Menggunakan kesempatan tersebut untuk bertemu?Sebenarnya Rizki sendiri tidak mengerti kenapa dia begitu menyukai kedua anak itu, mungkin karena senyum mereka terlalu menyilaukan.Melihat mereka bagaikan melihat cahaya matahari.Cerah, lucu, bersemangat, juga penuh dengan kehidupan.Mereka benar-benar berbeda dari dirinya yang berada di dalam kegelapan.Dia penuh dengan kebencian dan ketidakpedulian. Sifatnya buruk, selain itu dia juga sulit untuk didekati.Namun, ini adalah hal yang aneh. Di mata orang lain dia mungkin terasa seperti seseorang yang memiliki masalah, kenapa dia bisa menyukai kedua anak ini tanpa alasan?Dengan memikirkan hal tersebut, Rizki pun memejamkan matanya. Dia berkata dengan suaranya yang berat, "Nggak usah."Menonton mereka melalui ponsel saja sudah cukup.Kedua anak itu hidup dengan amat bersemangat, menandakan bahwa mereka hidup di lingkungan yang baik. Dia hanya seorang penonton yang mendapat sedikit kehangatan melalui siaran langsung mereka. Jadi, dia tida
"Nggak, nggak usah."Alya menolaknya dengan berkata, "Benar-benar nggak usah, Pak Hasan."Namun Hasan masih memaksa. "Nona Alya, aku cukup kuat untuk mendorongmu sambil membawa koper-koper ini."".... Kalau kamu bersikeras ingin mendorong, Maya, kamu saja yang duduk di atas koper. Biarkan Paman Hasan mendorongmu.""Oke, Mama."Maya adalah anak yang pintar. Begitu mendengar ucapan Alyya, dia segera memanjat ke atas koper. Dia kurang bisa memanjatnya, sehingga dia mengulurkan tangan kecilnya pada Hasan dan berkata dengan suara lembut, "Paman Hasan, tolong Maya."Hasan refleks mengulurkan tangannya dan membantu Maya duduk di atas koper.Setelah Maya duduk, Hasan baru menyadari sesuatu."Nggak, Nona Alya, maksudku adalah ....""Maya sudah capek jalan. Jadi Pak Hasan, tolong dorong dia ya. Satya, bawa koper kecilmu ke sini dan bawa sendiri.""Oke."Kedua anak kecil itu sangat menurut pada Alya. Apa pun yang Alya katakan, mereka berdua akan melakukannya.Pada akhirnya, Hasan pun hanya bisa m
"Pak Rizki, untuk kali ini aku sungguh minta maaf. Ini kelalaianku. Aku juga nggak menyangka penerbangan ini akan penuh."Mendengar perkataan asistennya, langkah Rizki tiba-tiba terhenti. Tatapannya tampak setajam pisau."Cahya, kalau hal ini terjadi lagi, kamu bisa langsung pergi.""Baik, baik. Nggak akan terjadi lagi, Pak Rizki. Aku berjanji. Kali ini adalah kecelakaan."Setelah naik ke pesawat, karena sudah menjadi kebiasaan, Rizki langsung berjalan ke arah kursi kelas satu."Selamat datang."Seorang pramugari menyambut para penumpang pesawat. Saat pandangannya jatuh pada Rizki, seketika matanya berbinar."Pak, tiketmu ...."Begitu pramugari itu berbicara, Cahya yang berada di belakang Rizki segera memberikan tiket mereka.Sang pramugari menerima tiket tersebut dan melihatnya. Kemudian, dia menghentikan Rizki yang sedang berjalan ke arah kabin kelas satu. "Maaf, Pak. Kursi Anda di sebelah sini."Langkah Rizki seketika berhenti.Sang pramugari tersenyum dengan ramah dan mengarahkanny
Begitu memasuki area kelas satu, mata Cahya segera memindai tempat tersebut, berharap ada seseorang yang bersedia untuk bertukar kursi.Akhirnya, dia menargetkan seorang pria paruh baya."Permisi, Pak."Cahya menghampiri pria tersebut dan langsung memberikan kartu namanya.Pria paruh baya itu tertegun. Namun saat melihat kartu nama Cahya, dia menunjukkan senyum terkejut."Pak Cahya?"Cahya pun terkejut dan bingung."Kamu mengenalku?""Kenal. Pak Cahya, aku Manajer Bima dari Perusahaan Pranata. Waktu itu kita pernah bertemu."Cahya memandang pria dengan wajah kotak, mata kecil, serta hidung pesek di depannya. Dia berusaha mencari-cari di dalam ingatannya, tetapi dia tidak ingat kalau dia pernah menemui pria ini.Melihat ekspresi Cahya yang tampak tidak mengingatnya, Bima sama sekali tidak keberatan. Dia hanya mengetuk hidung Cahya dan berkata, "Nggak apa-apa, Pak Cahya. kamu adalah orang yang sangat sibuk, wajar saja kalau kamu nggak mengingatku."Cahya hanya bisa mengangguk"Omong-omon
"Haha, ternyata memang Pak Rizki. Pantas saja orang-orang selalu berkata bahwa Pak Rizki memiliki aura yang kuat."Cahya segera menjelaskan pertukaran kursi tersebut pada Rizki. Rizki meliriknya dengan dingin, lalu langsung melangkah pergi.Bima hanya bisa cepat-cepat memberikan jalan padanya.Setelah Rizki pergi, Bima segera menatap ke arah Cahya."Pak Cahya, bagaimana kalau kita bertukar kontak?"Cahya tak bisa berkata-kata.Karena dia telah berutang budi, dia pun terpaksa mengeluarkan ponselnya dengan pasrah....Rizki pergi ke kursi yang telah dia tukar dengan Bima.Setelah duduk, ekspresinya masih tampak suram. Aura di sekelilingnya sangat dingin hingga orang-orang pun meliriknya.Bertukar kursi di pesawat adalah hal yang lumrah. Selama penumpang itu sendiri bersedia, para pramugari tidak akan ikut camput.Apalagi, penampilan Rizki tampak seperti seseorang berjabatan tinggi. Ketika sang pramugari melihatnya bertukar kursi, pramugari tersebut langsung menghampirinya dan bertanya, "
Lagi pula, kalau Irfan ingin mendapatkan Alya, Irfan pasti bisa menggunakan cara lain untuk mencegah kedua anak ini lahir.Selama dia mau melakukannya, pasti selalu akan ada jalan, 'kan?Namun tidak, selain kedua anak ini lahir dengan selamat, Irfan juga memperlakukan mereka layaknya anak sendiri. Kasih sayang Irfan terhadap Alya juga masih tetap sama.Sebagai seorang pria, Hasan berpikir meskipun dirinya mati, dia tidak akan memiliki toleransi seperti itu.Akan tetapi, sekarang begitu dia mengenal kedua anak ini ....Hasan merasa dia tidak perlu mati. Sepertinya dia ... juga cukup toleran.Lagi pula, siapa yang tidak akan menyukai anak-anak segemas, sepatuh dan sesopan ini!!Sebelumnya, Hasan merasa apa yang dilakukan Irfan adalah sia-sia. Namun sekarang, dia merasa sangat cemburu padanya.Ketika dia sedang tenggelam dalam pikirannya, Maya tiba-tiba mendongak memandangnya dan berkata, "Paman Hasan, aku mau ke toilet."Hasan tercengang.Ah, bukankah anak ini baru saja ke toilet sebelum
Mata Maya cerah dan jernih.Rizki pun terkesiap.Apa dia sedang berhalusinasi?Jika tidak, bagaimana bisa gadis kecil yang hanya bisa dia lihat melalui siaran langsung di ponselnya sekarang muncul di hadapannya?Ketika dia sedang bertanya-tanya apakah pemandangan di depannya sungguhan atau tidak, gadis kecil di depannya memiringkan kepala dan berkata dengan suara yang manis, "Paman, wajah Paman sangat tampan!"Rizki tercengang.Suara kecil yang manis ini ....Persis sama dengan suara yang telah dia dengarkan berkali-kali di siaran langsung.Kecuali, sekarang suaranya terdengar lebih nyata dan lembut."Maya?"Rizki mengatupkan bibirnya, dia hampir secara tidak sadar menyebut nama gadis kecil ini.Mata gadis kecil tersebut pun berbinar."Paman kenal Maya?"Melihat bahwa pria ini dapat memanggil namanya, Maya pun tampak menjatuhkan segala pertahanannya terhadap Rizki. Gadis kecil itu tidak lagi berdiri di tempat dan mulai melangkah kecil ke depan Rizki."Paman, Paman mengenal Maya, tapi k
"Pak, silakan anggur Anda."Setelah mengatakan itu, sang pramugari tiba-tiba menyadari Maya yang berdiri di sisi Rizki dan raut wajahnya berubah.Setelah meletakkan gelas anggur iru di depan Rizki, dia segera meminta maaf."Mohon maaf, Pak. Apakah anak ini mengganggumu? Aku akan segera membawanya pergi."Setelah mengatakan itu, sang pramugari tersenyum pada Maya lagi."Adik, maafkan Kakak tadi, ya. Kakak sudah melupakanmu. Bagaimana kalau sekarang kamu kembali ke kursimu dengan Kakak?"Maya meliriknya, lalu melihat ke arah Rizki.Rizki merapatkan bibirnya dan merasa agak enggan.Akan tetapi, anak kecil tetaplah anak kecil. Maya sama sekali tidak ragu. Setelah mendengar perkataan sang pramugari, Maya mengangguk dengan patuh. Kemudian dia berbalik dan melambaikan tangannya pada Rizki."Paman, senang bertemu denganmu hari ini. Maya pergi dulu, ya."Rizki mengangguk, suaranya terdengar rendah dan berat."Hm, Paman juga sangat senang bertemu denganmu."Meskipun dia enggan untuk berpisah, Ma
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang