Home / Romansa / Kekasih Sang CEO / Secuil Masa Lalu

Share

Secuil Masa Lalu

Author: R.Shaleem
last update Last Updated: 2024-08-11 14:01:35

Pagi itu, kantor masih sepi ketika Hadasa tiba lebih awal dari biasanya. Setelah kejadian mati lampu malam itu, dia merasa perlu menjaga jarak dari Arjun. Namun, semakin dia mencoba menghindari pria itu, semakin sering dia merasa Arjun selalu ada di sekitarnya—di lorong, di ruang kopi, bahkan di lift. Seolah-olah takdir mempermainkan mereka.

Sambil mengerjakan tugas di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arjun:

> *Datang ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan.*

Jantung Hadasa berdegup kencang. Dia menatap pesan itu beberapa saat, merasakan campuran antara rasa takut dan penasaran. Dengan langkah ragu, dia akhirnya menuju ke ruang kerja Arjun. Pintu terbuka saat dia mengetuk, dan suara tegas Arjun menyambutnya.

"Masuk, Hadasa," ujar Arjun dari balik mejanya, matanya masih terpaku pada dokumen yang sedang dibacanya. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tak bisa diabaikan.

Hadasa melangkah masuk, berdiri dengan gelisah di depan mejanya. "Ada yang bisa saya bantu, Sir?" tanyanya pelan, mencoba menyembunyikan kegugupan yang merayap di hatinya.

Arjun menutup dokumen di tangannya dan menatap Hadasa. Tatapannya intens, seolah-olah dia sedang mempelajari setiap detail wajahnya. "Aku ingin membahas tentang proyek baru yang akan kamu kerjakan," katanya sambil menyerahkan setumpuk dokumen kepada Hadasa.

Hadasa mengambil dokumen-dokumen itu dengan tangan gemetar. "Proyek ini sangat penting, dan aku ingin kamu yang memimpin timnya," lanjut Arjun. "Ini akan menjadi tantangan besar, tapi aku yakin kamu bisa melakukannya."

Hadasa terkejut. Dia menatap Arjun, berusaha membaca maksud di balik perkataan pria itu. "Saya? Memimpin tim?" tanyanya dengan nada ragu. "Apakah tidak sebaiknya diberikan kepada seseorang yang lebih berpengalaman?"

Arjun menggeleng pelan, masih menatapnya dengan tajam. "Aku tidak meragukan kemampuanmu, Hadasa. Kamu adalah analis terbaik yang kita miliki, dan ini adalah kesempatan untuk membuktikan itu."

Rasa bangga bercampur ketakutan mulai muncul di hati Hadasa. "Terima kasih atas kepercayaan Anda, Sir. Saya akan berusaha sebaik mungkin," jawabnya, meski suaranya masih bergetar.

Arjun tersenyum tipis, tapi ekspresinya tetap serius. "Aku tahu kamu bisa melakukannya."

Setelah membahas detail proyek, suasana di ruangan itu berubah tegang. Arjun menurunkan nada suaranya, dan tatapannya menjadi lebih lembut, bahkan sedikit rentan. "Hadasa, ada hal lain yang ingin kubicarakan," katanya, membuat Hadasa menegang. "Tentang malam itu... di bar."

Hadasa merasakan detak jantungnya semakin cepat. "Malam itu?" ulangnya, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. Dia menundukkan pandangannya, seolah takut jika Arjun bisa membaca semua perasaannya hanya dari tatapannya.

Arjun mengangguk, dan dia mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku tahu ini mungkin tidak nyaman bagimu, tapi aku merasa kita harus membicarakannya. Apakah kamu menyesali apa yang terjadi?"

Hadasa terdiam. Malam itu kembali berputar di kepalanya—malam penuh emosi, kebingungan, dan ketertarikan yang tak terduga. "Saya...," suaranya hampir tak terdengar, dia berusaha mengumpulkan keberanian. "Saya tidak tahu harus mengatakan apa, Sir. Malam itu... terjadi begitu saja."

Arjun memandangnya lebih dalam, seolah mencoba menggali perasaannya melalui tatapannya. "Aku tidak menyesalinya," katanya dengan suara tenang namun tegas. "Dan aku ingin tahu bagaimana perasaanmu."

Hadasa merasakan hatinya mencelos. Rasa bersalah karena mengkhianati Riz bercampur dengan perasaan yang tak terduga terhadap Arjun. "Saya masih mencoba memahami perasaan saya sendiri, Sir. Ini semua terlalu cepat," jawabnya, suaranya penuh ketidakpastian.

Arjun mengangguk, tidak memaksa jawaban lebih lanjut. "Aku mengerti. Yang paling penting sekarang adalah bagaimana kita melanjutkan semuanya."

Hadasa mengangguk pelan, merasa lega sekaligus bingung dengan perasaannya. Dia merasa bahwa pembicaraan ini, meskipun singkat, akan mengubah segalanya. Ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka, dan meskipun dia berusaha bersikap profesional, hatinya tidak bisa sepenuhnya mengabaikan kenyataan bahwa Arjun telah menjadi lebih dari sekadar atasannya.

***

Beberapa hari kemudian, di tengah kesibukannya dengan proyek baru, Hadasa menerima pesan dari Riz. Pesan yang dia tidak harapkan, tetapi juga tidak bisa diabaikan:

> *Kita perlu bicara. Aku merindukanmu, Das.*

Hadasa menatap pesan itu dengan perasaan campur aduk. Riz, pria yang pernah ia cintai, telah mengkhianatinya. Namun, meskipun begitu, ada bagian dari dirinya yang masih menyimpan perasaan untuknya. Di saat yang sama, kedekatannya dengan Arjun mulai menggoyahkan keyakinannya tentang apa yang sebenarnya ia inginkan.

Ketika Riz muncul di kantornya suatu sore, wajahnya penuh dengan penyesalan yang mendalam. Mereka memutuskan untuk bertemu di kafe terdekat.

"Das, aku tahu aku telah berbuat salah," ujar Riz, suaranya penuh dengan penyesalan. "Aku bodoh karena mengkhianatimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu."

Hadasa menatap Riz, mencoba membaca ketulusan di balik kata-katanya. "Riz, kamu sudah menyakiti aku dengan sangat dalam," jawabnya, suaranya penuh emosi yang tertahan. "Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkanmu."

Riz menggenggam tangan Hadasa erat-erat, tatapannya penuh dengan harapan yang putus asa. "Tolong, Das. Beri aku kesempatan lagi. Aku akan melakukan apa saja untuk menebus kesalahanku."

Hadasa merasa terombang-ambing. Di satu sisi, dia masih merasakan perasaan lama yang pernah ada untuk Riz, tetapi di sisi lain, ada perasaan baru yang tumbuh untuk Arjun—perasaan yang dia tahu tidak bisa dia abaikan begitu saja. "Riz, aku butuh waktu untuk berpikir," jawabnya akhirnya, suaranya hampir berbisik.

Riz mengangguk dengan penuh pengertian. "Aku akan menunggu selama apapun yang kamu butuhkan, Das. Aku tidak akan menyerah. "

Tak lama setelah pertemuannya dengan Riz, Hadasa dan Arjun ditugaskan untuk melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Perjalanan itu tampaknya biasa saja, sampai mereka mengalami insiden kecil yang membuat mereka terjebak di sebuah kota kecil karena mobil mereka mogok.

Saat mereka duduk di kursi di teras sebuah penginapan sederhana, malam mulai merayap masuk, dan suasana menjadi lebih tenang. Arjun, yang biasanya pendiam dan terkontrol, tampak sedikit lebih terbuka.

"Ini mengingatkanku pada masa lalu," kata Arjun, tatapannya menerawang ke arah kegelapan yang mulai menyelimuti desa kecil itu. Hadasa menatapnya, merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kenangan biasa.

"Masa lalu, Sir?" tanya Hadasa lembut, mencoba mendorongnya untuk bercerita lebih banyak.

Arjun terdiam sejenak, seolah sedang memilih kata-kata yang tepat. "Aku kehilangan seseorang yang sangat kucintai," akhirnya dia berkata, suaranya pelan dan penuh dengan kesedihan yang tertahan. "Dia adalah cinta pertama dan terakhirku."

Hadasa merasakan simpati yang mendalam muncul di hatinya. Dia tidak tahu banyak tentang kehidupan pribadi Arjun, tapi sekarang dia bisa melihat bahwa di balik sikap dinginnya, ada bekas luka yang dalam.

"Apa yang terjadi?" tanya Hadasa, suaranya nyaris berbisik.

Arjun menghela napas panjang, tatapannya tetap terfokus pada kegelapan di depan mereka. "Dia pergi... dan aku tidak pernah bisa benar-benar melupakannya. Kehilangan dia mengubah segalanya. Sejak itu, aku menjadi orang yang berbeda. Aku menjadi... lebih dingin, lebih tertutup. Aku tidak pernah berpikir aku akan bisa merasakan cinta lagi."

Hadasa terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia bisa merasakan kesedihan yang begitu mendalam dalam suara Arjun, dan itu membuat hatinya tersentuh. "Aku... maaf mendengarnya, Sir," kata Hadasa, meskipun dia tahu kata-katanya tidak cukup untuk menghapus rasa sakit yang dirasakan Arjun.

Arjun akhirnya menoleh, menatap Hadasa dengan mata yang penuh dengan emosi yang dia coba sembunyikan. Lelaki itu menatap Hadasa cukup lama, membuat yang di tatap rikuh sendiri.

"Apa ada yang salah dengan wajah saya, Sir? " tanya Hadasa pelan.

Arjun Vikram memalingkan wajahnya. Dia menggeleng. Sejenak kemudian mereka di telan kebisuan, bahkan laki-laki itu tak bicara lagi sampai ia masuk di kamar penginapannya sendiri, diikuti pandangan Hadasa yang bingung.

***

Related chapters

  • Kekasih Sang CEO   Paksaan

    --- Di ruang tamu yang luas dengan nuansa klasik, Hadasa duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, Bu Erlangga. Wajah ibunya tampak tegang, dengan sorot mata yang penuh desakan. Sementara itu, Pak Erlangga duduk di kursi sebelah, diam tak bergeming, seperti biasanya. "Hadasa, kamu harus mempertimbangkan untuk menikah dengan Riz," kata ibunya dengan nada terburu-buru. "Kita butuh dukungan dari keluarganya untuk menyelamatkan bisnis kita. Ini demi kebaikan keluarga." Hadasa menatap ibunya dengan tajam, hatinya penuh dengan ketidakpercayaan. "Ibu, Riz sudah mengkhianati aku. Dia tidak bisa dipercaya," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengendalikan emosinya. "Pengkhianatan itu bukan masalah besar jika dibandingkan dengan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarga kita," balas ibunya tanpa ragu. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, yang penting adalah kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga ini." Hadasa merasakan amarah yang perlahan naik ke dadanya. "Ibu, bagaimana Ibu

    Last Updated : 2024-08-12
  • Kekasih Sang CEO   Bujukan

    --- Di sebuah kamar hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Riz dan Azalea terbaring di ranjang besar dengan lampu temaram yang menyinari suasana intim mereka. Suara bisikan lembut dan tawa ringan mengisi ruang, menandakan kemesraan yang sedang berlangsung. Azalea, dengan mata yang bersinar penuh hasrat, memandang Riz dengan penuh perhatian. “Kau benar-benar membuat malam ini istimewa,” bisiknya sambil mengelus rambut Riz. “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Riz tersenyum tipis, tetapi pikirannya terasa terjaga dari suasana romantis yang ada. “Aku senang kau menikmatinya,” jawabnya dengan nada datar, meskipun senyumnya tampak dipaksakan. Namun, meski mulutnya mengatakan satu hal, pikirannya terus melayang pada Hadasa. Azalea adalah wanita yang manja dan selalu membuat hatinya terasa memiliki warna dan dibutuhkan. wanita itu, yang ia temui kembali setelah dua tahun berpacaran dengan Hadasa, memiliki cara yang lembut dan memanjakan yang tidak per

    Last Updated : 2024-08-13
  • Kekasih Sang CEO   A Woman Named Ana

    Di sebuah restoran hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Arjun Vikram dan Hadasa dari DawnTech Industries, duduk bersama beberapa eksekutif terkemuka. Di sekeliling meja terdapat Rakesh Sharma dari Surya Group, Amit Rao dari Triad Tech, dan Priya Verma dari Zenith Capital. Mereka adalah para eksekutif yang disamping bekerjasama juga merupakan sahabat. Hadasa, analis Vikram Holdings, juga turut hadir, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun penuh perhatian. Mereka sedang mendiskusikan proyek besar yang melibatkan kolaborasi lintas perusahaan. "Jadi, Arjun,"Rakesh Sharma membuka pembicaraan dengan nada ingin tahu, "kami mendengar Vikram Holdings telah membuat terobosan baru dalam teknologi pengolahan data. Bagaimana dengan proyek kolaborasi kita? Aku ingin tahu lebih dalam tentang analisis yang Hadasa dan timnya kerjakan."* Arjun menatap Hadasa sejenak sebelum menjawab, "Tentu, Rakesh. Tim kami, dengan bantuan Hadasa, telah mengembangkan algoritma yan

    Last Updated : 2024-08-15
  • Kekasih Sang CEO   Sebuah Kenyataan

    "Apa yang kamu lakukan?" Hadasa merasa darahnya mendidih saat melihat pemandangan di depannya. Riz, kekasihnya yang selama ini dia bangga-banggakan, sedang mengelus kepala Azalea dengan lembut—gerakan yang sama yang dilakukannya pada Hadasa yang selalu membuat ia merasa istimewa. Hatinya retak. Dadanya mendadak sesak. Riz menoleh ke arahnya dengan ekspresi kaget dan sedikit bingung. Tanpa berpikir panjang, Hadasa melangkah maju dan menampar Riz dengan keras. Suara tamparan itu menggema di taman panti asuhan Bunga Lotus, mewakili rasa sakit dan cemburu yang di rasakannya “Brengs*k!” teriaknya dengan suara bergetar oleh emosi. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Selama ini aku tertipu oleh sikap baikmu," Hadasa termundur, "Kamu benar-benar jahat padaku, Riz ..." Riz terperangah, memegang pipinya yang memerah. Azalea pun terkejut, langkahnya mundur beberapa langkah menjauh dari mereka. “Hadasa, tenang dulu! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” ujar Riz pula. “Untuk

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Melampaui Batasan

    Hadasa duduk sendirian di meja pojok bar Midnight Haven, tempat yang dikenal dengan suasana temaram dan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Minuman keras di depannya, segelas martini hijau dengan zaitun di dalamnya, menggoda dengan warna cerahnya. Tapi, Hadasa tidak benar-benar melihatnya; matanya menatap kosong ke arah meja.Dia telah meneguk martini ketiganya, dan pengaruh alkohol mulai terasa lebih kuat. Pandangannya menjadi kabur, dan suasana bar seakan bergetar di sekelilingnya. Hadasa tahu bahwa ini bukanlah ide yang baik, namun emosi dan alkohol membuatnya sulit berpikir jernih. Dia bergegas bangkit dengan terburu-buru dan terhuyung, namun langkahnya tidak stabil. Tanpa disengaja, dia menabrak seseorang yang melintas di sampingnya, dan martini yang dipegang pria itu tumpah, menetes di lantai dan menodai pakaian gelapnya.Pria itu menoleh dengan tatapan dingin dan penuh kejutan. Wajahnya tampan dan tegas, dengan mata hitam yang tajam dan penuh intensitas. Dia meng

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Pertemuan Tak Terduga

    Hari itu, Hadasa merasa berat untuk bangkit dari tempat tidurnya. Pagi ini terasa sangat sulit setelah malam yang penuh kekacauan. Dalam keadaan masih pusing dan penuh rasa malu, Hadasa menyelesaikan rutinitas paginya di apartemen dengan cepat, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menyelimutinya, dan gegas menuju kantor.Hadasa bekerja sebagai analis riset pasar di DawnTech Industries, sebuah perusahaan teknologi yang dikenal dengan inovasi perangkat lunak dan solusi TI terdepan. Pekerjaannya melibatkan analisis data pasar, tren industri, dan memberikan wawasan strategis untuk membantu perusahaan dalam pengembangan produk dan strategi pemasaran. Sebagai salah satu anggota kunci tim analisis, Hadasa sering terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan berhubungan langsung dengan berbagai departemen untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data.Saat Hadasa tiba di kantor, suasana tampak berbeda. Para rekan kerja berkumpul di area pantry, berbicara dengan penuh antusiasme. H

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Hukuman dari Sang CEO

    Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak. Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat. "Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya." Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini. "Ada yang ingin saya bicara

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Lembur

    Hadasa menatap layar komputernya dengan perasaan campur aduk. Arjun baru saja memberinya setumpuk data untuk dianalisis, dan itu bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebagai analis riset pasar, tugas itu memang bagian dari pekerjaannya, tetapi volume kali ini terasa sangat berlebihan. Dia menghela napas dalam-dalam, memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya.Lisa, teman satu timnya, melongok ke ruang kerja Hadasa, melihat tumpukan dokumen di mejanya. "Das, kamu masih harus menyelesaikan semua ini?" tanyanya dengan nada prihatin.Hadasa tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. "Iya, kelihatannya aku akan lembur malam ini. Kamu sendiri sudah selesai?"Lisa mengangguk. "Iya, aku sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Cuaca di luar juga kelihatannya semakin buruk. Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri."Hadasa mengangguk, tetapi di dalam hati dia tahu bahwa istirahat bukanlah pilihan malam ini. "K

    Last Updated : 2024-08-03

Latest chapter

  • Kekasih Sang CEO   A Woman Named Ana

    Di sebuah restoran hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Arjun Vikram dan Hadasa dari DawnTech Industries, duduk bersama beberapa eksekutif terkemuka. Di sekeliling meja terdapat Rakesh Sharma dari Surya Group, Amit Rao dari Triad Tech, dan Priya Verma dari Zenith Capital. Mereka adalah para eksekutif yang disamping bekerjasama juga merupakan sahabat. Hadasa, analis Vikram Holdings, juga turut hadir, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun penuh perhatian. Mereka sedang mendiskusikan proyek besar yang melibatkan kolaborasi lintas perusahaan. "Jadi, Arjun,"Rakesh Sharma membuka pembicaraan dengan nada ingin tahu, "kami mendengar Vikram Holdings telah membuat terobosan baru dalam teknologi pengolahan data. Bagaimana dengan proyek kolaborasi kita? Aku ingin tahu lebih dalam tentang analisis yang Hadasa dan timnya kerjakan."* Arjun menatap Hadasa sejenak sebelum menjawab, "Tentu, Rakesh. Tim kami, dengan bantuan Hadasa, telah mengembangkan algoritma yan

  • Kekasih Sang CEO   Bujukan

    --- Di sebuah kamar hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Riz dan Azalea terbaring di ranjang besar dengan lampu temaram yang menyinari suasana intim mereka. Suara bisikan lembut dan tawa ringan mengisi ruang, menandakan kemesraan yang sedang berlangsung. Azalea, dengan mata yang bersinar penuh hasrat, memandang Riz dengan penuh perhatian. “Kau benar-benar membuat malam ini istimewa,” bisiknya sambil mengelus rambut Riz. “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Riz tersenyum tipis, tetapi pikirannya terasa terjaga dari suasana romantis yang ada. “Aku senang kau menikmatinya,” jawabnya dengan nada datar, meskipun senyumnya tampak dipaksakan. Namun, meski mulutnya mengatakan satu hal, pikirannya terus melayang pada Hadasa. Azalea adalah wanita yang manja dan selalu membuat hatinya terasa memiliki warna dan dibutuhkan. wanita itu, yang ia temui kembali setelah dua tahun berpacaran dengan Hadasa, memiliki cara yang lembut dan memanjakan yang tidak per

  • Kekasih Sang CEO   Paksaan

    --- Di ruang tamu yang luas dengan nuansa klasik, Hadasa duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, Bu Erlangga. Wajah ibunya tampak tegang, dengan sorot mata yang penuh desakan. Sementara itu, Pak Erlangga duduk di kursi sebelah, diam tak bergeming, seperti biasanya. "Hadasa, kamu harus mempertimbangkan untuk menikah dengan Riz," kata ibunya dengan nada terburu-buru. "Kita butuh dukungan dari keluarganya untuk menyelamatkan bisnis kita. Ini demi kebaikan keluarga." Hadasa menatap ibunya dengan tajam, hatinya penuh dengan ketidakpercayaan. "Ibu, Riz sudah mengkhianati aku. Dia tidak bisa dipercaya," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengendalikan emosinya. "Pengkhianatan itu bukan masalah besar jika dibandingkan dengan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarga kita," balas ibunya tanpa ragu. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, yang penting adalah kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga ini." Hadasa merasakan amarah yang perlahan naik ke dadanya. "Ibu, bagaimana Ibu

  • Kekasih Sang CEO   Secuil Masa Lalu

    Pagi itu, kantor masih sepi ketika Hadasa tiba lebih awal dari biasanya. Setelah kejadian mati lampu malam itu, dia merasa perlu menjaga jarak dari Arjun. Namun, semakin dia mencoba menghindari pria itu, semakin sering dia merasa Arjun selalu ada di sekitarnya—di lorong, di ruang kopi, bahkan di lift. Seolah-olah takdir mempermainkan mereka.Sambil mengerjakan tugas di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arjun:> *Datang ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan.*Jantung Hadasa berdegup kencang. Dia menatap pesan itu beberapa saat, merasakan campuran antara rasa takut dan penasaran. Dengan langkah ragu, dia akhirnya menuju ke ruang kerja Arjun. Pintu terbuka saat dia mengetuk, dan suara tegas Arjun menyambutnya."Masuk, Hadasa," ujar Arjun dari balik mejanya, matanya masih terpaku pada dokumen yang sedang dibacanya. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tak bisa diabaikan.Hadasa melangkah masuk, berdiri dengan gelisah di depan mejanya. "Ada yang bisa saya bantu,

  • Kekasih Sang CEO   Lembur

    Hadasa menatap layar komputernya dengan perasaan campur aduk. Arjun baru saja memberinya setumpuk data untuk dianalisis, dan itu bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebagai analis riset pasar, tugas itu memang bagian dari pekerjaannya, tetapi volume kali ini terasa sangat berlebihan. Dia menghela napas dalam-dalam, memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya.Lisa, teman satu timnya, melongok ke ruang kerja Hadasa, melihat tumpukan dokumen di mejanya. "Das, kamu masih harus menyelesaikan semua ini?" tanyanya dengan nada prihatin.Hadasa tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. "Iya, kelihatannya aku akan lembur malam ini. Kamu sendiri sudah selesai?"Lisa mengangguk. "Iya, aku sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Cuaca di luar juga kelihatannya semakin buruk. Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri."Hadasa mengangguk, tetapi di dalam hati dia tahu bahwa istirahat bukanlah pilihan malam ini. "K

  • Kekasih Sang CEO   Hukuman dari Sang CEO

    Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak. Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat. "Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya." Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini. "Ada yang ingin saya bicara

  • Kekasih Sang CEO   Pertemuan Tak Terduga

    Hari itu, Hadasa merasa berat untuk bangkit dari tempat tidurnya. Pagi ini terasa sangat sulit setelah malam yang penuh kekacauan. Dalam keadaan masih pusing dan penuh rasa malu, Hadasa menyelesaikan rutinitas paginya di apartemen dengan cepat, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menyelimutinya, dan gegas menuju kantor.Hadasa bekerja sebagai analis riset pasar di DawnTech Industries, sebuah perusahaan teknologi yang dikenal dengan inovasi perangkat lunak dan solusi TI terdepan. Pekerjaannya melibatkan analisis data pasar, tren industri, dan memberikan wawasan strategis untuk membantu perusahaan dalam pengembangan produk dan strategi pemasaran. Sebagai salah satu anggota kunci tim analisis, Hadasa sering terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan berhubungan langsung dengan berbagai departemen untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data.Saat Hadasa tiba di kantor, suasana tampak berbeda. Para rekan kerja berkumpul di area pantry, berbicara dengan penuh antusiasme. H

  • Kekasih Sang CEO   Melampaui Batasan

    Hadasa duduk sendirian di meja pojok bar Midnight Haven, tempat yang dikenal dengan suasana temaram dan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Minuman keras di depannya, segelas martini hijau dengan zaitun di dalamnya, menggoda dengan warna cerahnya. Tapi, Hadasa tidak benar-benar melihatnya; matanya menatap kosong ke arah meja.Dia telah meneguk martini ketiganya, dan pengaruh alkohol mulai terasa lebih kuat. Pandangannya menjadi kabur, dan suasana bar seakan bergetar di sekelilingnya. Hadasa tahu bahwa ini bukanlah ide yang baik, namun emosi dan alkohol membuatnya sulit berpikir jernih. Dia bergegas bangkit dengan terburu-buru dan terhuyung, namun langkahnya tidak stabil. Tanpa disengaja, dia menabrak seseorang yang melintas di sampingnya, dan martini yang dipegang pria itu tumpah, menetes di lantai dan menodai pakaian gelapnya.Pria itu menoleh dengan tatapan dingin dan penuh kejutan. Wajahnya tampan dan tegas, dengan mata hitam yang tajam dan penuh intensitas. Dia meng

  • Kekasih Sang CEO   Sebuah Kenyataan

    "Apa yang kamu lakukan?" Hadasa merasa darahnya mendidih saat melihat pemandangan di depannya. Riz, kekasihnya yang selama ini dia bangga-banggakan, sedang mengelus kepala Azalea dengan lembut—gerakan yang sama yang dilakukannya pada Hadasa yang selalu membuat ia merasa istimewa. Hatinya retak. Dadanya mendadak sesak. Riz menoleh ke arahnya dengan ekspresi kaget dan sedikit bingung. Tanpa berpikir panjang, Hadasa melangkah maju dan menampar Riz dengan keras. Suara tamparan itu menggema di taman panti asuhan Bunga Lotus, mewakili rasa sakit dan cemburu yang di rasakannya “Brengs*k!” teriaknya dengan suara bergetar oleh emosi. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Selama ini aku tertipu oleh sikap baikmu," Hadasa termundur, "Kamu benar-benar jahat padaku, Riz ..." Riz terperangah, memegang pipinya yang memerah. Azalea pun terkejut, langkahnya mundur beberapa langkah menjauh dari mereka. “Hadasa, tenang dulu! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” ujar Riz pula. “Untuk

DMCA.com Protection Status