Share

Hukuman dari Sang CEO

Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak.

Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat.

"Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya."

Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda," Arjun akhirnya berkata. Dia berbalik dan berjalan mendekat dengan langkah lambat namun pasti, setiap gerakannya penuh dengan kendali.

Hadasa mencoba menguasai dirinya, meskipun hatinya berdebar keras. "Tentu, Sir. Saya siap menerima konsekuensinya atas kesalahan yang terjadi."

Arjun mengangguk kecil, lalu menyandarkan diri di tepi meja, mengamati wajah Hadasa dengan pandangan tajam yang seakan menembus ke dalam pikirannya. "Kesalahan Anda cukup serius, Hadasa. Dan dalam situasi biasa, saya akan menempuh jalur resmi untuk menangani ini. Tapi, untuk Anda, saya punya rencana lain."

Hadasa merasakan napasnya tersengal. Arjun mendekat, hingga hanya beberapa inci yang memisahkan mereka. Matanya yang tajam mengunci pada Hadasa, membuatnya merasa terjebak dalam perangkap yang tak terelakkan.

"Saya tidak suka ketidakakuratan dalam pekerjaan," lanjut Arjun dengan suara rendah, hampir berbisik, "tapi saya juga percaya dalam memberikan kesempatan kedua. Namun, kesempatan itu datang dengan harga."

Hadasa mencoba mundur, tetapi punggungnya sudah menempel di dinding. Arjun mengangkat tangannya, menyentuh dinding di sebelah kepala Hadasa, memblokir jalannya. Aura dingin dan menekan yang memancar dari Arjun membuat Hadasa hampir tak bisa bernapas.

"Apa maksud Anda, Sir?" tanya Hadasa, suaranya hampir tak terdengar.

Arjun menunduk, wajahnya begitu dekat hingga Hadasa bisa merasakan kehangatan napasnya. "Anda akan bekerja di bawah pengawasan langsung saya," ucapnya, suaranya rendah dan tegas. "Saya ingin memastikan Anda belajar dari kesalahan ini, Hadasa. Dan Anda akan melakukannya dengan tetap berada di dekat saya, setiap saat."

Hadasa menatap Arjun, matanya membesar. "Setiap saat?"

Arjun mengangguk, senyum dingin muncul di wajahnya. "Benar. Anda akan menghabiskan lebih banyak waktu di sini, di ruangan ini, bersama saya. Saya akan memandu Anda, memastikan bahwa Anda tidak melakukan kesalahan lagi."

Hadasa merasa jantungnya berdebar kencang, tak yakin dengan situasi yang dihadapinya. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pembelajaran. Ada ketegangan yang tak bisa diabaikan, dan meski dia merasa takut, ada bagian dari dirinya yang tak bisa mengabaikan ketertarikan yang terpendam itu.

Arjun mendekatkan wajahnya, hingga bibirnya hampir menyentuh telinga Hadasa. "Ingat, Hadasa," bisiknya, "setiap kesalahan datang dengan hukuman. Dan saya harap Anda siap menghadapi semuanya."

Dengan jantung yang berdetak kencang, Hadasa hanya bisa mengangguk pelan, merasa terjebak dalam situasi yang semakin menggoda namun juga penuh bahaya.

Arjun tetap berada sangat dekat, kehadirannya hampir mencekik. “Saya akan memastikan Anda belajar dari ini, Hadasa,” bisiknya lagi. Dia kemudian menurunkan tangannya, tetapi tidak sepenuhnya mundur. Matanya tetap terfokus pada Hadasa, seolah-olah mencoba membaca setiap pikiran yang melintas di kepalanya. “Bahkan jika itu berarti kita harus bekerja sepanjang malam.”

Hadasa merasa bibirnya kering, dan dia tanpa sadar menjilat bibirnya, berharap bisa mengembalikan sedikit kelembaban. Namun, gerakan kecil itu tak luput dari pandangan Arjun. Dengan senyum yang hampir tak terlihat, dia mendekatkan wajahnya lagi, hanya beberapa inci dari wajah Hadasa. “Kamu tidak perlu takut, Hadasa. Saya di sini untuk memastikan kamu tidak melakukan kesalahan lagi,” ucapnya sambil menyentuh lembut dagu Hadasa, mengangkatnya sedikit agar mata mereka sejajar.

“Sir, saya… Saya mengerti,” jawab Hadasa pelan, suaranya nyaris bergetar. Sentuhan Arjun di dagunya membuat jantungnya berdegup lebih kencang, tetapi ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kelemahannya. Namun, sikap dingin dan tegas Arjun hanya membuatnya semakin tersudut.

Arjun kemudian menurunkan tangannya, lalu tersenyum dengan sedikit jahil. "Kamu terlihat tegang," katanya dengan nada yang jauh lebih halus dari sebelumnya, tetapi tidak kalah berwibawa. "Ini bukan hanya tentang kesalahan dalam laporan, bukan?"

Hadasa tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti setiap kata yang mungkin keluar dari mulutnya akan semakin menyeretnya ke dalam jebakan yang telah Arjun pasang. Dia hanya bisa menatap pria itu dengan bingung, mencoba memahami maksud dari setiap kata yang diucapkannya.

“Beristirahatlah sejenak,” ucap Arjun tiba-tiba, sambil mundur sedikit dan memberi Hadasa sedikit ruang bernapas. Dia meraih salah satu kursi di dekatnya dan menuntun Hadasa untuk duduk. “Kamu terlalu tegang, Hadasa. Dalam kondisi seperti ini, tidak ada pekerjaan yang bisa selesai dengan baik.”

Hadasa duduk perlahan, masih merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut. Namun, rasa lega sempat menghampirinya saat Arjun memberinya jarak. Tetapi, hanya beberapa detik berlalu sebelum Arjun mendekat lagi, kali ini berdiri di belakang kursinya. Ia merasakan kehadiran Arjun yang begitu dekat, hampir bisa merasakan kehangatan tubuh pria itu di belakangnya. Pria itu tengah mengawasi pekerjaannya. Dengan perlahan, Arjun menunduk dan membisikkan sesuatu yang membuat bulu kuduk Hadasa meremang.

“Kamu harus belajar untuk lebih santai dalam tekanan, Hadasa. Ini pelajaran pertama yang harus kamu kuasai jika ingin menjadi bawahanku.”

Arjun melihat Hadasa terlalu tegang, dia tersenyum dengan senyum yang sedikit melembut.

“Apakah kamu tahu kenapa saya bersikeras ingin kamu tetap di sini, di ruangan ini?” tanya Arjun, masih dengan suaranya yang lembut, namun penuh kendali.

“Untuk memastikan saya belajar dari kesalahan?” jawab Hadasa, mencoba menahan napas.

Arjun tertawa kecil, tapi tidak ada kehangatan dalam suaranya. “Itu sebagian, tapi bukan keseluruhan. Saya ingin memastikan kamu tahu tempatmu di sini. Bahwa kamu sepenuhnya memahami tanggung jawab yang ada di tanganmu.”

“Dan apa itu, Sir?” Hadasa bertanya, suaranya sedikit bergetar.

“Tanggung jawabmu adalah untuk tidak mengecewakan saya,” jawab Arjun, suaranya menjadi lebih dalam, lebih penuh dengan peringatan. “Kamu mungkin berpikir bahwa malam itu bisa diabaikan, tetapi di sini, di perusahaan ini, tidak ada yang bisa diabaikan. Tidak ada yang bisa terlewatkan. Termasuk kamu.”

Hadasa merasa bingung dengan kata-kata Arjun, tetapi dia juga tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu dalam nada suara pria itu yang membuatnya merasa... terjebak. Seolah-olah tidak ada jalan keluar dari situasi ini, dan semakin lama dia di ruangan ini, semakin dalam dia akan tenggelam.

“Saya... mengerti, Sir,” akhirnya Hadasa menjawab, suaranya nyaris tak terdengar.

Arjun mengangguk, dan untuk sesaat, dia tampak puas. Dia mundur selangkah, memberikan Hadasa ruang untuk bernapas. “Bagus. Sekarang, kita akan mulai dari awal lagi. Aku ingin kamu mengambil semua dokumen yang tadi dan memperbaikinya. Setiap angka, setiap grafik harus tepat. Tidak boleh ada kesalahan.”

Hadasa mengangguk, merasa lega bahwa situasi ini mungkin akan berakhir di sini. Namun, sebelum dia bisa berdiri untuk kembali ke mejanya, Arjun menambahkan, “Dan aku akan mengawasi setiap langkahmu. Jangan pikir aku tidak tahu apa yang terjadi, Hadasa. Aku tahu lebih banyak daripada yang kamu pikirkan.”

Kata-kata itu menggantung di udara seperti ancaman halus, dan Hadasa tahu bahwa apapun yang terjadi setelah ini, hidupnya di bawah pengawasan Arjun Vikram tidak akan pernah sama lagi.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status