Setelah memasukkan sandi untuk memasuki rumah Alya, Citra mendengar suara kedua anak kecil yang menggemaskan itu.Ketika dilihat lebih jelas, ternyata kedua anak itu sedang melakukan siaran langsung.Kata-kata yang hendak keluar dari mulutnya pun seketika tertahan. Karena Maya dan Satya masih belum menyadari keberadaannya, Citra pun memutuskan untuk langsung pergi ke dapur dan menyibukkan dirinya.Tadinya dia kira, beberapa hari ini Alya pasti sangat sibuk hingga tidak sempat mencuci piring. Namun,ketika dia masuk ke dapur, dia menemukan bahwa ruangan itu sangat bersih.Jangankan piring kotor, bahkan mejanya pun sudah dilap bersih.Selain itu, tabel di rak samping juga menunjukkan bahwa kotak bertanggalkan hari ini sudah dicentang."Apa pembantu hariannya sudah datang?" gumam Citra. Tanpa memikirkannya lagi, dia pergi ke balkon.Saat kedua anak itu menyelesaikan siaran langsung mereka, barulah dia keluar."Bibi Citra!"Begitu melihatnya, Maya dengan antusias menerjangnya. Tanpa menungg
Memikirkan hal ini, Citra merasa sangat kesal dan berkata, "Kalian, cepat doakan Bibi supaya cepat menikah. Nanti Bibi akan mempunyai sepasang anak yang selucu kalian dan nggak akan mencubit pipi kalian lagi."Maya memeluk leher Citra dengan lembut dan berkata, "Semoga Bibi Citra cepat menikah.""Aduh manisku, kamu menggemaskan sekali. Aku sangat menyayangimu."...Mendekati akhir jam kerja, Irfan datang untuk menemui Alya."Pekerjaanmu masih belum selesai?"Di tengah kesibukannya, Alya bahkan tidak mengangkat kepalanya. Dia hanya menyempatkan untuk berkata, "Belum, sepertinya butuh beberapa waktu lagi."Setelah mengatakan itu, dia tiba-tiba tersadar dengan siapa dirinya berbicara dan mengangkat kepalanya."Kenapa kamu kemari?"Irfan berjalan sambil membawa kunci mobil di satu tangan dan jasnya di tangan yang lain. Bibirnya tersenyum lembut."Aku datang untuk menjemputmu pulang, tapi sepertinya kamu masih harus bekerja sebentar lagi."Sambil berbicara, Irfan pun berjalan ke sofa. "Apa
Tangan Irfan berhenti bergerak. Dia tertawa dengan lembut, tetapi dia sama sekali tidak menarik tangannya. Tangannya masih berada di kancing jaket Alya."Alya."Suaranya sangat lembut. "Kamu segininya menolakku?""Nggak, aku bukan ...."Alya masih kesusahan untuk menjelaskan, tetapi Irfan menghela napas dan sudah menarik kembali tangannya.""Kalau begitu, sebaiknya kamu melakukannya sendiri."Alya terdiam.Setelah Irfan menarik tangannya kembali, Alya cepat-cepat berbalik dan mengancing jaketnya.Setelah dia selesai mengancing dan berbalik lagi, Irfan sudah membawakan tas laptopnya dan berjalan di depan.Alya pun cepat-cepat mengikutinya.Orang-orang di perusahaan banyak yang sudah pulang, hanya beberapa yang masih lembur. Semua orang yang mereka temui akan menyapa mereka."Pak Irfan, Bu Alya."Mereka berdua mengangguk bersamaan menjawab sapaan tersebut.Setelah memasuki lift, Alya memberi tahu Irfan mengenai kedatangan Citra di rumahnya."Dia cuti? Itu jarang sekali. Ternyata bosnya m
Lagi pula meskipun Irfan terlihat lembut, status sosialnya sangat tinggi. Citra sama sekali tidak berani menganggap Irfan sebagai pria biasa.Kemudian setelah mereka banyak menghabiskan waktu bersama, mungkin karena dia adalah sahabatnya Alya, sikap Irfan terhadapnya sangatlah baik. Kadang-kadang, Irfan juga akan sekalian membawakannya sesuatu.Lama-kelamaan, Citra pun berpihak pada Irfan. Bahkan terkadang, dia akan memuji Irfan.Selain itu, dia sungguh merasa bahwa Irfan adalah pria yang baik.Irfan sudah terus berada di sisi Alya selama 5 tahun.Selama 5 tahun ini juga tidak ada wanita lain di sisinya.Selain Irfan, apa di dunia ini masih ada pria sesetia ini?Apalagi dia juga sama sekali tidak keberatan dengan Alya yang sudah pernah bercerai dan punya anak. Dia memperlakukan kedua anak Alya seperti anaknya sendiri.Jika semua ini bukan cinta ...."Kalian membicarakan apa?"Tepat pada saat ini, Alya pun berjalan keluar dari dapur. Dia hanya mendengar bagian akhir percakapan kedua tem
Selesai makan malam, Irfan menggulung lengan bajunya. "Biar aku yang cuci piring.""Nggak usah dicuci, rapikan saja dan taruh di mesin pencuci piring."Sayangnya gerakan Irfan terlalu cepat. Tanpa menunggu reaksi Alya, dia sudah membawa semua piring kotor.Melihat ini, Citra pun menggoda mereka."Ah, Alya. Kalau dia ingin melakukannya ya biarkan saja. Kalau kamu nggak membolehkannya, bagaimana dia bisa tampil baik di depanmu?""Benar." Irfan ikut menambahkan, "Aku juga harus menampilkan sisi baikku."Dengan percakapan ini, Alya tidak tahu harus berkata apa lagi. Akhirnya dia pun menyerahkan semua sisa tugasnya pada Irfan.Ketika sudah waktu tidur, meskipun Citra jelas memiliki kamar tamunya sendiri untuk dia tiduri, dia masih dengan keras kepala datang dan menyelipkan dirinya untuk tidur bersama Alya.Di luar jendela turun gerimis, sehingga suhu di dalam kamar pun sedikit dingin.Namun,bersama sahabatnya, suhu di dalam selimut pun menjadi lebih hangat."Aku ingat ketika kita masih seko
Mendengar ini, Alya pun mengerutkan keningnya tidak setuju."Tapi perasaan nggak tergantung pada hal-hal itu.""Kalau begitu tergantung apa? Katakan padaku, apa yang kamu cari?" Terpikirkan sesuatu, Citra berkata sambil tersenyum, "Kenapa kamu nggak langsung bilang saja padaku kalau ada seseorang yang kamu sukai selama 5 tahun ini? Pasti yang memiliki perasaan padamu bukan hanya Irfan.""Citra, aku sudah punya anak. Aku nggak mau memikirkan hal-hal ini," ucap Alya."Tapi orang-orang itu nggak peduli meskipun kamu punya anak. Bukankah Irfan memperlakukan Maya dan Satya seperti anaknya sendiri?""Hm, aku tahu. Aku banyak berutang padanya."Mungkin, seumur hidup pun Alya tidak akan bisa membalas budinya."Ah, kalau aku adalah Irfan dan mendengarmu berkata seperti itu, aku pasti akan patah hati." Citra merasa kasihan pada Irfan. "Menurutku, dia benar-benar baik. Dia tampan dan latar belakang keluarganya bagus. Lalu yang paling penting, dia nggak suka main-main. Di sampingnya nggak ada wani
Dengan pikiran tersebut, Rizki teringat dengan kejadian ketika dia menambahkan kontak wanita itu. Karena dia tidak membalas pesan itu lagi, akhirnya kontak dia dan wanita itu pun terputus.Wanita itu ingin mengembalikan uangnya, tetapi Rizki tidak mau. Mungkinkah wanita itu takut untuk melakukan siaran langsung lagi karena Rizki akan terus mengirimkan hadiah?Oleh karena itu, mereka pun memutuskan untuk tidak melakukan siaran langsung lagi?Namun, bagaimana jika ... Rizki mengirimkan nomor rekeningnya?Rizki memang menyukai kedua anak kecil itu. Meskipun mereka tidak sering melakukan siaran langsung, mereka selalu berhasil mengusir kegelapan di dalam kehidupannya.Kedua anak kecil itu sangat menggemaskan. Selama setahun ini, menonton mereka berdua telah menjadi semacam rutinitas untuk Rizki.Dia belum menemukan hal lain yang dapat menggantikan mereka dalam memperbaiki suasana hatinyaJika mereka benar-benar berhenti melakukan siaran langsung karena hal itu ....Dalam sekejap, pikiran R
Dengan adanya Sinta di belakangnya, apa lagi yang perlu Cahya takuti? Dengan kekuatan ini, bukankah dia harus cepat-cepat membuat atasannya ini minum obat?Bagian terbaiknya adalah, dia hanya perlu mengingatkan Rizki untuk minum obat dan dia akan menerima gaji dua kali lipat. Bukankah hal ini sangat bagus?"Pak Rizki, kalau kamu nggak minum obatnya, bagaimana aku bisa menjelaskannya saat ibumu menelepon nanti?"Begitu mengatakan hal tersebut, Cahya langsung merasakan sebuah tatapan dingin jatuh ke wajahnya.Seketika dia merasa bulu kuduknya berdiri.Saat itulah dia sadar, meskipun dia memiliki Sinta di belakangnya, bagaimanapun juga Rizki adalah anaknya Sinta. Jika dirinya terlalu arogan dan sombong, yang akan merugi nanti pasti adalah dirinya.Akan tetapi, apa yang dilakukan Rizki selanjutnya membuatnya terkejut.Rizki meminum obat tersebut di depannya, bahkan dia juga meminum segelas air hangat yang dituangkannya. Setelah itu, dia meletakkan gelas itu kembali ke atas meja dengan suar
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang