"Kalau begitu, proposalku ....""Lolos," ucap Rizki."Lolos? Maksudmu, proposalku ini bisa dipakai?""Ya."Jadi saat pertama kali mengeceknya, Rizki sudah menganggap proposalnya dapat diterima? Akan tetapi, Rizki memutuskan untuk terus menunjuk-nunjuk kesalahan kecilnya?Jika dipikirkan seperti ini, berarti proposalnya bukannya tidak bisa diterima?"Karena sudah lolos, aku ...."Sebelum Alya dapat menyelesaikan kalimatnya, Rizki sudah mengambil kunci mobil dan berdiri."Ayo, aku antar kamu kembali."Mendengar ini, Alya refleks menolak, "Nggak usah, aku tadi menyetir sendiri ke sini. Aku bisa kembali sendiri."Selain itu, dia sebenarnya hanya datang untuk mengantar proposal, bukan untuk mengembangkan hubungannya dengan pria ini. Bagaimana mungkin dia membiarkan Rizki mengantarnya kembali?Memikirkan hal ini, Alya buru-buru mengambil tasnya dan berjalan keluar.Setelah beberapa langkah, pergelangan tangannya tiba-tiba ditangkap oleh Rizki. "Saat ujian teori untuk ambil SIM, kamu menyonte
Akan tetapi, Rizki sudah membuka pintu mobil dan duduk di dalam.Alya terdiam.Ketika Rizki memakai sabuk pengamannya, Alya masih berdiri di luar mobil.Melihat ekspresi ragu dan terkejutnya, Rizki diam-diam merasa senang. Setelah sebuah senyum tipis muncul di bibirnya, dia berkata, "Kamu nggak naik? Atau kamu terlalu lelah untuk naik ke mobil?"Alya menggigit bibirnya dan dengan kesal naik ke mobil.Dia tidak naik ke kursi depan dan langsung ke kursi belakang, dia benar-benar menganggap Rizki sebagai sopir.Setelah duduk, Alya melirik wajah Rizki melalui kaca spion tengah. Anehnya, dia menyadari bahwa Rizki tidak marah setelah diperlakukan seperti sopir olehnya.Tak lama kemudian, mobil itu pun meninggalkan Perusahaan Saputra.Meskipun bagi Rizki mobil ini sangat murah, kemampuan menyetir Rizki sangat baik. Oleh karena itu, dia tidak memiliki masalah selama mobil ini bisa disetir.Alya duduk bersandar di kursi belakang dengan lengan bersilang.Dia kira Rizki akan mengomentarinya, teta
Alya yang sudah mengulurkan tangannya pun segera menariknya kembali begitu mendengar perkataan Rizki.Dia mengerutkan alisnya. "Apa kamu nggak bisa ambil sendiri?""Aku sedang menyetir, susah."Alya tadinya ingin berkata bahwa mengeluarkan dan membisukan ponselnya merupakan hal yang sangat mudah, tetapi bila dia mengatakannya, Rizki mungkin akan menggunakan pengetahuan mengemudinya untuk menekannya lagi. Jadi Alya memutuskan untuk diam dan bersandar di kursi.Dia hanya perlu bertahan sampai di perusahaan, mungkin sebentar lagi dia akan sampai.Saat dia sedang merenung, ponsel Rizki berbunyi sekali lagi.Tadinya dia ingin menahan diri, tetapi begitu mendengar suara itu untuk yang kesekian kalinya, Alya tidak tahan lagi. Alya segera mengambil ponsel itu dari saku celana Rizki.Begitu melihat nama pemanggilnya, Alya seketika membeku.Ponsel itu terus berdering.Rizki kira, Alya tidak tahu cara membisukan ponselnya. Jadi dia memberitahunya, "Geser saja tombol di samping, seharusnya mode bi
Memikirkan hal ini, Rizki merapatkan bibirnya. Kemudian dia dengan dingin memperingati, "Ke depannya, jangan telepon berkali-kali lagi seperti ini."Suaranya sangat dingin, bagaikan hujan es.Orang di ujung telepon terdiam sejenak, lalu terdengar suara yang lemah dan bersalah."Maafkan aku, Rizki. A-Aku hanya khawatir sesuatu terjadi padamu, makanya ....""Khawatir apanya?" Rizki langsung menyelanya, "Kalau sesuatu sungguh terjadi padaku, apa yang bisa kamu bantu dengan berkali-kali meneleponku? Kamu hanya menghabiskan baterai ponselku."Perkataannya sangat blak-blakan dan jelas, mengakibatkan Hana tidak bisa membantahnya. Hana hanya bisa meminta maaf dengan lemah dan berjanji tidak akan melakukannya lagi.Rizki tidak tertarik dengan permintaan maafnya, dia langsung bilang kalau dia sibuk dan menutup teleponnya.Setelah menyimpan ponselnya, Rizki segera mengejar Alya yang baru saja menghilang....Alya kembali ke perusahaannya. Setelah keluar dari lift, dia berencana untuk kembali ke k
"Kamu mau apa?"Ditarik seperti ini, laporan di tangan Alya pun jatuh.Akan tetapi, Rizki seolah-olah sudah terprovokasi oleh sesuatu. Dia tidak menghiraukan Alya dan terus menariknya pergi."Tunggu."Pemuda berkacamata itu akhirnya bereaksi dan buru-buru menghalangi mereka."Ka ... kamu mau apa dengan bos kami? Lepaskan dia!"Rizki menatap pemuda itu seperti menatap seekor anak ayam.Kebetulan, kacamata berbingkai emas yang dikenakan pemuda ini mengingatkannya pada seseorang. Selain itu barusan, ketika keluar dari lift, dia melihat pemuda ini memandang Alya dengan terpesona.Kedua hal ini membuat Rizki sangat kesal.Rizki tertawa dengan dingin, lalu memandang orang itu dengan mencemooh. "Kamu pikir kamu juga pantas untuk menghentikanku?"Auranya yang kuat dalam sekejap mengintimidasi pemuda berkacamata itu.Alya masih memberontak. "Rizki, lepaskan. Sebenarnya kamu mau apa?"Melihat ini, pemuda berkacamata itu pun hendak maju. "Lepaskan bos kami.""Pergi sana!"Rizki dengan marah berte
Kota Suryaloka.Di sebuah rumah sakit umum."Selamat, kamu hamil! Bayimu juga sehat."Alya Kartika mencengkeram erat laporan di tangannya, dia tampak tercengang.Hamil? Alya kaget dan juga senang, dia tak dapat memercayainya."Mulai sekarang, datanglah untuk pemeriksaan rutin. Di mana ayahnya? Panggil dia masuk, aku ingin berbicara sebentar dengannya."Perkataan sang dokter membawa Alya kembali ke kenyataan. Dia hanya bisa tersenyum dengan canggung. "Hari ini suamiku nggak datang.""Benar-benar, deh. Mau sesibuk apa pun dia, seharusnya dia menemani istri dan anaknya."Ketika keluar dari rumah sakit, hujan rintik-rintik mulai turun. Alya dengan lembut menyentuh perutnya.Di dalam perutnya, sebuah kehidupan kecil telah muncul.Anak dari Rizki Saputra dan dirinya ....Ponsel Alya bergetar. Dia pun mengeluarkannya dan melihat bahwa suaminya, Rizki, telah mengirim sebuah pesan."Sudah hujan. Antarkan payung ke alamat ini."Alya membaca alamatnya, Kelab XX.Tempat apa itu? Bukankah Rizki bil
Di tengah kerumunan yang menggoda mereka, Rizki melirik ke bawah dan membalas pesan Alya."Aku nggak butuh payungnya, kamu pulang saja."Ketika menerima pesan itu, Alya merasa bingung dan membalas: "Apa terjadi sesuatu?"Dia menundukkan kepalanya dan menunggu sejenak, tetapi Rizki tidak membalas pesannya.Mungkin saat ini suaminya benar-benar sibuk.Alya pun memutuskan untuk pulang."Tunggu."Seseorang memanggilnya dari belakang. Alya menoleh dan melihat dua wanita berpenampilan penuh gaya datang menghampirinya.Wanita yang tinggi menatapnya dengan curiga, lalu bertanya dengan angkuh, "Apa kamu Alya?"Dari wajahnya, jelas wanita itu tidak menyukainya. Alya pun tidak bersopan santun dan menjawab dengan datar, "Kamu siapa?""Nggak penting aku siapa, yang penting Hana sudah kembali. Jadi, tahu dirilah dan menjauh dari Rizki."Seketika pupil mata Alya mengecil.Sudah berapa lama dia tidak mendengar nama itu? Cukup lama .... Bahkan dia hampir lupa keberadaan orang itu.Wanita itu menyadari
Rizki hanya membawanya ke kamar mandi lalu pergi.Alya terus menundukkan kepalanya di depan Rizki. Setelah Rizki pergi, barulah dia mengangkat kepalanya dan mengelap air mata di wajahnya dengan tangan.Beberapa saat kemudian.Alya mengunci pintu kamar mandi, lalu mengeluarkan laporan kehamilan yang diberikan rumah sakit dari sakunya.Laporan tersebut sudah basah terkena hujan, tulisan di atasnya pun sudah menjadi kabur.Awalnya dia berencana mengejutkan suaminya dengan ini, tetapi sekarang tampaknya itu tidak perlu.Sebagai wanita yang telah menjadi pasangan Rizki selama 2 tahun, mana mungkin dia tidak tahu kalau Rizki adalah seseorang yang selalu memegang ponselnya.Namun, Rizki sendiri tidak mungkin sengaja mengiriminya pesan yang menyuruhnya datang hanya untuk menyuruhnya pulang kembali. Rizki tidak sekanak-kanakan itu.Pasti ada seseorang yang mengambil ponsel Rizki. Orang itu menggunakannya untuk mengirim pesan tersebut dan menjadikan Alya bahan lelucon.Saat dia menunggu di lanta