"Ya, gencatan senjata."Alya dengan lembut menganggukkan kepalanya. "Bisakah kita kembali seperti dulu?"Kembali seperti dulu?Hati Rizki melompat kegirangan mendengar perkataan itu. Dia sendiri tidak menyadarinya, dia sedikit tergagap ketika berkata, "Kamu, maksudmu ...."Alya meliriknya, lalu menunduk dan berkata dengan serius, "Dalam perjalan pulang, aku sudah memikirkannya dengan sungguh-sungguh. Sekarang emosi Nenek tampak stabil, perubahan-perubahan kecil itu sepertinya nggak akan menjadi masalah. Tapi karena operasinya tinggal setengah bulan lagi, saat ini kita nggak perlu lagi berdebat. Nantinya, jangan sampai Nenek melihat tanda-tanda yang dapat memengaruhi kondisinya."Sampai di sini, Rizki tampaknya memahami sesuatu."Jadi maksudmu ....""Apa kamu belum mengerti maksudku? Sekarang adalah saat yang kritis, jadi kita harus bekerja sama dengan baik. Setelah setengah bulan, kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau. Nggak ada siapa pun, juga apa pun, yang bisa menghalangimu."Al
Setelah bangun tidur, Alya melakukan rutinitasnya membersihkan diri. Saat melihat Rizki memakai baju, Alya pun menghampirinya untuk membantunya mengikat dasi.Bagian bawah mata Rizki tampak hitam. Kemarin malam orang di sampingnya tidur dengan nyenyak, tetapi dia sendiri dapat dikatakan tidak tidur. Setelah susah payah menunggu langit menjadi lebih terang, dia akhirnya agak mengantuk.Setelah tertidur sebentar, dia mendengar suara seseorang terbangun di sampingnya.Tidak bisa tidur, Rizki pun memutuskan untuk bangun juga.Karena kurang tidur, ditambah dengan reaksi Alya yang membuatnya tak bisa berkata-kata, dia tidak bisa melampiaskan kekesalan yang dirasakannya. Jadi Rizki memakai bajunya dengan agak kasar, dia bahkan menjadi lebih tidak sabar saat mengikat dasinya. Jelas, dia sedang tidak memiliki kesabaran.Namun, siapa sangka, saat ini wanita itu datang menghampirinya dan membantunya mengikat dasi."Biar aku saja," ucap Alya dengan lembut.Mendengar ini, Rizki menurunkan pandangan
Hari itu, Rizki dapat dikatakan menghabiskan sarapan dengan wajah yang sangat suram.Karena Rizki memunggungi mereka, para pelayan tidak dapat melihat ekspresinya. Jadi mereka hanya bisa mengamati interaksi mesra kedua orang itu dari belakang, mengira bahwa tuan dan nyonya mereka sudah berbaikan.Setelah sarapan, Alya tidak pergi ke kantor karena sudah mengambil cuti. Jadi, setiap hari dia pergi ke sanatorium untuk menemani sang nenek.Selama beberapa hari berturut-turut, suasana hati Wulan membaik.Akhir-akhir ini, suasana hati Alya pun juga menjadi cukup tenang.Semua tampak berjalan sesuai dengan harapannya, 3-4 hari dari waktu setengah bulan dengan cepat berlalu.Terkadang saat sedang sendiri, Alya akan mengelus perut kecilnya dengan lembut.Pola pikirnya sudah benar-benar berubah.Saat dia pertama kali mengetahui kehamilannya, dia tidak tahu harus apa dengan anak ini. Namun, seiring berjalannya waktu, Alya makin dapat merasakan bahwa anak di dalam perutnya ini adalah bagian dari d
Alya sedang tidak ingin dan hanya tersenyum kecil. "Aku nggak perlu, terima kasih."Penolakannya membuat pria itu kaget. Hana pun segera berkata, "Anton, tolong buatkan dia segelas susu hangat."Pria bernama Anton itu cepat-cepat mengangguk. "Oke, akan aku buatkan dulu. Kalian mengobrol saja."Sebelum pergi, Anton sekali lagi melirik Alya.Hana menyadari tindakan kecil itu. Setelah Anton pergi, dia tersenyum pada Alya dan berkata, "Kamu datang, ayo duduklah."Alya melirik Hana lalu duduk di depannya.Hana melihat pakaian Alya, mengamatinya sambil berkata, "Anton Setiawan adalah teman yang aku kenal saat di luar negeri. Dia orang yang suka berterus terang. Setelah kembali, dia membuka kafe ini. Meskipun dia nggak memiliki ambisi yang terlalu tinggi, dia menjalani hari-harinya dengan sangat nyaman. Dia seseorang yang menganggap serius suatu hubungan, dia juga akan memperlakukan pacarnya dengan sangat lembut."Sampai di sini, Hana terdiam sejenak dan berkata dengan hati-hati, "Setelah kam
Alya tidak perlu berada di posisi Hana untuk tahu bahwa hal ini tidak bisa diterima.Namun, dia adalah Alya Kartika, bukan Hana Adelia.Dia hanya bisa memikirkan masalah ini dari sudut pandangnya sendiri."Sayangnya aku bukan orang yang sebaik itu, aku juga nggak rela berkorban. Anak ini berada di dalam tubuhku. Mau dilahirkan atau diaborsi, semuanya terserah padaku. Kecuali aku, nggak ada yang bisa memutuskan hidup dan mati anakku.""Kamu ....""Kalau kamu ingin aku membalas budi, boleh. Untuk hal-hal lain yang bisa aku bantu, kamu bisa menyuruhku dan aku akan melakukannya. Tapi untuk hal yang satu ini, aku nggak bisa."Bayinya adalah keluarganya. Dia sendiri bahkan enggan mengaborsinya, bagaimana bisa orang lain memutuskan hidup dan mati bayinya?"Kalau aku menyuruhmu, kamu akan melakukannya?""Ya, selama itu nggak berlebihan."Utang budi harus dibalas, tetapi bila permintaannya sudah kelewatan, maka mempertimbangkannya pun Alya tidak mau.Hana pun termenung.Sebenarnya sebelum datan
Pemandangan beberapa tahun yang lalu lagi-lagi terlintas di matanya, itu adalah pemandangan Alya yang melompat ke sungai.Jelas-jelas ... itu sangat berbahaya.Namun, saat melompat, wajah Alya sama sekali tidak menunjukkan keraguan. Tidak seperti dirinya. Saat itu Hana hanya bisa panik, pikirannya kacau dan tak tahu harus berbuat apa.Setiap malam di dalam mimpinya, saraf-sarafnya dilahap oleh kegelapan. Pemandangan itu dengan jelas membandingkan dirinya dengan Alya.Di depan orang-orang, Hana menerima pujian karena telah mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Rizki.Namun, di belakang itu semua, Hana hanyalah seorang badut yang dibandingkan dengan Alya. Karena Alya telah menyelamatkan Rizki tanpa pamrih, maka Hana terlihat makin tercela karena telah merampas semua penghargaan itu darinya.Orang-orang mengira Hana adalah orang yang polos dan baik hati, tetapi sebenarnya ....Jangan dipikirkan, jangan dipikirkan.Kejadian itu sudah berlalu. Sekarang semua orang tahu bahwa dialah pen
Alya terdiam.Hana yang duduk di seberang dapat merasakan jantungnya berdegap kencang. Namun dari luar, dia berpura-pura tenang.Dia juga tidak tahu apakah penjelasannya barusan dapat mengintimidasi Alya.Dia tidak begitu mengenal Alya. Namun satu hal yang dia ketahui tentangnya adalah, Alya memiliki ambisi yang tinggi.Jadi Hana hanya bisa melakukannya dengan cara ini dan mengambil risiko.Melihatnya enggan berbicara, tangan Hana yang berada di bawah meja pun mulai berkeringat. Dia memaksa untuk tersenyum dan berkata, "Kenapa? Apa kamu nggak setuju?"Mendengar ini, Alya meliriknya dengan santai dan bertanya, "Kenapa kamu terlihat sangat gugup?""Gugup dari mana? Aku hanya ...."Ditanya oleh Alya seperti itu, Hana hampir mengungkapkan niat aslinya. Dia cepat-cepat menginjak rem mulutnya dan berkata dengan lembut, "Baiklah, pikirkan saja pelan-pelan."Saat ini, Hana benar-benar berharap Alya akan bertindak cepat seperti yang dia katakan sebelumnya. Bukankah itu lebih bagus?Namun, Alya
Mendengarnya, Alya tersenyum dan berkata, "Begitukah? Kalau begitu apa yang kamu takutkan?""Takutkan?" Hana tidak begitu mengerti maksudnya."Bukankah kamu penyelamat hidupnya? Kamu kurang percaya diri dengannya, jadi kamu memintaku untuk menandatangani perjanjian ini."Mendengar ini, sekilas wajah Hana tampak garang.Mendengarnya membicarakan utang budi Rizki, Hana merasa sangat sial. Setiap Alya membicarakan hal tersebut, dia takut tiba-tiba ingatan Alya yang hilang akan kembali.Mungkin karena menahan amarahnya, wajah Hana yang biasanya tampak tenang dan cantik pun sedikit berubah. "Kalau bukan karena kamu yang bersikeras ingin mempertahankan anak itu, apa aku perlu menyiapkan perjanjian ini?"Setelah itu, Hana kembali memasang penampilannya yang lembut dan berkata pada Alya, "Pokoknya, percaya saja padaku. Aku nggak akan menipumu."Hari ini Alya tidak menyangka akan melihat perubahan yang begitu dramatis.Dia belum pernah melihatnya. Setelah melihatnya, dia sungguh merasa takjub.
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang