasa dari DawnTech Industries, duduk bersama beberapa eksekutif terkemuka. Di sekeliling meja terdapat Rakesh Sharma dari Surya Group, Amit Rao dari Triad Tech, dan Priya Verma dari Zenith Capital. Mereka adalah para eksekutif yang disamping bekerjasama juga merupakan sahabat. Hadasa, analis Vikram Holdings, juga turut hadir, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun penuh perhatian. Mereka sedang mendiskusikan proyek besar yang melibatkan kolaborasi lintas perusahaan. "Jadi, Arjun,"Rakesh Sharma membuka pembicaraan dengan nada ingin tahu, "kami mendengar Vikram Holdings telah membuat terobosan baru dalam teknologi pengolahan data. Bagaimana dengan proyek kolaborasi kita? Aku ingin tahu lebih dalam tentang analisis yang Hadasa dan timnya kerjakan."* Arjun menatap Hadasa sejenak sebelum menjawab, "Tentu, Rakesh. Tim kami, dengan bantuan Hadasa, telah mengembangkan algoritma yan

  • Kekasih Sang CEO   Bujukan

    --- Di sebuah kamar hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Riz dan Azalea terbaring di ranjang besar dengan lampu temaram yang menyinari suasana intim mereka. Suara bisikan lembut dan tawa ringan mengisi ruang, menandakan kemesraan yang sedang berlangsung. Azalea, dengan mata yang bersinar penuh hasrat, memandang Riz dengan penuh perhatian. “Kau benar-benar membuat malam ini istimewa,” bisiknya sambil mengelus rambut Riz. “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Riz tersenyum tipis, tetapi pikirannya terasa terjaga dari suasana romantis yang ada. “Aku senang kau menikmatinya,” jawabnya dengan nada datar, meskipun senyumnya tampak dipaksakan. Namun, meski mulutnya mengatakan satu hal, pikirannya terus melayang pada Hadasa. Azalea adalah wanita yang manja dan selalu membuat hatinya terasa memiliki warna dan dibutuhkan. wanita itu, yang ia temui kembali setelah dua tahun berpacaran dengan Hadasa, memiliki cara yang lembut dan memanjakan yang tidak per

  • Kekasih Sang CEO   Paksaan

    --- Di ruang tamu yang luas dengan nuansa klasik, Hadasa duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, Bu Erlangga. Wajah ibunya tampak tegang, dengan sorot mata yang penuh desakan. Sementara itu, Pak Erlangga duduk di kursi sebelah, diam tak bergeming, seperti biasanya. "Hadasa, kamu harus mempertimbangkan untuk menikah dengan Riz," kata ibunya dengan nada terburu-buru. "Kita butuh dukungan dari keluarganya untuk menyelamatkan bisnis kita. Ini demi kebaikan keluarga." Hadasa menatap ibunya dengan tajam, hatinya penuh dengan ketidakpercayaan. "Ibu, Riz sudah mengkhianati aku. Dia tidak bisa dipercaya," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengendalikan emosinya. "Pengkhianatan itu bukan masalah besar jika dibandingkan dengan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarga kita," balas ibunya tanpa ragu. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, yang penting adalah kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga ini." Hadasa merasakan amarah yang perlahan naik ke dadanya. "Ibu, bagaimana Ibu

  • Kekasih Sang CEO   Secuil Masa Lalu

    Pagi itu, kantor masih sepi ketika Hadasa tiba lebih awal dari biasanya. Setelah kejadian mati lampu malam itu, dia merasa perlu menjaga jarak dari Arjun. Namun, semakin dia mencoba menghindari pria itu, semakin sering dia merasa Arjun selalu ada di sekitarnya—di lorong, di ruang kopi, bahkan di lift. Seolah-olah takdir mempermainkan mereka.Sambil mengerjakan tugas di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arjun:> *Datang ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan.*Jantung Hadasa berdegup kencang. Dia menatap pesan itu beberapa saat, merasakan campuran antara rasa takut dan penasaran. Dengan langkah ragu, dia akhirnya menuju ke ruang kerja Arjun. Pintu terbuka saat dia mengetuk, dan suara tegas Arjun menyambutnya."Masuk, Hadasa," ujar Arjun dari balik mejanya, matanya masih terpaku pada dokumen yang sedang dibacanya. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tak bisa diabaikan.Hadasa melangkah masuk, berdiri dengan gelisah di depan mejanya. "Ada yang bisa saya bantu,

  • Kekasih Sang CEO   Lembur

    Hadasa menatap layar komputernya dengan perasaan campur aduk. Arjun baru saja memberinya setumpuk data untuk dianalisis, dan itu bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebagai analis riset pasar, tugas itu memang bagian dari pekerjaannya, tetapi volume kali ini terasa sangat berlebihan. Dia menghela napas dalam-dalam, memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya.Lisa, teman satu timnya, melongok ke ruang kerja Hadasa, melihat tumpukan dokumen di mejanya. "Das, kamu masih harus menyelesaikan semua ini?" tanyanya dengan nada prihatin.Hadasa tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. "Iya, kelihatannya aku akan lembur malam ini. Kamu sendiri sudah selesai?"Lisa mengangguk. "Iya, aku sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Cuaca di luar juga kelihatannya semakin buruk. Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri."Hadasa mengangguk, tetapi di dalam hati dia tahu bahwa istirahat bukanlah pilihan malam ini. "K

  • Kekasih Sang CEO   Hukuman dari Sang CEO

    Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak. Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat. "Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya." Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini. "Ada yang ingin saya bicara

  • Kekasih Sang CEO   Pertemuan Tak Terduga

    Hari itu, Hadasa merasa berat untuk bangkit dari tempat tidurnya. Pagi ini terasa sangat sulit setelah malam yang penuh kekacauan. Dalam keadaan masih pusing dan penuh rasa malu, Hadasa menyelesaikan rutinitas paginya di apartemen dengan cepat, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menyelimutinya, dan gegas menuju kantor.Hadasa bekerja sebagai analis riset pasar di DawnTech Industries, sebuah perusahaan teknologi yang dikenal dengan inovasi perangkat lunak dan solusi TI terdepan. Pekerjaannya melibatkan analisis data pasar, tren industri, dan memberikan wawasan strategis untuk membantu perusahaan dalam pengembangan produk dan strategi pemasaran. Sebagai salah satu anggota kunci tim analisis, Hadasa sering terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan berhubungan langsung dengan berbagai departemen untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data.Saat Hadasa tiba di kantor, suasana tampak berbeda. Para rekan kerja berkumpul di area pantry, berbicara dengan penuh antusiasme. H

  • Kekasih Sang CEO   Melampaui Batasan

    Hadasa duduk sendirian di meja pojok bar Midnight Haven, tempat yang dikenal dengan suasana temaram dan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Minuman keras di depannya, segelas martini hijau dengan zaitun di dalamnya, menggoda dengan warna cerahnya. Tapi, Hadasa tidak benar-benar melihatnya; matanya menatap kosong ke arah meja.Dia telah meneguk martini ketiganya, dan pengaruh alkohol mulai terasa lebih kuat. Pandangannya menjadi kabur, dan suasana bar seakan bergetar di sekelilingnya. Hadasa tahu bahwa ini bukanlah ide yang baik, namun emosi dan alkohol membuatnya sulit berpikir jernih. Dia bergegas bangkit dengan terburu-buru dan terhuyung, namun langkahnya tidak stabil. Tanpa disengaja, dia menabrak seseorang yang melintas di sampingnya, dan martini yang dipegang pria itu tumpah, menetes di lantai dan menodai pakaian gelapnya.Pria itu menoleh dengan tatapan dingin dan penuh kejutan. Wajahnya tampan dan tegas, dengan mata hitam yang tajam dan penuh intensitas. Dia meng

  • Kekasih Sang CEO   Sebuah Kenyataan

    "Apa yang kamu lakukan?" Hadasa merasa darahnya mendidih saat melihat pemandangan di depannya. Riz, kekasihnya yang selama ini dia bangga-banggakan, sedang mengelus kepala Azalea dengan lembut—gerakan yang sama yang dilakukannya pada Hadasa yang selalu membuat ia merasa istimewa. Hatinya retak. Dadanya mendadak sesak. Riz menoleh ke arahnya dengan ekspresi kaget dan sedikit bingung. Tanpa berpikir panjang, Hadasa melangkah maju dan menampar Riz dengan keras. Suara tamparan itu menggema di taman panti asuhan Bunga Lotus, mewakili rasa sakit dan cemburu yang di rasakannya “Brengs*k!” teriaknya dengan suara bergetar oleh emosi. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Selama ini aku tertipu oleh sikap baikmu," Hadasa termundur, "Kamu benar-benar jahat padaku, Riz ..." Riz terperangah, memegang pipinya yang memerah. Azalea pun terkejut, langkahnya mundur beberapa langkah menjauh dari mereka. “Hadasa, tenang dulu! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” ujar Riz pula. “Untuk

DMCA.com Protection Status