"Oke, oke."Sang kepala sekolah berdiri di kejauhan, melihat mereka "mengobrol dengan gembira" dan menghela napasnya. Saat ini, dia pun makin penasaran. Dia mengalihkan pandangannya pada Cahya dan mengekspresikan keraguannya, "Pak Cahya, boleh aku tahu apa hubungan mereka?"Cahya tersenyum dengan misterius."Coba kamu tebak?"Deni terdiam.Mana berani dia menebak?...Karena situasi yang canggung dan anak-anak yang harus masuk kelas, Rizki hanya bisa bersama mereka selama 20 menit dan pergi.Saat kembali ke mobil, suasana hatinya jelas sedang bagus.Melihat ini, Cahya mengambil kesempatan untuk menyodorkannya sebuah gelas termos. "Pak Rizki, hari ini dingin, minumlah sesuatu yang hangat untuk menghangatkan perutmu."Karena saat ini suasana hatinya sedang bagus, Rizki tidak menolak gelas termos tersebut dan minum beberapa teguk.Isi gelas termos itu adalah havermut campur susu yang telah disiapkan Cahya untuknya. Suhunya pas, begitu meminumnya perutnya pun menjadi hangat.Cahya menatapn
Di sore hari, Alya menjemput anak-anaknya seperti biasa.Setelah menjemput mereka, saat keluar dari sekolah Alya lagi-lagi melihat sedan hitam itu.Sedan itu sudah pindah ke tempat lain, tetapi masih terparkir dengan diam.Mungkin itu mobil milik orang tua lain, pagi ini dia mungkin hanya terlalu banyak berpikir.Belakangan ini dia sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk membeli mobil. Namun, beberapa hari ini, berjalan kaki telah menghabiskan banyak waktunya. Alya merasa dirinya harus membeli kendaraan.Jika tidak, menjemput anaknya tiap hari dari sekolah akan jadi terlalu merepotkan.Sesampainya di rumah, Alya mulai mencari-cari mobil di internet.Anak-anaknya akan membutuhkan banyak uang di masa depan dan mobil hanyalah alat untuk transportasi, jadi Alya pun tidak berencana untuk membeli mobil yang terlalu mahal. Uang yang disiapkannya untuk mobil maksimal hanya 400 juta.Alya mencari dengan cepat dan segera menemukan sebuah model mobil yang bagus dengan harga yang pas. Dia pun ber
"Pak Rizki?""Ya, kapan kamu punya waktu? Kita bertemu saja."Pesan yang baru diterimanya tidak sependek itu, hanya saja permintaan di dalamnya menyebabkan Alya mengernyit.Bertemu?Hanya untuk mengembalikan uang, apakah mereka harus bertemu?"Pak Rizki, apa aku nggak bisa langsung mengirimkan uangnya padamu saja?""Aku hanya menerima uang tunai."Alya kehabisan kata-kata."Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau mengembalikannya."Melihat ini, Alya pun mengerti. Orang itu sebenarnya tidak butuh dia mengembalikan uangnya, jadi orang itu menggunakan cara ini untuk membuatnya menyerah.Namun, ... dia juga tidak ingin menyimpan uang orang itu.Setelah lama menimbang-nimbang, akhirnya Alya membalas: "Mau bertemu di mana?"Melihat Alya akhirnya setuju, raut wajah Rizki tampak kecewa. Dia merapatkan bibirnya dengan kesal.Dia menyimpan kembali ponselnya dan tidak membalas pesan itu agi.Bahkan Cahya yang duduk di depan dapat merasakan aura dingin yang mendadak memancar darinya. Cahya pun memandan
Mungkin karena tidak menyangka Alya akan seblak-blakan ini, Irfan membeku di tempat dan menatapnya dengan tak berdaya."Kalau begitu, bolehkah hari ini aku mengantarmu, juga Maya dan Satya ke sekolah?"Alya berencana untuk menjelaskan semuanya dengan Irfan hari ini, diantar untuk yang terakhir kali seharusnya tidak apa-apa."Boleh."Dalam perjalanan ke sekolah, Alya sangat diam, sementara Maya terus mengoceh tanpa henti.Irfan dengan sangat sabar merespons ocehan Maya.Sesampainya di sekolah, dia bahkan turun dari mobil untuk mengantarkan kedua anak itu masuk.Alya berdiri di samping dan melihat mereka dengan tenang, tiba-tiba, dia merasakan sebuah tatapan tajam yang menusuk punggungnya.Dia refleks melihat ke arah sumber tatapan tersebut.Saat melihat mobil hitam kemarin, Alya tercengang.Jika perasaan diawasi kemarin hanya kesalahpahaman, apakah hari ini juga kesalahpahaman?Intuisinya memberi tahu bahwa ada yang tidak beres.Dia tanpa sadar mulai berjalan ke arah mobil hitam tersebu
"Ke bawah!"Di waktu yang sama, Rizki di dalam mobil tiba-tiba berbisik. Cahya buru-buru bereaksi dan meratakan dirinya ke bawah.Alya bersandar pada jendela mobil dan mengintip ke dalam dengan saksama.Sinar matahari di luar sangat terik dan Alya sudah lumayan lama berdiri di bawahnya, sehingga penglihatan Alya saat ini pun tidak begitu baik. Jadi meskipun Alya menempel ke jendela, dia tidak dapat melihat apa yang ada di dalam.Yang dilihatnya hanya kegelapan.Namun, dia tidak menyerah dan terus bersikeras mengintip.Di dalam mobil, kedua pria itu sudah merebahkan tubuh mereka. Rizki berbaring di kursinya dan melihat Alya yang sedang menempel di jendela tanpa bersuara.Cahya sangat ketakutan sampai-sampai dia menahan napasnya.Dia tidak pernah menyangka Alya sewaspada ini.Mereka bahkan belum melakukan apa-apa dan baru 2 hari di sini, apa mereka sudah ketahuan oleh Alya?Entah berapa lama mereka terus seperti itu. Mungkin karena tidak bisa melihat apa pun, Alya akhirnya menyerah.Begi
Satya tertegun saat melihat Rizki. Tak lama kemudian, dia perlahan berdiri dan menghampirinya.Setelah mendekat, dia bergumam, "Paman RezekiMalam.""Hmm."Rizki mengangguk dan menatap Satya dengan tak berdaya.Anak ini jauh lebih berhati-hati daripada Maya. Bahkan setelah Rizki mengungkapkan identitasnya, dia masih sangat waspada terhadapnya.Sepertinya, Rizki harus mencari cara untuk membuat anak ini lebih percaya dan bergantung pada dirinya.Namun, bila dia datang ke sekolah setiap hari, niatnya akan terlihat jelas.Rizki sedikit menyipitkan matanya dan memikirkan strategi."Paman, siapa anakmu? Apa hari ini kami bisa menemuinya?" Maya masih penasaran dengan anak yang disebutkan Rizki kemarin.Rizki mengelus kepala gadis kecil itu dan berkata dengan lembut, "Hari ini nggak bisa, bagaimana kalau lain kali?""Hm, oke."Kemudian, Rizki melirik Satya yang tidak mengatakan apa pun dan masih memegang adiknya dengan erat. Rizki pun berpikir, mungkin sebaiknya dia jangan berlama-lama di sini
Mengenai apa yang mereka bicarakan ....Rizki segera membalas: "Nggak bisa, besok aku juga ada urusan. Sekarang aku sangat butuh uang, jadi kamu sesuaikan saja waktunya."Alya yang melihat pesan ini pun mengerutkan kening.Karena, tiap kata yang dikirimkan orang itu terkesan tidak dapat diganggu gugat.Sama seperti kemarin malam, kalau dia ingin mengembalikan uang ini padanya, maka dia hanya bisa mengikuti arahan orang itu.Alya merasa dirinya seperti "diculik".Mengingat apa yang ingin dia katakan pada Irfan masih bisa dikatakan di lain waktu, dia bisa saja menelepon Irfan, lalu memberitahunya bahwa mereka tidak jadi memilih mobil dan Irfan tidak perlu menemaninya pergi.Akan tetapi, saat ini, ketegasan orang itu membuat Alya merasa tidak nyaman. Intuisinya memberi tahu bahwa dia tidak boleh melakukannya.Namun, orang itu bilang dia sangat membutuhkan uang.Alya membalas: "Kalau kamu sangat butuh uang, aku bisa langsung mengirimkannya padamu. Membawa terlalu banyak uang tunai juga ber
Kata-katanya membuat Alya ingin tertawa."Kenapa kamu terus-menerus mengkhawatirkan urusanku?""Kamu satu-satunya sahabatku. Kalau aku nggak mengkhawatirkanmu, maka siapa lagi? Aku serius, ini untuk kebahagiaan masa depanmu, tentu saja aku harus lebih memperhatikannya.Alya mendengarkannya dengan tenang dan menghela napas."Daripada mengkhawatirkanku, sebaiknya kamu khawatirkan saja dirimu sendiri. Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi kamu masih belum punya pacar.""Jangan ubah topik pembicaraan, jangan coba mengalihkannya menjadi tentangku. Aku sedang serius berbicara denganmu."Alya masih ingin berbicara lagi dengan sahabatnya, tetapi melihat RezekiMalam mengirimkannya pesan kedua, dia pun memberitahukannya pada Citra.Meskipun Citra tidak terlibat, dia terlihat sangat bersemangat."Cepat setujui, lakukan saja apa yang kukatakan."Alya terdiam."Cepat, Alya. Apa lagi yang kamu pikirkan dengan kesempatan sebagus ini? Orang itu sangat kaya.""Sore ini aku ada janji dengan Irfan."Citra l
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang