Melihat Alya akhirnya mau makan, Cahya buru-buru membawa makanan yang telah disiapkannya.Makan siang ini telah disiapkan lebih dulu dan dipesan dari restoran mewah, ditata dengan indah, bahkan masih terjaga kehangatannya.Ketika tutupnya dibuka, aromanya pun memenuhi ruangan.Alya memakan sesuap nasi. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan melihat piring Rizki, ada nasi juga di atas piring pria itu.Alya mengerutkan keningnya dan tanpa sadar berkata, "Sekarang kamu bisa makan nasi? Lambungmu nggak perlu dijaga lagi?"Setelah dia mengatakan itu, suasana seketika hening.Sebelum Rizki bisa menatapnya, Alya segera menjelaskan, "Karena kita mitra bisnis, jadi aku bertanya."Akan lebih baik bila dia tidak menjelaskannya, karena setelah dia menjelaskan, semuanya malah menjadi lebih jelas.Tentu saja setelah mendengar penjelasannya, bibir Rizki sedikit melengkung."Begitukah? Aku akan menganggap kalau kamu hanya sedang memedulikanku."Emosi negatif yang disebabkan oleh ketidaksudian Alya tadi pu
Rizki dengan cepat memeriksa proposal tersebut, tadinya dia ingin menemukan kesalahan dalam penulisan Alya untuk membuat wanita itu tinggal lebih lama.Akan tetapi, Alya mempelajari sesuatu dengan terlalu cepat. Apalagi selama proses penulisan, Rizki juga terus mengawasinya. Oleh karena itu, sekarang Rizki benar-benar tidak bisa menemukan satu pun kesalahan.Pada akhirnya, Rizki hanya bisa menunjukkan sebuah kata yang salah diketik."Bagian ini salah."Mendengar ini, tanpa pikir panjang Alya pun mendekat. "Yang mana?"Rizki menggerakkan kursor dan tatapan Alya mengikutinya, kursor itu bergerak ke sebuah kata.Awalnya, Alya tertegun, tidak tahu apa yang Rizki tunjuk. Dia bertanya, "Ada masalah apa dengan bagian ini?""Yang benar masa, bukan mada," ucap Rizki.Barulah Alya menyadari bahwa dia telah menulis "mada" dan bukan "masa" dalam "masa depan".Dia melirik Rizki, di antara kata sebanyak itu, Rizki masih bisa menemukan kesalahan sekecil ini."Maaf, aku nggak teliti."Alya terpaksa me
"Kalau begitu, proposalku ....""Lolos," ucap Rizki."Lolos? Maksudmu, proposalku ini bisa dipakai?""Ya."Jadi saat pertama kali mengeceknya, Rizki sudah menganggap proposalnya dapat diterima? Akan tetapi, Rizki memutuskan untuk terus menunjuk-nunjuk kesalahan kecilnya?Jika dipikirkan seperti ini, berarti proposalnya bukannya tidak bisa diterima?"Karena sudah lolos, aku ...."Sebelum Alya dapat menyelesaikan kalimatnya, Rizki sudah mengambil kunci mobil dan berdiri."Ayo, aku antar kamu kembali."Mendengar ini, Alya refleks menolak, "Nggak usah, aku tadi menyetir sendiri ke sini. Aku bisa kembali sendiri."Selain itu, dia sebenarnya hanya datang untuk mengantar proposal, bukan untuk mengembangkan hubungannya dengan pria ini. Bagaimana mungkin dia membiarkan Rizki mengantarnya kembali?Memikirkan hal ini, Alya buru-buru mengambil tasnya dan berjalan keluar.Setelah beberapa langkah, pergelangan tangannya tiba-tiba ditangkap oleh Rizki. "Saat ujian teori untuk ambil SIM, kamu menyonte
Akan tetapi, Rizki sudah membuka pintu mobil dan duduk di dalam.Alya terdiam.Ketika Rizki memakai sabuk pengamannya, Alya masih berdiri di luar mobil.Melihat ekspresi ragu dan terkejutnya, Rizki diam-diam merasa senang. Setelah sebuah senyum tipis muncul di bibirnya, dia berkata, "Kamu nggak naik? Atau kamu terlalu lelah untuk naik ke mobil?"Alya menggigit bibirnya dan dengan kesal naik ke mobil.Dia tidak naik ke kursi depan dan langsung ke kursi belakang, dia benar-benar menganggap Rizki sebagai sopir.Setelah duduk, Alya melirik wajah Rizki melalui kaca spion tengah. Anehnya, dia menyadari bahwa Rizki tidak marah setelah diperlakukan seperti sopir olehnya.Tak lama kemudian, mobil itu pun meninggalkan Perusahaan Saputra.Meskipun bagi Rizki mobil ini sangat murah, kemampuan menyetir Rizki sangat baik. Oleh karena itu, dia tidak memiliki masalah selama mobil ini bisa disetir.Alya duduk bersandar di kursi belakang dengan lengan bersilang.Dia kira Rizki akan mengomentarinya, teta
Alya yang sudah mengulurkan tangannya pun segera menariknya kembali begitu mendengar perkataan Rizki.Dia mengerutkan alisnya. "Apa kamu nggak bisa ambil sendiri?""Aku sedang menyetir, susah."Alya tadinya ingin berkata bahwa mengeluarkan dan membisukan ponselnya merupakan hal yang sangat mudah, tetapi bila dia mengatakannya, Rizki mungkin akan menggunakan pengetahuan mengemudinya untuk menekannya lagi. Jadi Alya memutuskan untuk diam dan bersandar di kursi.Dia hanya perlu bertahan sampai di perusahaan, mungkin sebentar lagi dia akan sampai.Saat dia sedang merenung, ponsel Rizki berbunyi sekali lagi.Tadinya dia ingin menahan diri, tetapi begitu mendengar suara itu untuk yang kesekian kalinya, Alya tidak tahan lagi. Alya segera mengambil ponsel itu dari saku celana Rizki.Begitu melihat nama pemanggilnya, Alya seketika membeku.Ponsel itu terus berdering.Rizki kira, Alya tidak tahu cara membisukan ponselnya. Jadi dia memberitahunya, "Geser saja tombol di samping, seharusnya mode bi
Memikirkan hal ini, Rizki merapatkan bibirnya. Kemudian dia dengan dingin memperingati, "Ke depannya, jangan telepon berkali-kali lagi seperti ini."Suaranya sangat dingin, bagaikan hujan es.Orang di ujung telepon terdiam sejenak, lalu terdengar suara yang lemah dan bersalah."Maafkan aku, Rizki. A-Aku hanya khawatir sesuatu terjadi padamu, makanya ....""Khawatir apanya?" Rizki langsung menyelanya, "Kalau sesuatu sungguh terjadi padaku, apa yang bisa kamu bantu dengan berkali-kali meneleponku? Kamu hanya menghabiskan baterai ponselku."Perkataannya sangat blak-blakan dan jelas, mengakibatkan Hana tidak bisa membantahnya. Hana hanya bisa meminta maaf dengan lemah dan berjanji tidak akan melakukannya lagi.Rizki tidak tertarik dengan permintaan maafnya, dia langsung bilang kalau dia sibuk dan menutup teleponnya.Setelah menyimpan ponselnya, Rizki segera mengejar Alya yang baru saja menghilang....Alya kembali ke perusahaannya. Setelah keluar dari lift, dia berencana untuk kembali ke k
"Kamu mau apa?"Ditarik seperti ini, laporan di tangan Alya pun jatuh.Akan tetapi, Rizki seolah-olah sudah terprovokasi oleh sesuatu. Dia tidak menghiraukan Alya dan terus menariknya pergi."Tunggu."Pemuda berkacamata itu akhirnya bereaksi dan buru-buru menghalangi mereka."Ka ... kamu mau apa dengan bos kami? Lepaskan dia!"Rizki menatap pemuda itu seperti menatap seekor anak ayam.Kebetulan, kacamata berbingkai emas yang dikenakan pemuda ini mengingatkannya pada seseorang. Selain itu barusan, ketika keluar dari lift, dia melihat pemuda ini memandang Alya dengan terpesona.Kedua hal ini membuat Rizki sangat kesal.Rizki tertawa dengan dingin, lalu memandang orang itu dengan mencemooh. "Kamu pikir kamu juga pantas untuk menghentikanku?"Auranya yang kuat dalam sekejap mengintimidasi pemuda berkacamata itu.Alya masih memberontak. "Rizki, lepaskan. Sebenarnya kamu mau apa?"Melihat ini, pemuda berkacamata itu pun hendak maju. "Lepaskan bos kami.""Pergi sana!"Rizki dengan marah berte
"Nggak apa-apa kalau kamu memikirkannya, memangnya siapa yang nggak suka wanita cantik dan pintar? Sekarang cepatlah kembali bekerja."Pemuda itu pergi dengan langkah yang berat dan merasa murung.Angga menggeleng dan kembali melanjutkan pekerjaannya....Rizki menarik Alya ke sebuah sudut yang sepi dan berhenti di sana.Awalnya Alya masih memberontak, tetapi kemudian dia menyadari bahwa tangan pria ini menggenggamnya bagaikan rantai besi. Jadi, semua usahanya hanya akan sia-sia.Pada akhirnya, Alya berhenti membuang-buang tenaganya dan membiarkan Rizki menariknya.Mungkin karena Alya sudah diam, emosi Rizki pun jadi ikut terpengaruh. Mereka tidak berjalan jauh dan berhenti, lalu Rizki berbalik dan menatapnya.Untuk sejenak, mereka berdua berdiri berhadapan seperti ini tanpa berbicara. Tatapan Alya akhirnya jatuh pada pergelangan tangannya yang masih dipegang Rizki."Apa sekarang kamu bisa melepaskan tanganku?"Suaranya terdengar tenang, jelas, juga dingin.Hal ini membuat Rizki menger