"Jangan melihatku seperti itu, kita mau mengerjakan proposalnya atau nggak?"Mungkin karena Rizki telah mengaku salah, Alya sekarang merasa lebih baik. Lagi pula proposalnya memang harus diselesaikan.Namun, Alya juga harus mempertahankan harga dirinya, jadi dia melontarkan beberapa kutukan pada Rizki sebelum kembali duduk.Selama mereka bekerja berikutnya, Rizki tidak lagi berkomentar yang aneh-aneh dan mendiskusikan proposalnya dengan serius.Mungkin karena Alya belum lama kembali ke negara ini, pemahaman Alya masih kurang. Oleh karena itu, bimbingan dan saran dari Rizki benar-benar sangat membantunya.Jadi pada akhirnya, Alya pun lupa bahwa pria di sisinya ini adalah mantan suaminya. Dia sepenuhnya fokus pada pekerjaan dan berbicara pada Rizki dengan nada normal, seolah-olah Rizki memang hanyalah seorang mitra bisnis.Ketika Rizki menyadari hal ini, ekspresinya pun menggelap lagi.Alya bekerja dengan sungguh-sungguh. Saat Cahya datang dan mengingatkan mereka untuk makan, proposal di
Melihat Alya akhirnya mau makan, Cahya buru-buru membawa makanan yang telah disiapkannya.Makan siang ini telah disiapkan lebih dulu dan dipesan dari restoran mewah, ditata dengan indah, bahkan masih terjaga kehangatannya.Ketika tutupnya dibuka, aromanya pun memenuhi ruangan.Alya memakan sesuap nasi. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan melihat piring Rizki, ada nasi juga di atas piring pria itu.Alya mengerutkan keningnya dan tanpa sadar berkata, "Sekarang kamu bisa makan nasi? Lambungmu nggak perlu dijaga lagi?"Setelah dia mengatakan itu, suasana seketika hening.Sebelum Rizki bisa menatapnya, Alya segera menjelaskan, "Karena kita mitra bisnis, jadi aku bertanya."Akan lebih baik bila dia tidak menjelaskannya, karena setelah dia menjelaskan, semuanya malah menjadi lebih jelas.Tentu saja setelah mendengar penjelasannya, bibir Rizki sedikit melengkung."Begitukah? Aku akan menganggap kalau kamu hanya sedang memedulikanku."Emosi negatif yang disebabkan oleh ketidaksudian Alya tadi pu
Rizki dengan cepat memeriksa proposal tersebut, tadinya dia ingin menemukan kesalahan dalam penulisan Alya untuk membuat wanita itu tinggal lebih lama.Akan tetapi, Alya mempelajari sesuatu dengan terlalu cepat. Apalagi selama proses penulisan, Rizki juga terus mengawasinya. Oleh karena itu, sekarang Rizki benar-benar tidak bisa menemukan satu pun kesalahan.Pada akhirnya, Rizki hanya bisa menunjukkan sebuah kata yang salah diketik."Bagian ini salah."Mendengar ini, tanpa pikir panjang Alya pun mendekat. "Yang mana?"Rizki menggerakkan kursor dan tatapan Alya mengikutinya, kursor itu bergerak ke sebuah kata.Awalnya, Alya tertegun, tidak tahu apa yang Rizki tunjuk. Dia bertanya, "Ada masalah apa dengan bagian ini?""Yang benar masa, bukan mada," ucap Rizki.Barulah Alya menyadari bahwa dia telah menulis "mada" dan bukan "masa" dalam "masa depan".Dia melirik Rizki, di antara kata sebanyak itu, Rizki masih bisa menemukan kesalahan sekecil ini."Maaf, aku nggak teliti."Alya terpaksa me
"Kalau begitu, proposalku ....""Lolos," ucap Rizki."Lolos? Maksudmu, proposalku ini bisa dipakai?""Ya."Jadi saat pertama kali mengeceknya, Rizki sudah menganggap proposalnya dapat diterima? Akan tetapi, Rizki memutuskan untuk terus menunjuk-nunjuk kesalahan kecilnya?Jika dipikirkan seperti ini, berarti proposalnya bukannya tidak bisa diterima?"Karena sudah lolos, aku ...."Sebelum Alya dapat menyelesaikan kalimatnya, Rizki sudah mengambil kunci mobil dan berdiri."Ayo, aku antar kamu kembali."Mendengar ini, Alya refleks menolak, "Nggak usah, aku tadi menyetir sendiri ke sini. Aku bisa kembali sendiri."Selain itu, dia sebenarnya hanya datang untuk mengantar proposal, bukan untuk mengembangkan hubungannya dengan pria ini. Bagaimana mungkin dia membiarkan Rizki mengantarnya kembali?Memikirkan hal ini, Alya buru-buru mengambil tasnya dan berjalan keluar.Setelah beberapa langkah, pergelangan tangannya tiba-tiba ditangkap oleh Rizki. "Saat ujian teori untuk ambil SIM, kamu menyonte
Akan tetapi, Rizki sudah membuka pintu mobil dan duduk di dalam.Alya terdiam.Ketika Rizki memakai sabuk pengamannya, Alya masih berdiri di luar mobil.Melihat ekspresi ragu dan terkejutnya, Rizki diam-diam merasa senang. Setelah sebuah senyum tipis muncul di bibirnya, dia berkata, "Kamu nggak naik? Atau kamu terlalu lelah untuk naik ke mobil?"Alya menggigit bibirnya dan dengan kesal naik ke mobil.Dia tidak naik ke kursi depan dan langsung ke kursi belakang, dia benar-benar menganggap Rizki sebagai sopir.Setelah duduk, Alya melirik wajah Rizki melalui kaca spion tengah. Anehnya, dia menyadari bahwa Rizki tidak marah setelah diperlakukan seperti sopir olehnya.Tak lama kemudian, mobil itu pun meninggalkan Perusahaan Saputra.Meskipun bagi Rizki mobil ini sangat murah, kemampuan menyetir Rizki sangat baik. Oleh karena itu, dia tidak memiliki masalah selama mobil ini bisa disetir.Alya duduk bersandar di kursi belakang dengan lengan bersilang.Dia kira Rizki akan mengomentarinya, teta
Alya yang sudah mengulurkan tangannya pun segera menariknya kembali begitu mendengar perkataan Rizki.Dia mengerutkan alisnya. "Apa kamu nggak bisa ambil sendiri?""Aku sedang menyetir, susah."Alya tadinya ingin berkata bahwa mengeluarkan dan membisukan ponselnya merupakan hal yang sangat mudah, tetapi bila dia mengatakannya, Rizki mungkin akan menggunakan pengetahuan mengemudinya untuk menekannya lagi. Jadi Alya memutuskan untuk diam dan bersandar di kursi.Dia hanya perlu bertahan sampai di perusahaan, mungkin sebentar lagi dia akan sampai.Saat dia sedang merenung, ponsel Rizki berbunyi sekali lagi.Tadinya dia ingin menahan diri, tetapi begitu mendengar suara itu untuk yang kesekian kalinya, Alya tidak tahan lagi. Alya segera mengambil ponsel itu dari saku celana Rizki.Begitu melihat nama pemanggilnya, Alya seketika membeku.Ponsel itu terus berdering.Rizki kira, Alya tidak tahu cara membisukan ponselnya. Jadi dia memberitahunya, "Geser saja tombol di samping, seharusnya mode bi
Memikirkan hal ini, Rizki merapatkan bibirnya. Kemudian dia dengan dingin memperingati, "Ke depannya, jangan telepon berkali-kali lagi seperti ini."Suaranya sangat dingin, bagaikan hujan es.Orang di ujung telepon terdiam sejenak, lalu terdengar suara yang lemah dan bersalah."Maafkan aku, Rizki. A-Aku hanya khawatir sesuatu terjadi padamu, makanya ....""Khawatir apanya?" Rizki langsung menyelanya, "Kalau sesuatu sungguh terjadi padaku, apa yang bisa kamu bantu dengan berkali-kali meneleponku? Kamu hanya menghabiskan baterai ponselku."Perkataannya sangat blak-blakan dan jelas, mengakibatkan Hana tidak bisa membantahnya. Hana hanya bisa meminta maaf dengan lemah dan berjanji tidak akan melakukannya lagi.Rizki tidak tertarik dengan permintaan maafnya, dia langsung bilang kalau dia sibuk dan menutup teleponnya.Setelah menyimpan ponselnya, Rizki segera mengejar Alya yang baru saja menghilang....Alya kembali ke perusahaannya. Setelah keluar dari lift, dia berencana untuk kembali ke k
"Kamu mau apa?"Ditarik seperti ini, laporan di tangan Alya pun jatuh.Akan tetapi, Rizki seolah-olah sudah terprovokasi oleh sesuatu. Dia tidak menghiraukan Alya dan terus menariknya pergi."Tunggu."Pemuda berkacamata itu akhirnya bereaksi dan buru-buru menghalangi mereka."Ka ... kamu mau apa dengan bos kami? Lepaskan dia!"Rizki menatap pemuda itu seperti menatap seekor anak ayam.Kebetulan, kacamata berbingkai emas yang dikenakan pemuda ini mengingatkannya pada seseorang. Selain itu barusan, ketika keluar dari lift, dia melihat pemuda ini memandang Alya dengan terpesona.Kedua hal ini membuat Rizki sangat kesal.Rizki tertawa dengan dingin, lalu memandang orang itu dengan mencemooh. "Kamu pikir kamu juga pantas untuk menghentikanku?"Auranya yang kuat dalam sekejap mengintimidasi pemuda berkacamata itu.Alya masih memberontak. "Rizki, lepaskan. Sebenarnya kamu mau apa?"Melihat ini, pemuda berkacamata itu pun hendak maju. "Lepaskan bos kami.""Pergi sana!"Rizki dengan marah berte
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang