Share

Paksaan

Author: R.Shaleem
last update Last Updated: 2024-08-12 16:09:20

---

Di ruang tamu yang luas dengan nuansa klasik, Hadasa duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, Bu Erlangga. Wajah ibunya tampak tegang, dengan sorot mata yang penuh desakan. Sementara itu, Pak Erlangga duduk di kursi sebelah, diam tak bergeming, seperti biasanya.

"Hadasa, kamu harus mempertimbangkan untuk menikah dengan Riz," kata ibunya dengan nada terburu-buru. "Kita butuh dukungan dari keluarganya untuk menyelamatkan bisnis kita. Ini demi kebaikan keluarga."

Hadasa menatap ibunya dengan tajam, hatinya penuh dengan ketidakpercayaan. "Ibu, Riz sudah mengkhianati aku. Dia tidak bisa dipercaya," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengendalikan emosinya.

"Pengkhianatan itu bukan masalah besar jika dibandingkan dengan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarga kita," balas ibunya tanpa ragu. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, yang penting adalah kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga ini."

Hadasa merasakan amarah yang perlahan naik ke dadanya. "Ibu, bagaimana Ibu bisa begitu tega? Aku bukan pion yang bisa dikorbankan demi bisnis keluarga! Lagi pula, mengapa harus aku? Kenapa bukan Eliana yang disuruh menikah dengan Riz? Dia kakakku dan lebih tua dari aku!" serunya, menatap ibunya dengan penuh kekecewaan.

Pak Erlangga yang sejak tadi hanya diam, akhirnya mengangkat wajahnya. Ia menatap Hadasa dengan pandangan tajam. "Eliana tidak akan menikah dengan Riz," ujarnya dengan nada tegas, seolah keputusannya sudah final.

Hadasa menatap ayahnya dengan bingung. "Kenapa, Ayah? Eliana lebih pantas dibandingkan aku! Kalau ini semua demi keluarga, kenapa bukan dia yang melakukannya?"

Pak Erlangga mendesah, dan suaranya berubah menjadi lebih lembut, meski tetap dingin. "Eliana terlalu rapuh. Aku tidak akan membiarkan dia menikah dengan pria seperti Riz, seorang pengkhianat yang tidak bisa dipercaya. Eliana selalu menjadi anak kesayanganku, dan aku tidak akan membiarkan dia menjalani kehidupan yang penuh dengan penderitaan."

Hadasa merasa dadanya sesak mendengar penjelasan ayahnya. "Jadi, Ayah lebih memilih aku untuk menderita, begitu?" suaranya nyaris pecah, penuh dengan rasa sakit yang terpendam.

Ibunya menggeleng, berusaha menenangkan Hadasa, tapi tatapannya tetap keras. "Ini bukan soal siapa yang harus menderita, Hadasa. Ini soal siapa yang paling kuat untuk menghadapi kenyataan. Eliana tidak sekuat kamu. Kamu tahu itu."

Hadasa merasa seolah-olah dikhianati oleh keluarganya sendiri. Dengan napas yang tertahan, ia bangkit dari sofa. "Aku tidak akan menikah dengan Riz, apapun yang terjadi," katanya tegas, memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan itu.

Ibunya tampak ingin berkata sesuatu, tapi Hadasa sudah berbalik, meninggalkan ruang tamu dengan langkah cepat, menyembunyikan air mata yang mulai menggenang di matanya.

Pak Erlangga menatap kepergian putrinya dengan ekspresi datar, namun di balik ketegasan itu, ada sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan. Sementara Bu Erlangga hanya bisa mendesah, menyadari bahwa rencana mereka mungkin tidak akan berjalan seperti yang diharapkan.

---

Setelah Hadasa meninggalkan ruang tamu, Pak Erlangga dan Bu Erlangga saling berpandangan dengan kekhawatiran yang jelas terlihat di wajah mereka. Bu Erlangga mendesah pelan, mencoba menenangkan dirinya sebelum berbicara.

"Kita tidak bisa membiarkan Hadasa begitu saja menolak pernikahan ini," kata Bu Erlangga, suaranya penuh dengan kecemasan. "Riz adalah satu-satunya cara kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga. Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Pak Erlangga menghela napas panjang, matanya tampak menerawang jauh. "Aku tidak tahu, tapi kita harus mencari cara agar dia mau mempertimbangkan hal ini. Mungkin kita bisa mencoba pendekatan yang lebih halus, lebih personal."

Bu Erlangga menggeleng pelan. "Aku sudah mencoba berbicara padanya dengan lembut, tapi dia tetap keras kepala. Mungkin kita bisa melibatkan Eliana? Dia selalu bisa meyakinkan Hadasa untuk melihat hal dari sudut pandang yang berbeda."

Pak Erlangga mengangguk setuju, meskipun ragu. "Tapi Eliana masih di Amerika, menyelesaikan S2-nya. Aku tidak ingin mengganggu studinya dengan masalah ini."

Bu Erlangga mendesah lagi, tatapannya penuh dengan ketegangan. "Eliana adalah satu-satunya yang Hadasa dengarkan. Mungkin jika Eliana yang berbicara padanya, Hadasa akan lebih terbuka untuk mendengarkan. Kita bisa menghubungi Eliana, meminta dia untuk bicara dengan adiknya."

Pak Erlangga merenung sejenak sebelum akhirnya setuju. "Baiklah, kita bisa mencoba. Tapi ingat, ini harus dilakukan dengan hati-hati. Aku tidak ingin Hadasa merasa kita memaksanya terlalu keras. Jika dia merasa terpojok, dia akan semakin menolak."

Bu Erlangga mengangguk, meskipun matanya masih menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. "Kita harus segera melakukan ini. Situasi bisnis semakin mendesak, dan kita tidak punya banyak waktu."

Pak Erlangga diam sejenak, kemudian mengangguk setuju. "Kita akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan bisnis ini, tapi kita juga harus memastikan bahwa kita tidak menghancurkan hubungan kita dengan Hadasa dalam prosesnya."

---

Di kamar tidurnya, Hadasa duduk di dekat jendela, menatap keluar dengan pikiran yang berputar-putar. Ucapan orang tuanya masih terngiang di telinganya, dan hatinya terasa semakin berat.

Sejak kecil, Hadasa selalu merasa menjadi bayangan dari kakaknya, Eliana. Jika Eliana adalah permata yang berharga dalam keluarga, Hadasa merasa dirinya hanyalah batu biasa yang tak dilirik. Eliana selalu mendapatkan yang terbaik—perhatian, kasih sayang, dan segala dukungan yang bisa diberikan orang tua mereka.

Eliana yang diterbangkan ke Amerika untuk melanjutkan studi S2, sementara Hadasa hanya sampai pendidikan S1 di dalam negeri. Meskipun dia juga memiliki mimpi besar, mimpi itu seolah selalu berada di bawah bayang-bayang harapan orang tua mereka terhadap Eliana.

Rasa di-anaktirikan itulah yang mendorong Hadasa untuk menjauh dari perusahaan keluarga dan memilih bekerja di DawnTech Industries, tempat yang memberinya kesempatan untuk membuktikan dirinya sendiri tanpa embel-embel nama besar keluarga Erlangga.

Namun, meskipun sudah berusaha keras untuk menemukan jalannya sendiri, rasa sakit karena selalu dinomorduakan itu tak pernah benar-benar hilang. Sekarang, orang tuanya meminta dia untuk mengorbankan kebahagiaannya demi menyelamatkan bisnis keluarga. Hadasa merasa seolah-olah mereka hanya melihatnya sebagai alat untuk mencapai tujuan, bukan sebagai putri yang pantas mendapatkan cinta dan dukungan yang tulus.

Air mata menggenang di mata Hadasa saat dia merenungkan semua ini. Kenyataan bahwa orang tuanya lebih peduli pada bisnis daripada kebahagiaannya sendiri membuat luka lama itu terbuka kembali, semakin dalam dan semakin menyakitkan. Mereka mengorbankan dirinya, sementara sang kakak begitu di jaga agar tak terluka.

Eliana yang cantik, Eliana yang seperti peri, Eliana yang rapuh. Kakaknya adalah mutiara keluarga yang berharga. Dia seperti ditakdirkan terlahir untuk di cintai orang orang di sekelilingnya.

Hadasa menoleh pada pigura yang menempel di dinding kamarnya, di sana ada dirinya dan Eliana yang saat itu baru berusia enam belas tahun, sang kakak memeluk lehernya dan tersenyum lebar, terlihat begitu sempurna dan cantik.

Tanpa terasa, airmata pun kembali menggenang di pipinya.

Related chapters

  • Kekasih Sang CEO   Bujukan

    --- Di sebuah kamar hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Riz dan Azalea terbaring di ranjang besar dengan lampu temaram yang menyinari suasana intim mereka. Suara bisikan lembut dan tawa ringan mengisi ruang, menandakan kemesraan yang sedang berlangsung. Azalea, dengan mata yang bersinar penuh hasrat, memandang Riz dengan penuh perhatian. “Kau benar-benar membuat malam ini istimewa,” bisiknya sambil mengelus rambut Riz. “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Riz tersenyum tipis, tetapi pikirannya terasa terjaga dari suasana romantis yang ada. “Aku senang kau menikmatinya,” jawabnya dengan nada datar, meskipun senyumnya tampak dipaksakan. Namun, meski mulutnya mengatakan satu hal, pikirannya terus melayang pada Hadasa. Azalea adalah wanita yang manja dan selalu membuat hatinya terasa memiliki warna dan dibutuhkan. wanita itu, yang ia temui kembali setelah dua tahun berpacaran dengan Hadasa, memiliki cara yang lembut dan memanjakan yang tidak per

    Last Updated : 2024-08-13
  • Kekasih Sang CEO   A Woman Named Ana

    Di sebuah restoran hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Arjun Vikram dan Hadasa dari DawnTech Industries, duduk bersama beberapa eksekutif terkemuka. Di sekeliling meja terdapat Rakesh Sharma dari Surya Group, Amit Rao dari Triad Tech, dan Priya Verma dari Zenith Capital. Mereka adalah para eksekutif yang disamping bekerjasama juga merupakan sahabat. Hadasa, analis Vikram Holdings, juga turut hadir, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun penuh perhatian. Mereka sedang mendiskusikan proyek besar yang melibatkan kolaborasi lintas perusahaan. "Jadi, Arjun,"Rakesh Sharma membuka pembicaraan dengan nada ingin tahu, "kami mendengar Vikram Holdings telah membuat terobosan baru dalam teknologi pengolahan data. Bagaimana dengan proyek kolaborasi kita? Aku ingin tahu lebih dalam tentang analisis yang Hadasa dan timnya kerjakan."* Arjun menatap Hadasa sejenak sebelum menjawab, "Tentu, Rakesh. Tim kami, dengan bantuan Hadasa, telah mengembangkan algoritma yan

    Last Updated : 2024-08-15
  • Kekasih Sang CEO   Sebuah Kenyataan

    "Apa yang kamu lakukan?" Hadasa merasa darahnya mendidih saat melihat pemandangan di depannya. Riz, kekasihnya yang selama ini dia bangga-banggakan, sedang mengelus kepala Azalea dengan lembut—gerakan yang sama yang dilakukannya pada Hadasa yang selalu membuat ia merasa istimewa. Hatinya retak. Dadanya mendadak sesak. Riz menoleh ke arahnya dengan ekspresi kaget dan sedikit bingung. Tanpa berpikir panjang, Hadasa melangkah maju dan menampar Riz dengan keras. Suara tamparan itu menggema di taman panti asuhan Bunga Lotus, mewakili rasa sakit dan cemburu yang di rasakannya “Brengs*k!” teriaknya dengan suara bergetar oleh emosi. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Selama ini aku tertipu oleh sikap baikmu," Hadasa termundur, "Kamu benar-benar jahat padaku, Riz ..." Riz terperangah, memegang pipinya yang memerah. Azalea pun terkejut, langkahnya mundur beberapa langkah menjauh dari mereka. “Hadasa, tenang dulu! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” ujar Riz pula. “Untuk

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Melampaui Batasan

    Hadasa duduk sendirian di meja pojok bar Midnight Haven, tempat yang dikenal dengan suasana temaram dan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Minuman keras di depannya, segelas martini hijau dengan zaitun di dalamnya, menggoda dengan warna cerahnya. Tapi, Hadasa tidak benar-benar melihatnya; matanya menatap kosong ke arah meja.Dia telah meneguk martini ketiganya, dan pengaruh alkohol mulai terasa lebih kuat. Pandangannya menjadi kabur, dan suasana bar seakan bergetar di sekelilingnya. Hadasa tahu bahwa ini bukanlah ide yang baik, namun emosi dan alkohol membuatnya sulit berpikir jernih. Dia bergegas bangkit dengan terburu-buru dan terhuyung, namun langkahnya tidak stabil. Tanpa disengaja, dia menabrak seseorang yang melintas di sampingnya, dan martini yang dipegang pria itu tumpah, menetes di lantai dan menodai pakaian gelapnya.Pria itu menoleh dengan tatapan dingin dan penuh kejutan. Wajahnya tampan dan tegas, dengan mata hitam yang tajam dan penuh intensitas. Dia meng

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Pertemuan Tak Terduga

    Hari itu, Hadasa merasa berat untuk bangkit dari tempat tidurnya. Pagi ini terasa sangat sulit setelah malam yang penuh kekacauan. Dalam keadaan masih pusing dan penuh rasa malu, Hadasa menyelesaikan rutinitas paginya di apartemen dengan cepat, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menyelimutinya, dan gegas menuju kantor.Hadasa bekerja sebagai analis riset pasar di DawnTech Industries, sebuah perusahaan teknologi yang dikenal dengan inovasi perangkat lunak dan solusi TI terdepan. Pekerjaannya melibatkan analisis data pasar, tren industri, dan memberikan wawasan strategis untuk membantu perusahaan dalam pengembangan produk dan strategi pemasaran. Sebagai salah satu anggota kunci tim analisis, Hadasa sering terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan berhubungan langsung dengan berbagai departemen untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data.Saat Hadasa tiba di kantor, suasana tampak berbeda. Para rekan kerja berkumpul di area pantry, berbicara dengan penuh antusiasme. H

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Hukuman dari Sang CEO

    Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak. Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat. "Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya." Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini. "Ada yang ingin saya bicara

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Lembur

    Hadasa menatap layar komputernya dengan perasaan campur aduk. Arjun baru saja memberinya setumpuk data untuk dianalisis, dan itu bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebagai analis riset pasar, tugas itu memang bagian dari pekerjaannya, tetapi volume kali ini terasa sangat berlebihan. Dia menghela napas dalam-dalam, memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya.Lisa, teman satu timnya, melongok ke ruang kerja Hadasa, melihat tumpukan dokumen di mejanya. "Das, kamu masih harus menyelesaikan semua ini?" tanyanya dengan nada prihatin.Hadasa tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. "Iya, kelihatannya aku akan lembur malam ini. Kamu sendiri sudah selesai?"Lisa mengangguk. "Iya, aku sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Cuaca di luar juga kelihatannya semakin buruk. Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri."Hadasa mengangguk, tetapi di dalam hati dia tahu bahwa istirahat bukanlah pilihan malam ini. "K

    Last Updated : 2024-08-03
  • Kekasih Sang CEO   Secuil Masa Lalu

    Pagi itu, kantor masih sepi ketika Hadasa tiba lebih awal dari biasanya. Setelah kejadian mati lampu malam itu, dia merasa perlu menjaga jarak dari Arjun. Namun, semakin dia mencoba menghindari pria itu, semakin sering dia merasa Arjun selalu ada di sekitarnya—di lorong, di ruang kopi, bahkan di lift. Seolah-olah takdir mempermainkan mereka.Sambil mengerjakan tugas di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arjun:> *Datang ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan.*Jantung Hadasa berdegup kencang. Dia menatap pesan itu beberapa saat, merasakan campuran antara rasa takut dan penasaran. Dengan langkah ragu, dia akhirnya menuju ke ruang kerja Arjun. Pintu terbuka saat dia mengetuk, dan suara tegas Arjun menyambutnya."Masuk, Hadasa," ujar Arjun dari balik mejanya, matanya masih terpaku pada dokumen yang sedang dibacanya. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tak bisa diabaikan.Hadasa melangkah masuk, berdiri dengan gelisah di depan mejanya. "Ada yang bisa saya bantu,

    Last Updated : 2024-08-11

Latest chapter

  • Kekasih Sang CEO   A Woman Named Ana

    Di sebuah restoran hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Arjun Vikram dan Hadasa dari DawnTech Industries, duduk bersama beberapa eksekutif terkemuka. Di sekeliling meja terdapat Rakesh Sharma dari Surya Group, Amit Rao dari Triad Tech, dan Priya Verma dari Zenith Capital. Mereka adalah para eksekutif yang disamping bekerjasama juga merupakan sahabat. Hadasa, analis Vikram Holdings, juga turut hadir, duduk di ujung meja dengan sikap tenang namun penuh perhatian. Mereka sedang mendiskusikan proyek besar yang melibatkan kolaborasi lintas perusahaan. "Jadi, Arjun,"Rakesh Sharma membuka pembicaraan dengan nada ingin tahu, "kami mendengar Vikram Holdings telah membuat terobosan baru dalam teknologi pengolahan data. Bagaimana dengan proyek kolaborasi kita? Aku ingin tahu lebih dalam tentang analisis yang Hadasa dan timnya kerjakan."* Arjun menatap Hadasa sejenak sebelum menjawab, "Tentu, Rakesh. Tim kami, dengan bantuan Hadasa, telah mengembangkan algoritma yan

  • Kekasih Sang CEO   Bujukan

    --- Di sebuah kamar hotel mewah yang terletak di puncak gedung pencakar langit, Riz dan Azalea terbaring di ranjang besar dengan lampu temaram yang menyinari suasana intim mereka. Suara bisikan lembut dan tawa ringan mengisi ruang, menandakan kemesraan yang sedang berlangsung. Azalea, dengan mata yang bersinar penuh hasrat, memandang Riz dengan penuh perhatian. “Kau benar-benar membuat malam ini istimewa,” bisiknya sambil mengelus rambut Riz. “Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.” Riz tersenyum tipis, tetapi pikirannya terasa terjaga dari suasana romantis yang ada. “Aku senang kau menikmatinya,” jawabnya dengan nada datar, meskipun senyumnya tampak dipaksakan. Namun, meski mulutnya mengatakan satu hal, pikirannya terus melayang pada Hadasa. Azalea adalah wanita yang manja dan selalu membuat hatinya terasa memiliki warna dan dibutuhkan. wanita itu, yang ia temui kembali setelah dua tahun berpacaran dengan Hadasa, memiliki cara yang lembut dan memanjakan yang tidak per

  • Kekasih Sang CEO   Paksaan

    --- Di ruang tamu yang luas dengan nuansa klasik, Hadasa duduk di sofa berhadapan dengan ibunya, Bu Erlangga. Wajah ibunya tampak tegang, dengan sorot mata yang penuh desakan. Sementara itu, Pak Erlangga duduk di kursi sebelah, diam tak bergeming, seperti biasanya. "Hadasa, kamu harus mempertimbangkan untuk menikah dengan Riz," kata ibunya dengan nada terburu-buru. "Kita butuh dukungan dari keluarganya untuk menyelamatkan bisnis kita. Ini demi kebaikan keluarga." Hadasa menatap ibunya dengan tajam, hatinya penuh dengan ketidakpercayaan. "Ibu, Riz sudah mengkhianati aku. Dia tidak bisa dipercaya," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengendalikan emosinya. "Pengkhianatan itu bukan masalah besar jika dibandingkan dengan apa yang bisa dia lakukan untuk keluarga kita," balas ibunya tanpa ragu. "Aku tidak peduli apa yang dia lakukan, yang penting adalah kita bisa menyelamatkan bisnis keluarga ini." Hadasa merasakan amarah yang perlahan naik ke dadanya. "Ibu, bagaimana Ibu

  • Kekasih Sang CEO   Secuil Masa Lalu

    Pagi itu, kantor masih sepi ketika Hadasa tiba lebih awal dari biasanya. Setelah kejadian mati lampu malam itu, dia merasa perlu menjaga jarak dari Arjun. Namun, semakin dia mencoba menghindari pria itu, semakin sering dia merasa Arjun selalu ada di sekitarnya—di lorong, di ruang kopi, bahkan di lift. Seolah-olah takdir mempermainkan mereka.Sambil mengerjakan tugas di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arjun:> *Datang ke ruanganku. Ada yang ingin kubicarakan.*Jantung Hadasa berdegup kencang. Dia menatap pesan itu beberapa saat, merasakan campuran antara rasa takut dan penasaran. Dengan langkah ragu, dia akhirnya menuju ke ruang kerja Arjun. Pintu terbuka saat dia mengetuk, dan suara tegas Arjun menyambutnya."Masuk, Hadasa," ujar Arjun dari balik mejanya, matanya masih terpaku pada dokumen yang sedang dibacanya. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tak bisa diabaikan.Hadasa melangkah masuk, berdiri dengan gelisah di depan mejanya. "Ada yang bisa saya bantu,

  • Kekasih Sang CEO   Lembur

    Hadasa menatap layar komputernya dengan perasaan campur aduk. Arjun baru saja memberinya setumpuk data untuk dianalisis, dan itu bukanlah pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebagai analis riset pasar, tugas itu memang bagian dari pekerjaannya, tetapi volume kali ini terasa sangat berlebihan. Dia menghela napas dalam-dalam, memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya.Lisa, teman satu timnya, melongok ke ruang kerja Hadasa, melihat tumpukan dokumen di mejanya. "Das, kamu masih harus menyelesaikan semua ini?" tanyanya dengan nada prihatin.Hadasa tersenyum lemah, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. "Iya, kelihatannya aku akan lembur malam ini. Kamu sendiri sudah selesai?"Lisa mengangguk. "Iya, aku sudah selesai. Aku mau pulang sekarang. Cuaca di luar juga kelihatannya semakin buruk. Jangan lupa istirahat, ya. Jangan terlalu memaksakan diri."Hadasa mengangguk, tetapi di dalam hati dia tahu bahwa istirahat bukanlah pilihan malam ini. "K

  • Kekasih Sang CEO   Hukuman dari Sang CEO

    Hadasa mengetuk pintu ruangan CEO dengan tangan gemetar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk tentang apa yang akan terjadi. Setelah kejadian di ruang rapat tadi, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk menghindari situasi ini lebih lama lagi. Pintu terbuka, dan dia melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang meskipun dadanya terasa sesak. Arjun berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan terlipat di belakang punggung. Sosoknya tampak begitu berbeda dari pria yang Hadasa temui di malam itu—lebih dingin, lebih mengancam. Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki Hadasa yang terasa berat. "Masuk," ucap Arjun dengan nada datar, tanpa berbalik. "Tutup pintunya." Hadasa menuruti perintahnya, menutup pintu dengan pelan, dan berdiri canggung di dekat meja. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan penasaran, terutama karena dia tidak tahu apa yang ada di benak Arjun saat ini. "Ada yang ingin saya bicara

  • Kekasih Sang CEO   Pertemuan Tak Terduga

    Hari itu, Hadasa merasa berat untuk bangkit dari tempat tidurnya. Pagi ini terasa sangat sulit setelah malam yang penuh kekacauan. Dalam keadaan masih pusing dan penuh rasa malu, Hadasa menyelesaikan rutinitas paginya di apartemen dengan cepat, berusaha mengabaikan rasa sakit yang menyelimutinya, dan gegas menuju kantor.Hadasa bekerja sebagai analis riset pasar di DawnTech Industries, sebuah perusahaan teknologi yang dikenal dengan inovasi perangkat lunak dan solusi TI terdepan. Pekerjaannya melibatkan analisis data pasar, tren industri, dan memberikan wawasan strategis untuk membantu perusahaan dalam pengembangan produk dan strategi pemasaran. Sebagai salah satu anggota kunci tim analisis, Hadasa sering terlibat dalam pertemuan-pertemuan penting dan berhubungan langsung dengan berbagai departemen untuk mendukung pengambilan keputusan yang berbasis data.Saat Hadasa tiba di kantor, suasana tampak berbeda. Para rekan kerja berkumpul di area pantry, berbicara dengan penuh antusiasme. H

  • Kekasih Sang CEO   Melampaui Batasan

    Hadasa duduk sendirian di meja pojok bar Midnight Haven, tempat yang dikenal dengan suasana temaram dan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Minuman keras di depannya, segelas martini hijau dengan zaitun di dalamnya, menggoda dengan warna cerahnya. Tapi, Hadasa tidak benar-benar melihatnya; matanya menatap kosong ke arah meja.Dia telah meneguk martini ketiganya, dan pengaruh alkohol mulai terasa lebih kuat. Pandangannya menjadi kabur, dan suasana bar seakan bergetar di sekelilingnya. Hadasa tahu bahwa ini bukanlah ide yang baik, namun emosi dan alkohol membuatnya sulit berpikir jernih. Dia bergegas bangkit dengan terburu-buru dan terhuyung, namun langkahnya tidak stabil. Tanpa disengaja, dia menabrak seseorang yang melintas di sampingnya, dan martini yang dipegang pria itu tumpah, menetes di lantai dan menodai pakaian gelapnya.Pria itu menoleh dengan tatapan dingin dan penuh kejutan. Wajahnya tampan dan tegas, dengan mata hitam yang tajam dan penuh intensitas. Dia meng

  • Kekasih Sang CEO   Sebuah Kenyataan

    "Apa yang kamu lakukan?" Hadasa merasa darahnya mendidih saat melihat pemandangan di depannya. Riz, kekasihnya yang selama ini dia bangga-banggakan, sedang mengelus kepala Azalea dengan lembut—gerakan yang sama yang dilakukannya pada Hadasa yang selalu membuat ia merasa istimewa. Hatinya retak. Dadanya mendadak sesak. Riz menoleh ke arahnya dengan ekspresi kaget dan sedikit bingung. Tanpa berpikir panjang, Hadasa melangkah maju dan menampar Riz dengan keras. Suara tamparan itu menggema di taman panti asuhan Bunga Lotus, mewakili rasa sakit dan cemburu yang di rasakannya “Brengs*k!” teriaknya dengan suara bergetar oleh emosi. “Ternyata kamu sama saja seperti laki-laki lain. Selama ini aku tertipu oleh sikap baikmu," Hadasa termundur, "Kamu benar-benar jahat padaku, Riz ..." Riz terperangah, memegang pipinya yang memerah. Azalea pun terkejut, langkahnya mundur beberapa langkah menjauh dari mereka. “Hadasa, tenang dulu! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” ujar Riz pula. “Untuk

DMCA.com Protection Status