Setelah menyadari bahwa tubuh Rizki begitu panas meskipun tidak mabuk dan tidak demam ....Alya menelan ludahnya.Mungkin karena kaget, mulutnya setengah terbuka. Namun, beberapa saat kemudian, dia perlahan menggigit bibirnya."Jadi? Kamu sendiri sudah tahu kondisimu, kenapa kamu malah datang menemuiku?"Orang yang memeluknya itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya menjawab, "Aku ... nggak tahu."Dia terdengar agak bingung."Selain kamu .... Aku nggak tahu harus menemui siapa lagi."Setelah mengatakan itu, dia mengeratkan pelukannya, memejamkan matanya dan menenggelamkan wajahnya di leher Alya.Rizki sangat menderita, tetapi pelukan dan aroma tubuh wanita ini dapat membuatnya lebih tenang.Setidaknya dia tahu, bahwa orang di sisinya adalah Alya dan bukan orang lain."Kamu nggak tahu harus menemui siapa, jadi kamu datang menemuiku?""Nggak ...."Dia terdengar seperti mengigau, dia berbicara dengan terbata-bata, "Aku ... hanya ingin ... menemuimu."Alya sedikit marah, tetapi juga sedikit
Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Rizki masih memasang ekspresi dan sikap yang sama, entah apakah pria ini benar-benar mendengarkan ucapannya atau tidak."Kamu dengar nggak?"Rizki mengangkat matanya."Hmm."Alya tak bisa berkata-kata.Ya sudahlah, kelihatannya pria ini tidak mendengar apa yang dia katakan. Mungkin Rizki sudah hampir kehilangan kesadarannya, untuk apa Alya masih berbicara padanya?"Ayo masuk."Alya hanya bisa melangkah mundur dan memberi ruang untuk Rizki masuk.Rizki menatap ke dalam rumah, tetapi dia ragu untuk melangkah."Kenapa? Kamu nggak mau masuk? Kalau begitu aku akan pergi ...."Sebelum dia bisa menyelesaikan perkataannya, Rizki langsung melangkah masuk ke rumah.Brak!Setelah Rizki masuk, Alya menariknya ke sofa di ruang tengah dan menyuruhnya untuk duduk diam di sana sementara dia mengambilkannya segelas air."Air es," ujar Rizki tiba-tiba."Apa?" Alya kira dia sudah salah dengar. "Kamu mau air es?""Air paling enak ... kalau ada es. Kalau nggak ada
Namun, siapa sangka, ketika tangan Alya menyentuh kancing baju Rizki, pergelangan tangannya tiba-tiba ditangkap oleh pria itu.Rizki menggenggamnya dengan kuat.Alya mendongak, matanya bertemu dengan mata yang gelap dan dalam itu. Di ruangan yang remang ini, Rizki menatapnya dengan begitu intens, bagaikan seekor serigala.Seolah-olah di saat berikutnya, Rizki akan melompat dan menerkamnya.Alya kaget, tidak tahu sejak kapan pria ini bangun.Baguslah kalau Rizki sudah bangun, dengan begitu dia bisa mengelapkan alkohol itu sendiri. Akan tetapi ... dia tampak tidak beres.Mungkinkah dia kehilangan kesadarannya?Meskipun Alya tidak pernah mencobanya, dia pernah mendengar bahwa bila seseorang terpengaruh oleh obat tertentu, mereka mungkin akan kehilangan kendali. Jika ....Karena cengkeraman pada pergelangan tangannya mengencang, Alya tidak bisa berpikir lagi. Napas Rizki tampaknya menjadi makin berat.Raut wajah Alya berubah, sambil berusaha membebaskan tangannya, dia berkata, "Alkohol dan
"Jangan masuk."Kedengarannya dia sangat berusaha keras untuk menahan dirinya, tetapi suaranya dipenuhi dengan napas yang berat. Selain itu ....Dia sedang dipengaruhi oleh obat itu, jadi sepertinya saat ini dia sedang melakukan hal yang tidak dapat dijelaskan oleh Alya.Alya menggigit bibirnya, dia benar-benar ingin menerobos masuk dan menyeret pria itu keluar.Dia menahan dirinya untuk sejenak, tetapi dia tidak dapat menahan diri untuk berkata, "Kamu ... gunakan saja air dingin, jangan lakukan hal aneh di dalam sana."Namun, yang menjawabnya adalah suara desahan yang tercampur dengan suara air.Alya tercengang."Rizki, kamu dengar perkataanku nggak?""Rizki!"Mau dipanggil seperti apa pun, pria itu tetap tidak meresponsnya. Sepertinya dia telah memutuskan untuk tidak memedulikannya. Atau mungkin, dia sekarang sedang terlalu sibuk untuk memedulikannya.Alya sangat marah, tetapi dia tahu bahwa tidak ada gunanya memanggilnya terus. Akhirnya, dia hanya bisa menyerah.Dia berbalik dan per
"Apa?"Karena suara percikan air dan suara Rizki yang sangat kecil, Alya untuk sesaat tidak mendengar apa yang Rizki katakan.Dia harus berjongkok dan bertanya lagi, "Tadi kamu bilang apa?"Mata hitam Rizki terpaku padanya."Itu baju dari mana?"Di rumah Alya tidak ada pria dewasa, jadi dari mana Alya mendapatkan baju pria ini?Kali ini Alya mendengarnya dengan jelas. Dia terdiam, sebelum dia sempat menjawab, dia mendengar Rizki berkata dengan nada merajuk, "Kalau itu punya orang lain, aku nggak mau."Alya tak bisa berkata-kata.Dari ekspresi dan nada bicaranya, sepertinya Rizki mengira baju ini milik orang lain.Karena itulah Rizki tidak mau mengenakannya?Mendengar ini, Alya langsung mencibir di depannya, "Oke, kalau kamu nggak mau memakainya, kamu terus duduk saja di sana. Aku nggak bisa melayanimu. Sekarang aku akan menelepon asistenmu dan menyuruhnya ke sini untuk menjemputmu."Malam-malam begini dia harus terus-terusan berurusan dengannya. Dia bahkan tidak bisa tidur dengan nyeny
Satu pertanyaan terus berputar di dalam pikirannya.Sebenarnya baju ini milik siapa??Alya tidak mungkin menebak dia akan datang dan menyiapkan baju ini untuknya, 'kan?Sambil berpegangan pada secercah harapan terakhirnya, Rizki pun mengganti bajunya. Kemudian ekspresinya seketika menjadi suram.Baju dan celana ini kebesaran dan menggantung longgar di tubuhnya.Satu-satunya hal yang dapat menghiburnya adalah, baju ini tidak memiliki aroma apa pun. Sepertinya baju ini tidak pernah dipakai dan hanya dicuci.Namun, begitu memikirkan bagaimana Alya telah menyiapkan baju ganti untuk pria lain, wajah Rizki seketika menggelap.Irfan ....Mungkinkah baju ini disiapkan untuknya?Apakah hubungan mereka sudah sampai sejauh itu?Api kecemburuan pun bergejolak di dada Rizki."Ngapain kamu lama-lama di dalam?"Suara Alya terdengar dari pintu dan membangunkan Rizki dari lamunannya, dia pun membuka pintu dan keluar.Ketika dia keluar, Alya meliriknya dan tampak mengerti.Sesuai dugaannya, bajunya masi
Setelah kembali ke kamarnya sendiri, suasana akhirnya menjadi tenang.Dia sampai ketiduran saat menunggu Rizki tadi. Namun, sekarang setelah pria itu baik-baik saja, dia malah tidak bisa tenang sedikit pun.Alya berbaring di tempat tidur. Sekarang sudah jamnya untuk tidur, tetapi dia tidak dapat menahan dirinya untuk mengingat kembali kejadian hari ini.Rizki telah terpengaruh oleh suatu obat yang diberikan Hana, lalu datang berlari ke rumahnya. Artinya, Rizki tidak mau sampai terjadi apa-apa di antara dirinya dan Hana.Dulu Alya tidak akan memercayai hal ini. Lagi pula, yang dulu sampai menawarkan cerai demi wanita itu adalah Rizki. Meskipun sejak awal mereka menjalani pernikahan palsu, waktu itu perasaan Rizki padanya sudah sangat jelas.Akan tetapi, kenapa tidak ada yang terjadi di antara Rizki dan Hana?Alya sampai berpikir seperti ini karena bila memang ada sesuatu di antara mereka, maka Hana tidak akan sampai mengambil tindakan sedrastis ini terhadap Rizki.Dia tadinya ingin meny
Alya membalas, "Aku ....""Apa kamu akan membantahku dengan alasan bahwa dia adalah ayah dari anak-anakmu, makanya kamu membiarkannya masuk?"Untuk sejenak Alya tidak bisa berkata-kata, tidak menyangka bahwa sahabatnya dapat menebak apa yang akan dia katakan.Dia pun merapatkan bibirnya dan tidak menjawab."Kalau kamu nggak menjawab, artinya kamu mengakuinya, 'kan? Kalau karena dia adalah ayah dari anak-anakmu, seharusnya kamu nggak menolongnya, 'kan? Bukankah kamu selalu takut dia akan merebut anak-anakmu? Kalau dia benar-benar jatuh ke dalam perangkap Hana, maka dia dan Hana akan menjadi sepasang kekasih. Kemudian kalau Hana melahirkan, maka mereka akan memiliki anak sendiri. Saat itu, apa Rizki masih akan memperebutkan anak-anakmu?"Alya masih terdiam dan menyadari bahwa perkataan Citra benar.Jika malam ini Rizki jatuh ke dalam perangkap itu, maka di antara Rizki dan Hana ....Begitu mereka punya anak sendiri, mereka mungkin tidak akan memikirkan Maya dan Satya lagi.Akan tetapi ..
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang