"Nggak apa-apa kalau kamu memikirkannya, memangnya siapa yang nggak suka wanita cantik dan pintar? Sekarang cepatlah kembali bekerja."Pemuda itu pergi dengan langkah yang berat dan merasa murung.Angga menggeleng dan kembali melanjutkan pekerjaannya....Rizki menarik Alya ke sebuah sudut yang sepi dan berhenti di sana.Awalnya Alya masih memberontak, tetapi kemudian dia menyadari bahwa tangan pria ini menggenggamnya bagaikan rantai besi. Jadi, semua usahanya hanya akan sia-sia.Pada akhirnya, Alya berhenti membuang-buang tenaganya dan membiarkan Rizki menariknya.Mungkin karena Alya sudah diam, emosi Rizki pun jadi ikut terpengaruh. Mereka tidak berjalan jauh dan berhenti, lalu Rizki berbalik dan menatapnya.Untuk sejenak, mereka berdua berdiri berhadapan seperti ini tanpa berbicara. Tatapan Alya akhirnya jatuh pada pergelangan tangannya yang masih dipegang Rizki."Apa sekarang kamu bisa melepaskan tanganku?"Suaranya terdengar tenang, jelas, juga dingin.Hal ini membuat Rizki menger
Alya tidak pernah menyangka bahwa seuatu hari seseorang akan menggunakan buruk dan lebih buruk untuk mendeskripsikan perubahan suasana hatinya."Lalu memangnya kenapa? Memang apa artinya kalau sikapku padamu jadi lebih buruk?Rizki tidak berbicara dan hanya menatapnya.Melihatnya pria itu hanya diam, Alya pun mencoba untuk membebaskan dirinya lagi."Lepaskan aku dulu."Rizki tidak menjawab, jadi Alya mencoba untuk mendorongnya.Tiba-tiba, penglihatannya menjadi gelap saat Rizki membungkuk dan mendekatinya."Kamu mau ...."Sebelum dia dapat menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya sudah dipeluk oleh pria itu.Kehangatan tubuh Rizki dalam sekejap menyelimutinya. Alya membeku, mengira Rizki akan menciumnya dengan paksa."Ya, mungkin di matamu ini nggak berarti apa-apa, tapi bagiku ini sangat berarti."Di telinga Alya, suara Rizki sangat rendah dan berat."Apa lagi yang aku punya sekarang? Aku hanya bisa mengandalkan perubahan kecil ini untuk mengetahui apakah kamu masih punya sedikit perasaan p
Tatapan matanya sangat dalam, tubuhnya perlahan makin maju, seakan-akan hendak mencium bibir merah yang telah menghantui mimpinya selama 5 tahun terakhir, yang membuatnya nyaris gila karena rindu.Namun ketika dia hampir menyentuhnya, sebuah tawa yang menghina keluar dari bibir itu.Gerakannya pun seketika terhenti."Jadi?"Alya memandang Rizki yang berjarak sangat dekat dengannya, jarinya yang indah menunjuk dada Rizki, nada bicaranya terdengar sangat santai."Jadi karena kamu menyesal, aku harus mengiyakanmu? Rizki, kamu pikir kamu siapa? Hak apa yang kamu punya untuk seenaknya memanggilku dan mengusirku? Hak apa?""Nggak ada," Rizki hanya bisa menyernyit dan mengaku."Oh, kalau bagitu kamu pasti sangat pelupa. Kamu bahkan lupa kalau yang mengajukan cerai adalah kamu."Membicarakan hal ini, Rizki menggertakkan giginya. "Oke, anggaplah ini salahku, tapi bagaimana denganmu? Saat itu kamu sama sekali nggak peduli apakah aku mau mengajukan cerai atau nggak, 'kan? Aku mengajukan cerai ada
Bibir mereka sangat dekat, sampai-sampai Alya hanya perlu bergerak sedikit untuk menyentuh bibir pria itu.Jarak ini terlalu berbahaya.Alya hanya bisa mengulurkan tangannya untuk menghalangi. Ketika melakukan itu, dia sedikit mengangkat kepalanya dan hendak menjauh dari Rizki.Namun ternyata begitu dia bergerak, Rizki langsung mencium bibirnya."Hmph."Saat bibir mereka bersentuhan, Rizki merasa seperti ada arus listrik yang mengalir di tubuhnya dan membuatnya mati rasa.Sensasi yang lembut ini membuatnya refleks mengeratkan pelukannya pada pinggang Alya, napasnya menjadi makin berat tiap kali dia memperdalam ciumannya.Alya menekankan tangannya pada dada Rizki dan berusaha mendorong pria itu."Le ... lepaskan aku."Rizki yang akhirnya bisa mencium bibir yang dirindukannya ini, tentu saja tidak akan melepaskannya semudah itu. Jangankan melepaskan, saat ini dia hanya ingin melahapnya.Hingga akhirnya, Alya menggigit bibirnya dengan sekuat tenaga.Rizki pun meringis kesakitan dan menari
Mendengar ini, Alya terdiam.Angga melirik bibir Alya yang agak memerah dan terkekeh. "Lagi pula kalaupun aku datang, aku nggak bisa membantu apa-apa. Kelihatannya kalian berdua mengobrol dengan lancar?"Begitu selesai bicara, Angga menerima tatapan yang dingin dan tak acuh dari Alya."Pak Angga, kalau kamu nggak ada urusan lagi, pergi dan kembalilah bekerja.""Ck ck ck, sepertinya sekarang kamu benar-benar nggak mengapresiasiku. Oke oke, aku pergi dulu."Setelah Angga pergi, Alya menggosok-gosok keningnya. Kemudian dia bersandar, berbaring dan berhenti memikirkan apa pun....Ketika Alya hendak menjemput anak-anaknya, dia kebetulan mendapat telepon dari Lisa yang mengajaknya untuk makan malam bersama.Malam ini Alya tidak memiliki rencana apa pun, jadi Alya menyetujuinya."Aku hampir sampai di sekolah. Aku akan menjemput mereka dulu lalu pergi ke mal, nanti kamu temui saja kami di sana," ujar Lisa."Oke."Malam itu, mal sangat ramai. Ketika Alya menemukan Lisa dan anak-anaknya, Lisa s
Namun, Lisa tidak menyadari apa pun dan dengan gembira memesan makanan."Satya dan Maya masih kecil, jadi sebaiknya jangan makan pedas. Tapi aku ingin makan pedas. Bagaimana kalau kita pesan kuahnya setengah-setengah?"Lisa terus berbicara. Ketika menyadari tidak ada yang meresponsnya, dia pun mengangkat kepalanya dan menemukan Alya yang sedang memandang layar ponselnya dengan tatapan kosong. Alya tampak sedang memikirkan sesuatu."Alya?" Lisa melambaikan tangannya di depan Alya dan Alya pun tersadar dari lamunannya."Kamu sedang memikirkan apa? Kita di sini untuk makan, tapi kamu sepertinya nggak fokus. Kamu masih memikirkan pekerjaan, ya?"Mendengar ini, Alya memandang Lisa. Dia menggigit bibirnya dan tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia ragu."Maaf, kamu ....""Untuk apa minta maaf." Lisa mengacak-acak rambut temannya. "Nggak ada yang perlu minta maaf di antara kita. Aku hanya khawatir kamu bekerja terlalu keras. Saat makan, jangan pikirkan pekerjaan. Bersenang-senanglah."Be
Mendengar ini, senyum di bibir Alya pun sedikit memudar. Namun dia masih dengan lembut bertanya, "Perkataanmu benar juga, tapi aku masih agak penasaran. Boleh aku lihat ponselmu sebentar?"Lisa mengedipkan kedua matanya, lalu tertawa dengan canggung dan berkata, "Alya, ini sungguh bukan apa-apa. Mungkin foto profilnya hanya kebetulan sama?"Awalnya Alya tidak berpikir macam-macam, tetapi melihat Lisa yang menjaga ponselnya seperti ini dan tidak mau membiarkannya melihat sebentar saja, Alya pun mulai merasa ada yang aneh.Meskipun tidak sopan untuk meminta melihat ponsel orang lain, dia dan Lisa memiliki hubungan yang dekat sampai-sampai melihat ponsel satu sama lain bukanlah masalah.Tidak perlu jauh-jauh, dulu saat Lisa sangat bersemangat untuk menjodohkannya dengan Irfan, begitu ponselnya berbunyi, Lisa pasti akan mencoba untuk merebutnya."Biar aku lihat, pasti yang mengirimkanmu pesan adalah Irfan. Wow, benar! Biar aku yang membalasnya untukmu."Kemudian Lisa akan menggunakan ponse
Setelah mengatakan itu, Lisa dengan enggan menyodorkan ponselnya."Silakan lihat."Alya tertegun, dia tidak menyangka Lisa akan berubah pikiran begitu dia hendak pergi.Dia menatap Lisa dengan terkejut."Sebenarnya ... kalau kamu nggak nyaman, aku nggak akan memaksamu.""Aku nggak apa-apa." Lisa menggertakkan giginya. "Dulu aku juga sering melihat ponselmu, 'kan? Jadi kalau kamu melihat ponselku pun, itu wajar. Kalau aku hanya ingin melihat ponselmu tapi nggak membolehkanmu melihat punyaku, bukankah itu nggak masuk akal? Silakan lihat."Setelah itu, Lisa langsung mendorong ponselnya ke dada Alya.Alya memegang ponsel tersebut, sebuah senyum perlahan muncul di bibirnya."Terima kasih, Lisa."Kemudian Alya meminta Lisa membukakan kunci ponselnya. Sebelum menekan sidik jarinya, Lisa merasa gelisah. Dia pun memutuskan untuk mengaku terlebih dahulu, "Aku ingin menjelaskan sesuatu padamu dulu. Belakangan ini aku menambahkan kontak seseorang dari bar, dia orang yang kamu tahu, yang pernah aku