Sebentuk Hati untuk Jingga

Sebentuk Hati untuk Jingga

last updateLast Updated : 2022-03-11
By:  Dian ApririaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
54 ratings. 54 reviews
86Chapters
4.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Jingga sering kali mengalami sakit hati. Kesakitan demi kesakitan yang dialami mengajarkan untuk tak lagi mudah membuka hati bagi lelaki. Ia lebih memilih hidup sendiri meskipun dengan konsekwensi harus menahan perih setiap kali pertanyaan kapan menikah datang menghampiri. Ketika sosok Angkasa datang menawarkan sebuah hubungan, akankah Jingga mampu move on dari lukanya dan memulai kembali?

View More

Chapter 1

Chapter 1 - From The Bottom of Her Broken Heart

"Cukup!"

Satu tangannya terangkat sebagai tanda ia tak ingin lagi mendengar alasan apa pun. Diambilnya tas cangklong yang tadi diletakkan sembarangan di atas meja, kemudian beranjak pergi tanpa memandang kepada lawan bicaranya. Langkahnya cepat menuju ke area parkir pengunjung cafe tempat di mana motor matic kesayangannya menunggu dengan setia.

Ya, hanya motor matic biru bergaris putih dengan stiker bugs bunny kesayangan yang selalu menantinya dengan setia tanpa pernah ada keinginan selingkuh atau pun mendua. Hanya dia yang menemani kemana pun tanpa tuntutan harus berdandan anggun atau bergaun cantik dengan sepatu hak tinggi atau sejenisnya.

"Ngga!" seru pria yang tadi ditinggalkannya di dalam cafe.

"Jingga, tungguuuu!" Karena Jingga tak berniat menoleh, pria itu kembali memanggil-manggil namanya sambil bergegas menyusul gadis itu.

Sekuat hati Jingga menahan air matanya agar tak tumpah. Tidak sekarang, batinnya. Ia tak boleh sampai terlihat lemah di depan pria br*ngs*k itu. Dia harus tampak tegar dan tak terlukai meski itu sungguh berlawanan dengan kenyataan. Sambil berjalan cepat, hampir berlari ke arah parkiran, disekanya bulir-bulir bening yang ternyata lolos juga dari pertahanan pelupuknya.

Area parkir lumayan sepi. Sore itu belum begitu banyak pengunjung cafe. Tampak ada sekitar tujuh motor dan dua mobil di sisi yang berlainan. Sampai di sebelah motornya, pria itu, Miko, akhirnya berhasil menyusul Jingga dan meraih tangan si gadis. Menahannya untuk berbicara sebentar.

"Dengerin dulu, dong," ujar Miko mencoba membuat Jingga mau mendengarkan penjelasannya barang sebentar. Nyatanya Jingga tak menggubrisnya. Ia malah membuang muka dan berusaha mencari-cari kunci atau entah apa dari dalam tas cangklong yang dikenakan.

"Aku bukannya mau putus, Jingga. Kita bisa tetep jalan, kok," ujarnya lagi. Kali ini usahanya berhasil menarik perhatian Jingga sepenuhnya.

Spontan Jingga menoleh dan melempar tatapan menusuk ke arah Miko. Bila tatapan dapat membunuh, rasa-rasanya Miko bisa saja tewas seketika. Pria berperawakan tinggi kurus itu sampai mengernyit dan hendak mengalihkan pandangan, tetapi terhalang oleh rasa gengsinya sebagai pria. Masa' dia takut sama wanita, sih. Begitu benaknya berkata.

"Jadi, kamu pikir aku marah karena gak bisa lagi jalan sama kamu, gitu?" tanya Jingga dengan nada membentak. Ia sungguh telah habis sabar menghadapi Miko. Suaranya melengking naik beberapa oktaf saking menahan emosi. Sakit hatinya tadi seketika berubah menjadi amarah tingkat tinggi. Bisa-bisanya Miko mikir dia sereceh itu.

"Lah, terus?" Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, Miko kelimpungan mencari pembelaan diri yang lain.

Jingga menggeleng-geleng frustrasi akan ke-GR-an pria yang sayangnya beberapa waktu ini ia rasa telah dicintai sepenuh hati.

"Denger, ya! Mana ada, sih, cewek yang nggak sakit hati kalau cowoknya cerita habis jalan sama mantan pacar? Gila apa, ya?!"

"Tapi dia cinta pertamaku, Jingga. Kamu, kan, tahu, namanya cinta pertama itu susah buat dilupain gitu aja. Lagipula aku udah jujur sama kamu. Apa itu bukan sisi baikku? Kalau aku nggak bilang, kamu juga nggak akan tahu, kan? Dan nggak perlu kita sampai bertengkar kayak gini." Dengan entengnya, Miko mengutarakan pendapat. Ia seolah ingin berkata bahwa Jingga saja yang keterlaluan kalau masih marah, padahal dia sudah jujur mengakui.

Jingga memutar bola matanya jengah. Rasa kesalnya sudah naik ke ubun-ubun. Kalau terus meladeni Miko, bisa darah tinggi mendadak dia.

"Aku nggak peduli, ya! Dia cinta pertama kamu, kek. Cinta monyet kamu, kek. Yang jelas kamu udah selingkuh. Dan aku mau kita putus. Titik!"

Dihempaskannya tangan Miko yang menahan lengannya. Ia segera menaiki motor dan mengenakan helm, kemudian menstarter dan langsung tancap gas tanpa mempedulikan lagi Miko yang masih berusaha menahannya.

"Dasar cowok edan! Minta dimaklumin, katanya? Dikira aku cewek bego, apa? Udah jelas-jelas selingkuh, juga. Dan apa tadi dia bilang? Harus menghargai kejujuran? Bener-bener gak ada otak." Jingga ngedumel sendiri sambil mengendarai motor. Ia suka menumpahkan kekesalan di atas motor. Berkendara dengan kecepatan sedang, bersama deru angin yang lumayan kencang, membuatnya dapat mengomel sepanjang perjalanan tanpa takut ada telinga lain yang mendengar.

Beberapa kali ia melihat ke arah kaca spion untuk memeriksa apakah Miko mengejarnya atau tidak. Ia dibuat kecewa dengan kenyataan tak melihat siapa pun di belakangnya. Ah, ternyata setidak berharga itu dia di mata Miko.

Padahal selama enam bulan belakangan, ia merasa begitu cocok dengan pria itu. Berada di dekatnya selalu membuat dirinya merasa bangga dan menjadi cewek paling beruntung sedunia. Rupanya cinta memang sering kali membuat yang mengalaminya menjadi buta. Segala keburukan si pasangan seolah tertutupi oleh agungnya rasa.

Dengan terus terisak, Jingga akhirnya sampai juga di rumahnya. Rumah kecil nan asri berpagar besi hitam dengan angka 76 nangkring di pilar tembok pagarnya. Satu rumah yang tampak berbeda daripada rumah-rumah di sekitarnya, karena ada toko kecil yang menempel di samping rumah inti. Pagar hitamnya juga senantiasa terbuka separuh karena menjadi akses masuk bagi pembeli yang datang.

Toko milik ibunya ini menjual aneka sembako dan keperluan rumah tangga lainnya. Karena itu, biasanya banyak tetangga berkumpul, menyempatkan diri bercakap-cakap sebentar atau pun lama sesuka mereka sambil berbelanja. Ibu-ibu rumah tangga memang biasanya betah mengobrol berlama-lama. Ada saja yang mereka bicarakan. Dari harga-harga bahan dapur, sampai kadang urusan keluarga masing-masing juga ikut dibahas.

Jingga bersyukur sedang tidak ada pembeli ketika ia berbelok masuk ke halaman rumahnya. Setidaknya, ia tak harus menyapa atau berbasa-basi dengan mereka. Ia sedang sama sekali tidak mood untuk itu. Setelah memarkir motornya di teras depan, diusapnya air mata yang tersisa dan membetulkan riasan di wajah. Bukan riasan, sih. Ia tipe gadis yang cukup berbedak tipis dengan sapuan lipgloss saja sudah bisa sampai ke mana saja. Hanya memastikan pantulan di kaca spion wajahnya sudah tidak tampak sembab.

Ia tentu saja tak ingin orang rumah menyadari ia habis menangis. Ibunya bisa mendadak histeris. Apalagi sang adik, kekepoannya yang sering tidak pada tempatnya akan lebih membuat Jingga makin nyesek tingkat dewa. Dan sudah barang tentu perihal itu akan dibahas terus dan terus saja sampai ada titik terang apa sebab yang membuatnya sampai menangis. Jingga benar-benar tidak ingin membahasnya dengan siapa pun sekarang atau bahkan selamanya.

Biar ia simpan sendiri luka hati. Karena hanya yang mengalami, yang dapat mengerti betapa sakit saat setianya ternodai, juga hancurnya rasa ketika mencoba tulus mencintai, tetapi malah dikhianati.

Tepat saat hendak membuka pintu ruang tamu, ia dikejutkan oleh sang adik--Nila--yang memang kebiasaan suka usilnya tak tertolong lagi.

“Dor!" teriaknya dari balik pintu, membuat Jingga yang sedang bad mood seketika meradang.

“Nila!" Apa-apaan, sih! Ngagetin aja, deh!"

Nila hanya tertawa-tawa melihat kakaknya marah. Gadis ayu yang usianya terpaut empat tahun di bawah Jingga itu memang pembawaannya selalu ceria, humoris dan seperti tak pernah punya beban hidup.

Jingga melempar tatapan kesal ke arah adiknya. Yang ditatap bukannya minta maaf malah terus menggodanya.

"Ish, gitu aja ngamuk, sih, Mbak. Ntar cepet tua, lho!" ujar Nila dengan bibir sengaja dimonyong-monyongkan.

"Tuh, lihat, banyak kerutan di dahi, ckckck ... Mbak Jingga udah tua, ya ampun!" Nila terus menggoda kakaknya sambil pura-pura memperhatikan wajahnya dengan seksama.

"Eh, Mbak Jingga habis nangis, ya?" Seketika wajah Nila berubah sedikit cemas setelah tampak olehnya wajah sang kakak yang sembab dengan mata sedikit memerah.

“Jingga!" Terdengar seruan ibunya memanggil. Jingga berjengit kaget.

"Duh, gawat!" gumam Jingga dengan bibir terkatup rapat.

* * *

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

10
100%(54)
9
0%(0)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
54 ratings · 54 reviews
Write a review
user avatar
Guardian_eagle
Keren abiiss.. next ...
2022-02-17 23:27:49
1
user avatar
Hervina Nataya
lanjutt kereen
2022-02-17 00:56:22
1
user avatar
Anggrek Bulan
Ceritanya benar-benar keren Kak
2022-02-16 19:17:37
1
user avatar
Aulia Hazuki
Suka kaaaak...
2022-02-16 18:11:23
0
user avatar
Nilwa Sari
mulut Miko emang enteng bener, ya. ngomong habis jalan sama mantan, dia cinta pertamaku. so what gitu. nggak beres emang. bener tuh langkah jingga, tinggalin aja udah.
2022-02-16 16:09:03
0
user avatar
Siti Auliya
keren thor
2022-02-16 14:33:06
0
user avatar
malapalas
semangattt kak
2022-02-16 13:49:16
0
user avatar
malapalas
aku setuju sama jingga, jujur sih jujur tp pilah2 jujurnya kek gmn. nah jujur ttg cinta pertamanya dg bangga apalagi sesantai itu selingkuh pula masa mau dimengrti wkwkwkk cowok gila, prlu ditendang ke neptunus itu
2022-02-16 13:48:54
0
user avatar
Skyy
mantap thorrr semangaat teruuus!
2022-02-16 13:41:20
0
user avatar
Yenika Koesrini
keren sangat ...️
2022-02-16 13:16:17
0
user avatar
Helminawati Pandia
Alurnya keren, lanjut Thor
2022-02-16 13:07:41
0
user avatar
Helminawati Pandia
Alurnya keren, lanjut Thor
2022-02-16 13:07:13
0
user avatar
Izzy_Mochii
Ceritanya bagus kak
2022-02-08 14:52:06
0
user avatar
Ana'na Bennu
Menarik dibaca kak....
2022-02-08 13:37:49
0
user avatar
Ucing Ucay
semangat berkarya kk ...
2022-02-08 12:07:10
0
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
86 Chapters
Chapter 1 - From The Bottom of Her Broken Heart
"Cukup!"   Satu tangannya terangkat sebagai tanda ia tak ingin lagi mendengar alasan apa pun. Diambilnya tas cangklong yang tadi diletakkan sembarangan di atas meja, kemudian beranjak pergi tanpa memandang kepada lawan bicaranya. Langkahnya cepat menuju ke area parkir pengunjung cafe tempat di mana motor matic kesayangannya menunggu dengan setia.   Ya, hanya motor matic biru bergaris putih dengan stiker bugs bunny kesayangan yang selalu menantinya dengan setia tanpa pernah ada keinginan selingkuh atau pun mendua. Hanya dia yang menemani kemana pun tanpa tuntutan harus berdandan anggun atau bergaun cantik dengan sepatu hak tinggi atau sejenisnya.   "Ngga!" seru pria yang tadi ditinggalkannya di dalam cafe.   "Jingga, tungguuuu!" Karena Jingga tak berniat menoleh, pria itu kembali memanggil-manggil namanya sambil bergegas menyusul gadis itu.   Sekuat hati Jingga menahan air matanya
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more
Chapter 2 - Elegi Cinta Jingga
Tampak olehnya sang ibu berjalan ke arah pintu tepat di mana ia tengah ditahan oleh Nila. "Udah pulang, kamu? Tumbenan sore amat? Lembur, ya?" Ibunya memberondong pertanyaan karena cemas Jingga pulang terlambat gara-gara tadi diajak ketemuan oleh Miko sepulang kerja.   "Anu ... iya, Bu. Lembur sebentar tadi, kejar target," jawabnya berbohong.   "Mbak Jingga habis nangis juga, tuh, Bu, kayaknya," celetuk Nila masih dengan memperhatikan kakaknya.   Jingga menggeleng keras dan menjawab cepat, "Nggak kok, Bu. Ini tadi kaca helmnya aku buka jadi mata kelilipan debu dikit, nih." Dikuceknya mata dengan jemari untuk lebih menguatkan alasan yang diutarakan.   Nila dan ibunya saling berpandangan tanpa rasa curiga. Jingga memang terlalu introvert untuk bisa terbuka menceritakan permasalahan pribadinya, bahkan kepada ibunya sekali pun. Segera ditinggalkannya sang adik yang super jahil bersama ibunya yang
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more
Chapter 3 - Jingga dan Nila
Jingga Kartika Putri, begitu ayahnya memberi nama anak sulung yang lahir di tanggal 11 bulan Juli 1996 itu. Dia memang lahir pada saat senja di ufuk barat sedang berwarna jingga begitu indahnya setelah sejak Subuh sang ibu menggeliat-geliat kesakitan akibat kontraksi di sebuah klinik bidan terdekat dari rumah mereka.   Anak pertama memang selalu merupakan kejutan istimewa. Dulu di masa itu, belum marak ada pemeriksaan USG untuk memeriksa jenis kelamin si janin. Namun, biasanya para tetua di keluarga, nenek kakeknya memiliki keyakinan dengan melihat ciri-ciri dari si ibu hamil mengenai kelak bayi yang lahir itu laki-laki atau kah perempuan.   Saat itu nenek dari pihak ibu Jingga meyakini bahwa calon cucu mereka adalah laki-laki. Karena itulah, mereka sekeluarga menyiapkan nama bagi anak lelaki. Namun, yang lahir ternyata perempuan, sehingga ayahnya berpikir cepat tanpa perencanaan mengenai namanya.   "Jingga saja namanya,
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more
Chapter 4 - Workaholic
“Jingga, bisa tolong ikut ke ruangan saya sebentar?" Bu Tutik, sang Kepala Bagian menghampiri meja kerjanya beberapa menit setelah jam kerja dimulai.   Jingga yang baru saja sedang memulai tugasnya menyusun bahan sepatu dari bagian persiapan untuk dicek kemudian disetorkan ke bagian jahit, mendongak dan menjawab, "Maaf, Bu. Boleh saya panggil Nindy untuk nerusin cek bahan ini dulu? Soalnya hari ini sudah harus masuk job Line jahit."   Line adalah sebutan untuk pembagian departemen jahit karena bentuk tim kerjanya yang berderet memanjang. Bu Tutik mengangguk sembari berkata ia menunggu Jingga secepatnya.   "Baik, Bu. Nanti saya langsung nyusul."   Ia pun bergegas menuju ke arah ruangan bagian jahit dan memanggil Nindy--salah seorang dari Line yang memang seringkali kebagian menggantikan dirinya saat Jingga sedang ditugaskan ke bagian lain atau membantunya saat job berbarengan datang sehingga J
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more
Chapter 5 - Campur Tangan Imel
  "Udah sampai mana, Ndy?" Jingga mengawasi sebentar pekerjaan Nindy di meja cek bahan di mana biasanya ia yang menempati. Nindy mendongak sebentar kemudian menjawab lancar sambil kembali fokus pada bahan sepatu yang tengah ia susun per seri. "Ini aku tinggal size 37 dan 36 aja, besok udah bisa selesai dan bantuin si Via ngerjain job barunya."   "Sip, kamu emang andalanku," ucap Jingga seraya mencubit lengan Nindy gemas. Nindy yang berbody chubby nan menggemaskan dengan kulit putih dan rambut ikal yang selalu dikuncir model cepol itu memonyongkan bibirnya lucu.   Jingga terkekeh sambil beranjak meninggalkan mejanya menuju ke meja Via di seberang. Si empunya sedang mengambil bahan ke departemen Cutting, sehingga Jingga hanya mengecek buku berisi tabel laporan size dan jumlah yang telah dicek dan yang telah disetorkan ke Line.   Dua hari ini Jingga tak pernah duduk di meja. Ia harus terus berkeliling untuk men
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more
Chapter 6 - Tak Cukup Kata Maaf
Rentetan notifikasi pesan dan daftar missed call segera saja memenuhi layar bagian atas HP Jingga sesaat setelah dinyalakan. Benar saja, kesemuanya dari Miko dan beberapa yang berlabel nama Imel. Ia sama sekali tak berniat membaca pesan-pesan dari Miko. Langsung saja yang ditujunya adalah chat dari Imel yang hanya berbunyi, [Tes] Ia mengetik pesan di kolom chat tersebut dengan panjang lebar menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Di paling bawah penjelasan, diakhirinya dengan kalimat tanya, [Nah, kalo kamu yang di posisiku, langsung mutusin dia apa nggak? Pasti iya juga, kan?] Tak lupa dibubuhkannya emot marah. Terkirim. Tanda centang hitam dua buah. "Huuuuft, leganya ...," desah Jingga sembari meletakkan HP di meja dan menyandarkan punggungnya yang terasa amat pegal di sandaran kursi kayu dengan busa empuk itu. Sungguh terlalu kalau sampai Imel masih membela Miko hanya karena alasan mereka bertetangga. Dia kan sesama wan
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more
Chapter 7 - Luka Tak Berdarah
"Nak,"Jingga berjengit terkejut mendengar suara lembut ibunya yang entah sejak kapan berada di situ. Di pojokan ruang tamu."I-Ibu ... bikin kaget aja, deh," ujar Jingga terbata, mengira-ngira apakah ibunya telah mencuri dengar pembicaraannya dengan Miko barusan atau tidak."Kamu nggak apa-apa, Nak?" si ibu yang biasanya cerewet itu menanyainya lembut, seakan tahu putrinya tengah sekuat tenaga menahan gejolak dalam hati.Jingga menghela napas lemah. Ibunya pasti telah mendengar ihwalnya dengan Miko barusan. Tak ada gunanya lagi menyangkal, begitu pikirnya.Tanpa kata, Jingga menubruk ibunya dan menangis tersedu-sedu di dalam pelukan hangat wanita separuh baya tersebut. Ditumpahkannya air mata yang semenjak melihat raut wajah cemas sang ibu tadi telah menggenangi pelupuknya.Bu Setyowati mengelus-elus punggung juga membelai-belai rambut hitam panjangnya, berusaha memberikan ketenangan. Dibiarkannya Jingga menangis puas-puas agar ia bisa lega
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more
Chapter 8 - Perseteruan di Tempat Kerja
 Bu Setyowati yang duduk di sebelah Jingga segera menuangkan air putih dari teko ke dalam gelas dan mengulurkan kepadanya. Jingga pun langsung minum dengan sekali teguk."Duh, kekenyangan, nih. Jingga ke kamar dulu, ya," pamitnya, mencoba menghindar dari Nila yang mulai merecoki. Biarlah ibunya yang mungkin akan memberi penjelasan kepada Bapak dan Nila nanti, pikirnya. Dirinya sendiri sama sekali tak ingin mengungkit ataupun mendengar masalah itu lagi.Di kamar, ia melanjutkan aktivitas mengumpulkan barang dan foto kenangan bersama Miko. Tak lupa ia juga menghapus jejak digital dari HP maupun akun-akun sosmednya setelah memblokir nomor dan akun Miko.Sesegera mungkin ia harus move on. Hidup terus berjalan. Akan ditemukannya kebahagiaan-kebahagiaan lain di luar sana. Keluarga yang disayanginya, pekerjaan yang disukai, serta prestasi yang diperjuangkannya, itu semua layak mendapat perhatian lebih daripada sekedar mengingat masa lalu bersama mantan yan
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more
Chapter 9 - Luka Masa Lalu
Hari-hari kemudian dilalui Jingga hanya fokus kepada pekerjaan. Beberapa pandangan mencibir dan meremehkan yang diterimanya dari sesama karyawan yang tampaknya merasa iri atau tersaingi, dianggapnya justru sebagai penyemangat diri agar lebih meningkatkan prestasi lagi. Yang penting berikan yang terbaik, maka hasil yang terbaik pula yang akan mengikuti. Itu sudah hukum alam yang tak terbantahkan.Demi untuk melupakan rasa sakitnya akibat kehilangan cinta untuk kesekian kali dalam hidupnya, ia curahkan seluruh energi dan perhatiannya untuk bekerja. Nindy yang menyaksikan betapa keras usaha Jingga, terkadang menanyainya penasaran,"Tadi sarapan apa, sih? Manusia kok kayak nggak ada capeknya?"Jingga hanya tergelak mendengar seloroh temannya. Ia semakin dekat dengan Nindy semenjak mengerjakan job bersama. Tak disangkanya gadis gemoy itu ternyata cukup pengertian dan care. Seringkali ia memeriksa laci meja Jingga, hanya untuk mengecek apakah kotak bekal ada di situ a
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more
Chapter 10 - Mencoba Bersahabat
Nila kesal sekali pada dirinya sendiri. Ia tadi sampai kelepasan bicara kalimat yang mungkin akan sangat menyakitkan bagi kakaknya. Apa daya, ia tersulut emosi karena sang kakak tak mau sedikit pun berbagi cerita kepadanya. Mereka kan kakak beradik yang sesama wanita, beda usia juga tak begitu jauh, seharusnya bisa saling curhat tanpa main rahasia segala, begitu isi pikirannya.Ia baru mendengar dari ibunya mengenai Jingga yang telah putus dengan sang kekasih. Si ibu juga tidak menceritakan alasan tepatnya, hanya berkata bahwa mereka belum jodoh saja. Jiwa kepo Nila tentu saja langsung meronta-ronta.Di samping itu, ia juga geram dengan kebiasaan sang kakak yang sering gonta ganti pacar. Ia tak tahu bahwa itu bukan keinginan Jingga. Kalau saja mereka bisa saling terbuka bercerita, Nila pasti akan sangat kasihan pada pengalaman-pengalaman buruk kakaknya dalam hal asmara.Sifat introvert Jingga terlalu dominan sehingga bahkan adiknya sendiri tak paham apa saja ihw
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status