Di sore hari, Alya menjemput anak-anaknya seperti biasa.Setelah menjemput mereka, saat keluar dari sekolah Alya lagi-lagi melihat sedan hitam itu.Sedan itu sudah pindah ke tempat lain, tetapi masih terparkir dengan diam.Mungkin itu mobil milik orang tua lain, pagi ini dia mungkin hanya terlalu banyak berpikir.Belakangan ini dia sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk membeli mobil. Namun, beberapa hari ini, berjalan kaki telah menghabiskan banyak waktunya. Alya merasa dirinya harus membeli kendaraan.Jika tidak, menjemput anaknya tiap hari dari sekolah akan jadi terlalu merepotkan.Sesampainya di rumah, Alya mulai mencari-cari mobil di internet.Anak-anaknya akan membutuhkan banyak uang di masa depan dan mobil hanyalah alat untuk transportasi, jadi Alya pun tidak berencana untuk membeli mobil yang terlalu mahal. Uang yang disiapkannya untuk mobil maksimal hanya 400 juta.Alya mencari dengan cepat dan segera menemukan sebuah model mobil yang bagus dengan harga yang pas. Dia pun ber
"Pak Rizki?""Ya, kapan kamu punya waktu? Kita bertemu saja."Pesan yang baru diterimanya tidak sependek itu, hanya saja permintaan di dalamnya menyebabkan Alya mengernyit.Bertemu?Hanya untuk mengembalikan uang, apakah mereka harus bertemu?"Pak Rizki, apa aku nggak bisa langsung mengirimkan uangnya padamu saja?""Aku hanya menerima uang tunai."Alya kehabisan kata-kata."Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau mengembalikannya."Melihat ini, Alya pun mengerti. Orang itu sebenarnya tidak butuh dia mengembalikan uangnya, jadi orang itu menggunakan cara ini untuk membuatnya menyerah.Namun, ... dia juga tidak ingin menyimpan uang orang itu.Setelah lama menimbang-nimbang, akhirnya Alya membalas: "Mau bertemu di mana?"Melihat Alya akhirnya setuju, raut wajah Rizki tampak kecewa. Dia merapatkan bibirnya dengan kesal.Dia menyimpan kembali ponselnya dan tidak membalas pesan itu agi.Bahkan Cahya yang duduk di depan dapat merasakan aura dingin yang mendadak memancar darinya. Cahya pun memandan
Mungkin karena tidak menyangka Alya akan seblak-blakan ini, Irfan membeku di tempat dan menatapnya dengan tak berdaya."Kalau begitu, bolehkah hari ini aku mengantarmu, juga Maya dan Satya ke sekolah?"Alya berencana untuk menjelaskan semuanya dengan Irfan hari ini, diantar untuk yang terakhir kali seharusnya tidak apa-apa."Boleh."Dalam perjalanan ke sekolah, Alya sangat diam, sementara Maya terus mengoceh tanpa henti.Irfan dengan sangat sabar merespons ocehan Maya.Sesampainya di sekolah, dia bahkan turun dari mobil untuk mengantarkan kedua anak itu masuk.Alya berdiri di samping dan melihat mereka dengan tenang, tiba-tiba, dia merasakan sebuah tatapan tajam yang menusuk punggungnya.Dia refleks melihat ke arah sumber tatapan tersebut.Saat melihat mobil hitam kemarin, Alya tercengang.Jika perasaan diawasi kemarin hanya kesalahpahaman, apakah hari ini juga kesalahpahaman?Intuisinya memberi tahu bahwa ada yang tidak beres.Dia tanpa sadar mulai berjalan ke arah mobil hitam tersebu
"Ke bawah!"Di waktu yang sama, Rizki di dalam mobil tiba-tiba berbisik. Cahya buru-buru bereaksi dan meratakan dirinya ke bawah.Alya bersandar pada jendela mobil dan mengintip ke dalam dengan saksama.Sinar matahari di luar sangat terik dan Alya sudah lumayan lama berdiri di bawahnya, sehingga penglihatan Alya saat ini pun tidak begitu baik. Jadi meskipun Alya menempel ke jendela, dia tidak dapat melihat apa yang ada di dalam.Yang dilihatnya hanya kegelapan.Namun, dia tidak menyerah dan terus bersikeras mengintip.Di dalam mobil, kedua pria itu sudah merebahkan tubuh mereka. Rizki berbaring di kursinya dan melihat Alya yang sedang menempel di jendela tanpa bersuara.Cahya sangat ketakutan sampai-sampai dia menahan napasnya.Dia tidak pernah menyangka Alya sewaspada ini.Mereka bahkan belum melakukan apa-apa dan baru 2 hari di sini, apa mereka sudah ketahuan oleh Alya?Entah berapa lama mereka terus seperti itu. Mungkin karena tidak bisa melihat apa pun, Alya akhirnya menyerah.Begi
Satya tertegun saat melihat Rizki. Tak lama kemudian, dia perlahan berdiri dan menghampirinya.Setelah mendekat, dia bergumam, "Paman RezekiMalam.""Hmm."Rizki mengangguk dan menatap Satya dengan tak berdaya.Anak ini jauh lebih berhati-hati daripada Maya. Bahkan setelah Rizki mengungkapkan identitasnya, dia masih sangat waspada terhadapnya.Sepertinya, Rizki harus mencari cara untuk membuat anak ini lebih percaya dan bergantung pada dirinya.Namun, bila dia datang ke sekolah setiap hari, niatnya akan terlihat jelas.Rizki sedikit menyipitkan matanya dan memikirkan strategi."Paman, siapa anakmu? Apa hari ini kami bisa menemuinya?" Maya masih penasaran dengan anak yang disebutkan Rizki kemarin.Rizki mengelus kepala gadis kecil itu dan berkata dengan lembut, "Hari ini nggak bisa, bagaimana kalau lain kali?""Hm, oke."Kemudian, Rizki melirik Satya yang tidak mengatakan apa pun dan masih memegang adiknya dengan erat. Rizki pun berpikir, mungkin sebaiknya dia jangan berlama-lama di sini
Mengenai apa yang mereka bicarakan ....Rizki segera membalas: "Nggak bisa, besok aku juga ada urusan. Sekarang aku sangat butuh uang, jadi kamu sesuaikan saja waktunya."Alya yang melihat pesan ini pun mengerutkan kening.Karena, tiap kata yang dikirimkan orang itu terkesan tidak dapat diganggu gugat.Sama seperti kemarin malam, kalau dia ingin mengembalikan uang ini padanya, maka dia hanya bisa mengikuti arahan orang itu.Alya merasa dirinya seperti "diculik".Mengingat apa yang ingin dia katakan pada Irfan masih bisa dikatakan di lain waktu, dia bisa saja menelepon Irfan, lalu memberitahunya bahwa mereka tidak jadi memilih mobil dan Irfan tidak perlu menemaninya pergi.Akan tetapi, saat ini, ketegasan orang itu membuat Alya merasa tidak nyaman. Intuisinya memberi tahu bahwa dia tidak boleh melakukannya.Namun, orang itu bilang dia sangat membutuhkan uang.Alya membalas: "Kalau kamu sangat butuh uang, aku bisa langsung mengirimkannya padamu. Membawa terlalu banyak uang tunai juga ber
Kata-katanya membuat Alya ingin tertawa."Kenapa kamu terus-menerus mengkhawatirkan urusanku?""Kamu satu-satunya sahabatku. Kalau aku nggak mengkhawatirkanmu, maka siapa lagi? Aku serius, ini untuk kebahagiaan masa depanmu, tentu saja aku harus lebih memperhatikannya.Alya mendengarkannya dengan tenang dan menghela napas."Daripada mengkhawatirkanku, sebaiknya kamu khawatirkan saja dirimu sendiri. Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi kamu masih belum punya pacar.""Jangan ubah topik pembicaraan, jangan coba mengalihkannya menjadi tentangku. Aku sedang serius berbicara denganmu."Alya masih ingin berbicara lagi dengan sahabatnya, tetapi melihat RezekiMalam mengirimkannya pesan kedua, dia pun memberitahukannya pada Citra.Meskipun Citra tidak terlibat, dia terlihat sangat bersemangat."Cepat setujui, lakukan saja apa yang kukatakan."Alya terdiam."Cepat, Alya. Apa lagi yang kamu pikirkan dengan kesempatan sebagus ini? Orang itu sangat kaya.""Sore ini aku ada janji dengan Irfan."Citra l
"Nanti aku akan menghubungi mereka untuk melihat apakah mereka mau membawa anak mereka bersekolah di sini. Tapi sekolah ini cukup jauh dari rumah mereka, jadi mereka mungkin nggak akan mau."Begitu dia selesai menjelaskan, Rizki menatapnya dan langsung berkata, "Gunakan cara apa pun untuk membuat mereka mau.""Baiklah."...Wira Haryanto dan istrinya, Hani Kumala, sedang bersiap untuk pulang bersama setelah kerja.Suami istri ini bekerja di perusahaan yang sama, sehingga mereka selalu pulang kerja bersama. Di siang hari, mereka memiliki waktu 2 jam untuk istirahat. Karena perusahaan mereka dekat dengan rumah, mereka hanya perlu berjalan kaki untuk pulang. Setelah masak dan makan, mereka masih bisa beristirahat sekitar 30 menit sebelum kembali lagi ke perusahaan.Tidak ada hal yang tak terduga, setiap hari selalu seperti ini. Hidup mereka sangat tenang.Wira cukup puas dengan kehidupannya yang seperti ini, dia sama sekali tidak keberatan bila hidupnya terus senormal ini. Tentu saja, asa