Selalu seperti ini.Karena lahir lebih dulu, dia secara alami menjadi seorang kakak. Ditambah dengan sifat Maya yang serakah, nakal, juga tidak bisa diam, dia pun perlahan membuat dirinya jadi pendiam.Tatapannya selalu terfokus pada adiknya, berjaga-jaga apabila adiknya bicara sembarangan, terluka dan sebagainya.Sekarang, Rizki malah berbicara seperti ini padanya.Ketika merasakan matanya menghangat, karena harga dirinya yang kuat, Satya segera menundukkan kepalanya.Seakan-akan dia takut orang lain akan melihat ekspresinya.Bagaimana mungkin Rizki tidak memahami perasaannya?Juga pada saat inilah dia mengerti, meskipun masih kecil, anak-anak juga memiliki harga diri.Dia pun harus menghormatinya.Memikirkan hal ini, Rizki dengan lembut berkata, "Ayo, cepat masuk. Maya sudah nggak sabar menunggumu.""Hm." Anak itu mengangguk, lalu berbaik dan masuk ke dalam.Akan tetapi, kali ini, setelah berjalan beberapa langkah, dia menoleh dan melirik Rizki."Paman RezekiMalam, Satya ... akan men
Alya pun menerima ponsel itu dengan tak berdaya.Melihat nomor di layar ponsel, wajah Alya menggelap.Rizki!Karena dia tidak mengangkat teleponnya, pria itu langsung menelepon karyawannya?Sebenarnya apa maksud pria itu?Alya seketika marah dan berkata, "Rizki, apa menurutmu ini lucu?"Dari ujung telepon, terdengar keheningan yang cukup panjang.Di samping, Angga yang melihat betapa marahnya Alya dalam sekejap ketakutan.Dia tahu bahwa Alya dan Rizki dulunya pernah menikah dan memiliki hubungan yang cukup dekat.Namun, tetap saja, ini adalah Rizki. Pria ini biasanya dingin, galak, juga tegas. Apalagi, sekarang Rizki adalah investor perusahaan mereka. Tak bisakah Alya berbicara dengan lebih lembut?Akan tetapi, saat ini Angga tidak berani bersuara. Dia hanya bisa menahan napasnya dan menekan aura keberadaannya.Tidak terdengar jawaban dari ujung telepon. Alya pun tidak berencana untuk menutup teleponnya seperti ini dan berkata, "Bicaralah."Setelah didesak, sebuah suara pria yang berat
Alya menyusun proposal tersebut, lalu menelepon Rizki lagi."Emailmu apa? Aku akan mengirim proposalnya ....""Antar saja ke perusahaan."Alya tertegun, lalu mendengar pria itu berkata, "Aku akan minta Pak Cahya mengirim alamatnya padamu.""Apa aku nggak bisa mengirimnya ke emailmu saja?""Alya, uang yang aku investasikan bukanlah jumlah yang kecil, juga bukan untuk kamu main-main. Sebaiknya kamu menanggapi hal ini dengan serius."Setelah telepon ditutup, Alya menarik napas dalam-dalam untuk menekan amarahnya. Kemudian dia berdiri untuk mencetak proposalnya.Setelah selesai, Cahya juga sudah mengirimkannya alamat kantor cabang Perusahaan Saputra di Kota Juwana.Alya memasukkan proposal itu ke dalam map dan pergi.Mengikuti alamat yang diberikan Cahya, Alya pun tiba di lantai dasar perusahaan dengan cepat.Sesuai dengan nama Perusahaan Saputra, bahkan gedung perusahaannya di Kota Juwana sangat mengesankan.Pantas saja begitu mendengar bahwa Rizki berinvestasi di perusahaan kecilnya, ban
Rizki berdiri di tempat. Awalnya dia tidak memiliki ekspresi, tetapi saat melihat sesuatu, alisnya berkerut."Siapa yang membuat proposal ini?"Mendengar nada bicaranya, Alya mengangkat kepala dan menatapnya."Kenapa?""Apa kamu yang buat?"Alya mengangguk."Ya, ada apa?"Begitu dia menjawab, Rizki langsung tertawa dingin. "Setelah 5 tahun, hanya segini yang kamu pelajari?"Mendengar ini, wajah Alya memucat."Apa maksudnya? Apa ada masalah dengan proposalku?""Kalau dilihat dari proposalmu ini, lebih baik kamu nggak mendirikan perusahaan. Jangan buang-buang waktu."Alya tidak tahu harus berkata apa.Ucapan Rizki membuatnya marah.Namun, Alya mengenal Rizki. Ketika membicarakan pekerjaan, Rizki selalu serius dan tidak pernah bicara omong kosong.Jika Rizki bicara seperti ini, maka proposalnya memang bermasalah.Meskipun di dalam hati Alya marah, tetapi Alya masih memaksa untuk tersenyum."Jadi, apa saranmu?"Rizki meliriknya, tidak menjawab. Dia hanya mengambil proposal tersebut dan mel
Kata sandinya adalah tanggal ulang tahunnya?Sebenarnya apa maksudnya ini?Laptop cadangan ini terlihat sangat baru, kemungkinan belum lama dibeli. Namun, Rizki masih memakai tanggal ulang tahunnya sebagai kata sandi?Setelah menyakitinya, meminta cerai dengannya, bahkan menyuruhnya aborsi, pria ini masih menggunakan tanggal ulang tahunnya sebagai kata sandi?Alya menggigit bibirnya, lalu memasukkan kata sandi tersebut dengan wajah datar. Melihat laptop itu benar-benar terbuka, dia merasa ini sangat konyol.Atas dasar apa?Sebenarnya atas dasar apa pria itu melakukan ini?Alya dengan marah membuka dokumen baru dan mulai mengetik.Jangan memikirkannya, jangan terkecoh.Meskipun Rizki menggunakan tanggal ulang tahunnya sebagai kata sandi, itu tidak berarti apa-apa. Masa lalu hanyalah masa lalu. Sekarang, dia perlu melihat ke depan dan menyelesaikan tugasnya saat ini.Namun, bila proposal ini tidak memuaskan Rizki, Alya tidak punya pilihan selain menanyakan opini pria itu.Melihat bahwa k
"Jangan melihatku seperti itu, kita mau mengerjakan proposalnya atau nggak?"Mungkin karena Rizki telah mengaku salah, Alya sekarang merasa lebih baik. Lagi pula proposalnya memang harus diselesaikan.Namun, Alya juga harus mempertahankan harga dirinya, jadi dia melontarkan beberapa kutukan pada Rizki sebelum kembali duduk.Selama mereka bekerja berikutnya, Rizki tidak lagi berkomentar yang aneh-aneh dan mendiskusikan proposalnya dengan serius.Mungkin karena Alya belum lama kembali ke negara ini, pemahaman Alya masih kurang. Oleh karena itu, bimbingan dan saran dari Rizki benar-benar sangat membantunya.Jadi pada akhirnya, Alya pun lupa bahwa pria di sisinya ini adalah mantan suaminya. Dia sepenuhnya fokus pada pekerjaan dan berbicara pada Rizki dengan nada normal, seolah-olah Rizki memang hanyalah seorang mitra bisnis.Ketika Rizki menyadari hal ini, ekspresinya pun menggelap lagi.Alya bekerja dengan sungguh-sungguh. Saat Cahya datang dan mengingatkan mereka untuk makan, proposal di
Melihat Alya akhirnya mau makan, Cahya buru-buru membawa makanan yang telah disiapkannya.Makan siang ini telah disiapkan lebih dulu dan dipesan dari restoran mewah, ditata dengan indah, bahkan masih terjaga kehangatannya.Ketika tutupnya dibuka, aromanya pun memenuhi ruangan.Alya memakan sesuap nasi. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan melihat piring Rizki, ada nasi juga di atas piring pria itu.Alya mengerutkan keningnya dan tanpa sadar berkata, "Sekarang kamu bisa makan nasi? Lambungmu nggak perlu dijaga lagi?"Setelah dia mengatakan itu, suasana seketika hening.Sebelum Rizki bisa menatapnya, Alya segera menjelaskan, "Karena kita mitra bisnis, jadi aku bertanya."Akan lebih baik bila dia tidak menjelaskannya, karena setelah dia menjelaskan, semuanya malah menjadi lebih jelas.Tentu saja setelah mendengar penjelasannya, bibir Rizki sedikit melengkung."Begitukah? Aku akan menganggap kalau kamu hanya sedang memedulikanku."Emosi negatif yang disebabkan oleh ketidaksudian Alya tadi pu
Rizki dengan cepat memeriksa proposal tersebut, tadinya dia ingin menemukan kesalahan dalam penulisan Alya untuk membuat wanita itu tinggal lebih lama.Akan tetapi, Alya mempelajari sesuatu dengan terlalu cepat. Apalagi selama proses penulisan, Rizki juga terus mengawasinya. Oleh karena itu, sekarang Rizki benar-benar tidak bisa menemukan satu pun kesalahan.Pada akhirnya, Rizki hanya bisa menunjukkan sebuah kata yang salah diketik."Bagian ini salah."Mendengar ini, tanpa pikir panjang Alya pun mendekat. "Yang mana?"Rizki menggerakkan kursor dan tatapan Alya mengikutinya, kursor itu bergerak ke sebuah kata.Awalnya, Alya tertegun, tidak tahu apa yang Rizki tunjuk. Dia bertanya, "Ada masalah apa dengan bagian ini?""Yang benar masa, bukan mada," ucap Rizki.Barulah Alya menyadari bahwa dia telah menulis "mada" dan bukan "masa" dalam "masa depan".Dia melirik Rizki, di antara kata sebanyak itu, Rizki masih bisa menemukan kesalahan sekecil ini."Maaf, aku nggak teliti."Alya terpaksa me
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang