"Nggak punya kesempatan?"Rizki terkekeh. "Bagaimana kamu bisa tahu aku punya kesempatan atau nggak?"Setelah mengetahui bahwa Alya sudah punya anak sebesar itu, Cahya merasa kasihan pada atasannya. Jadi saat ini, dia pun memasang ekspresi sedih."Pak Rizki, anaknya sudah sebesar ini dan artinya anak-anak ini mempunyai ayah. Jadi, kamu pasti nggak punya kesempatan. Kalau kamu terus seperti ini, nantinya kamu akan menjadi orang ketiga dalam pernikahan orang lain. Apa kamu mau reputasimu jadi seperti itu?"Mendengar ini, Rizki melirik asistennya.Seolah-olah dia sedang melihat seseorang dengan gangguan mental.Cahya tidak mengerti, apa dia sudah salah bicara?"Apa kamu ingat apa yang waktu itu kamu ucapkan?""Apa maksudmu, Pak Rizki. Bisakah kamu langsung menjelaskannya saja?"Cahya jadi agak tidak sabar setelah mendengar ucapan Rizki. Dia tidak tahu apa yang Rizki maksud, sehingga nada bicaranya pun terdengar mendesak.Namun, setelah dia berbicara, dia mulai menyesal.Meskipun dia tidak
Rizki juga sedang memikirkan pertanyaan ini."Pak Rizki, kamu benar-benar ... nggak tahu?"Saat ini tatapan Cahya terhadap Rizki berubah, tatapannya mengekspresikan rasa yang tak bisa dijelaskan.Rizki mengatupkan bibirnya, raut wajahnya menjadi suram.Dia juga ingin tahu, kenapa dia bisa tidak mengetahui hal ini?"Cepat berkemas, kita akan pergi ke Juwana."Cahya mengangguk. "Aku sudah berkemas, kapan kita akan pergi?"Rizki menjawab dengan wajah serius, "Sekarang."Sebelum naik ke pesawat, Rizki memberi perintah pada Cahya, "Suruh seseorang cari tahu tentang situasi dan lokasi kedua anak ini sekarang, laporkan secara detail.""Baik, Pak Rizki. Aku akan segera menelepon dan menyuruh seseorang melakukannya."Setelah naik ke pesawat, Rizki memandang ke luar jendela. Akan tetapi, matanya bagaikan tidak melihat apa pun.Dia tidak menyangka bahwa Satya dan Maya mungkin adalah anaknya, pantas saja dia selalu memiliki perasaan spesial terhadap mereka.Ternyata begitu, ternyata begitu!Saat i
Setelah berpikir, Lisa pun tidak melanjutkan topik ini dan bertanya di mana Alya tinggal sekarang."Di rumah yang sebelumnya disiapkan Irfan, tentu saja aku membayar sewa."Alya menambahkan kalimat terakhir itu supaya Lisa tidak salah paham.Lisa agak terkejut saat mendengarnya."Bayar sewa? Memangnya Irfan mau menerima uang sewa darimu?""Kalau nggak mau, aku nggak akan tinggal di sana."Lisa tertegun untuk sejenak, lalu tertawa dan berkata, "Benar-benar kamu ini, dia pun nggak bisa apa-apa padamu dan terpaksa menerima uangmu."Alya tersenyum dan hanya diam saja."Tapi, bukankah kamu terlalu menolaknya? Dia sangat baik padamu, apakah kamu benar-benar nggak mempertimbangkan untuk menerimanya?""Lisa, aku nggak bisa bersama dengannya karena dia terlalu baik padaku. Kalau nggak, aku hanya akan menyakitinya dan itu nggak baik untuknya."Lisa menggaruk kepalanya."Huh, pokoknya aku nggak mengerti lagi dengan kalian. Tapi nggak apa-apa, asalkan kamu sendiri yang memutuskan itu."Mereka meng
Rizki menyebutkan nama sebuah sekolah, lalu Cahya segera membuka peta untuk mencarinya."Ketemu, letaknya nggak jauh dari perusahaan Nona Alya."Rizki meliriknya.Cahya menunjuk peta tersebut."Perusahaan Nona Alya di sini, sementara sekolahnya di sini."Rizki melihat peta di ponsel Cahya. Dia memikirkan kedua anak menggemaskan itu, lalu memikirkan wajah mereka yang sangat mirip dengan wajahnya. Untuk waktu yang cukup lama, dia tidak mengatakan apa pun.Setelah beberapa saat, dia pun mengalihkan pandangannya."Ayo naik ke atas."...Keesokan harinya.Ketika Alya mengantar kedua anaknya ke sekolah, dia tidak menyadari sebuah mobil sedan hitam yang terparkir tidak jauh dari gerbang sekolah. Kaca dan badan mobil itu seluruhnya berwarna hitam.Karena mobil yang mengantar anak sekolah sangat banyak, Alya pun tidak memperhatikan mobil tersebut.Dia hanya melihat kedua anaknya yang sampai di gerbang sekolah dan berpamitan padanya.Alya berjongkok, merasakan masing-masing ciuman anaknya di pip
Sang kepala sekolah secara pribadi datang untuk menyambut Rizki.Sebenarnya, saat tahu bahwa Rizki akan datang ke sekolah mereka, sang kepala sekolah sangat terkejut.Sebagai tokoh sukses dalam dunia bisnis, Rizki cukup terkenal. Namun, fakta bahwa Rizki datang untuk memeriksa sekolah ini cukup mengejutkannya.Karena, dia sama sekali tidak menerima kabar bahwa Rizki sudah menikah ataupun punya anak.Saat mengekspresikan keraguannya, istrinya malah berkata, "Untuk apa kamu peduli dia punya anak atau nggak? Mungkin dia hanya melakukan persiapan untuk masa depan. Orang kaya selalu membuat rencana dari jauh-jauh hari, jadi jangan terlalu dipikirkan. Dia hanya datang berkunjung, fokus saja pada pekerjaanmu."Setelah mendengar perkataan istrinya, kepala sekolah yang bernama Deni itu pun menyambut Rizki dengan senyum di wajahnya dan membawa Rizki keliling sekolah."Lingkungan sekolah kami sangat bagus. Kalau nanti Pak Rizki punya anak, Pak Rizki bisa mempertimbangkannya untuk masuk sekolah ka
"Hei, bukankah anak ini mirip dengan Pak Rizki dari Perusahaan Saputra?"Mendengar ini, Deni pun melirik dengan penasaran. Setelah mendengar ucapan istrinya, dia juga merasa mereka sangat mirip."Mirip sekali.""Mungkinkah mereka anak haram Pak Rizki?""Omong kosong, memangnya dia butuh anak haram? Bahkan dia saja belum menikah.""Benar juga, bukankah pernah ada rumor bahwa seseorang melakukan operasi plastik pada anaknya dan mencoba masuk ke Keluarga Saputra? Tapi dia nggak berhasil. Lagi pula, wajar saja bila ada orang yang mirip di dunia ini. Mirip saja bukan berarti mereka memiliki hubungan darah."Mendengar ocehan istrinya, Deni pun melirik layar ponsel itu lagi dan berpikir, 'Ini berbeda dengan yang operasi plastik, ini benar-benar mirip.'Tentu saja, Deni tidak berani mengatakan hal ini di depan Rizki. Sekarang, melihat bagaimana Rizki terpaku pada kedua anak ini, mungkinkah Rizki juga berpikiran sama dengannya?Rizki terus menatap kedua anak itu, lalu mulai berjalan ke arah mer
"Paman, kenapa Paman ada di sini?"Mereka terakhir kali bertemu di pesawat. Setelah kembali ke negara ini, mereka sudah lama tidak bertemu. Maya cukup terkejut saat melihat Rizki di sini.Mendengar suara Maya yang kekanak-kanakan dan lembut, Rizki pun tak dapat menahan senyumnya.Dia langsung tahu bahwa anak ini biasanya cukup manja dan centil. Maya juga cukup cerdas, persis seperti di siaran langsung."Aku datang untuk mengunjungi sekolah, nggak kusangka aku akan bertemu kalian."Tatapan Rizki berpindah ke Satya.Satya tidak menunjukkan kelembutan dan keakraban yang ditunjukkan Maya. Setelah Rizki berjongkok, dia bahkan menjadi waspada dan memegang tangan adiknya dengan erat.Ini adalah pertahanannya terhadap Rizki.Akan tetapi, Rizki sama sekali tidak marah dan malah mengaguminya."Hah? Paman Tampan datang untuk mengunjungi sekolah? Apa Paman sudah menikah? Paman sudah punya anak?"Maya jelas adalah anak yang penasaran, dia memiliki berbagai pertanyaan yang tak ada habisnya.Rizki me
"Oke, oke."Sang kepala sekolah berdiri di kejauhan, melihat mereka "mengobrol dengan gembira" dan menghela napasnya. Saat ini, dia pun makin penasaran. Dia mengalihkan pandangannya pada Cahya dan mengekspresikan keraguannya, "Pak Cahya, boleh aku tahu apa hubungan mereka?"Cahya tersenyum dengan misterius."Coba kamu tebak?"Deni terdiam.Mana berani dia menebak?...Karena situasi yang canggung dan anak-anak yang harus masuk kelas, Rizki hanya bisa bersama mereka selama 20 menit dan pergi.Saat kembali ke mobil, suasana hatinya jelas sedang bagus.Melihat ini, Cahya mengambil kesempatan untuk menyodorkannya sebuah gelas termos. "Pak Rizki, hari ini dingin, minumlah sesuatu yang hangat untuk menghangatkan perutmu."Karena saat ini suasana hatinya sedang bagus, Rizki tidak menolak gelas termos tersebut dan minum beberapa teguk.Isi gelas termos itu adalah havermut campur susu yang telah disiapkan Cahya untuknya. Suhunya pas, begitu meminumnya perutnya pun menjadi hangat.Cahya menatapn