Hari itu, Rizki dapat dikatakan menghabiskan sarapan dengan wajah yang sangat suram.Karena Rizki memunggungi mereka, para pelayan tidak dapat melihat ekspresinya. Jadi mereka hanya bisa mengamati interaksi mesra kedua orang itu dari belakang, mengira bahwa tuan dan nyonya mereka sudah berbaikan.Setelah sarapan, Alya tidak pergi ke kantor karena sudah mengambil cuti. Jadi, setiap hari dia pergi ke sanatorium untuk menemani sang nenek.Selama beberapa hari berturut-turut, suasana hati Wulan membaik.Akhir-akhir ini, suasana hati Alya pun juga menjadi cukup tenang.Semua tampak berjalan sesuai dengan harapannya, 3-4 hari dari waktu setengah bulan dengan cepat berlalu.Terkadang saat sedang sendiri, Alya akan mengelus perut kecilnya dengan lembut.Pola pikirnya sudah benar-benar berubah.Saat dia pertama kali mengetahui kehamilannya, dia tidak tahu harus apa dengan anak ini. Namun, seiring berjalannya waktu, Alya makin dapat merasakan bahwa anak di dalam perutnya ini adalah bagian dari d
Alya sedang tidak ingin dan hanya tersenyum kecil. "Aku nggak perlu, terima kasih."Penolakannya membuat pria itu kaget. Hana pun segera berkata, "Anton, tolong buatkan dia segelas susu hangat."Pria bernama Anton itu cepat-cepat mengangguk. "Oke, akan aku buatkan dulu. Kalian mengobrol saja."Sebelum pergi, Anton sekali lagi melirik Alya.Hana menyadari tindakan kecil itu. Setelah Anton pergi, dia tersenyum pada Alya dan berkata, "Kamu datang, ayo duduklah."Alya melirik Hana lalu duduk di depannya.Hana melihat pakaian Alya, mengamatinya sambil berkata, "Anton Setiawan adalah teman yang aku kenal saat di luar negeri. Dia orang yang suka berterus terang. Setelah kembali, dia membuka kafe ini. Meskipun dia nggak memiliki ambisi yang terlalu tinggi, dia menjalani hari-harinya dengan sangat nyaman. Dia seseorang yang menganggap serius suatu hubungan, dia juga akan memperlakukan pacarnya dengan sangat lembut."Sampai di sini, Hana terdiam sejenak dan berkata dengan hati-hati, "Setelah kam
Alya tidak perlu berada di posisi Hana untuk tahu bahwa hal ini tidak bisa diterima.Namun, dia adalah Alya Kartika, bukan Hana Adelia.Dia hanya bisa memikirkan masalah ini dari sudut pandangnya sendiri."Sayangnya aku bukan orang yang sebaik itu, aku juga nggak rela berkorban. Anak ini berada di dalam tubuhku. Mau dilahirkan atau diaborsi, semuanya terserah padaku. Kecuali aku, nggak ada yang bisa memutuskan hidup dan mati anakku.""Kamu ....""Kalau kamu ingin aku membalas budi, boleh. Untuk hal-hal lain yang bisa aku bantu, kamu bisa menyuruhku dan aku akan melakukannya. Tapi untuk hal yang satu ini, aku nggak bisa."Bayinya adalah keluarganya. Dia sendiri bahkan enggan mengaborsinya, bagaimana bisa orang lain memutuskan hidup dan mati bayinya?"Kalau aku menyuruhmu, kamu akan melakukannya?""Ya, selama itu nggak berlebihan."Utang budi harus dibalas, tetapi bila permintaannya sudah kelewatan, maka mempertimbangkannya pun Alya tidak mau.Hana pun termenung.Sebenarnya sebelum datan
Pemandangan beberapa tahun yang lalu lagi-lagi terlintas di matanya, itu adalah pemandangan Alya yang melompat ke sungai.Jelas-jelas ... itu sangat berbahaya.Namun, saat melompat, wajah Alya sama sekali tidak menunjukkan keraguan. Tidak seperti dirinya. Saat itu Hana hanya bisa panik, pikirannya kacau dan tak tahu harus berbuat apa.Setiap malam di dalam mimpinya, saraf-sarafnya dilahap oleh kegelapan. Pemandangan itu dengan jelas membandingkan dirinya dengan Alya.Di depan orang-orang, Hana menerima pujian karena telah mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Rizki.Namun, di belakang itu semua, Hana hanyalah seorang badut yang dibandingkan dengan Alya. Karena Alya telah menyelamatkan Rizki tanpa pamrih, maka Hana terlihat makin tercela karena telah merampas semua penghargaan itu darinya.Orang-orang mengira Hana adalah orang yang polos dan baik hati, tetapi sebenarnya ....Jangan dipikirkan, jangan dipikirkan.Kejadian itu sudah berlalu. Sekarang semua orang tahu bahwa dialah pen
Alya terdiam.Hana yang duduk di seberang dapat merasakan jantungnya berdegap kencang. Namun dari luar, dia berpura-pura tenang.Dia juga tidak tahu apakah penjelasannya barusan dapat mengintimidasi Alya.Dia tidak begitu mengenal Alya. Namun satu hal yang dia ketahui tentangnya adalah, Alya memiliki ambisi yang tinggi.Jadi Hana hanya bisa melakukannya dengan cara ini dan mengambil risiko.Melihatnya enggan berbicara, tangan Hana yang berada di bawah meja pun mulai berkeringat. Dia memaksa untuk tersenyum dan berkata, "Kenapa? Apa kamu nggak setuju?"Mendengar ini, Alya meliriknya dengan santai dan bertanya, "Kenapa kamu terlihat sangat gugup?""Gugup dari mana? Aku hanya ...."Ditanya oleh Alya seperti itu, Hana hampir mengungkapkan niat aslinya. Dia cepat-cepat menginjak rem mulutnya dan berkata dengan lembut, "Baiklah, pikirkan saja pelan-pelan."Saat ini, Hana benar-benar berharap Alya akan bertindak cepat seperti yang dia katakan sebelumnya. Bukankah itu lebih bagus?Namun, Alya
Mendengarnya, Alya tersenyum dan berkata, "Begitukah? Kalau begitu apa yang kamu takutkan?""Takutkan?" Hana tidak begitu mengerti maksudnya."Bukankah kamu penyelamat hidupnya? Kamu kurang percaya diri dengannya, jadi kamu memintaku untuk menandatangani perjanjian ini."Mendengar ini, sekilas wajah Hana tampak garang.Mendengarnya membicarakan utang budi Rizki, Hana merasa sangat sial. Setiap Alya membicarakan hal tersebut, dia takut tiba-tiba ingatan Alya yang hilang akan kembali.Mungkin karena menahan amarahnya, wajah Hana yang biasanya tampak tenang dan cantik pun sedikit berubah. "Kalau bukan karena kamu yang bersikeras ingin mempertahankan anak itu, apa aku perlu menyiapkan perjanjian ini?"Setelah itu, Hana kembali memasang penampilannya yang lembut dan berkata pada Alya, "Pokoknya, percaya saja padaku. Aku nggak akan menipumu."Hari ini Alya tidak menyangka akan melihat perubahan yang begitu dramatis.Dia belum pernah melihatnya. Setelah melihatnya, dia sungguh merasa takjub.
Setelah mengatakan itu, Alya pun tidak ingin membuang lebih banyak waktu lagi dengannya. Dia merapikan barang-barangnya dan segera pergi dari kafe tersebut.Dia tidak menyadari bahwa begitu dia pergi, pria yang bernama Anton tadi kembali duduk di depan Hana dan mulai menanyakan informasi mengenai dirinya.Setelah meninggalkan kafe, Alya tidak langsung pulang. Dia berdiri di tepi jalan dan memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang. Beban yang selama ini memberati hatinya akhirnya menghilang.Dia pun tidak bisa menahan dirinya dan mengeluarkan ponsel untuk menelepon ayahnya. Dia tidak sabar untuk mengabarkan bahwa dia telah melunasi utang budinya.Namun, teleponnya tidak juga diangkat oleh sang ayah.Alya melirik jamnya, lalu menduga bahwa ayahnya mungkin sedang sibuk bekerja. Jadi, dia pun tidak menelepon lagi.Alya menghabiskan sisa hari itu di sanatorium untuk menemani sang nenek.Karena pertemuan dengan Hana tadi, Alya jadi terlambat datang. Dia tiba di sanatorium lebih telat dari
Tak lama setelah pesan itu dikirim, Rizki sudah membalasnya lagi: "Siang ini aku ke sana."Alya agak kaget dengan balasan Rizki. Dia pun bertanya: "Kantor nggak sibuk?"Rizki menjawab: "Sibuk, sekarang aku masih rapat. Aku akan meluangkan waktu untuk pergi."Melihat ini, Alya tidak berkata apa-apa lagi dan hanya membalas: "Oke."Pria itu meluangkan waktu dari pekerjaan untuk mengunjungi neneknya di sanatorium, tidak ada lagi yang perlu Alya katakan....Sebuah rapat akhirnya selesai.Setelah menghabiskan berjam-jam di ruang rapat, para eksekutif yang mendengar mulut tajam Rizki melangkah keluar dengan wajah pucat. Semua orang saling memandang dengan suram.Kemudian, mereka saling menggelengkan kepala, menghela napas, lalu pergi.Rizki meluruskan dasinya dan mengecek waktu di jam tangannya.Jika saat ini dia pergi ke sanatorium, waktunya seharusnya cukup.Dengan wajah datar Rizki pun keluar dari ruang rapat.Sebuah sosok bergaun putih dengan rambut panjang tergerai, tiba-tiba melangkah