Rizki berdiri di tempat. Awalnya dia tidak memiliki ekspresi, tetapi saat melihat sesuatu, alisnya berkerut."Siapa yang membuat proposal ini?"Mendengar nada bicaranya, Alya mengangkat kepala dan menatapnya."Kenapa?""Apa kamu yang buat?"Alya mengangguk."Ya, ada apa?"Begitu dia menjawab, Rizki langsung tertawa dingin. "Setelah 5 tahun, hanya segini yang kamu pelajari?"Mendengar ini, wajah Alya memucat."Apa maksudnya? Apa ada masalah dengan proposalku?""Kalau dilihat dari proposalmu ini, lebih baik kamu nggak mendirikan perusahaan. Jangan buang-buang waktu."Alya tidak tahu harus berkata apa.Ucapan Rizki membuatnya marah.Namun, Alya mengenal Rizki. Ketika membicarakan pekerjaan, Rizki selalu serius dan tidak pernah bicara omong kosong.Jika Rizki bicara seperti ini, maka proposalnya memang bermasalah.Meskipun di dalam hati Alya marah, tetapi Alya masih memaksa untuk tersenyum."Jadi, apa saranmu?"Rizki meliriknya, tidak menjawab. Dia hanya mengambil proposal tersebut dan mel
Kata sandinya adalah tanggal ulang tahunnya?Sebenarnya apa maksudnya ini?Laptop cadangan ini terlihat sangat baru, kemungkinan belum lama dibeli. Namun, Rizki masih memakai tanggal ulang tahunnya sebagai kata sandi?Setelah menyakitinya, meminta cerai dengannya, bahkan menyuruhnya aborsi, pria ini masih menggunakan tanggal ulang tahunnya sebagai kata sandi?Alya menggigit bibirnya, lalu memasukkan kata sandi tersebut dengan wajah datar. Melihat laptop itu benar-benar terbuka, dia merasa ini sangat konyol.Atas dasar apa?Sebenarnya atas dasar apa pria itu melakukan ini?Alya dengan marah membuka dokumen baru dan mulai mengetik.Jangan memikirkannya, jangan terkecoh.Meskipun Rizki menggunakan tanggal ulang tahunnya sebagai kata sandi, itu tidak berarti apa-apa. Masa lalu hanyalah masa lalu. Sekarang, dia perlu melihat ke depan dan menyelesaikan tugasnya saat ini.Namun, bila proposal ini tidak memuaskan Rizki, Alya tidak punya pilihan selain menanyakan opini pria itu.Melihat bahwa k
"Jangan melihatku seperti itu, kita mau mengerjakan proposalnya atau nggak?"Mungkin karena Rizki telah mengaku salah, Alya sekarang merasa lebih baik. Lagi pula proposalnya memang harus diselesaikan.Namun, Alya juga harus mempertahankan harga dirinya, jadi dia melontarkan beberapa kutukan pada Rizki sebelum kembali duduk.Selama mereka bekerja berikutnya, Rizki tidak lagi berkomentar yang aneh-aneh dan mendiskusikan proposalnya dengan serius.Mungkin karena Alya belum lama kembali ke negara ini, pemahaman Alya masih kurang. Oleh karena itu, bimbingan dan saran dari Rizki benar-benar sangat membantunya.Jadi pada akhirnya, Alya pun lupa bahwa pria di sisinya ini adalah mantan suaminya. Dia sepenuhnya fokus pada pekerjaan dan berbicara pada Rizki dengan nada normal, seolah-olah Rizki memang hanyalah seorang mitra bisnis.Ketika Rizki menyadari hal ini, ekspresinya pun menggelap lagi.Alya bekerja dengan sungguh-sungguh. Saat Cahya datang dan mengingatkan mereka untuk makan, proposal di
Melihat Alya akhirnya mau makan, Cahya buru-buru membawa makanan yang telah disiapkannya.Makan siang ini telah disiapkan lebih dulu dan dipesan dari restoran mewah, ditata dengan indah, bahkan masih terjaga kehangatannya.Ketika tutupnya dibuka, aromanya pun memenuhi ruangan.Alya memakan sesuap nasi. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan melihat piring Rizki, ada nasi juga di atas piring pria itu.Alya mengerutkan keningnya dan tanpa sadar berkata, "Sekarang kamu bisa makan nasi? Lambungmu nggak perlu dijaga lagi?"Setelah dia mengatakan itu, suasana seketika hening.Sebelum Rizki bisa menatapnya, Alya segera menjelaskan, "Karena kita mitra bisnis, jadi aku bertanya."Akan lebih baik bila dia tidak menjelaskannya, karena setelah dia menjelaskan, semuanya malah menjadi lebih jelas.Tentu saja setelah mendengar penjelasannya, bibir Rizki sedikit melengkung."Begitukah? Aku akan menganggap kalau kamu hanya sedang memedulikanku."Emosi negatif yang disebabkan oleh ketidaksudian Alya tadi pu
Rizki dengan cepat memeriksa proposal tersebut, tadinya dia ingin menemukan kesalahan dalam penulisan Alya untuk membuat wanita itu tinggal lebih lama.Akan tetapi, Alya mempelajari sesuatu dengan terlalu cepat. Apalagi selama proses penulisan, Rizki juga terus mengawasinya. Oleh karena itu, sekarang Rizki benar-benar tidak bisa menemukan satu pun kesalahan.Pada akhirnya, Rizki hanya bisa menunjukkan sebuah kata yang salah diketik."Bagian ini salah."Mendengar ini, tanpa pikir panjang Alya pun mendekat. "Yang mana?"Rizki menggerakkan kursor dan tatapan Alya mengikutinya, kursor itu bergerak ke sebuah kata.Awalnya, Alya tertegun, tidak tahu apa yang Rizki tunjuk. Dia bertanya, "Ada masalah apa dengan bagian ini?""Yang benar masa, bukan mada," ucap Rizki.Barulah Alya menyadari bahwa dia telah menulis "mada" dan bukan "masa" dalam "masa depan".Dia melirik Rizki, di antara kata sebanyak itu, Rizki masih bisa menemukan kesalahan sekecil ini."Maaf, aku nggak teliti."Alya terpaksa me
"Kalau begitu, proposalku ....""Lolos," ucap Rizki."Lolos? Maksudmu, proposalku ini bisa dipakai?""Ya."Jadi saat pertama kali mengeceknya, Rizki sudah menganggap proposalnya dapat diterima? Akan tetapi, Rizki memutuskan untuk terus menunjuk-nunjuk kesalahan kecilnya?Jika dipikirkan seperti ini, berarti proposalnya bukannya tidak bisa diterima?"Karena sudah lolos, aku ...."Sebelum Alya dapat menyelesaikan kalimatnya, Rizki sudah mengambil kunci mobil dan berdiri."Ayo, aku antar kamu kembali."Mendengar ini, Alya refleks menolak, "Nggak usah, aku tadi menyetir sendiri ke sini. Aku bisa kembali sendiri."Selain itu, dia sebenarnya hanya datang untuk mengantar proposal, bukan untuk mengembangkan hubungannya dengan pria ini. Bagaimana mungkin dia membiarkan Rizki mengantarnya kembali?Memikirkan hal ini, Alya buru-buru mengambil tasnya dan berjalan keluar.Setelah beberapa langkah, pergelangan tangannya tiba-tiba ditangkap oleh Rizki. "Saat ujian teori untuk ambil SIM, kamu menyonte
Akan tetapi, Rizki sudah membuka pintu mobil dan duduk di dalam.Alya terdiam.Ketika Rizki memakai sabuk pengamannya, Alya masih berdiri di luar mobil.Melihat ekspresi ragu dan terkejutnya, Rizki diam-diam merasa senang. Setelah sebuah senyum tipis muncul di bibirnya, dia berkata, "Kamu nggak naik? Atau kamu terlalu lelah untuk naik ke mobil?"Alya menggigit bibirnya dan dengan kesal naik ke mobil.Dia tidak naik ke kursi depan dan langsung ke kursi belakang, dia benar-benar menganggap Rizki sebagai sopir.Setelah duduk, Alya melirik wajah Rizki melalui kaca spion tengah. Anehnya, dia menyadari bahwa Rizki tidak marah setelah diperlakukan seperti sopir olehnya.Tak lama kemudian, mobil itu pun meninggalkan Perusahaan Saputra.Meskipun bagi Rizki mobil ini sangat murah, kemampuan menyetir Rizki sangat baik. Oleh karena itu, dia tidak memiliki masalah selama mobil ini bisa disetir.Alya duduk bersandar di kursi belakang dengan lengan bersilang.Dia kira Rizki akan mengomentarinya, teta
Alya yang sudah mengulurkan tangannya pun segera menariknya kembali begitu mendengar perkataan Rizki.Dia mengerutkan alisnya. "Apa kamu nggak bisa ambil sendiri?""Aku sedang menyetir, susah."Alya tadinya ingin berkata bahwa mengeluarkan dan membisukan ponselnya merupakan hal yang sangat mudah, tetapi bila dia mengatakannya, Rizki mungkin akan menggunakan pengetahuan mengemudinya untuk menekannya lagi. Jadi Alya memutuskan untuk diam dan bersandar di kursi.Dia hanya perlu bertahan sampai di perusahaan, mungkin sebentar lagi dia akan sampai.Saat dia sedang merenung, ponsel Rizki berbunyi sekali lagi.Tadinya dia ingin menahan diri, tetapi begitu mendengar suara itu untuk yang kesekian kalinya, Alya tidak tahan lagi. Alya segera mengambil ponsel itu dari saku celana Rizki.Begitu melihat nama pemanggilnya, Alya seketika membeku.Ponsel itu terus berdering.Rizki kira, Alya tidak tahu cara membisukan ponselnya. Jadi dia memberitahunya, "Geser saja tombol di samping, seharusnya mode bi