Dihukum jadi pacar? Indira benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan hukuman aneh dari senior yang menurut informasi suka gonta ganti pasangan. Tidak tahu alasan jelas tentang hukuman, tidak berani menolak membuat Indira terjebak dengan hukuman ini bersama seniornya, Fajar. Memberikan hukuman aneh pada mahasiswi baru membuat Fajar menganggap sebagai obat traumanya. Menjalin hubungan dengan beberapa perempuan tidak membuat Fajar sembuh, tapi berbeda saat bersama dengan Indira. Tidak mengetahui masalah masing-masing membuat Fajar dan Indira menjalin hubungan sesuai dengan jalannya, selayaknya hubungan pada umumnya mampu membuat mereka dewasa. Apakah Fajar memang serius dengan perasaannya atau menganggap Indira sebagai obat traumanya? Akankah mereka berdua terbuka dengan semuanya?
View More"Papa belum datang, ma?"Indira menggelengkan kepalanya saat melihat Yudo keluar dari kamarnya dengan mengalihkan pandangan kearah jam yang terpasang di dinding "Satu jam lagi mungkin, sudah kangen?"Yudo menganggukkan kepalanya berjalan mendekati Indira "Papa katanya mau kasih buku baru kalau Yudo nurut omongan mama dan bisa bantu jagain Naila.""Mama sudah bilang sama papa kalau Mas Yudo sudah jadi anak yang baik. Sekarang Mas Yudo harus siap-siap, papa mau ajak makan diluar." Indira memilih meminta Yudo untuk bersiap sedangkan dirinya bersama Naila dengan merapikan penampilan.Indira melihat bibi dengan tas untuk keperluan Naila, Fajar mengajak mereka ke cafe dimana konsepnya sudah berubah. Fajar memberikan tempat untuk anak-anak bermain dan juga buku yang bisa dibaca selama disana, buku yang dibaca harus dengan sepengetahuan karyawan cafe.Suara mobil diluar membuat Indira melangkahkan kakinya keluar dan kalah cepat dengan Yudo yang berla
"Semua akan baik-baik saja, kak." Indira membelai lengan Fajar pelan "Yudo sudah aman sama bibi, kan? Udah minum susunya?" "Adik nggak usah mikir aneh-aneh, fokus kateter aja sekarang." Fajar merapikan anak rambut Indira perlahan.Indira masuk kedalam pelukan Fajar yang memberikan belaian lembut "Aku baik-baik saja."Perawat membawa Indira kedalam ruangan, memberikan ciuman pada seluruh wajahnya sebelum masuk ke ruang operasi. Fajar bersama dengan orang tua mereka berdua, ditemani Ryan dan Rudi. Duduk dengan bersandar pada tembok, beberapa lantunan doa yang diucapkan untuk keselamatan Indira, Fajar tahu jika tidak akan memakan waktu lama tapi proses sampai sadar itu yang membutuhkan waktu lama."Kamu mending kerja aja," ucap Ahmad menepuk bahu Fajar pelan "Disini ada kita berempat sama Ryan, nggak baik ijin terus."Fajar menatap jam yang ada di tangan, perkataan mertuanya memang benar dimana waktunya kembali kerja. Fajar meminta ijin sam
"Aku sih nggak masalah, adik gimana? Yakin?" Fajar bertanya sudah ke berapa kali sebelum memutuskan membawa Yudo ke rumah."Yakin," jawab Indira langsung yang menatap Yudo dalam gendongannya."Kakak kasih nama gih." Indira mengalihkan pandangan kearah Fajar yang hanya diam."Apa ini kode adik siap dengan keputusan apapun nanti setelah keteter?" Fajar bertanya hati-hati tanpa menjawab pertanyaan Indira."Kita lihat nanti, kak. Aku mau fokus sama Yudo dan kateter, tapi kalau kateter siapa yang jaga Yudo?"Fajar mengacak rambut Indira pelan "Kita bicara dulu sama keluarga, tapi orang tua kita pasti akan mendukung apapun keputusan kita nantinya, walaupun memberikan pendapat yang berbeda."Indira menganggukkan kepalanya "Kakak setuju adopsi Yudo, kan?" meletakkan Yudo di ranjang secara pelan "Soalnya dari tadi nggak kasih nama lengkap buat Yudo, takutnya kakak nggak setuju dan nanti aku yang kesannya ngebet banget tapi kakak lempeng."
"Eyang udah kangen sama kalian berdua, masa harus nunggu ngemis gini."Indira meringis mendengar kata-kata mertuanya, permintaan eyang agar mereka mendatangi rumahnya sama sekali belum bisa terlaksana dan baru memiliki waktu sekarang, lebih tepatnya Fajar memaksa diri untuk mendatanginya bersama tiga orang lainnya."Ryan yakin mau ikut?" suara mertuanya membuyarkan lamunan Indira."Yakin, bu." "Indira jangan dibuat capek, nanti dirumah eyang ada yang bantu jadi jangan nggak enakan disana." Indira memilih menganggukkan kepalanya "Fany, mbaknya dijaga yang benar jangan buat capek.""Indira nggak papa, bu. Nggak usah khawatir. Ibu tenang aja kita akan baik-baik saja nanti di rumah eyang." Indira memeluk mertunya dari samping agar sedikit tenang."Udah semua? Kita berangkat sekarang." Fajar menatap Indira yang menganggukkan kepalanya.Berpamitan pada orang tua Fajar sebelum akhirnya masuk kedalam mobil dengan Fajar sendiri
"Wanita dengan segala ketakutannya."Lemparan tissue mengenai wajah Awang diikuti dengan tatapan tajam, mengalihkan pandangan kearah lain dimana tampaknya lebih enak dilihat."Wajar takut! Kalian para pria akan mencari alasan ketika nanti selingkuh, sudah punya anak aja masih bisa di selingkuhi apalagi ini nggak ada anak." "Aku nggak gitu, Nat. Kamu nggak percaya sama aku?" Fajar menggelengkan kepalanya mendengar kalimat yang keluar dari bibir sahabatnya, Nathali."Kita nggak pernah tahu ke depan bagaimana, sekarang kamu bilang nggak tapi besok atau besok-besoknya nggak ada jaminan." "Kamu dukung Indira melakukan itu semua? Kalian sudah saling bicara? Kapan? Kenapa kamu nggak kasih tahu aku?" Fajar menatap penuh selidik pada Nathali "Kamu support aku atau Indira sih?""Nggak usah drama! Nggak penting pertanyaanmu itu, memang kalau aku jawab akan membuat kamu nggak cari solusi? Kalau aku cerita terlebih dahulu pastinya kamu deng
"Operasi?"Keinginan Indira untuk memberikan anak pada Fajar sudah bulat, mendatangi dokter jantung dan kandungan untuk konsultasi, tanpa sepengetahuan Fajar melakukan beberapa kali pemeriksaan bersama dengan mamanya. Indira melakukan itu semua dengan uang tabungan yang dia dapat dari Fajar tiap bulannya, tidak lupa juga dari bantuan kedua orang tuanya."Operasi apa ini? Jantung?" Indira menganggukkan lalu menggelengkan kepalanya "Terus?""Aku ke dokter sama mama buat konsultasi dan melakukan Ecco macam USG jantung itu, kak. Dokter Markus menyarankan untuk kateter buat lihat dimana letak masalahnya, aku masih cari waktu dan mutusin setelah wisuda jadi karena sudah wisuda aku mau lakuin." Indira menjelaskan dengan sangat singkat."Kenapa nggak bilang? Kapan lakuin itu semua? Bukannya kita sibuk menyelesaikan masalah? Adik juga sibuk ngerjain skripsi, terus uang darimana konsultasi?" Fajar memberikan pertanyaan berturut-turut."Belum sempat
"Kakak dimana?" Indira menatap sekeliling diantara banyaknya orang yang ada."Sayang," panggil Fajar yang sudah berada di belakang Indira dan secara otomatis membalikkan badan dengan memeluknya erat."Ehm."Indira melepaskan pelukan dari Fajar saat mendengar suara dehaman yang sangat dihafal luar kepala dan langsung mendatangi kedua orang tuanya dengan memeluknya erat."Selamat ya sudah wisuda," ucap Rahayu setelah memberikan ciuman singkat di pipi Indira."Makasih, mama yang nggak pernah berhenti mengomel buat ngingetin aku." Indira kembali memeluk Rahayu erat.Fajar membawa Indira dan orang tuanya ke tempat foto-foto singkat, walaupun nanti setelah ini mereka juga ke studio foto tapi momen disini sangat langka. Ketika dirinya wisuda dulu juga foto disini selain studio, Fajar menyimpan foto mereka berdua di tempat yang strategis."Kita mau ke cafe buat makan-makan?" Ahmad membuka suara setelah selesai sesi foto.
"Wisnu datang dan minta maaf?" Rudi mengatakan dengan nada tidak percaya "Bagaimana bisa terjadi?""Kita juga nggak tahu, tapi Indira tiba-tiba kasih kata-kata mutiara 'orang nggak pernah sadar sama kelakuannya, lebih suka mencari kesalahan orang lain' macam begitu." Fajar mengatakan dengan tatapan yang tidak lepas dari Indira dimana sedang bersama sahabat-sahabatnya."Indira memang menarik," ucap Awang yang diangguki Fajar "Nggak nyangka kalau kamu bakal jatuh cinta sama dia, aku masih ingat tatapanmu pertama kali dulu."Kenangan itu masih diingat dengan sangat jelas, tatapan pertamanya saat melihat Indira pertama kali pada waktu berbaris, setelah itu tatapannya secara tiba-tiba teralih ketika Indira melamun yang tampak menggemaskan. Setiap mata mereka bertemu Fajar tahu jika Indira ini masih polos, jernih dan tulus. Sejak itu memutuskan memberikan hukuman yang tidak akan pernah disesalinya sama sekali sampai sekarang."Minggu depan wisuda?" Faja
"Apa memang harus melakukan ini?" tanya Indira memastikan "Apa nggak berlebihan?" "Kalau melihat mereka berdua kayaknya ya," jawab Rudi sedikit ragu."Bukannya Melda hamil sama pria tua? Kenapa sekarang jadinya begini? Aneh nggak sih?" Indira menatap kedua pria yang berada disekitarnya yang hanya diam "Kakak lupa sama yang Melda bilang waktu kita ketemu sama masnya itu." Indira mengalihkan tatapannya pada Fajar yang masih diam."Bisa jadi dengan pria tua, tapi mengambil barang-barang Fajar agar lebih mudah menuduhnya..." Rudi mengatakan dengan tidak yakin.Fajar menggelengkan kepalanya "Melda bukan pembohong, terlepas yang dia lakukan sama aku dan keluarga. Selama kita bersama dia nggak pernah berbohong, dia bicara sebenarnya tapi sepertinya di tengah kebingungannya mereka mengatakan jika bukan pria itu melainkan aku."Terkejut, mereka hanya diam setelah Fajar mengatakan hal yang diluar pikiran mereka semua. Helaan napas dikeluarkan Indi
“Dik, nanti istirahat ketemu saya di ruang kesehatan.” Indira menatap bingung dengan apa yang dilakukan pria itu, pria yang tidak lain seniornya. Mengalihkan kembali pandangan ke depan dan mencoba fokus tapi tetap saja memikirkan perkataan senior tadi, menatap Mita yang berada disampingnya dengan tatapan bingung.“Tadi siapa?” bisik Indira.“Kayaknya senior deh, kamu nanti jangan lupa kesana.” Mita mengatakan tanpa menatap Indira.Materi yang disampaikan berjalan cukup lama, Indira mulai mencatat apa saja yang penting. Mendengarkan semuanya tanpa ada yang terlewatkan, menjelang istirahat tugas diberikan dengan membentuk kelompok berdasarkan absen.“Jangan lupa ke ruang kesehatan,” ucap Mita mengingatkan.“Hampir aja lupa,” ucap Indira sambil memukul keningnya pelan.“Kalian ke kantin?” tanya Lia, salah satu mahasiswi baru sama seperti Indira dan Mira.“Aku yang ke kantin,” jawab Mita.“Kamu?” Lia menatap Indira.“Dipanggil sama senior, kalian ke kantin aja. Aku nitip minum sama roti
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments